PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
“Aku
ingin memberi leverku kepada putriku. Apa urusan kalian? Aku yang akan
menyumbang leverku! Golongan darah kami sama, 'kan? Dia putriku. Apa
masalahnya?” teriak si ayah. Sementara si anak yang ada diruangan hanya bisa
terdiam
“Tolong
cepat operasi! Aku bilang cepat! Kalau putriku dibiarkan saja lalu mati, apa
kalian mau tanggung jawab? Apa Kalian mau bertanggung jawab?” teriak si ayah.
“Pak,
sebelumnya sudah kami jelaskan, 'kan? Meski keluarga, transplantasi tak dapat
diputuskan dan dijalani semudah itu. Kau sudah berusia lanjut dan kondisi
kesehatanmu kurang baik.” Jelas perawat Song
“Pak, mau
minum kopi bersamaku?” ucap Ik Jun akhirnya datang mendatangi si ayah pasien.
Sang ayah pun menganguk mengerti.
“Tenanglah,
Pak. Mari.” Ajak Ik Jun mencoba agar bisa tenang. Perawat Song pun mengikuti Ik
Jun.
Ik Jun
membawakan minuman pada ayah pasien, dengan perlahan memberitahu dengan jujur
kalau pria itu sudah tidak muda jadi Menurut aturan, sulit bagi sang ayah untuk
dioperasi. Si pria pun hanya bisa terdiam mendengarnya.
“Tes yang
kau jalani itu sebagai antisipasi situasi terburuk, dan syukurlah hasilnya
baik. Namun, masalahnya adalah lemak di levermu terlalu banyak. Dalam situasi
ini biasanya donor harus mengurangi berat badan untuk mengurangi lemak di
lever, tetapi hal itu pun sulit di usiamu saat ini.” Jelas Ik Jun
“Bagaimana
jika kita tunggu pasien yang mati otak, Pak? Ada yang dinamakan skor MELD,
nilai penentu urutan transplantasi lever, dan skor putri Bapak saat ini cukup
tinggi. Menurutku, dalam kondisi saat ini, kita bisa ambil keputusan setelah
menunggu beberapa hari.” Ucap Ik Jun
“Skor
putriku cukup tinggi?” tanya si ayah memastikan. Ik Jun membenarkan.
“36
adalah skor yang cukup tinggi. Sejujurnya, minimal skor harus sekitar 39 atau
40 agar bisa mendapat lever pasien mati otak. Skor saat ini agak meragukan.
Kita tunggu beberapa hari. Jika kondisi putrimu bertambah parah, aku yang akan
buat keputusan. Jadi, kita tunggu sebentar, ya?” ucap Ik Jun
Si ayah
pun hanya terdiam dan sedikit berpikir. Perawat Song pun membenarkan. Ik Jun
pikir makanan sudah tiba dan Putrinya pasti menunggu jadi mempersilakan makan
siang bersamanya. Si ayah menganguk mengerti dan langsung mengucapkan
terimakasih.
Ik Jun
dan perawat Song menunggu didepan lift, Perawat Song memperlihatkan foto dari
ponselnya. Ik Jun melihat kalau anaknya itu
menggulung poni lalu memuji itu sudah biasa. Perawat Song pikir Ik Jun
tak melihat lihat bintik di wajahnya
“Apa
Bintik wajah So-Mi memang sebanyak ini? Bawa kemari. Itu bisa hilang dengan
laser.” Ucap Ik Jun
“Ini
riasan bintik hitam.” Jelas Perawat Song. Ik Jun tak percaya mendengarnya dan
ingin tahu alasanya.
“Entahlah.”
Kata Perawat Song. Ik Jun heran Perawat
Song yang tak tahu padahal Son Mi itu putrinya.
“Apa Kau
memahami putramu?” ejek Perawat Song. Ik Ju pun benar juga karena tak paham.
“Kurasa
Woo-Joo belakangan ini tertarik pada kaus kaki. Dia pilih kaus kaki 30 menit
setiap hari... Benar. Aku sudah mengikuti kanal So-Mi. Dia YouTuber kecantikan
nomor satu. Luar biasa! Bahkan aku pun ingin coba beberapa dari videonya.” Ucap
Ik Jun bahagia.
“40.”
Kata Perawat Song. Ik Jun bingung Ada apa dengan umurnya karena menurutnya Itu
umur terbaik untuk bergaya.
“Maksudku,
berat badan putriku 40 kg. Bahkan kurasa tak sampai 40 kg. Astaga! Menstruasi
pertama pun belum.” Ucap Perawat Song khawatir.
“Kelas 2
SMP, tetapi belum menstruasi pertama? Ini Terlambat sekali.” jelas Ik Jun
“Dia
tidak menurut setiap kuajak ke rumah sakit.” Kata Perawat Song lalu masuk ke
dalam lift.
“Apa Kau
tidak makan siang? Aku janji bertemu staf lain di kantin. Mari kita makan
bersama.” Kata Perawat Song
“Aku
harus pergi ke suatu tempat. Giliranku jam 12.00 sampai 14.00.” kata Ik Jun
sibuk dengan ponselnya
“Giliran
apa?” tanya Perawat Song bingung. Ik Jun pun terlihat bingung menjelaskan.
[
BANGSAL VIP ]
Ik Jun
baru saja masuk pintu, melihat Song Hwa keluar dengan wajah kelelahan. Ik Jun
bertanya apakah langsung rawat jalan. Song Hwa pkir 10 lagi di sana, maka bisa
menikah dengan Suk Hyung lalu pamit pergi. Ik Jun pun masuk ke dalam ruangan.
“Ibu! Aku
menjadi anak angkat Suk-Hyung. Sudah dengar? Suk-Hyung berjanji mewariskan
rumah, TV, dan kursi santainya.” Ucap Ik Jun menyapa ibu Suk Hyung. Ibu Suk
Hyung pun senang melihat Ik Jun yang datang.
Perawat
memeriksa Ibu Suk Hyung lalu memberitahu kalau Tekanan darah 100/70 dan Bagus.
Ibu Suk Hyung pun mengucapkan Terima kasih. Jung Won bertanya pada perawat
apakah sudah makan malam. Perawat menjawab harus pulang usai piketnya selesai.
“Bagaimana
denganmu?” tanya Perawat. Jung Won mengaku Nanti.. dan saat itu pintu terbuka.
“Ibu, aku
datang!” sapa Suk Hyung dengan gaya imut. Jung Won pun membalas dengan gaya
imut.
Suk Hyung
sadar kalau ada perawat dan akhirnya langsung memperlihatkan wibawa sebagai
dokter menghampiri ibunya. Sang perawat hanya bisa menahan tawa melihat tingkah
Suk Hyung. Jung Won pun juga tertawa melihat tingkah temanya.
Suk Hyung
duduk disamping ibunya bertanya apakah Jung Won yang bawa alat pelembap. Jung
Won mengeleng. Ibunya menjawab Jun-Wan memasangnya pagi tadi lalu Tadi sore pun
dia kemari untuk mengisi air. Ia pikir Jun-Wan teliti sekali dan tidak seperti
kelihatannya.
“Dia
memang terlihat teliti. Jun-Wan juga agak aneh seperti dia, Bu.” Ucap Suk
Hyung. Jung Won menatap sinis.
“Ibu
pasti bosan dengan makanan rumah sakit? Kau mau gomtang? Aku akan ambil
diam-diam dari bawah.” Kata Jung Won mengalihkan pembicaraan.
“Aku
tidak apa-apa. Kalian saja makan di luar bersama yang lain.” Kata Ibu Suk Hyung
“Tidak
mau. Mulai hari ini, aku akan
mendampingi Ibu 24 jam.” Kata Suk Hyung. Ibunya pikir anaknya tak harus bekerja
karena sudah tidak apa.
“Kenapa
waktu itu tiba-tiba mengalami aritmia, ya?” tanya Jung Won heran.
“Penyebabnya
pun tidak dapat dipastikan dari hasil tes elektrofisiologi. Aku sungguh cemas.”
Kata Suk Hyung
“Itu
karena ibu sudah tua. Kalau sudah tua, memang sering ada penyakit baru. Kalian
makanlah di luar sana.” Kata Ibu Suk Hyung menyakinkan.
“Bu, biar
aku belikan gomtang. Pasti enak makan sup hangat.” Ucap Jung Won
“Biar aku
yang di sini. Kalian di rumah sakit seharian. Keluarlah dahulu cari udara
segar.” Kata Ibu Jung Won datang membawakan makanan
Nyonya
Jung mengeluarkan termos dibantu dengan anaknya lalu berkomentar kalau Suk
Hyung pasti kaget. Suk Hyung membenarkan lalu bertanya apakah Nyonya Jung
langsung dari Yangpyeong. Nyonya Jung membenarkan kalau minta Jong-Su menyetir.
“Aku
membuat bubur labu dan gomguk kesukaan ibumu. Aku buat sedikit. Kalian makanlah
di luar. Pergi.” ucap Nyonya Jung
“Benar,
Suk-Hyung... Traktir teman-temanmu makan daging. Ibu lebih tenang dengan
begitu. Jung-Won, tolong bawa, Suk-Hyung pergi. Dia sudah di rumah sakit 3 hari
berturut-turut.” Kata Ibu Suk Hyung
“Apa Memang
mereka senggang?” tanya Suk Hyung. Jung Won yang sibuk membenarkan.
“Belum
selesai kutulis "daging", mereka sudah setuju.” Kata Jung Won penuh
senyuman bahagia.
Disebuah
restoran, Bibi bertanya mau pesan apa. Ik Jun bertanya Siapa traktir hari ini.
Jun Wan menjawab Ayah Ik Jun menatap ke arah Suk Hyung. Ik Jun bahagia
mendengarnya lalu memesan 2 porsi yang termahal. Song Hwa meminta pesan daging
spesial 2 porsi dan Set jamur juga.
“Minta
satu set sosis juga.” Kata Jung Won. Jun Wan pikir itu banyak tapi memesan Satu
kodari hoe-naengmyeon juga.
“Hei!
Pesan itu nanti saja setelah makan daging.” Keluh Suk Hyung. Jun Wan mengeluh
kalau itu seleranya.
“Ya
ampun. Kalian memang pemakan segala jika gratis.” Ejek Ik Jun tapi akhirnya
meminta 2 kimchi-jjigae daging babi. Suk Hyung menatap sinis.
“Aku
lupa! Satu telur kukus juga per meja karena pedas.” Kata Ik Jun, Semua
tersenyum selain Suk Hyung.
Lima
orang berumur 40 tahun menatap melonggo melihat daging sapi premium yang
dipanggang oleh pelayan. Si pelayan kebingungan menyuruh mereka boleh
mengobrol. Tapi mereka masih terkesima dengan daging panggang mahal
“Sudah
bisa dimakan?” kata Song Hwa tak sabar. Jun Wan mengeluh memberitahu Itu daging
sapi!
“Jangan! Memangnya
itu tuna?.. Itu daging babi... Makan mentah saja sekalian. Memang itu bistik
tartar?” Kata Jun Wan mengomel. Song Hwa pun akhirnya hanya bisa menaruh
sumpitnya lagi.
Song Hwa
makan dengan lahap. Ik Jun melihatnya
mengeluh klau tidak akan mencurinya dan Itu semua milik Song Hwa jadi
bisa Makan pelan-pelan. Song Hwa menegaksan kalau Ini karena 3 kakak lelakinya.
Ik Jun tahu kalau Mereka hanya menyisakan tulang.
“Suk-Hyung,
kudengar ibumu akan cerai?” kata Song Hwa membahasnya. Suk Hyung membenarkan.
“Sungguh?
Syukurlah. Sekarang dia bisa hidup tenang.” Kata Jung Won ikut bahagia.
“Ya, itu
janjinya. Aku memohon sambil berlutut dan menangis. Aku memohon agar kami hidup
bahagia, meski hanya sehari.” Cerita Suk Hyung. Semua pun memuji keputusan Suk
Hyung.
“Hei,
bagaimana kalau ibumu bilang begitu sekarang dan suatu saat marah lalu tak
ingin cerai lagi?” kata Jun Wan
“Kemarin
surat perceraian sudah diajukan lewat pengacara. Pihak Presdir Yang pun sudah
mengurus surat hari ini, serasa dapat durian runtuh. Batas waktu mediasi 4
minggu lagi, berarti sebulan saja.” Ucap Suk Hyung
“Semua
akan berakhir dalam sebulan. Namun, Ibu kini akan bercerai.... Ibu benar-benar
akan bercerai... Aku jadi merasa sangat senang!” kata Suk Hyung
“Berbeda
dengan saat kau cerai, ‘kan?” kata Ik Jun. Suk Hyung membenarkan Betapa sedihnya saat bercerai.
“Apa Kau
tak begitu?” tanya Suk Hyung. Ik Jun mengaku Tidak sama sekali.
“Aku
hanya terpikir cara agar bisa hidup bahagia dengan Woo-Joo.” kata Ik Ju
“Apa Kau
belum bisa melupakan Sin-Ae?” kata Song Hwa. Suk Hyung mengeluh Song Hwa itu gila?
“Tentu tidak...
Tentu sudah. Aku sudah melupakannya, tetapi masih ada rasa bersalah atau
semacamnya di satu sisi hatiku.” Akui Suk Hyung
“Pasti
belum terlupakan!” ejek Jun Won. Suk Hyung menegaskan kalau ini Kasih sayang
“Kasih
sayang, bukan cinta!! Rasa bersalah, sendu. Semacam itu!” tegas Suk Hyung. Jun
Won bertanya apa maksudnya pada Ik Jun. Ik Jun mengaku tak tahu.
“Ya
ampun. Kalian tahu apa tentang cinta? Makan saja daging-daging ini. Dasar
bocah!” keluh Suk Hyung
“Namun,
sayangnya kau takkan dapat perusahaan ayahmu. Saat wafat, perusahaannya pasti
jatuh ke tangan wanita itu dan anaknya. Taegun Apparel, perusahaan tertutup. Sebagian
besar saham milik ayahnya, ‘kan?” kata Jun Wan
“Kalau
tidak salah ada semacam hukum hak milik.” Kata Ik Jun. Suk Hyung menghela nafas
mengakutak butuh.
“ BahkanTakkan
kuterima meski diberi.” Tegas Suk Hyung. Jung Won membenarkan kalau Ini bukan
masalah uang. Semua langsung menatap sinis kalau ini Menyebalkan
“Suk-Hyung,
dengar baik-baik. Jangan mengomong kosong enggan menerima uangnya Kau Terima
saja! Kau harus Terima dan berikan pada kami.”tegas Ik Jun
“Baik... Akan
kuterima dan berikan kepada kalian...
Omong-omong, kalian sudah dengar berita Direktur Ju?”kata Suk Hyung.
“Ya, aku
dengar dari Ibu.” Kata Jung Won. Mereka pun ingin tahu Direktur Ju kenapa
“Kurasa
Direktur Ju dalam tahap awal depresi.” Kata Suk Hyung. Semua pun kaget.
Di ruang
rawat, Ibu Suk Hyung mengaku sangat
paham dan juga pernah menulis surat wasiat.Nyonya Jung ingin tahu apa yang
ditulis Ibu Suk Hyung lalu menebak kalau menulis “Yang Tae-yang Brengsek, matilah
kau!” menurutnya itu harus diucapkan di depan mukanya.
“Untuk
apa ditulis? Kau Buang-buang kertas. Apa Karena itu kau menyemburnya dengan air
bekas mengepel?” kata Nyonya Jung
“Ya.
Walau malu dilihat putraku, tetapi rasanya lega sekali.” akui ibu Suk Hyung
bisa sedikit tersenyum.
“Bagus...
Lampiaskan saja... Lakukan dan katakan apa pun yang kau mau. Bagus!” kata
Nyonya Jung mendukung
“Lalu apa
rencana Direktur Ju? Apa Dia mau terapi?” tanya Ibu Suk Hyung. Nyonya Jung
menceritakan Direktur Ju menolak karena merasa baik-baik saja.
“Dia
bilang "Hanya terbawa suasana musim gugur." Dasar keras kepala!”
keluh Nyonya Jung kesal
“Kau
harus menjaganya. Setidaknya dia tampak riang saat bersamamu.” Ucap Ibu Suk
Hyung
“Tadi pun
aku sudah mengajaknya kemari, tetapi katanya sedang menunggu telepon. Padahal Dia
takkan ditelepon.” Kata Nyonya Jung kesal. Ibu Suk hyung bertanya siapa.
“Hari ini
dia janji makan malam dengan keluarga putra keduanya. Namun, mendadak batal
karena cucunya mulas dan harus ke rumah sakit. Putranya bilang akan segera
menelepon, tetapi aku yakin dia lupa karena kalut.” Cerita Nyonya Jung
“Dia Tinggal
telepon lebih dahulu saja.” Kata Ibu Suk Hyung. Nyonya Jung membenarkan.
“Dia bisa
menelepon lebih dahulu, tetapi kurasa dia sungkan untuk menelepon karena
mungkin akan mengganggu padahal mereka sudah repot. Semakin tua biasanya kita banyak
pertimbangan.” Kata Nyonya Jung meminum tehnya.
Sementara
dipakiran, Direktur Ju terlihat sangat gugup dengan ponsel ditanganya. Akhirnya
Ia memberanikan diri menelp anaknya, bertanya “Yun-Min tidak apa? Bagaimana
kondisinya?” Anaknya memberitahu kalau Yu Min langsung membaik begitu sampai
rumah sakit.
“Syukurlah
kalau begitu. Apa Kini kondisinya baik?” tanya Direktur Ju. Anaknya menjawab
sekarang baik
“Dia kegirangan
main dengan kakaknya. Mereka senang sekali sampai bernyanyi setelah dibelikan
piza dan kola kesukaan.” Cerita sang anak dengan wajah bahagia.
“Meski
begitu, jangan diberi makan terlalu banyak. Waspadalah untuk saat ini.” Pesan
Direktur Ju
“Baik.
Aku Hampir lupa!.. Ayah... Tadi siang Yun-Hyeon dan Yun-Min berfoto mengenakan
seragam Taekwondo. Itu Lucu sekali. Kukirim sekarang”cerita anaknya.
Direktur
Ju terlihat senang mendengarnya lalu mengucapkan terimakasih pada anaknya dan
mengucapkan Selamat makan malam. Anaknya pun mengucapkan Selamat istirahat pada
istirahat lalu menutup telpnya, wajah Direktur Ju terlihat sangat bahagai
setelah menelp anaknya.
Telp
kembali berdering, Nyonya Jung menelp dengan nada kesal karean tak naik juga
lalu bertanya apakah Tae-Ung sudah
menelepon. Direktur Ju dengan wajah bahagia membenarkan kalau sang anak tadi
menelpnya dan Katanya Yun-Min baik-baik saja.
“Syukurlah.
Kau belum makan malam, 'kan? Cepat naik. Kau pasti lapar.” Ucap Nyonya Jung
“Tidak. Aku
tidak lapar.” Kata Direktur Ju, Nyonya
Jung heran temanya itu tidak mau makan malam dan memarahinya agar segera naik
saja.
“Hei, aku
takkan mati tidak makan sekali saja... Tidak apa... Apa Kau tidak turun? Aku
antar pulang.” Kata Direktur Ju
“Di umur
kita bisa mati meski tak makan sekali. Bahaya. Aku takkan mengomel. Cepat naik.
Paham?” ucap Nyonya Jung. Direktur Ju akhirnya mengalah akan naik ke atas.
Dokter
Jang berbicara dengan juniornya di lorong menjelaskan Umumnya, operasi lever
donor hidup dimulai pagi-pagi. Dengan 2 operasi dilakukan bersamaan sehingga
butuh waktu lama dan staf medis yang banyak. Lalu Dokter Lee biasa hadir sekitar
jam 08.00.
“Dia akan
turun setelah Anestesiologi siap. Sebelum
itu, para perawat Ruang Operasi menyiapkan meja operasi. Hari ini, transplantasi
lever donor hidup. Donor adalah pria 50 tahunan, adik penerima.”jelas Dokter
Jang
“Operasi
cukup sulit karena anatomi kantong empedu donor adalah tipe C, tetapi pasti
berhasil sebab Dokter Lee memperhatikannya dengan baik. Walau tampak urakan dan
cerewet, Dokter Lee Ik-Jun mahir operasi.” Kaa Dokter Jang sudah ada di ruangan
operasi
“Apa kau
bilang? Kau mengejek atau memujiku?” ucap Ik Jun sudah dudk di ruangan operasi.
“Sedang
apa kau di sini?” tanya Dokter Jang heran. Ik Jun mengaku sedang Belajar.
“Apa Kau
asisten hari ini?” tanya Ik Jun. Dokter Jang menjawab bukan tapi Asisten hari
ini Dokter Jong Se-Hyeok.
Ik Jun
akhirnya melakukan operas lalu mengeluarkaan Sampel lever siap untuk biopsi
beku. Sebuah tabung diberi label [KIM CHANG-HWAN -POTONG BEKU] Mereka pun
berhenti sejenak, Ass Dokter mengeluh Hasilnya keluar agak lama hari ini.
“Tiga,
dua, satu.” Kata Ik Jun mulai menghitung mundur dan terdengar suara dari telp.
“Aku Kim
Mi-Ae, dari Patologi. Aku akan memberi tahu hasil biopsi beku Kim Chang-Hwan. Perlemakan
hati makrovaskuler 6%, dan diperkirakan tak ada inflamasi di sekitar vena porta
hepar.” Ucap Mi Ae di telp.
Ik Jun
mengerti lalu mengucapkan Terima kasih dan mengatakan Operasi lanjutkan lalu
meminta Perawat agar nyalakan musik.
Di
ruangan operasi Song Hwa, Dokter Ahn menjelaskan pada juniornya kalau Bedah
Saraf jarang mengatakan, "Semua akan baik-baik saja" atau "Kau
pasti sembuh."karena Bedah Saraf berhubungan dengan otak jadi Jarang ada
pasien yang sembuh secara dramatis jika dibandingkan dengan bagian lain.
“Tumor
kuangkat.” Ucap Song Hwa mengeluarkan daging berukuran dua cm. Junior Dokter
Ahn tiba-tiba terbatuk.
“Apa Kau
kedinginan?” tanya Dokter Ahn. Juniornya mengaku tak masalah hanya mudah merasa
dingin.
“Berarti
kau mustahil masuk Bedah Torakoplastik.” Ucap Dokter Ahn.
“Yoon-Bok, kau baik-baik saja?
Dingin, ya? Tunggu Sebentar.”
Di ruang
operasi Jun Wan yang meminta agar lebih menariknya di luar terlihat [ SUHU SAAT
INI: 18 DERAJAT CELSIUS ] Perawat berbicara dengan Yun Bok pasti terasa dingin.
Yun Bok mengaku tak masalah. Dokter Do memberikan botol seperti untuk menghangatkan tubuhnya.
“Aktivitas
metabolisme harus dikurangi semaksimal mungkin karena peredaran darah tidak
lancar saat jantung dihentikan dan dibantu alat selama operasi.” Jelas Dokter
Do
“Suhu
harus diturunkan agar aktivitas metabolisme dan konsumsi energi pasien sedikit.
Dengan begitu, pasien bisa segera pulih saat jantung kembali berdegup. Omong-omong,
Hong-Do mana?” tanya Dokter Do
“Dia ikut
operasi Bedah Anak.” Ucap Yun Bok. Dokter Do bertanya Apa dia mudah kepanasan.
Yun Bok mengaku Sangat mudah kepanasan. Dokter Do pikir itu Gawat.
Di ruang
operasi Jung Won, Hong Do berdiri dengan
baju yang basah karena keringat. Sementara Jun Won yang terbiasa hanya
meminta perawat agar mengelap
keringatnya. Dan terlihat di layar [ SUHU SAAT INI: 30,3 DERAJAT CELSIUS ]
Beberapa
saat kemudian, Hong Do tak tahan dengan suhu yang panas akhirnya jatuh pingsan.
Perawat yang melihat langsung menghampirinya, Hong Do kembali tersadar mengaku
baik-baik saja.
“Siswa
itu pingsan, ya? Apa Dia tak apa?” tanya Jung Won. Ass menganguk kalau menurutnya Tahun ini agak terlambat.
“Tahun lalu
satu orang pingsan di bulan Juni.” Kata Assnya. Jung Won menganguk mengerti.
Di
ruangan operasi Suk Hyung, Seorang ibu melihat anaknya yang baru lahir menyapa
anaknya sambil menangis haru. Suk Hyung dengan Dokter Chu mulai
menjahit,membeirtahu Saat menjahit rahim harus agak kencang agar tidak kendur. Tapi
jangan tarik terlalu keras.
“Dokter Yang,
para mahasiswa Keperawatan datang untuk observasi.” Ucap perawat masuk lalu
mengucapkan selamat pada pasien.
“Aku
sudah bilang kepada pasien. Kalau datang lebih awal kalian bisa lihat saat bayi
keluar.” Ucap Suk Hyung
“Nanti
sore ada operasi lagi, 'kan? Mereka bisa lihat saat itu.” Kata Perawat
“Kalian
boleh mendekat. Hati-hati jangan sampai meja operasi terkontaminasi.” Kata Suk
Hyung
Akhirnya
dua orang mendekat dan salah satunya terlihat mengunakan ID Card [ MAHASISWA ILMU KEPERAWATAN - KIM YEONG-JU]
Ik Jun
keluar dari ruangan operasi, Perawat Song melihat Operasi Ik Jun baru selesai
dan itu artinya Lama sekali. Ik Jun mengkau
Lama mengatasi pendarahan, tetapi hasilnya baik lalu bertanya apakah mereka mau pulang.
Perawat Song menganguk.
“Benar!
Oh Yu-Min, pasien Kamar 6011, yang menunggu donor karena sirosis hati. Tolong
hubungi ayahnya. Kita harus beri tahu bahwa kondisi pasien memburuk.” Ucap Ik
Jun
“Ayah Oh
Yu-Min sudah lama tidak ke rumah sakit. Terakhir datang minggu lalu.” Kata
perawat Song
“Benar...
Aku belum melihatnya lagi.” Jelas Perawat lainya. Ik Jun bertanya apakah Tidak
ada keluarga lain
“Ya.,,
Dia sebatang kara. Kudengar kali ini pun dia baru bertemu sang ayah setelah
sekian lama. Bagaimana ini, Dokter?”kata Perawat Song
“Mungkin
ayahnya pergi ke suatu tempat untuk sesaat. Dia pasti datang, 'kan?”kata
perawat lain.
“Kuragukan
itu... Aku sudah bekerja selama 10 tahun. Hanya dari tatapannya, aku kini bisa
segera tahu, mana yang bisa jadi donor untuk keluarga, mana yang tidak.
Sedangkan ayah Oh Yu-Min tidak. Mustahil dia kembali kemari.” Ucap Ik Jun
“Itu
pilihan tiap pribadi. Kita tak bisa mengecamnya. Lagi pula, ayah Oh Yu-Min memang
sulit menjadi donor sejak awal. Intinya, aku paham.” Kata Ik Jun tak banyak
berharap pada Tuan Oh lalu melangkah pergi.
“Dokter
Lee!.. Di luar hujan... Kau sudah di sini sejak pagi... Kau Pasti tidak tahu?”
ucap Perawat Song. Ik Jun pun tersenyum mendengarnya.
Diruangan,
Song Hwa menatap jendela yang basah karena terkena air hujan, wajahnya terlihat
bahagia. Ik Jun datang memberitahu kalau Hujan turun dan mengajaknya makan.
Song Hwa bertanya apakah Operasinya sudah
selesai.
“Sudah,
makanya aku kemari.” Kata Ik Jun. Song Hwa bertanya mau makan apa
“Kita
makan jeon atau sujebi?” ucap Ik Jun. Song Haw langsung memilih sujebi dan akan
bertemu di lobi.
“Aku tak
bawa mobil... Kita naik mobilmu.” Ucap Song Hwa. Ik Jun menganguk mengerti.
Mereka pun
sampai di kedai SUJEBI, Ik Jun pikir Hujan turun jadi mereka bisa jalan-jalan
dengan mobil. Song Hwa pun setuju lalu bertanya tentang Woo-Joo. Ik Jun memberitahu anaknya Di
Changwon dan sedang tergila-gila dengan dwaeji-gukbap.
“Bagaimana
alat bantu dengar ayahmu? Apa Dikembalikan?” tanya Ik Jun.
“Tidak...
Aku tidak gila. Aku susah payah minta tolong Dokter Song untuk carikan alat
terbaik.” Cerita Song Hwa
“Kenapa
kau beri tahu harganya?” kata Ik Jun. Song Hwa mengaku bukan dia yang bilang.
“Ayah yang
dengar dari orang lain. Astaga... Aku sampai harus mengada-ada dapat diskon
karyawan, ditambah kupon, hingga diskon kartu kredit. Kubilang total diskon
sekitar 23.000 won dan bayar di bawah 1 juta won.” Cerita Song Hwa
“Setelahnya,
baru Ayah mau pakai dan tak dikembalikan. Ini membuatku Kesalnya.” Keluh Song
Hwa
“Jangan
marah-marah. Dia hanya khawatir putrinya buang-buang uang.” Ucap Ik Jun lalu
meminta kimchi
Saat itu
Song Hwa menerima telp. Dokter Ahn memberitahu Pasien perdarahan intraserebrum
di serebelum, Kondisi semi-koma, kedua pupil 0,2 hampir tak ada gerakan
motorik. Song Hwa mengatakan kalau tak jauh dari rumah sakit jadi akan segera
ke sana.
Ik Jun
pun sudah tahu harus bergegas membawa jaket Song Hwa lalu bergegas keluar kedai
walaupun belum selesai makan.
Ik Jun
mengantar sampai ke depan ruang IGD, Song Hwa berlari masuk tanpa menutup pintu
mobil. Ik Jun akhirnya turun dari mobil menutup pintu mobilnya ditengah hujan
yang turun semakin deras. Dokter Ahn menghampiri Song Hwa memberitahu kalau Sudah
pindai CT otak.
“Batang
otak tertekan karena banyak pendarahan.” Jelas Dokter Ahn.
“Berapa
umurnya?” tanya Song Hwa. Dokter Ahn menjawab
13 tahun. Song Hwa melonggo. Dokter Ahn memberitahu yaitu Gadis berusia
13 tahun.
Seorang
anak tak sadarkan diri terbaring dengan alat bantu nafas, orang tuanya hanya
bisa menangis melihat sang anak. Song Hwa akhirnya melihat di layar komputer.
Dokter Bong datang bertanya apakah Pendarahan otak, dan Pasien anak kecil. Song
Hwa tak menjawabnya.
“Dokter
Ahn... Kau lihat MAV, 'kan?” ucap Song Hwa [ MAV: MALFORMASI ARTERI-VENA ]
Dokter Ahn menganguk.
“Kurasa
MAV pecah, terjadi perdarahan intraserebrum di serebelum, hilang kesadaran,
lalu pingsan. Jadi harus Segera operasi.” Ucap Song Hwa. Dokter Ahn menganguk
mengerti
“Lekas
siapkan. Minta izin wali, urus ke Anestesiologi, lalu bawa pasien ke Ruang
Operasi. Biar aku yang jelaskan kepada wali.” Perintah Song Hwa. Dokter Ahn
mengerti.
***
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar