PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Dokter
Jang bertemu dengan Jung Won langsung memohon agar bisa metraktir makan malam.
Jung Won bingung, Dokter Jang meminta agar traktir makan malam akhir pekan ini,
Jung Won setuju merkea akan makan-makan dengan staf lain.
“Kita Berdua
saja... Berdua saja di luar, pakai baju kasual, bukan seragam ini.” Kata Dokter
Jang. Jung Won terdiam dan suasana tiba-tiba sunyi.
“Aku
sudah punya janji. Aku harus mengunjungi ibuku di Yangpyeong. Maaf.” Ucap Jung
Won dan langsung melangkah pergi. Dokter Jang hanya bisa diam saja karena
ternyata ditolak oleh Jung Won.
Dokter
Heo kaget mendengar tentang rekan kerjanya, Dokter Han pun menyimpulkan Agen
bilang sewa bulanan kepada pemilik asli, tetapi sewa basis deposito pada Dokter
Do, bahkan hanya membayarkan uang jaminan dan sewa bulan pertama, lantas
sisanya si agen yang mengambilnya
“Ya,
begitulah. Astaga... Bagaimana nasibnya? Uang itu dia kumpulkan sejak lama. Ditambah
pinjaman bank 100 juta. Uang melayang, tetapi dia tetap harus bayar bunga.
Astaga!” ucap Dokter Yong
“Apa Agennya
tidak bisa ditangkap?” tanya Dokter Ahn. Dokter Yong yakin Pasti sudah kabur.
“Dokter
Do sudah lapor polisi. Tapi Katanya jangan berharap.” Jelas Dokter Yong
“Lalu Dia
tinggal di mana sekarang?” tanya Dokter Ahn khawatir. Dokter Heo pikir Dokter
Do Tinggal saja di sana dan bayar
bulanan.
“Kontrak
pun tidak sah. Pemilik rumah hanya mau uang sewa. Tak apa terus tinggal, ‘kan?”
kata Dokter Hoe.
“Apa Bagimu
sewa 900.000 won per bulan itu mudah?” kata Dokter Yong. Dokter Heo
mengelengkan kepala lalu meminta maaf.
“Tak
perlu sampai minta maaf... Bukan salahmu terlahir kaya. Sewa 900.000 won per
bulan terlalu berat. Dia harus pindah. Dia memang rencana tinggal di rumah itu
sampai pekan ini.” Jelas Dokter Yong
“Istrinya
akan ke rumah orang tuanya di Paju, sementara Dokter Do Jae-hak menyewa kamar
murah. Aku tak yakin dia bisa fokus bekerja setelah semua itu. Aku yakin kini
pun tidak.” Ucap Dokter Yong Sedih.
Jun Wan
keluar dari ruangan operasi menegaskan pada Tuan Ju kalau tak peduli hal macam
itu, intinya dia Tidak mau. Ia pikir Tuan Ju bahkan tak pernah lihat kalau ia
pernah menjabat sesuatu jadi tak akan mau. Tuan Ju pun mengeluh kalau artinya jabatan
Kepala Bagian terus kosong.
“Pasti
ada dokter spesialis lain yang mau. Suruh Dokter Cheon Myeong-taek agar mudah
dapat uang suap.” Kata Jun Wan.
“Direktur
Ju tidak setuju. Dia dilarang menjabat apa pun, selain Kepala Pelayanan. Dia
pasti buat masalah lagi.”ucap Direktur Ju
“Jika dia
pasti buat masalah, mestinya kau selidiki dan beri hukuman. Kenapa berhenti di
tengah jalan?” keluh Jun Wan.
“Karena
itu jadilah Kepala Bagian.” Ucap Direktur Ju. Jun Wan pikir itu alasanya dan
meminta maaf karena harus menolaknya.
Jun Wan
akhirnya mulai operasi lalu memastikan Dokter Do apakah sudah bilang operasi
SVC kiri kepada perfusionist, Dokter Do meminta maaf mengaku belum cek. Jun Wan
kaget karena Belum dipastikan dengan
perfusionist. Dokte Do hanya bisa
meminta Maaf.
“Apa Kau
lihat sonografi sebelum masuk?” tanya Jun Wan. Dokter Do hanya bisa diam dan
tertunduk.
“Ada apa
denganmu? Fokus! Apa Kau ingin bunuh pasien? Jangan bawa masalah pribadi ke
sini. Keluar kalau tak mampu.” Teriak Jun Wan marah.
Dokter Do
hanya bisa meminta maaf dan tetap ingin di dalam ruang operasi. Jung Won pun
meminta mereka Sekarang pasang kateter vena di sinus koroner.
Suk Hyung
bertanya pada perawat apakah Eun-won belum bisa dihubungi. Perawat membenarkan
kalau Dokter Myung Belakangan ini, lelah karena piket malam dan Tampaknya dia
terguncang karena Yun Mi-seong wafat. Dokter Chu berjalan dibelakang terlihat
sangat lelah.
“Fisiknya
amat lelah, ditambah pasien wafat. Kurasa hal itu menjadi pemicu.” Ucap Suk
Hyung.
“Tentu
lelah. Pekerjaan banyak, tetapi kita kekurangan orang. Tidur pun kurang.” Bisik
Dokter pria dibelakang. Temanya bertanya ada apa.
“Dokter
Myeong Eun-won sulit dihubungi dua hari sejak kemarin pagi.” Jelas Dokter pria.
Temanya pun bingung Bagaimana jika tidak kembali lagi. Suk Hyung dkk akhirnya
menyapa semua pasien yang sudah mengantri.
“Dokter Chu Min-ha... Segera
beri tahu jika ada kabar dari Dokter Myeong.” Ucap Suk Hyung. Dokter Chu
menganguk mengerti.
Ik Jun
mengajak mereka untuk lihat pindaian CT. Satu keluarga terliha berkumpul. Ik
Jun memberitahu bagian kanan lever lalu
mereka Bisa melihat bagian aneh sekitar dua sentimeter di dalamnya, jadi ia
menyimpulkan pasien itu memiliki sirosis lever.
“Dari
hasil tes darah, level antigen karsinoembrionik tinggi. Kurasa... ini kanker
lever.” Ucap Ik Jun. Semua terlihat panik dan tak percaya mendengarnya.
“Dua
sentimeter biasanya stadium awal. Yang terpenting dari kanker bukan ukurannya, melainkan
bisa dioperasi atau tidak. Pertama, perlu dicek dahulu apa benar ini kanker lewat
tes menyeluruh seperti MRI dan apa ada penyebaran ke bagian lain.” Jelas Ik Jun
“Operasi
adalah jalan terbaik untuk kanker lever, tetapi bila ada penyebaran, mungkin
harus ganti ke teknik pengobatan.” Kata Ik Jun
“Dokter...
Apa aku bisa hidup?” tanya pasien. Ik Jun menyakinkan kalau pria itu harus
hidup.
“Entah
apa ini... bisa menghibur. Jika bisa operasi, besar kemungkinan kau akan
selamat. Jangan putus asa. Kita tunggu hasil tes dengan penuh harapan.” Ucap Ik
Jun
“Kalau
begitu, kapan bisa operasi, Dokter? Mohon percepat, Dokter.”pinta anaknya
menahan tangisnya.
“Hari ini
mulai dirawat. Setelah itu, kita periksa apa benar kanker dan lakukan tes
tambahan untuk memeriksa penyebaran. Selain itu, kebetulan ada jadwal operasiku
yang dibatalkan Selasa pekan depan.” Jelas Ik Jun
“Kita
operasi hari itu jika menurut hasil tes bisa operasi. Namun, jika menurut tes
tambahan, ada dugaan kelainan atau penyebaran, mungkin tanggal operasi berubah.
Perawat akan menjelaskan prosedur rawat inap di luar nanti.”ucap Ik Jun. Semua
orang hanya bisa menangis
“Kalian
harus semangat agar ayah kalian juga semangat.” Kata Ik Jun. Semua menganguk
mencoba agar tetap tegar.
Jung Won
menatap bayi yang diselamatkanya terlihat sangat senang, lalu tiba-tiba menahan
rasa sakit. Perawat datang bertanya apakah Jun Wan sakit kepala lagi dan
menawarkan obat. Jung Won menolaknya lalu memastika kalau Perut Jae-hui sudah
dirontgen. Perawat mengaku sudah.
“Berapa
drainase tabung gastrostomi kemarin?” tanya Jung Won. Perawat menjawab Kemarin 50, hari ini 20..Banyak
berkurang.
“Begitukah?
Mari Kita lihat... Ini Luar biasa... Kemarin warnanya sangat hijau. Sekarang
berubah bening.” Ucap Jung Won bahagia melihat pasienya yang mulai membaik.
Song Hwa
melemaskan ototnya ditaman, Jun Wan melihat menyuruh agar Lebih baik konsultasi
ke dokter dan berpikir bisa merekomendasikan. Song Hwa pikir Ini bisa mengurus
sendiri dan meminta gaar memperkenalkan saja Bidulgi padanya.
“Bidulgi sedang
sibuk. Nanti kuperkenalkan.” Kata Jun
Wan memberikan roti untuk mereka.
“Apa itu
Berarti benar dia pacarmu?” kata Song Hwa tak percaya. Jun Wan berjanji Akan
menceritakan segalanya nanti.
“Kenapa
Jung-won lama sekali? Terlambat berarti dia tak dapat.” Kata Jun Wan yang sudah
melahap banyak roti.
Saat itu
Song Hwa melihat Jung Won datang dengan wajah bahagia bahkan menari-nari,
menuruntanya Jung Won tampak bahagia jadi Pasti kondisi pasien membaik. Ik Jun
Pikir Atau pasien segera pulang. Jung Won dengan senyuman bahagi memberitahu
dua temanya.
“Hei, Jae-hui
lancar buang air besar!” ucap Jung Won. Keduanya hanya bisa terdiam sedang
makan lalu mengucapkan selamat.
“Warna
dan bentuk fesesnya bagus. Dia lancar buang air besar usai makan. Fesesnya
bagus sekali!” kata Jung Won bangga. Keduanya hanya bisa menahan mual.
“Jadi Rotiku?
Rotiku mana?” tanya Jung Won. Jun Wan langsung menyembunyikan mengaku Sudah
mereka makan semua.
“Itu
Sedang berubah menjadi feses.” Kata Song Hwa. Jun Wan menerima telp dan
menjawab kalau akan pergi sekarang.
Jung Won
melihat Song Hwa membawa roti tapi langsung berjalan pergi. Song Hwa hanya
tersenyum lalu bergegas pergi.
Jun Wan
bertemu dengan orang tua pasien yang baru saja dioperasinya memberitah Dalam
jantung terdapat katup yang berfungsi untuk mencegah agar darah tidak kembali
saat mengalir ke luar dengan bentuk gambar jantung yang dibawanya.
“Saat
bayi lahir, biasanya ada satu sampai dua katup bocor atau mengecil sehingga
sering kami operasi. Namun, kasus anak kalian jarang terjadi. Seluruh katup
jantungnya bocor.” Jelas Jun Wan.
“Tidak ada
kelainan pada tes kromosom. Aku tidak bisa memberi penjelasan akurat. Jantung
Hun saat ini tidak mampu mengalirkan darah ke luar jantung, dan terus berbalik.
Terutama aliran di katup aorta amat parah sehingga sulit dipasang paru-paru
buatan.” Ucap Jun Wan.
“Selain itu,
dia mengalami cedera otak, entah karena resusitasi jantung paru saat ditransfer
ke rumah sakit kami atau cacat bawaan. Kini curah jantungnya begitu lemah sampai
harus diberi banyak obat diuretik agar bisa buang air kecil.” Ucap Jun Wan. Ibu
Hun hanya bisa menangis.
“Edema
parunya pun parah sehingga sulit untuk terus diberi obat.” Kata Jun Wan. Ayah
Hun pun ingin tahuBagaimana jika operasi
“Dokter,
jika dioperasi, apa dia bisa selamat?” tanya Ayah Hun. Jun Wan menjawab Mortalitasnya
50 persen.
“Operasi
jantung dilakukan agar pasien membaik, dan untuk kasus ini... memang tidak ada
jalan lain selain operasi. Meski hasilnya sulit diprediksi dengan tepat, kita
tak mungkin membiarkan Hun begitu saja.” Ucap Jun Wan.
“Aku tidak
jamin bisa menyembuhkannya, tetapi tiada jalan lain. Tentu harus kita coba.”ungkap
Jun Wan. Keduanya menganguk mengerti. Jun Wan pun pamit pergi dan keduanya
hanya bisa menangis.
Jung Won
melihat pegawai didepanya yang terlihat gugup, lalu memberitahu kalau harus
duduk sambil bersandar dan agak menunduk supaya tidak dislokasi sendi. Pegawai
itu pun memperbaiki posisi duduknya.
Jung Won yakin pegawai itu pasti lelah harus duduk seharian.
“Ini
Sudah selesai... Dokter pasti lebih lelah. Kau selalu pulang malam.” Kata si
pegawai
“Bagaimana
kau tahu?” tanya Jung Won heran. Pegawai mengaku Wajah Jung Won selalu tampak lelah.
Jung Won
membenarkan lalu tersenyum melihat buku tabungan REKENING WISATA ULANG TAHUN
KE-70 IBU.
“Apa Kau
tidak menabung deposito lagi? Kau pelanggan jangka panjang kami. Pasti bunganya
menguntungkan.” Kata pegawai
“Rencanaku
akan deposito 100.000 won per bulan, tetapi aku harus pergi sekarang. Terima
kasih.” Ucap Jung Won lalu pamit pergi tapi teringat sesuatu.
“Maaf,
aku dengar kalian memberi boneka saat deposito jatuh tempo.” Kata Jung Won. Si
pegawai pun meminta agar menunggu.
Akhirnya
sebuah boneka berada dalam ruangan, Jung Wan datang dengan gelas ukur berisi
air lalu membeirtahu kalau Song-hwa tanya apa ini cukup. Nyonya Jung sedang
memotong tangkai bunga berpikir itu
Bagus sekali lalu berkomentar Song-hwa cantik, pintar dan peka.
“Kenapa
dia....” ucap Nyonya Jung yang langsung disela oleh anaknya. Jung Won tahu
ibunya pasti akan mengatakan “Tidak menikah?”
“Bukan.
Kenapa dia... tidak menyukai putraku? Kalau punya menantu seperti Song-hwa, ibu
tak menyesal walau besok harus hidup bersama Tuhan.” Ucap Nyonya Jung. Jung Won
mengeluh mendengarnya.
“Ibu
pasti senang jika putraku yang sensitif, lembut, tampan, dan mudah terluka
seperti bunga, punya pendamping yang patut diandalkan seperti Song-hwa.”kata
Nyonya Jung
“Ibu, sebentar
lagi usia Ibu 70 tahun.Aku traktir berlibur. Kau Bilang saja ingin ke mana. Ini
Harus pesan sekarang agar dapat tiket. Kita adakan pesta juga. Kupastikan Ibu
tak kesepian, meski Ayah tak tiada. Akan kuadakan pesta ulang tahun terbesar.”
Kata Jung Won penuh semangat.
“Tidak
perlu pesta. Ibu tidak mau. Jangan adakan pesta, paham? Ibu mau ke Asia
Tenggara yang dekat saja dengan Song-hwa. Apa lebih baik ke Pulau Jeju? Kita
pergi berempat bersamamu.” Ucap Nyonya Jung
“Kenapa
berempat?” tanya Jung Won. Nyonya Jung pkir merekaharus ajak Jong-su juga.
“Kasihan
dia... Untuk apa punya anak kaya dan berprestasi? Dia jatuh di kamar mandi. Dahi
dan lututnya memar di mana-mana.” Kata Nyonya Jung.
Tuan Ju
terlihat senang makan ramyun karena Lama tak makan dan rasanya sangat enak.
Direktur Ju mengeluh yang mengaku sudah lama. Karean selalu makan mi di rumah.
Tuan Ju mengaku maksuknya mi dadak. Direktur Ju pikir Anak-anak Tuan Ju pasti cemas.
“Geon-tae
bilang apa? Apa kau Sudah telepon dia?” tanya Direktur Ju. Tuan Ju mengakuBelum.
“Dia pasti
sibuk di rumah sakit baru. Jadi Untuk apa?” kata Tuan Ju dengan luka dibagian
kepala.
“Lalu
Tae-ung bagaimana? Setidaknya beri tahu Tae-ung.” Kata Direktur Ju
“Belakangan
ini, dia bergadang tiap hari karena kasus besar. Mereka sibuk. Aku juga repot
kalau mereka datang, jadi Lebih baik sendiri.” Ucap Tuan Ju.
Saat itu
telpnya berdering, Rosa menelp lalu
mengaku kalau sedang di ruangan Pak Teko dan setuju kala bertemu di kafe
sepuluh menit lagi. Ia menegaskan Bukan yang di lobi tapi Ada kafe baru di
depan rumah sakit karena Minuman di sana enak.
Kapan kau
ke sana? Aku Senang sekali. Kau bisa ke kafe bersama putramu...Baiklah” ucap
Tuan Ju lalu menutup telp.
“Aku baru
ingat.. Apa Kepala Bagian sudah dipilih?” tanya Tuan Ju. Direktur menjawab
belum
“Tidak
ada yang mau. Dokter berumur lebih suka main golf. Dokter muda lebih ingin
pulang cepat meski hanya sehari ketimbang dapat 300.000 won untuk posisi
manajer. Tidak ada yang ingin jadi Kepala Bagian yang lebih sibuk.” Jelas
Direktur Ju
“Dokter
spesialis bedah saraf dan torakoplastik tidak banyak.Makin sulit cari Kepala
Bagian.” Keluh Direktur Ju
“ Di
Bedah Saraf ada Dokter Min Gi-jun, ‘kan? Dia Kepala Bagian Saraf.”kata Tuan Ju
“Selain
Kepala Bagian, dia juga muncul di TV dan YouTube. Dokter Min sibuk.” Ucap
Direktur Ju
“Pilih
dokter muda untuk Bedah Torakoplastik. Kau pilih saja.” Kata Tuan Ju santai.
“Jong-su
Hyung, lebih baik kau segera pensiun. Kini Kepala Rumah Sakit tak bisa semena-mena.
Jati diri mereka kuat.” Kata Direktur Ju
“Aku
memang berencana pensiun.” Ucap Tuan Ju. Direktur Ju tak percaya mendengarnya.
Tuan Ju mengaku mengatakan hanya akan
bekerja tiga tahun lagi.
Jung Won
pamit pergi pada ibunya karena Ada operasi dan mengucapan Selamat makan enak
dengan Tuan Ju. Nyonya Jung pun menyuruh anaknya pergi dan menaruh vas bunga
diatas meja lalu melihat telp anaknya berdering dengan nama “PASTOR KEPALA”
“Apa
kabar, Pastor? Ponsel Jung-won tertinggal.” Kata Nyonya Jung.
“Baik.
Kalau begitu, tolong titip pesan kepada Andrea.” Kata pastor. Nyonya Jung pun
mempersilahkan.
“Tolong
sampaikan ucapan selamatku sebab surat rekomendasinya lulus.” Kata Pastor.
“Surat
rekomendasinya...lulus?” kata Nyonya Jung bingung dan kaget. Pastur membenarka
kalau baru dapat surel tadi.
“Keuskupan
Napoli sudah menerima surat rekomendasi dan bersedia menerimanya Sebelum itu
mereka ingin bertemu. Mereka bertanya kapan bisa wawancara. Jadi, kubilang akan
bertanya dahulu kepada Andrea.” Ucap Pastur.
“Maaf,
Pastor... ung-won tidak bisa wawancara.. Maaf. Kita bicara lain kali. Maaf,
Pastor.” Kata Nyonya Jung menahan emosi.
Jung Won
kembali ke ruangan mencari ponselnya. Ibunya langsung memanggil nama anaknya,
lalu memberitahualau Tadi ada telepon dari Pastor Kepala kalau Katanya surat
rekomendasinya sudah lulus. Jung Won hanya bisa terdiam.
“Ibu
tidak butuh pesta perayaan 70 tahun. Ibu takkan sedih meski tak kau adakan
pesta. Ibu tak butuh itu selama kau di samping ibu. Kau tak perlu tinggal
bersama atau menelepon ibu, asalkan ada di samping ibu.”ucap Nyonya Jung. Jung
Won hanya bisa terdiam.
“Ibu
mohon... hiduplah normal. Itu harapan terakhir ibu.” Ucap Nyonya Jung. Jung Won
pun tak bisa berkata apa-apa
Di ruang
rawat, Seorang apsien mengeluh kalau ini tidak mempan sama sekali jadi meminta
agar perawat pria itu Berhenti bicara dan beri obat pereda rasa sakit. Perawat
mengaku sudah beri tahu dokter, tetapi belum ada instruksi jadi meminta agar
menunggu.
“Pak Lee
Jeong-bae, periksa tekanan darah. Dokter akan gantikan perban sesaat lagi.”
Ucap perawat wanita masuk. Tuan Lee yang disamping pria yang marah menganguk
mengerti.
“Kalau
begitu, Apa kau akan biarkan aku terus kesakitan seperti ini? Apa Rumah sakit
ini memang biasa membiarkan pasien kesakitan?” keluh si pasien sebelahnya marah
“Permisi
sebentar... Ada apa?”tanya perawat. Perawat pria memberitahu kalau Pasien ini
sudah diberi obat, tetapi terus minta pereda sakit.
“Obat
apa?” tanya perawat. Perawat pria menjawab Satu ampul tridol sejam lalu..
“Tidak,
Bukan itu maksudnya. Apa itu namanya? Petidin? Beri aku petidin atau
semacamnya.” Kata Si pria. [PETIDIN: NARKOTIKA PEREDA RASA SAKIT]
“Petidin
tidak bisa diberi tanpa resep dokter.” Jelas perawat wanita. Si pasien mengeluh Satu suntikan saja jadi
kenapa harus repot cari dokter
“Lekas
beri satu suntikan petidin saja!” teriak sipasien. Dokter Jang datang meminta
maaf pada pasien karena lama menunggu.
“Tolong
ambilkan kapas betadine.” Ucap Dokter Jang pada perawat. Si perawat pun
melayani Dokter Jang.
“Aku
hanya minta satu suntikan. Kenapa kalian ketat sekali? Sesulit itu beri satu
suntikan? Hei! Pasien kesakitan! Sudah kubilang sakit sekali!” teriak Si pria.
Dokter Jang akhirnya melihat luka si pasien.
“Tidak
ada masalah... Operasi lancar dan luka rapi. Jadi kau Pantau beberapa jam lagi
dan beri tahu aku.” Ucap Dokter Jang santai. Si perawat pun menganguk mengerti.
“Kalian
hanya membedah. Bocah sepertimu tahu apa? Aku sakit. Paham? Beri aku petidin.
Petidin! Cepat!” teriak Si Pasien.
“Apa kau
kecanduan obat narkotika?” tanya Dokter Jang. Si Pasien hanya bisa diam saja.
“Kutanya
apa kau kecanduan obat narkotika? Kau sudah diberi infus pereda nyeri dan
tridol sejam lalu. Kau bisa hilang kesadaran kalau ditambah petidin. Jadi, tak
bisa kuberikan. Apa Kau tetap mau?” tanya Dokter Jang.
“Tidak
perlu. Sial.” Ucap Si pasien kesal akhirnya memilih untuk menutup wajahnya
dengan selimut.
Dokter Do
pun mengeluh kalau bicara bapak itu keterlaluan. berbicara ditelp. Si pria
mengaku kalau Istrinya baik-baik saja saat masuk tapi sekarang malah terbaring
begitu karena kesalahan mereka. Dokter Do mengaku Sebelumnya sudah menjelaskan
bahwa istrinya harus pakai ventilator.
“Karena
ada riwayat pneumonia sejak sebelum operasi, dan akan dirawat cukup lama di
Unit Perawatan Intensif.” Jelas Dokter Do
“Apa
Bagimu itu cukup? Berapa lama kau dampingi istriku sebagai penanggung jawabnya?
Apa kau juga akan berlaku sama jika ibumu yang dirawat?” teriak si pria
“Baik,
Pak. Maaf. Sampai jumpa.” Ucap Dokter Do akhirnya menutup telp.
Dokter
Yong dan Dokter Ahn masuk ruangan bisa mendengarnya, Lalu Dokter Yong bertanya
Siapa, apakah Wali pasien. Dokter Do mengeluh kalau suami pasien dan Pasien
punya riwayat pneumonia dan sudah berumur tapi Setelah operasi, pasien itu terus
pakai ventilator.
“Pasienku
banyak... Aku tak sempat ke sana kemarin sekali saja. Namun, dia bicara
seenaknya.” Ucap Dokter Do
“Kenapa
kau pilih Bedah Torakoplastik? Banyak bagian lain yang mudah.” Kata Dokter Ahn.
“Karena
gajinya lebih besar. Konon gaji tahunan Bedah Torakoplastik lebih besar 10 juta
won karena kurang orang. Itu alasanku kemari. Lantas kenapa kau pilih Bedah
Saraf? Kenapa pilih Bedah Saraf, padahal kau sakit?”ucap Dokter Do
“Dalam
film dokumenter, kulihat hanya Bedah Saraf yang operasi sambil duduk. Operasi
yang berdiri juga banyak. Dokter Chae Song-hwa mengalami dislokasi leher. Makanya,
aku tak tahu saat itu. Bagaimana ini? Habislah aku.” Ucap Dokter Ahn.
Saat itu
Dokter Do menerima telp lagi dan kali ini suara wanita mengak putri orang yang
menelepon tadi. I amengaku terus mendengar di samping ayahnya lalu meminta maaf
pada Dokter Do. Dokter Do mengerti. Sang
anak mencoba menjelaskan.
“Ayahku
sedih karena masalah Ibu sehingga sulit mengontrol emosi. Aku sungguh minta
maaf.” Ucap Si anak.
“Kulihat
dia tidak punya sopan santun. Aku paham perasaannya, tetapi itu tetap
keterlaluan.” Kata Dokter Do mencoba menahan emosinya.
Song Hwa
membuat kopi di ruangan dan saat itu Ik Jun datang melihat Song Hwa yang tak
pakai kacamata dan berpikir mau ke pernikahan sampai pakai lensa kontak. Song
Hwa membenarkan kalau Pernikahan adik kelas yang tak terlalu akrab.
“Kenapa
hadir jika tak akrab?” ucap Ik Jun sambil berbaring disofa membawa bola
baseball
“Dia
hadir di pernikahan kakak kedua dan ketigaku. Jadi, aku harus hadir.” Ucap Song
Hwa.
“Kau tak
perlu perhatikan hal macam itu satu demi satu. Itu Melelahkan!Astaga...
Tampaknya adik kelasmu itu kaya sampai menikah di malam hari kerja. Lantas kau
tak ikut ditraktir Jung-won nanti?” kata Ik Jun
“Tentu ikut.
Pastor Ahn yang mentraktir. Aku langsung ke sana usai dari pernikahan... Hei,
hati-hati teko...” ucap Song Hwa dan saat itu Ik Jun sudah memperlihatkan dua
tangan kalau memerah dan mengaku Terasa
panas.
Akhirnya
Song Hwa memberikan salep pada tangan Ik Jun sambil mengomel Bagaimana bisa
operasi kalau tanganya seperti ini. Ia pun mengeluh kalau Ik Jun itu hati-hati
dan bertanya Berapa umurnya. Ik Jun dengan santai menjawab Empat puluh.
“Hei,
sebentar... Kelingkingku tidak sakit.” Ucap Ik Jun. Song Hwa meminta Ik Jun
agar menurut saja.
“Besok...
aku tidak punya jadwal operasi. Lusa ada dua. Kurasa tak masalah.” Ucap Ik Jun
“Mustahil
seperti ini bisa mengoperasi.” Kata Song Hwa. Ik Jun pikir Ini tidak terlalu
parah.
“Tapi
Tunggu sebentar. Memang aku Demetan Croaker, The Boy Frog? Ini berlebihan.”
Kata Ik Jun melihat tanganya seperti sarang tawon dengan plester.
“Benar
juga... Ini Terlalu berlebihan. Nanti aku bantu lepas... Sekarang biarkan
begitu... Aku pergi dahulu.” Ucap Song Hwa.
“Apa Kau
pergi meninggalkanku begini?” keluh Ik Jun. Song Hwa menganguk karena
menurutnya Jong Hwa tidak akan mati lalu bergegas pergi.
“Hei! Kau
ingin air mataku mengisi Kolam Pelangi?” ucap Ik Jun bergaya seperti tokoh
kartun dengan jari yang besar.
Nyonya
Jung melihat luka Tuan Ju bertnya apakah tak ke rumah sakit. Tuan Ju
mengaku Sudah yaitu pergi dua hari lalu,
dan kemarin bahkan Hari ini, datang di sana sejak pukul 08.00. Nyonya Jung
berteriak kesal karena Tuan Ju berpikir yang dimaksud berkerja.
“Ini
urusan kecil. Aku baik-baik saja.” Kata Tuan Ju. Nyonya Jung yakin Tuan Ju tak
baik-baik saja.
“Apa Tulangmu
tidak patah? Ini parah. Lalu Anak-anakmu bilang apa?” tanya Nyonya Jung.
“Mereka
tidak tahu.”kata Tuan Ju. Nyonya Jung bingung kenapa tak tahu.
“Karena
aku tidak bilang. Aku bukan kena penyakit mematikan. Untuk apa bilang? Lalu Kau
mau minum apa? Kopi? Tanpa kafeina, ‘kan?” kata Tuan Ju lalu berusaha bangun
dan merasakan kalau kakinya lumayan sakit juga.
Nyonya
Jung bertanya apakah Tuan Ju tak tahu nomor putranya. Tuan Ju memberitahu Putra
pertamanya pindah rumah sakit ke Los Angeles saat musim panas jadi selain
pindah rumah dan ganti nomor ponsel. Nyonya Jung pikir bisa tanya putra
keduanya.
“Dia juga
tak tahu... Lagi pula, Tae-ung lebih sibuk. Dua bulan lebih aku tidak bertemu
Tae-ung.” Kata Tuan Ju
“Kenapa
kau hidup begitu?” keluh Nyonya Jung. Tuan Ju pikir tak ada yang salah dengan
kehidupanya.
“Aku
bahagia meski tidak ada anak-anakku. Kau tak harus andalkan mereka?” kata Tuan
Ju
“Apa
Kalian tak harus tinggal dan makan bersama? Bagaimanapun, kalian ayah dan anak.
Saling menghubungi saat sakit, merayakan bersama saat ada kabar baik. Itulah
keluarga. Kau terlihat malang sendirian. Ini Menjengkelkan!” ucap Nyonya Jung
kesal.
“Ya
ampun... Mereka pandai cari uang dan bahagia. Itu cukup. Aku tidak apa. Aku
sudah terbiasa makan, mencuci, dan hidup sendiri sejak istriku sakit.” Kata
Tuan Ju
“Berapa
kali Geon-tae dan Tae-ung menengok saat ibunya sakit?” tanya Nyonya Jung. Tuan
Ju menjawab hanya sekali.
“Mereka
hanya sekali menengok ibunya yang tujuh tahun terbaring lumpuh sebagian. Sebenarnya
bagaimana kau mendidik anak? Kau menyebalkan dan menjengkelkan!.. Dasar bodoh!”
keluh Nyonya Jung kesal. Tuan Ju hanya bisa diam saja.
**
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar