PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Perawat
Song bertemu dengan Song Hwa mengaku Ini sungguh tak terduga kalau Mendadak,
anaknya bilang penglihatan periferalnya hilang, lalu membawa ke dokter mata
tapai malah disuruh membawanya ke Bedah Saraf.
“So-mi
baik-baik saja, Dokter?” kata Perawat Song Gugup. Song Hwa memastikan So Mi
yang belum menstruasi pertama
“Ya. Apa
itu jadi masalah?” tanya perawat Song.Song Hwa melihat hasil CT Scan.
“Bila
dilihat di sini, ada benjolan, 'kan? Menurut hasil tes darah pun, kadar
prolaktin tinggi. Itu disebabkan oleh tumor di kelenjar pituitari. Tumor itu
tumbuh ke atas.” Jelas Song Hwa. So Mi terlihat shock
“Otak di
bagian ini, kiasma optik, adalah titik penyatuan saraf optik, dan terlihat
benjolan itu menekannya sehingga penglihatan periferalnya rusak. Mungkin itu
alasan dia belum menstruasi.” Ucap Song Hwa
“Kalau
begitu, aku menderita tumor otak?” tanya So Mi memastikan.
“Menurutku,
tumor di kelenjar pituitari. Diagnosis dapat dipastikan dari hasil biopsi
setelah operasi. Biasanya tumor jinak. Jangan khawatir. Tidak apa, So-mi. Penyakit
ini bisa sembuh.” Kata Song Hwa.
“Pasti
bisa diobati. Benar, Dokter?”ucap Perawat Son sambil memegang tangan anaknya.
Song Hwa menyakinkan.
“So-mi,
operasi ini tak perlu membuka otak. Namanya operasi TSA, yaitu pemasukan endoskop
lewat hidung untuk mengorek tumor. Kau pasti bisa sembuh setelah operasi dan
makan obat dengan teratur. Jangan khawatir.” Jelas Song Hwa.
“
Dokter.,, Kira-kira kapan bisa operasi?”tanya Perawat Song. Song Hwa pikir Tak
perlu buru-buru karena tidak ada pendarahan, tetapi tak bisa ditunda juga.
“Lebih baik
segera dirawat dan operasi. Mulai rawat inap hari ini, lalu jalani tes darah,
EKG, dan rontgen dada, untuk memeriksa apa bisa operasi. Soal operasi, akan
kubicarakan dengan dokter THT-KL untuk tahu kapan bisa dilaksanakan. Kuusahakan
untuk operasi secepatnya.” Jelas Song Hwa.
Perawat Song langsung mengucapkan Terima kasih.
“Selama
ini So-mi pasti merasakan sakit kepala dan penglihatan menyempit. Kenapa baru
datang sekarang? Tumornya sudah cukup berkembang.” Ucap Song Hwa
“Dia baru
bilang sekarang. Aku baru tahu sekarang, Dokter. Maaf.” Ucap Perawat Song
sedih.
Song Hwa
heran perawat Song meminta maaf padanya. Saat itu telp berdering, Song Hwa pun
meminta izin agar mengangkatnya. Ia memberitahu kalau sedang ada pasien,
wajahnya langsung terlihat serius. Ik Jun memberitahu Jun-wan sudah masuk.
“Kurasa
dia sulit bertahan.”kata Ik Jun. Ayah Suk Hyung sudah dipasang semua alat dan
tak sadarkan diri.
Suk Hyung
duduk sendirian, Song Hwa datang memberikan
jaketnyakarena Suk Hyung pasti merasa dingin dan mengeluh kalau Kdiam di sini,
bukan di ruangan lalu menyuruhnya agar tidur supaya bisa merawat pasien. Suk
Hyung menagku tidak bisa tidur.
“Pulang pun
rasanya sulit... Song-hwa... Aku tidak tahu pasti.” Ucap Suk Hyung. Song Hwa
bertanya Soal apa?
“Sedih...
atau lega. Entah bagaimana perasaanku. Ini perasaanku, tetapi aku belum bisa
memutuskannya. Aku juga tidak tahu bagaimana harus berekspresi.” Kata Suk Hyung
“Kalau
begitu, diam saja.” Kata Song Hwa. Saat itu Ik Ju dkk datang. Suk Hyun menyuruh
mereka pulang saja karena ia merasa baik-baik saja.
“Apa Kau
akan bergadang? Ada Jun-wan.” kata Ik Jun. Suk Hyung meras tetap harus
bergadang karena pasien lain.
“Kau
pulang saja. Segera kuhubungi bila ada masalah.” Ucap Jun Wan. Semua pun
menyetujuinya.
“Aku
sungguh. tidak percaya akan takhayul. Namun, firasatku tidak baik. Rasanya aku
tak boleh pergi jauh.” Kata Suk Hyung.
Ayah Suk
Hyung pun meninggal dan Suk Hyung menyambut para tamu yang melayat. Tuan Jo
duduk dengan Nyonya Jung berhadapan. Tuan Jo berkomentar Sepertinya harus pakai
jas hitam setiap hari karena selang sehari selalu harus datang berkabung.
“Presdir
Yang memang punya penyakit jantung, 'kan?” tanya Tuan Jo
“Menurut
Jung-won, dia menderita angina dan pernah operasi sekali. Namun, penyakitnya
tidak parah. Sulit dipercaya dia pergi begitu saja. Jika akan begini, dia
harusnya perlakukan anak dan istrinya dengan baik.” Kata Nyonya Jung kesal
“Nasib
perusahaannya bagaimana? Hampir seluruh saham Taegun Apparel milik Presdir
Yang, 'kan? Aku ragu Ibu Dokter Yang bisa mengelolanya. Apa Dokter Yang yang
mengelola?” kata Tuan Jo
“ Mana
mungkin? Jong-su. Meski begitu, dunia ini cukup adil, ya?” kata Nyonya Jung.
Tuan Jo tak mengerti maksudnya.
“Wanita
simpanan itu. Kini dia tersingkirkan. Padahal dia pasti ingin menguasai
perusahaan.” Ucap Nyonya Jung marah.
Suk Hyung
menyapa tamu yang sedang makan mengucapkan Terima kasih sudah datang lalu duduk
didepan Nyonya Jung dan Tuan Jo dan meminta agar memberikan makan dan minum.
Nyonya Jun menolak karena sudah makan banyak.
“Apa Kau
bisa tidur? Bagaimana teman-temanmu?” tanya Nyonya Jung. Suk Hyung mengaku sudah
tidur sebentar.
“Teman-teman
sudah kemari tadi siang karena mereka semua harus mengoperasi di malam hari.”
Kata Suk Hyung
“
Direktur Ju, mau bir?”tanya Suk Hyung. Tuan Ju menolak. Nyonya Jun ingin tahu
Ibu Suk Hyung.
“Ibu
pulang sesaat lalu. Aku sudah minta dia istirahat di rumah hari ini dan kemari
besok pagi. Mayoritas karyawan Ayah kemari tadi siang. Tamu-tamuku kebanyakan
burung hantu.” Kata Suk Hyung
“Itu para
burung hantu.” Kata Nyonya Jung melihat Jung Won dkk datang lalu mengajak Tuan
Ju pergi karena teman Suk Hyung sudah datang.
Jung Won
memberikan Pakaian dalam dan alat cukur lalu memberitahu Pakaian dalam masih baru, dan alat cukur
diambil dari ruangannya. Suk Hyung mengucapkan
Terima kasih karea Tadinya akan minta tolong Ibunya.
“Ini
Koyok. Tempel itu saat tidur. Saat Ayah meninggal, lututku yang paling terasa
sakit karena harus sering sujud beri hormat.” Kata Jung Won
“Kalian
belum makan malam, 'kan?” ucap Suk Hyung. Semua mengeluh kalau kelaparan.
Mereka pun makan bersama.
“Wanita
itu kemari? Serius? Dia berani sekali.” ucap Song Hwa marah. Suk Hyung pikir
beruntung Ibu tidak ada Jadi, tak ada kericuhan.
“Apa Kau
maki, lalu usir dia?” tanya Jun Wan naik darah. Ik Jun yakin Suk Hyung tak
mungkin begitu karena pasti mengusir diam-diam.
“Tidak.
Dia sempat melayat... Aku mengizinkannya.” Kata Suk Hyung. Semua langsung
mengumpat Suk Hyung gila
“Sungguh
penjelmaan Buddha.” Komentar Ik Jun. Jung Won ingn tahu apakah Dia tak bicara
sesuatu?
“Katanya,
"Usia kehamilanku sudah enam bulan." Kata Suk Hyung. Jun Wan kesal
menurutnya tak ada yang peduli.
"Syukurlah
dia punya kakak yang baik, walau tidak punya ayah." Dia mengatakan banyak
hal, tetapi aku hanya mendengarkan saja.” Cerita Suk Hyung.
“Sungguh
tidak tahu malu. Karena itulah dia bisa jadi simpanan.” Kata Song Hwa.
“Lantas,
nyonya itu...” kata Jung Won dan Jun Wan langsung marah karena wanita simpanan
itu dianggap "Nyonya"
“Kini dia
takkan dapat apa pun, 'kan?” kata Jung Won. Suk Hyung pikir itu pasti
“Bila
anaknya lahir, pasti ada semacam hukum hak milik.” Kata Suk Hyung. Jung Won
ingin tahu apakah Suk Hyung mau memberikannya?
“Mungkin
sulit membuktikan dia anak kandung sebab ayahmu sudah tiada.” Kata Ik Jun
“Jangan
pernah beri sepeser pun!” tegas Jun Wan memperingati. Suk Hyung mengaku tidak bisa berbuat apa pun.
“Lagi
pula, apa salah anak itu?”kata Suk Hyung. Semua berteriak marah sampai semua
pelayan menatap ke arah mereka.
Dibagian
receptionist, Perawat Song sibuk mencatat sesuatu dipapan. Perawat lain sibuk
mengangkat telp dan juga menyalani pasin yang datang untuk rawat inap. Perawat
pun meminta data pasien bernama Park Byeong-su.
“Aku akan
menanyakan beberapa hal terlebih dahulu. Apa ada penyakit yang diderita?” tanya
perawat
“Aku
menderita diabetes.” Ucap Si pasien. Perawat ingin tahu Diagnosis sejak kapan? Sepuluh
tahun?. Si pasien membenarkan dan Sudah cukup lama.
“Begitu.
Apa sebelumnya pernah operasi?” tanya perawat. Tuan park mengaku Ini pertama.
“Kita cek
tinggi dan berat badan dahulu.” Ucap perawat, salah satu perawt meberitahu Pasien
Kamar Satu segera dioperasi.
“Apa
Pasien sudah siap?” tanya perawat lain. Perawat Song masih sibuk dengan
pekerjaanya dan Perawat laiin akan memberikan infus antibiotik.
“Lee
Jang-u sudah selesai operasi.” Kata perawat datang menarik pasien.
“Perawat
Song. .. Pasien Kamar Delapan sudah selesai operasi, pasien IGD akan naik ke Kamar
Tiga. Aku belum selesai menjelaskan ke pasien rawat inap ini.” Ucap perawat
meminta tolong.
“Bawa ke
Kamar Delapan, Pak... Tanyakan rekam medis dahulu. Biar aku cek tanda vital
khusus Lee Jang-u, pasien Kamar Delapan, dan kesiapan Kamar Tiga.” Ucap Perawat
Song lalu pergi membawa pasienya.
“Perawat,
bagaimana menjelaskan kepada Lee Jae-guk untuk persetujuan ERCP?” tanya dokter
“Setelah
operasi kolesistektomi, bilirubin totalnya naik. Dari uji MRCP, ada batu
empedu. Jadi, dia harus jalani ERCP.” Jelas Perawat Song lalu bergegas
mengantar pasien.
“So-mi,
aku juga punya hak publikasi. Seharusnya kau minta izin dahulu.”ucap Dokter
melihat So Mi yang sedang merekam.
“Khayalanmu
luar biasa. Aku bukanmerekammu.”tegas So Mi sibuk mengikuti kemana dokter itu
pergi.
Song Hwa
memberitahu pasienya kalau Pastikan menjalani rehabilitasi teratur, dan bertemu tiga bulan lagi. Sang pasien mengarti
lalu pamit pergi. Dokter Heo berkomentar kalau dislokasi leher Song Hwa makin
parah akhir-akhir ini.
“Apa Sudah
makan obat?” tanya Dokter Heo. Song Hwa pikir Entah apa harus dimakan karena Kini
sebutir saja tidak cukup.
“Pasien
sisa sedikit, 'kan? Persilakan masuk.” Ucap Song Hwa lalu menerima telp dari
meja kerjanya.
“Dokter
Chae... Pasien pria 40 tahun. Dari CT, ada perdarahan intraserebrum di ganglia
basal kiri. Mental stupor dan motorik hemiparesis kanan.” Kata Dokter Ahn. Song
Hwa mengerti segera ke sana.
“Ada
pasien darurat di IGD. Aku harus pergi. Tolong jelaskan kepada pasien rawat
jalan.” Ucap Song Hwa pada perawat. Perawat menganguk mengerti. Song Hwa pun
membuka 4 bungkus obat lalu menyisahkan satu butir
Dokter Ju
kaget kalau Jung Won mengatakan Hanya sampai tahun ini. Jung Won membenarkan.
Dokter Ju ingin tahu apakah Jung Won ada masala karena Itu akan berpengaruh
cukup besar terhadap rumah sakit. Jung Won hanya bisa meminta maaf.
“Padahal
dokter spesialis bedah anak di sini tidak banyak, Dikurangi aku.” Kata Jung Won
merasa bersalah.
“Bukan
"tidak banyak." Dokter spesialis bedah anak di Korea hanya 48 orang. Di
antara rumah sakit besar hanya kita yang punya dua. Lebih dari sepuluh rumah
sakit tidak punya.” Ucap Dokter Ju
“Kau
mungkin lebih tahu. Setiap dokter spesialis bedah anak adalah kekuatan bagi
rumah sakit. Astaga... Aku harus bagaimana? Satu dokter lain sudah pindah ke
rumah sakit cabang di Sokcho, dan tanpamu, kita harus menutup bagian Bedah
Anak.” Kata Dokter Ju.
Jung Won
hanya bisa tertunduk meminta maaf. Dokter Ju pun akhirnya bisa mengerti. Dan
akan coba memikirkannya dan meminta tolong agar pertimbangkan sekali lagi.
Song Hwa
melihat pasien yang tak sadarkan diri lalu meminta agar mencoba membuka
matanya, lalu memeriksa bagian mata dan bertanya Siapa namanya setelah mengerak
bagian kakinya. Sang pasien hanya diam saja.
“Aku akan
masukkan kateter setelah lihat monitor. Jadi, pindai CT dan atur Ruang Operasi.
Beri tahu jika pasien sudah masuk.” Kata Song Hwa. Dokter Ahn menganguk
mengerti.
“Satu
sisi tubuh pasien lemah dan hilang kesadaran karena pendarahan yang disebabkan oleh
pembuluh darah tipis di ganglia basal yang pecah. Usai memeriksa sistem
navigasi monitor dan masukkan kateter dengan tepat, serta sedot darah, dia bisa
siuman kembali.” jelas Song Hwa pada Wali pasien.
“Bila
pendarahan makin parah, kondisinya bisa semakin buruk.” Ucap Song Hwa. Sang
Wali pun panik mendengarnya.
“Apa
mungkin terjadi sesuatu saat operasi?” tanya Wali. Song Hwa membenarkan.
“Namun,
jika tak dioperasi, dia takkan bisa siuman dan akan meninggal karena
pendarahan. Saat ini tiada jalan lain selain operasi. Pasti ada efek samping karena
sudah terjadi cedera otak begitu pendarahan muncul, tetapi pendarahan harus
dihilangkan semaksimal mungkin melalui operasi agar kita bisa berharap dia
kembali sadar.” Jelas Song Hwa
“Untuk
saat ini, aku akan berusaha maksimal melakukan operasi.” Ucap Song Hwa
“Dokter,
mohon selamatkan suamiku. Tak masalah walau tangan dan kakinya lumpuh asal dia
selamat. Mohon selamatkan suamiku.” Pinta sang istri
“Aku akan
berusaha maksimal.” Kata Song Hwa berjanji.
Ruang
Istirahat Operasi.
Jun Wan
berbicara ditelp dengan Ik Sun menceritakan
ada dua operasi berturutan dan minum kopi usai satu operasi, lalu
bertanya apa yang sedan dilakukan. Ik Sun menjawab Menembak. Jun Wan mengeluh
meminta agar Jangan bohong.
“Apa Kau
meremehkanku karena aku dapat dispensasi wamil?” kata Jun Wan
“Ada
evaluasi menembak< yang diadakan setiap empat bulan sekali. Kami harus
menembak target jarak 25 meter dengan senapan K5, dan aku juara satu.” Cerita
Ik Sun.
“Apa Tak
ada hadiah?” tanya Jun Wan. Ik Sun mengeluh kalau ini bukan festival jadi mana
mungkin ada hadiah.
“Jun-wan,
pekan ini biar aku yang ke Seoul. Aku akan menginap di rumah kakakku. Aku rindu
U-ju.” Kata Ik Sun.
Saat itu
Ik Jun masuk ruangan, Jun Wan terlihat gugup tapi mencoba agar tetap santai
lalu memberitahu kalau akan berkunjung ke rumah itu dan Alasan bisa
dibuat-buat. Ik Jun terlihata mencoba duduk tenang disamping Jun Wan.
“Hari
Sabtu? Makan siang? Baik... Malamnya?” Ucap Jun Wan dan saat itu Ik Jun dengan
sengaja menguping dengan berbaring diatas tubuh Jun Wan.
“Baiklah.
Alam Semesta yang manis mungkin tidur cepat...Ya, aku juga. Aku mencintaimu.”
Kata Jun Wan lalu menutup telpnya.
“Sungguh
menyebalkan! Dasar gila! Aku sungguh ingin memukulimu, tetapi tak bisa! Astaga!”
jerit Jun Wan kesal akhirnya berdiri
dari tempat duduknya.
“Kenapa?
Aku manis, 'kan?”ejek Ik Jun. Jun Wan hanya bisa memperlihatkan wajah kesalnya.
"Aku
mencintaimu." Kali ini kau langgeng. Tampaknya dia sangat baik.” Komentar
Ik Jun. Jun Wan membenarkan dengan wajah gugup.
“Ekspresi
seriusmu tidak cocok. Jangan begitu.” Kata Ik Jun lalu mengangkat telp yang
berdering.
“Hormat!
Ada apa, Adikku? Aku istirahat sebelum operasi transplantasi lever. Apa Kau ke
rumah hari ini? Tentu aku senang kalau kau menginap. U-ju pasti senang sekali.”
ucap Ik Jun. Jun Wan kali ingin mendekat ingin
menguping
“Apa? Kau
ingin makan apa? Kepiting salju? Kau kenapa? Bagaimana cari kepiting salju
sekarang?” keluh Ik Jun lalu menatap heran Jun Wan.
Ik Jun
membuka pintu heran melihat Jun Wan datang dengan box besar lalu bertanya apa
itu. Jun Wan pikir apalagi kalau ini kepiting salju.Saat itu Ik Sun dan U Ju
keluar dari rumah. Ik Jun heran Kenapa temnnya mendadak bawa kepiting salju?
“U-ju,
kau sangat suka kepiting salju, 'kan? Paman beli yang sangat besar.” Kata Jun
Wan
“Apa Aku
suka?” kata U Ju bingung. Ik Sun langsung menyuruh U Ju agar ucapkan terima
kasih. U Ju pun menurutu mengucapkan Terima kasih.
Mereka
pun makan bersama, Ik Jun heran Tiba-tiba air di rumah Jun Wan macet. Jun Wan
mengaku tiba-tiba macet. Ik Jun tahu Kamar mandinya baru direnovasi, Jun Wan
mengaku Renovasi payah dan ereka sangat jahat. Ik Jun pikir Air macet, tetapi
kenapa rambut Jun Wan rapi sekali
“Rapi?
Aku? Tidak, aku kemari begitu bangun... Lalu Apa Kau akan ke rumah sakit
sebentar? Kenapa? Piket? Tak ada panggilan, 'kan?”kata Jun Wan mencoba
mengalihkan pembicaraan.
“Aku
berniat mempersiapkan presentasi konferensi bulan depan. Lagi pula ada kau dan
Ik-sun. Sudah lama aku tidak belajar tanpa terganggu.” Kata Ik Jun
“Ternyata
kau juga belajar?” kata Jun Wan. Ik Ju mengaku kadang. Jun Wan mengaluh kalau
ini Menyebalkan.
“
Konferensi di mana?” tanya Jun Wan. Ik Jun menjawab Spanyol. Sekitar sebulan
lagi.
“U-ju,
hari ini mainlah dengan Bibi dan Paman Kepiting Salju. Ayah ke rumah sakit
dahulu sebentar. Ya?” kata Ik Jun lalu mencoba memotong kaki kepiting.
“Ayah,
kepitingnya sakit. Bagaimana kalau kaki kepiting itu sakit sekali?”kata U Ju
merasa tak tega.
“U-ju,
kalau begitu, tolong tutup matamu sebentar.” Ucap Ik Jun. U Ju menutup matanya.
“U-ju,
lihat bibi... Membunyikan sendi dengan baik sama sekali tidak sakit.Ini Hanya
bersuara. Tidak sakit sama sekali. Semua tak terasa sakit jika dibunyikan
dengan benar.” Ucap Ik Sun menekan bagian tanganya.
“U-ju,
jangan ikuti Bibi, ya?Bibi itu Terminator. Jadi, tak merasa sakit. Dia bukan
manusia. Hentikan!”ucap Ik Jun menutup mata anaknya sambil mengomel dengan
mulutnya pada sang adik.
Ik Jun
sudah bersiap-siap pergi lalu meminta agar Tolong bacakan buku jika U-ju bangun
dan Ada buku favoritnya di atas meja kamar U-ju. Ik Sun mengerti. Jun Wan
bertanya kapan Ik Jun pulang. Ik Jun
menjawab - Secepatnya.
“Santai saja...Sudah
lama kau tak punya waktu sendiri. Nikmatilah waktumu.” Kata Jun Wan
“Benar.
Kau boleh pulang terlambat. Biar kami yang jaga U-ju.” Kata Ik Sun. Ik Ju
mengerti.
“Omong-omong,
kalian...” kata Ik Jun menatap curiga, keduanya terlihat gugup takut ketakutan.
“Jangan
bertengkar.” Kata Ik Jun. Ik Sun mengeluh kalau itu tak akan.Jun Wan pikir
Untuk apa bertengkar. Ik Jun pun pamit pergi.
Jun Wan
tetap tenang memisahkan sampah kepiting lalu mendengar suara pintu tertutup
langsung mendekat Ik Sun dan langsung memeluknya dari belakang menyuruha gar
Simpan saja karena ia yang kerjakan dan mahir cuci piring.
“Ini Sudah
selesai.” Kata Ik Sun. Jun Wan pun meminta agar menciumnya. Ik Sun pun
memberikan ciumanya.
Tiba-tiba
suara bunyi pintu terbuka, Jun Wan panik mencari sesuatu dan langsung mengepel
lantai. Ik Jun masuk mengendong U Ju kalau Tidur di kamar saja. Jun Wan mencoba
terus mengepel dengan cepat dengan wajah gugup.
“Kalau U-ju
terbangun dan bilang lapar, di kulkas ada susu cokelat. Beri itu saja. Telepon
aku saat dia bangun.” kata Ik Jun pada adiknya.
“Apa Kau
tertular Jung-won? Jangan berlebihan. Kenapa mengelap satu tempat saja?” ucap
Ik Jun. Jun Wan hanya bisa menghela nafas setelah Ik Jun pergi.
Ik Sun
dan Jun Wan duduk bersama sambil meminum kopi. Ik Sun menceritakan Kakaknya sungguh
banyak berubah setelah menikah. Jun Wan memberikan kalau Ik-jun berubah
drastis. Ik Sun tahu Setiap hari kakaknya selalu main di kelab malam dan pergi
berkeliaran seperti anjing.
“Kupikir
dia akan mati membeku di pinggir jalan atau dipukuli orang. Namun, dia berubah
drastis setelah menikah dan punya anak. Dia tak lagi pergi ke kelab dan jarang
main gim. Kau tahu dia mahir poker, 'kan?” ucap Ik Sun. Jun Wan mengaku pasti tahu.
“Dahulu
dia begitu, tetapi kini... Kurasa dia sudah merelakan hidupnya. Dahulu dia
sering bermain, dan kini hidupnya terpusat pada putranya. Aku agak sedih
melihatnya.” Ungkap Ik Sun
“Berarti
dia sayang U-ju sebesar itu. Kurasa aku pun akan begitu jika punya keluarga dan
anak. Itu pun kebahagiaan besar.” Ungkap Jun Wan.
Dokter
Ahn berbicara ditelp dengan ibunya didepan lift mengaku baru sampai. Ibunya mengeluh sang anak hanya
makan miyeok-guk dan pergi membuat Ibu dan ayahnya jadi sedih. Dokter Ahn
meinta maaf karena masih punya banyak pekerjaan.
“Ya, aku
akan sering menelepon. Terima kasih sudah melahirkanku.” Kata Dokter Ahn lalu
masuk lift.
“Kenapa
kau di sini? Ini akhir pekan... Hai. Kau sungguh pekerja keras.” Komentar
Dokter Heo melihat Dokter Ahn yang datang.
Ik Sun
lalu menceritakan Ahn Chi-hong temannya tetapi sangat kagum padanya karena rajin
dan bijaksana bahakn Semua orang di akademi berpikir bahwa Chi-hong akan
mendapat pangkat berbintang karena sangat berbakat.
“Sudah
kuduga. Aku bisa tahu dia rajin.” Komentar Jun Wan. Ik Sun menceritakan
“Sejak di
Akademi Militer, dia selalu bangun pukul 05.00, berolahraga sendiri satu jam,
lalu membaca buku dan belajar. Manajemen dirinya luar biasa. Lantas orang
seperti dia sakit dan keluar dari kesatuan. Kami menangis tersedu-sedu, begitu
pula Chi-hong.” Ungkap Ik Sun
“Waktu
itu amat mengerikan. Kini dia sukses, 'kan?” kata Ik Sun memastikan
“Setahun
lagi dia pun akan dapat gelar dokter. Dia harus menjalani masa rekanan beberapa
tahun, tetapi sudah hampir selesai. Masa sulit hanya tersisa setahun.” Kata Jun
Wan
“Benar.
Aku senang melihatnya. Aku sangat khawatir saat dia bilang akan masuk bedah
saraf Fakultas Kedokteran. Kau tahu banyak orang aneh di rumah sakit.” Ungkap
Ik Sun
“Kami
yakin dia takkan menyerah karena mentalnya kuat, tetapi kami takut dia bertemu
atasan aneh dan menderita beban mental. Kami sungguh bersyukur karena dia
bertemu atasan baik di Yulje dan mampu beradaptasi.” Ucap Ik Sun
“Dia
punya Chae Song-hwa... Atasannya itu Chae Song-hwa, temanku. Aku pun dewasa
setelah bertemu dia. Ini sungguh berkat Song-hwa. Dia sungguh baik. Aku senang
hanya dengan melihatnya.” Ucap Jun Wan.
“Andai
kakakku bersama Song-hwa... Dasar bodoh. Tapi Mereka tak ada hubungan apa pun,
ya?” kata Ik Sun
“Tidak.
Tidak sama sekali.” ucap Jun Wan yakin .
“Apa Kau
kemari untuk lihat drainase pasien yang operasi kemarin?” tanya Dokter Heo
“Ya, pasien
perdarahan intraserebrum yang dioperasi pemasukan kateter. Operasi berjalan
baik, tetapi drainasenya jauh dari perkiraan. Dokter Chae Song-hwa khawatir
karenanya. Aku harus merapikan rekam medis juga. Jadi, aku kemari sekalian
memeriksa pasien.” Jelas Dokter Ahn.
“Orang
sepertimu sungguh harus menjadi dokter. Kalau aku, pasti akan tidur 24 jam di
rumah saat libur.” Kata Dokter Heo
“Aku
banyak tidur di rumah.” Ungkap Dokter Ahn. Dokter Heo ingin tahu Berapa jam. Dokter
Ahn menjawab Lima jam.
“Senangnya
kau tidak suka tidur.”komentar Dokter Heo. Dokter Ahn mengaku Ini karena
kebiasaannya sejak di Akademi Militer.
“Apa Kau
tidak pindah? Jangan tidur di Ruang Piket terus sebab rumah jauh. Cari rumah
kecil dekat sini. Kau pasti lebih sibuk bila jadi Kepala. Sampai kapan mau
tidur di sana?”ucap Dokter Heo
“Aku
memang sedang memikirkannya.” Kata Dokter Ahn lalu melihat ada pasien yang
masuk.
Dokter
Ahn tahu kalau pasien akan Lantai tujuh Bedah Saraf, Si pasien pun mengucapkan
terimakasih. Berhenti di lantai lain, seorang anak masuk. Dokter Ahn tahu kalau
Bedah Anak lantai empat.Si anak bingung Dokter Ahn yang tahu.
“Karena
kekuatan super.” Kata Dokter Ahn tersenyum bahagia.
Akhirnya
Dokter Ahn pun akan masuk ICU, dengan pakaian lalu terdiam didepan pintu.
Ternyata Song Hwa sudah ada didalam ruangan memeriksa pasienya.
Dokter
Ahn akhirnya menemui Song Hwa bertanya apakah tak pergi berkemah tapi malah ada
di rumah sakit. Song Hwa balik bertanya kenapa Dokter Ahn disini padahal bukan
jadwal piketnya. Dokter Ahn mengaku Ada sisa pekerjaan.
“Kau
kemari lihat Im Jang-hun, ya?” ucap Song Hwa. Dokter Ahn membenarkan
“Aku
cemas... Dokter, bagaimana kalau kita makan malam bersama?” kata Dokter Ahn
didepan lorong.
“Tidak
mau. Aku tidak mau makan hanya berdua denganmu.” Ucap Song Hwa dengan tegas
“Kenapa?
Kau tidak nyaman?” tanya Dokter Ahn. Song Hwa mengaku bukan dan sama sekali tak
merasa begitu.
“Aku
hanya takut kau membuat suasana kikuk lagi.” Jelas Song Hwa. Dokter Ahn
berjanji takkan begitu. Song Hwa pun setuju akhirnya merea masuk lift.
Ik Jun
ada didalam ruanganya dan menerima telp terdengar U Ju yang menangis memanggil
ayahnya. Ik Jun tahu U-ju terbangun. Ik Sun pikir keponakaanya mimpi buruk karena terus menangis.
“Makanya,
kenapa kau membunyikan buku jari? Astaga, kau ini! Aku ke sana.” Kata Ik Jun
“
Merpatiku pun tak mempan. Dia terus menangis meski sudah buat sepuluh ekor.”
Cerita Ik Sun. Ik Jun kaget mendengarnya
“Kau diam
saja. Jangan lakukan apa pun. Ada toserba di depan rumah. Di sana ada es krim
kesukaan U-ju. Hiburlah dengan itu dahulu. Aku segera ke sana.”pesan Ik Jun
lalu bergegas pergi.
Song Hwa
akhirnya naik lift dan meminta agar ke Basemen lantai satu. Dokter Ahn pun
menekanya lalu bertanya apakah Song Hwaingat saat itu? Song Hwa bertanya Kapan.
Dokter Ahn menjawab Hari pertamanya magang.
“Aku
melihatmu saat hari pertama masuk kerja.” Akui Dokter Ahn. Song Hwa tak percaya
dan bertanya Di mana.
**
Saat itu
Ik Jun masuk melihat keduanya bersama, Dokter Ahn menyapanya. Ik Jun bertanya
Song Hwa tak berkemah tapi malah dirumah sakit. Song Hwa mengaku Tak bisa pergi
dan balik bertanya alasan Ik Jun ke rumah sakit.
“Menyiapkan
karya ilmiah untuk konferensi bulan depan. Kalian mau ke mana?” tanya Ik Jun
yang masih sibuk dengan ponselnya.
“Makan
malam.”kata Song Hwa. Ik Jun mengerti. Song Hwa pun bertanya paakah Ik Jun tak
makan malam
“Nanti di
rumah. U-ju menungguku. Aku parkir di lantai satu. Sampai jumpa.” Kata Ik Sun
lalu menepuk pundak Song Hwa dan pamit pergi. Dokter Ahn hanya bisa menatapnya.
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar