PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Jumat, 01 Mei 2020

Sinopsis Hospital Playlist Episode 8 Part 1

PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 

 
Dokter Jang bertemu dengan Jung Won langsung memohon agar bisa metraktir makan malam. Jung Won bingung, Dokter Jang meminta agar traktir makan malam akhir pekan ini, Jung Won setuju merkea akan makan-makan dengan staf lain.
“Kita Berdua saja... Berdua saja di luar, pakai baju kasual, bukan seragam ini.” Kata Dokter Jang. Jung Won terdiam dan suasana tiba-tiba sunyi.
“Aku sudah punya janji. Aku harus mengunjungi ibuku di Yangpyeong. Maaf.” Ucap Jung Won dan langsung melangkah pergi. Dokter Jang hanya bisa diam saja karena ternyata ditolak oleh Jung Won. 

Dokter Heo kaget mendengar tentang rekan kerjanya, Dokter Han pun menyimpulkan Agen bilang sewa bulanan kepada pemilik asli, tetapi sewa basis deposito pada Dokter Do, bahkan hanya membayarkan uang jaminan dan sewa bulan pertama, lantas sisanya si agen yang mengambilnya
“Ya, begitulah. Astaga... Bagaimana nasibnya? Uang itu dia kumpulkan sejak lama. Ditambah pinjaman bank 100 juta. Uang melayang, tetapi dia tetap harus bayar bunga. Astaga!” ucap Dokter Yong
“Apa Agennya tidak bisa ditangkap?” tanya Dokter Ahn. Dokter Yong yakin Pasti sudah kabur.
“Dokter Do sudah lapor polisi. Tapi Katanya jangan berharap.” Jelas Dokter Yong
“Lalu Dia tinggal di mana sekarang?” tanya Dokter Ahn khawatir. Dokter Heo pikir Dokter Do  Tinggal saja di sana dan bayar bulanan.
“Kontrak pun tidak sah. Pemilik rumah hanya mau uang sewa. Tak apa terus tinggal, ‘kan?” kata Dokter Hoe.
“Apa Bagimu sewa 900.000 won per bulan itu mudah?” kata Dokter Yong. Dokter Heo mengelengkan kepala lalu meminta maaf.
“Tak perlu sampai minta maaf... Bukan salahmu terlahir kaya. Sewa 900.000 won per bulan terlalu berat. Dia harus pindah. Dia memang rencana tinggal di rumah itu sampai pekan ini.” Jelas Dokter Yong
“Istrinya akan ke rumah orang tuanya di Paju, sementara Dokter Do Jae-hak menyewa kamar murah. Aku tak yakin dia bisa fokus bekerja setelah semua itu. Aku yakin kini pun tidak.” Ucap Dokter Yong Sedih. 


Jun Wan keluar dari ruangan operasi menegaskan pada Tuan Ju kalau tak peduli hal macam itu, intinya dia Tidak mau. Ia pikir Tuan Ju bahkan tak pernah lihat kalau ia pernah menjabat sesuatu jadi tak akan mau. Tuan Ju pun mengeluh kalau artinya jabatan Kepala Bagian terus kosong.
“Pasti ada dokter spesialis lain yang mau. Suruh Dokter Cheon Myeong-taek agar mudah dapat uang suap.” Kata Jun Wan.
“Direktur Ju tidak setuju. Dia dilarang menjabat apa pun, selain Kepala Pelayanan. Dia pasti buat masalah lagi.”ucap Direktur Ju
“Jika dia pasti buat masalah, mestinya kau selidiki dan beri hukuman. Kenapa berhenti di tengah jalan?” keluh Jun Wan.
“Karena itu jadilah Kepala Bagian.” Ucap Direktur Ju. Jun Wan pikir itu alasanya dan meminta maaf karena harus menolaknya.


Jun Wan akhirnya mulai operasi lalu memastikan Dokter Do apakah sudah bilang operasi SVC kiri kepada perfusionist, Dokter Do meminta maaf mengaku belum cek. Jun Wan kaget karena  Belum dipastikan dengan perfusionist.  Dokte Do hanya bisa meminta Maaf.
“Apa Kau lihat sonografi sebelum masuk?” tanya Jun Wan. Dokter Do hanya bisa diam dan tertunduk.
“Ada apa denganmu? Fokus! Apa Kau ingin bunuh pasien? Jangan bawa masalah pribadi ke sini. Keluar kalau tak mampu.” Teriak Jun Wan marah.
Dokter Do hanya bisa meminta maaf dan tetap ingin di dalam ruang operasi. Jung Won pun meminta mereka Sekarang pasang kateter vena di sinus koroner.


Suk Hyung bertanya pada perawat apakah Eun-won belum bisa dihubungi. Perawat membenarkan kalau Dokter Myung Belakangan ini, lelah karena piket malam dan Tampaknya dia terguncang karena Yun Mi-seong wafat. Dokter Chu berjalan dibelakang terlihat sangat lelah.
“Fisiknya amat lelah, ditambah pasien wafat. Kurasa hal itu menjadi pemicu.” Ucap Suk Hyung.
“Tentu lelah. Pekerjaan banyak, tetapi kita kekurangan orang. Tidur pun kurang.” Bisik Dokter pria dibelakang. Temanya bertanya ada apa.
“Dokter Myeong Eun-won sulit dihubungi dua hari sejak kemarin pagi.” Jelas Dokter pria. Temanya pun bingung Bagaimana jika tidak kembali lagi. Suk Hyung dkk akhirnya menyapa semua pasien yang sudah mengantri.
“Dokter Chu Min-ha... Segera beri tahu jika ada kabar dari Dokter Myeong.” Ucap Suk Hyung. Dokter Chu menganguk mengerti.


Ik Jun mengajak mereka untuk lihat pindaian CT. Satu keluarga terliha berkumpul. Ik Jun memberitahu  bagian kanan lever lalu mereka Bisa melihat bagian aneh sekitar dua sentimeter di dalamnya, jadi ia menyimpulkan pasien itu memiliki sirosis lever.
“Dari hasil tes darah, level antigen karsinoembrionik tinggi. Kurasa... ini kanker lever.” Ucap Ik Jun. Semua terlihat panik dan tak percaya mendengarnya.
“Dua sentimeter biasanya stadium awal. Yang terpenting dari kanker bukan ukurannya, melainkan bisa dioperasi atau tidak. Pertama, perlu dicek dahulu apa benar ini kanker lewat tes menyeluruh seperti MRI dan apa ada penyebaran ke bagian lain.” Jelas Ik Jun
“Operasi adalah jalan terbaik untuk kanker lever, tetapi bila ada penyebaran, mungkin harus ganti ke teknik pengobatan.” Kata Ik Jun
“Dokter... Apa aku bisa hidup?” tanya pasien. Ik Jun menyakinkan kalau pria itu harus hidup.
“Entah apa ini... bisa menghibur. Jika bisa operasi, besar kemungkinan kau akan selamat. Jangan putus asa. Kita tunggu hasil tes dengan penuh harapan.” Ucap Ik Jun
“Kalau begitu, kapan bisa operasi, Dokter? Mohon percepat, Dokter.”pinta anaknya menahan tangisnya.
“Hari ini mulai dirawat. Setelah itu, kita periksa apa benar kanker dan lakukan tes tambahan untuk memeriksa penyebaran. Selain itu, kebetulan ada jadwal operasiku yang dibatalkan Selasa pekan depan.” Jelas Ik Jun
“Kita operasi hari itu jika menurut hasil tes bisa operasi. Namun, jika menurut tes tambahan, ada dugaan kelainan atau penyebaran, mungkin tanggal operasi berubah. Perawat akan menjelaskan prosedur rawat inap di luar nanti.”ucap Ik Jun. Semua orang hanya bisa menangis
“Kalian harus semangat agar ayah kalian juga semangat.” Kata Ik Jun. Semua menganguk mencoba agar tetap tegar. 


Jung Won menatap bayi yang diselamatkanya terlihat sangat senang, lalu tiba-tiba menahan rasa sakit. Perawat datang bertanya apakah Jun Wan sakit kepala lagi dan menawarkan obat. Jung Won menolaknya lalu memastika kalau Perut Jae-hui sudah dirontgen. Perawat mengaku sudah.
“Berapa drainase tabung gastrostomi kemarin?” tanya Jung Won.  Perawat menjawab Kemarin 50, hari ini 20..Banyak berkurang.
“Begitukah? Mari Kita lihat... Ini Luar biasa... Kemarin warnanya sangat hijau. Sekarang berubah bening.” Ucap Jung Won bahagia melihat pasienya yang mulai membaik. 

Song Hwa melemaskan ototnya ditaman, Jun Wan melihat menyuruh agar Lebih baik konsultasi ke dokter dan berpikir bisa merekomendasikan. Song Hwa pikir Ini bisa mengurus sendiri dan meminta gaar memperkenalkan saja Bidulgi padanya.
“Bidulgi sedang sibuk. Nanti kuperkenalkan.” Kata  Jun Wan memberikan roti untuk mereka.
“Apa itu Berarti benar dia pacarmu?” kata Song Hwa tak percaya. Jun Wan berjanji Akan menceritakan segalanya nanti.
“Kenapa Jung-won lama sekali? Terlambat berarti dia tak dapat.” Kata Jun Wan yang sudah melahap banyak roti. 

Saat itu Song Hwa melihat Jung Won datang dengan wajah bahagia bahkan menari-nari, menuruntanya Jung Won tampak bahagia jadi Pasti kondisi pasien membaik. Ik Jun Pikir Atau pasien segera pulang. Jung Won dengan senyuman bahagi memberitahu dua temanya.
“Hei, Jae-hui lancar buang air besar!” ucap Jung Won. Keduanya hanya bisa terdiam sedang makan lalu mengucapkan selamat.
“Warna dan bentuk fesesnya bagus. Dia lancar buang air besar usai makan. Fesesnya bagus sekali!” kata Jung Won bangga. Keduanya hanya bisa menahan mual.
“Jadi Rotiku? Rotiku mana?” tanya Jung Won. Jun Wan langsung menyembunyikan mengaku Sudah mereka makan semua.
“Itu Sedang berubah menjadi feses.” Kata Song Hwa. Jun Wan menerima telp dan menjawab kalau akan pergi sekarang.
Jung Won melihat Song Hwa membawa roti tapi langsung berjalan pergi. Song Hwa hanya tersenyum lalu bergegas pergi. 

Jun Wan bertemu dengan orang tua pasien yang baru saja dioperasinya memberitah Dalam jantung terdapat katup yang berfungsi untuk mencegah agar darah tidak kembali saat mengalir ke luar dengan bentuk gambar jantung yang dibawanya.
“Saat bayi lahir, biasanya ada satu sampai dua katup bocor atau mengecil sehingga sering kami operasi. Namun, kasus anak kalian jarang terjadi. Seluruh katup jantungnya bocor.” Jelas Jun Wan.
“Tidak ada kelainan pada tes kromosom. Aku tidak bisa memberi penjelasan akurat. Jantung Hun saat ini tidak mampu mengalirkan darah ke luar jantung, dan terus berbalik. Terutama aliran di katup aorta amat parah sehingga sulit dipasang paru-paru buatan.” Ucap Jun Wan.
“Selain itu, dia mengalami cedera otak, entah karena resusitasi jantung paru saat ditransfer ke rumah sakit kami atau cacat bawaan. Kini curah jantungnya begitu lemah sampai harus diberi banyak obat diuretik agar bisa buang air kecil.” Ucap Jun Wan. Ibu Hun hanya bisa menangis.
“Edema parunya pun parah sehingga sulit untuk terus diberi obat.” Kata Jun Wan. Ayah Hun pun ingin tahuBagaimana jika operasi
“Dokter, jika dioperasi, apa dia bisa selamat?” tanya Ayah Hun. Jun Wan menjawab Mortalitasnya 50 persen.
“Operasi jantung dilakukan agar pasien membaik, dan untuk kasus ini... memang tidak ada jalan lain selain operasi. Meski hasilnya sulit diprediksi dengan tepat, kita tak mungkin membiarkan Hun begitu saja.” Ucap Jun Wan.
“Aku tidak jamin bisa menyembuhkannya, tetapi tiada jalan lain. Tentu harus kita coba.”ungkap Jun Wan. Keduanya menganguk mengerti. Jun Wan pun pamit pergi dan keduanya hanya bisa menangis. 


Jung Won melihat pegawai didepanya yang terlihat gugup, lalu memberitahu kalau harus duduk sambil bersandar dan agak menunduk supaya tidak dislokasi sendi. Pegawai itu pun memperbaiki posisi duduknya.  Jung Won yakin pegawai itu pasti lelah harus duduk seharian.
“Ini Sudah selesai... Dokter pasti lebih lelah. Kau selalu pulang malam.” Kata si pegawai
“Bagaimana kau tahu?” tanya Jung Won heran. Pegawai mengaku  Wajah Jung Won selalu tampak lelah.
Jung Won membenarkan lalu tersenyum melihat buku tabungan REKENING WISATA ULANG TAHUN KE-70 IBU.
“Apa Kau tidak menabung deposito lagi? Kau pelanggan jangka panjang kami. Pasti bunganya menguntungkan.” Kata pegawai
“Rencanaku akan deposito 100.000 won per bulan, tetapi aku harus pergi sekarang. Terima kasih.” Ucap Jung Won lalu pamit pergi tapi teringat sesuatu.
“Maaf, aku dengar kalian memberi boneka saat deposito jatuh tempo.” Kata Jung Won. Si pegawai pun meminta agar menunggu. 


Akhirnya sebuah boneka berada dalam ruangan, Jung Wan datang dengan gelas ukur berisi air lalu membeirtahu kalau Song-hwa tanya apa ini cukup. Nyonya Jung sedang memotong tangkai bunga berpikir  itu Bagus sekali lalu berkomentar Song-hwa cantik, pintar dan peka.
“Kenapa dia....” ucap Nyonya Jung yang langsung disela oleh anaknya. Jung Won tahu ibunya pasti akan mengatakan “Tidak menikah?”
“Bukan. Kenapa dia... tidak menyukai putraku? Kalau punya menantu seperti Song-hwa, ibu tak menyesal walau besok harus hidup bersama Tuhan.” Ucap Nyonya Jung. Jung Won mengeluh mendengarnya.
“Ibu pasti senang jika putraku yang sensitif, lembut, tampan, dan mudah terluka seperti bunga, punya pendamping yang patut diandalkan seperti Song-hwa.”kata Nyonya Jung
“Ibu, sebentar lagi usia Ibu 70 tahun.Aku traktir berlibur. Kau Bilang saja ingin ke mana. Ini Harus pesan sekarang agar dapat tiket. Kita adakan pesta juga. Kupastikan Ibu tak kesepian, meski Ayah tak tiada. Akan kuadakan pesta ulang tahun terbesar.” Kata Jung Won penuh semangat.
“Tidak perlu pesta. Ibu tidak mau. Jangan adakan pesta, paham? Ibu mau ke Asia Tenggara yang dekat saja dengan Song-hwa. Apa lebih baik ke Pulau Jeju? Kita pergi berempat bersamamu.” Ucap Nyonya Jung
“Kenapa berempat?” tanya Jung Won. Nyonya Jung pkir merekaharus ajak Jong-su juga.
“Kasihan dia... Untuk apa punya anak kaya dan berprestasi? Dia jatuh di kamar mandi. Dahi dan lututnya memar di mana-mana.” Kata Nyonya Jung. 


Tuan Ju terlihat senang makan ramyun karena Lama tak makan dan rasanya sangat enak. Direktur Ju mengeluh yang mengaku sudah lama. Karean selalu makan mi di rumah. Tuan Ju mengaku maksuknya mi dadak. Direktur Ju pikir Anak-anak Tuan Ju  pasti cemas.
“Geon-tae bilang apa? Apa kau Sudah telepon dia?” tanya Direktur Ju. Tuan Ju mengakuBelum.
“Dia pasti sibuk di rumah sakit baru. Jadi Untuk apa?” kata Tuan Ju dengan luka dibagian kepala.
“Lalu Tae-ung bagaimana? Setidaknya beri tahu Tae-ung.” Kata Direktur Ju
“Belakangan ini, dia bergadang tiap hari karena kasus besar. Mereka sibuk. Aku juga repot kalau mereka datang, jadi Lebih baik sendiri.” Ucap Tuan Ju. 

Saat itu telpnya berdering, Rosa menelp  lalu mengaku kalau sedang di ruangan Pak Teko dan setuju kala bertemu di kafe sepuluh menit lagi. Ia menegaskan Bukan yang di lobi tapi Ada kafe baru di depan rumah sakit karena Minuman di sana enak.
Kapan kau ke sana? Aku Senang sekali. Kau bisa ke kafe bersama putramu...Baiklah” ucap Tuan Ju lalu menutup telp.
“Aku baru ingat.. Apa Kepala Bagian sudah dipilih?” tanya Tuan Ju. Direktur menjawab belum
“Tidak ada yang mau. Dokter berumur lebih suka main golf. Dokter muda lebih ingin pulang cepat meski hanya sehari ketimbang dapat 300.000 won untuk posisi manajer. Tidak ada yang ingin jadi Kepala Bagian yang lebih sibuk.” Jelas Direktur Ju
“Dokter spesialis bedah saraf dan torakoplastik tidak banyak.Makin sulit cari Kepala Bagian.” Keluh Direktur Ju
“ Di Bedah Saraf ada Dokter Min Gi-jun, ‘kan? Dia Kepala Bagian Saraf.”kata Tuan Ju
“Selain Kepala Bagian, dia juga muncul di TV dan YouTube. Dokter Min sibuk.” Ucap Direktur Ju
“Pilih dokter muda untuk Bedah Torakoplastik. Kau pilih saja.” Kata Tuan Ju santai.
“Jong-su Hyung, lebih baik kau segera pensiun. Kini Kepala Rumah Sakit tak bisa semena-mena. Jati diri mereka kuat.” Kata Direktur Ju
“Aku memang berencana pensiun.” Ucap Tuan Ju. Direktur Ju tak percaya mendengarnya. Tuan Ju mengaku  mengatakan hanya akan bekerja tiga tahun lagi.


Jung Won pamit pergi pada ibunya karena Ada operasi dan mengucapan Selamat makan enak dengan Tuan Ju. Nyonya Jung pun menyuruh anaknya pergi dan menaruh vas bunga diatas meja lalu melihat telp anaknya berdering dengan nama “PASTOR KEPALA”
“Apa kabar, Pastor? Ponsel Jung-won tertinggal.” Kata Nyonya Jung.
“Baik. Kalau begitu, tolong titip pesan kepada Andrea.” Kata pastor. Nyonya Jung pun mempersilahkan.
“Tolong sampaikan ucapan selamatku sebab surat rekomendasinya lulus.” Kata Pastor.
“Surat rekomendasinya...lulus?” kata Nyonya Jung bingung dan kaget. Pastur membenarka kalau  baru dapat surel tadi.
“Keuskupan Napoli sudah menerima surat rekomendasi dan bersedia menerimanya Sebelum itu mereka ingin bertemu. Mereka bertanya kapan bisa wawancara. Jadi, kubilang akan bertanya dahulu kepada Andrea.” Ucap Pastur.
“Maaf, Pastor... ung-won tidak bisa wawancara.. Maaf. Kita bicara lain kali. Maaf, Pastor.” Kata Nyonya Jung menahan emosi. 

Jung Won kembali ke ruangan mencari ponselnya. Ibunya langsung memanggil nama anaknya, lalu memberitahualau Tadi ada telepon dari Pastor Kepala kalau Katanya surat rekomendasinya sudah lulus. Jung Won hanya bisa terdiam.
“Ibu tidak butuh pesta perayaan 70 tahun. Ibu takkan sedih meski tak kau adakan pesta. Ibu tak butuh itu selama kau di samping ibu. Kau tak perlu tinggal bersama atau menelepon ibu, asalkan ada di samping ibu.”ucap Nyonya Jung. Jung Won hanya bisa terdiam.
“Ibu mohon... hiduplah normal. Itu harapan terakhir ibu.” Ucap Nyonya Jung. Jung Won pun tak bisa berkata apa-apa 

Di ruang rawat, Seorang apsien mengeluh kalau ini tidak mempan sama sekali jadi meminta agar perawat pria itu Berhenti bicara dan beri obat pereda rasa sakit. Perawat mengaku sudah beri tahu dokter, tetapi belum ada instruksi jadi meminta agar menunggu.
“Pak Lee Jeong-bae, periksa tekanan darah. Dokter akan gantikan perban sesaat lagi.” Ucap perawat wanita masuk. Tuan Lee yang disamping pria yang marah menganguk mengerti.
“Kalau begitu, Apa kau akan biarkan aku terus kesakitan seperti ini? Apa Rumah sakit ini memang biasa membiarkan pasien kesakitan?” keluh si pasien sebelahnya marah
“Permisi sebentar... Ada apa?”tanya perawat. Perawat pria memberitahu kalau Pasien ini sudah diberi obat, tetapi terus minta pereda sakit.
“Obat apa?” tanya perawat. Perawat pria menjawab Satu ampul tridol sejam lalu..
“Tidak, Bukan itu maksudnya. Apa itu namanya? Petidin? Beri aku petidin atau semacamnya.” Kata Si pria. [PETIDIN: NARKOTIKA PEREDA RASA SAKIT]
“Petidin tidak bisa diberi tanpa resep dokter.” Jelas perawat wanita.  Si pasien mengeluh Satu suntikan saja jadi kenapa harus repot cari dokter
“Lekas beri satu suntikan petidin saja!” teriak sipasien. Dokter Jang datang meminta maaf pada pasien karena lama menunggu.
“Tolong ambilkan kapas betadine.” Ucap Dokter Jang pada perawat. Si perawat pun melayani Dokter Jang.
“Aku hanya minta satu suntikan. Kenapa kalian ketat sekali? Sesulit itu beri satu suntikan? Hei! Pasien kesakitan! Sudah kubilang sakit sekali!” teriak Si pria. Dokter Jang akhirnya melihat luka si pasien.
“Tidak ada masalah... Operasi lancar dan luka rapi. Jadi kau Pantau beberapa jam lagi dan beri tahu aku.” Ucap Dokter Jang santai. Si perawat pun menganguk mengerti.
“Kalian hanya membedah. Bocah sepertimu tahu apa? Aku sakit. Paham? Beri aku petidin. Petidin! Cepat!” teriak Si Pasien.
“Apa kau kecanduan obat narkotika?” tanya Dokter Jang. Si Pasien hanya bisa diam saja.
“Kutanya apa kau kecanduan obat narkotika? Kau sudah diberi infus pereda nyeri dan tridol sejam lalu. Kau bisa hilang kesadaran kalau ditambah petidin. Jadi, tak bisa kuberikan. Apa Kau tetap mau?” tanya Dokter Jang.
“Tidak perlu. Sial.” Ucap Si pasien kesal akhirnya memilih untuk menutup wajahnya dengan selimut. 



Dokter Do pun mengeluh kalau bicara bapak itu keterlaluan. berbicara ditelp. Si pria mengaku kalau Istrinya baik-baik saja saat masuk tapi sekarang malah terbaring begitu karena kesalahan mereka. Dokter Do mengaku Sebelumnya sudah menjelaskan bahwa istrinya harus pakai ventilator.
“Karena ada riwayat pneumonia sejak sebelum operasi, dan akan dirawat cukup lama di Unit Perawatan Intensif.” Jelas Dokter Do
“Apa Bagimu itu cukup? Berapa lama kau dampingi istriku sebagai penanggung jawabnya? Apa kau juga akan berlaku sama jika ibumu yang dirawat?” teriak si pria
“Baik, Pak. Maaf. Sampai jumpa.” Ucap Dokter Do akhirnya menutup telp. 



Dokter Yong dan Dokter Ahn masuk ruangan bisa mendengarnya, Lalu Dokter Yong bertanya Siapa, apakah Wali pasien. Dokter Do mengeluh kalau suami pasien dan Pasien punya riwayat pneumonia dan sudah berumur tapi Setelah operasi, pasien itu terus pakai ventilator.
“Pasienku banyak... Aku tak sempat ke sana kemarin sekali saja. Namun, dia bicara seenaknya.” Ucap  Dokter Do
“Kenapa kau pilih Bedah Torakoplastik? Banyak bagian lain yang mudah.” Kata Dokter Ahn.
“Karena gajinya lebih besar. Konon gaji tahunan Bedah Torakoplastik lebih besar 10 juta won karena kurang orang. Itu alasanku kemari. Lantas kenapa kau pilih Bedah Saraf? Kenapa pilih Bedah Saraf, padahal kau sakit?”ucap Dokter Do
“Dalam film dokumenter, kulihat hanya Bedah Saraf yang operasi sambil duduk. Operasi yang berdiri juga banyak. Dokter Chae Song-hwa mengalami dislokasi leher. Makanya, aku tak tahu saat itu. Bagaimana ini? Habislah aku.” Ucap Dokter Ahn.
Saat itu Dokter Do menerima telp lagi dan kali ini suara wanita mengak putri orang yang menelepon tadi. I amengaku terus mendengar di samping ayahnya lalu meminta maaf pada Dokter Do.  Dokter Do mengerti. Sang anak mencoba menjelaskan.
“Ayahku sedih karena masalah Ibu sehingga sulit mengontrol emosi. Aku sungguh minta maaf.” Ucap Si anak.
“Kulihat dia tidak punya sopan santun. Aku paham perasaannya, tetapi itu tetap keterlaluan.” Kata Dokter Do mencoba menahan emosinya. 



Song Hwa membuat kopi di ruangan dan saat itu Ik Jun datang melihat Song Hwa yang tak pakai kacamata dan berpikir mau ke pernikahan sampai pakai lensa kontak. Song Hwa membenarkan kalau Pernikahan adik kelas yang tak terlalu akrab.
“Kenapa hadir jika tak akrab?” ucap Ik Jun sambil berbaring disofa membawa bola baseball
“Dia hadir di pernikahan kakak kedua dan ketigaku. Jadi, aku harus hadir.” Ucap Song Hwa.
“Kau tak perlu perhatikan hal macam itu satu demi satu. Itu Melelahkan!Astaga... Tampaknya adik kelasmu itu kaya sampai menikah di malam hari kerja. Lantas kau tak ikut ditraktir Jung-won nanti?” kata Ik Jun
“Tentu ikut. Pastor Ahn yang mentraktir. Aku langsung ke sana usai dari pernikahan... Hei, hati-hati teko...” ucap Song Hwa dan saat itu Ik Jun sudah memperlihatkan dua tangan kalau memerah dan mengaku  Terasa panas.

Akhirnya Song Hwa memberikan salep pada tangan Ik Jun sambil mengomel Bagaimana bisa operasi kalau tanganya seperti ini. Ia pun mengeluh kalau Ik Jun itu hati-hati dan bertanya Berapa umurnya. Ik Jun dengan santai menjawab Empat puluh.
“Hei, sebentar... Kelingkingku tidak sakit.” Ucap Ik Jun. Song Hwa meminta Ik Jun agar menurut saja.
“Besok... aku tidak punya jadwal operasi. Lusa ada dua. Kurasa tak masalah.” Ucap Ik Jun
“Mustahil seperti ini bisa mengoperasi.” Kata Song Hwa. Ik Jun pikir Ini tidak terlalu parah.
“Tapi Tunggu sebentar. Memang aku Demetan Croaker, The Boy Frog? Ini berlebihan.” Kata Ik Jun melihat tanganya seperti sarang tawon dengan plester.
“Benar juga... Ini Terlalu berlebihan. Nanti aku bantu lepas... Sekarang biarkan begitu... Aku pergi dahulu.” Ucap Song Hwa.
“Apa Kau pergi meninggalkanku begini?” keluh Ik Jun. Song Hwa menganguk karena menurutnya Jong Hwa tidak akan mati lalu bergegas pergi.
“Hei! Kau ingin air mataku mengisi Kolam Pelangi?” ucap Ik Jun bergaya seperti tokoh kartun dengan jari yang besar.

Nyonya Jung melihat luka Tuan Ju bertnya apakah tak ke rumah sakit. Tuan Ju mengaku  Sudah yaitu pergi dua hari lalu, dan kemarin bahkan Hari ini, datang di sana sejak pukul 08.00. Nyonya Jung berteriak kesal karena Tuan Ju berpikir yang dimaksud berkerja.
“Ini urusan kecil. Aku baik-baik saja.” Kata Tuan Ju. Nyonya Jung yakin Tuan Ju tak baik-baik saja.
“Apa Tulangmu tidak patah? Ini parah. Lalu Anak-anakmu bilang apa?” tanya Nyonya Jung.
“Mereka tidak tahu.”kata Tuan Ju. Nyonya Jung bingung kenapa tak tahu.
“Karena aku tidak bilang. Aku bukan kena penyakit mematikan. Untuk apa bilang? Lalu Kau mau minum apa? Kopi? Tanpa kafeina, ‘kan?” kata Tuan Ju lalu berusaha bangun dan merasakan kalau kakinya lumayan sakit juga.


Nyonya Jung bertanya apakah Tuan Ju tak tahu nomor putranya. Tuan Ju memberitahu Putra pertamanya pindah rumah sakit ke Los Angeles saat musim panas jadi selain pindah rumah dan ganti nomor ponsel. Nyonya Jung pikir bisa tanya putra keduanya.
“Dia juga tak tahu... Lagi pula, Tae-ung lebih sibuk. Dua bulan lebih aku tidak bertemu Tae-ung.” Kata Tuan Ju
“Kenapa kau hidup begitu?” keluh Nyonya Jung. Tuan Ju pikir tak ada yang salah dengan kehidupanya.
“Aku bahagia meski tidak ada anak-anakku. Kau tak harus andalkan mereka?” kata Tuan Ju
“Apa Kalian tak harus tinggal dan makan bersama? Bagaimanapun, kalian ayah dan anak. Saling menghubungi saat sakit, merayakan bersama saat ada kabar baik. Itulah keluarga. Kau terlihat malang sendirian. Ini Menjengkelkan!” ucap Nyonya Jung kesal.
“Ya ampun... Mereka pandai cari uang dan bahagia. Itu cukup. Aku tidak apa. Aku sudah terbiasa makan, mencuci, dan hidup sendiri sejak istriku sakit.” Kata Tuan Ju 
“Berapa kali Geon-tae dan Tae-ung menengok saat ibunya sakit?” tanya Nyonya Jung. Tuan Ju menjawab hanya sekali.
“Mereka hanya sekali menengok ibunya yang tujuh tahun terbaring lumpuh sebagian. Sebenarnya bagaimana kau mendidik anak? Kau menyebalkan dan menjengkelkan!.. Dasar bodoh!” keluh Nyonya Jung kesal. Tuan Ju hanya bisa diam saja.
**
Bersambung ke part 2
Cek My Wattpad...  ExGirlFriend

      
Cek My You Tube Channel "ReviewDrama Korea"

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar