PS
: All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Pagi
hari, Eun Seob masih tertidur lelap karena sakit, sampai akhirnya terbangun dan
keluar dari kamar. Ia menatap ke depan rumahnya yang masih pagi lalu kembali
membaringkan kepalanya di pintu, tiba-tiba matanya terbuka dan melihat sosok
wanita memanggilnya
“Jin Ho...”
ucap si wanita tersenyum pada Eun Seob didepan pintu. Eun Seob melihat sang
wanita yang berubah juga dengan penutup kepala agar tak tingin. Ia pun akhirnya
bergegas memakai sepatunya keluar dari rumah.
Eun Seob
berlari mengejar sang wanita yang terus berlari ke hutan, lalu memanggilnya
“Ibu.. jangan pergi.” Wanita itu terus belari masuk kehutan, Eun Seo pun
melihat sang wanita yang mengunakan penutup kepala agar tak dingin. Eun Seob
mengejarnya meminta agar menunggunya.
“Ibu...
Jangan pergi... Ibu.” Teriak Eun Seob yang masih lemah mengejar sang wanita,
tapi ibunya malah pergi. kaki Eun Seob akhirnya tergelincir dan jatuh berguling
ke sisi kiri lalu tak sadarkan diri.
Sementara
Hye Won berjalan menyusuri hutan berteriak mencari Eun Seob tapi Eun Seob masih
tak sadarkan diri setelah jatuh. Hye Won
keluar rumah pun bingung karena tak menemukan Eun Seob.
Flash Back
Eun Seob
duduk sendirian dalam kamar menatap salju yang turun, saat masih sekolah guru melihat gambrnya lalu berkomenta Sepertinya hidup Eun Seob bahagia, Eun Seop karena melihat gambar Ayah,
ibu, dan adiknya yang tersenyum lebar.
“Sepertinya
kau punya keluarga yang sangat bahagia.” Ucap gurunya. Eun Seob terlihat marah
dan langsung mencoret-coret gambarnya. Sang guru bingung melihat Eun Seob
begitu juga anak lainya.
Eun Seob
yang pingsan akhirnya bisa tersadar dan berusaha untuk kembali pulang. Ia duduk dibangku depan seperti mulai sadar
dari halusinasinya, lalu kaget dengan Hye Won yang tiba-tiba datang ke rumahnya
dihutan. Hye Won langsung bertanya dari
mana saja.
“Bagaimana
pilekmu? Hei, kau masih kurang sehat. Kau harus memakai baju tebal...” ucap Hye
Won. Eun Seob mengaku tidak pilek.
“Ada apa?
Kau tampak kesal. Apa terjadi sesuatu?”tanya Hye Won memegang wajah Eun Seob.
Eun Seob hanya diam saja mencoba melepaskan tangan Hye Won.
["Episode 8, Tempat Kecurigaan Menjadi
Kenyataan"]
Eun Seob
mengambil selimut lalu menyuruh Hye Won agar duduk diatasnya, lalu keluar dari
kamar. Hye Won menatap dalam diam duduk di dalam kamar. Eun Seob memasak air
panas. Hye Won berkomentar kalau Lampunya menyala, jadi berpikir Eun Seob ada di
sini.
“Aku
selalu menyalakan lampu. Jadi, siapa pun yang tersesat di malam hari bisa
datang ke sini.” Ucap Eun Seob menyalakan kompor.
“Apa Kau
terluka?”tanya Hye Won. Eun Seob mengaku jatuh berguling di bukit.
“Apa yang
terjadi? Kamu pendaki profesional. Kau baik-baik saja, kan?”ucap Hye Won
khawatir.
“Kenapa
kau datang ke sini?” tanya Eun Seob sinis. Hye Won pikir Karena Eun Seob pergi lama sekali.
“Semua
orang mengkhawatirkanmu.” Ucap Hye Won. Eun Seob mengeluh Tapi ini sudah larut.
“Aku
membawa senter malam ini. Mereka bilang aku hanya harus berjalan selama
setengah jam, dan aku tiba di sini tepat setengah jam lagi. Aku tidak tersandung
atau jatuh sama sekali.” ucap Hye Won bangga
“Aku
sudah melarangmu datang.” Tegas Eun Seob. Hye Won pikir Jalan di sini tidak terlalu buruk.
“Sepatu
yang kau berikan ini sangat keren...” kata Hye Won dan Eun Seob langsung
membalas dengan sinis.
“Aku
tidak memberikannya agar kau bisa datang ke sini. Jangan pernah datang ke sini
lagi. Meskipun aku sakit atau tidak pernah kembali. Kau tidak boleh naik ke
sini.” Ucap Eun Seob. Hye Won terdiam mendengar Eun Seob yang bersikap dingin.
“Minum
dan keluarlah.” Ucap Eun Seob memberikan minum lalu keluar kamar. Hye Won pun
hanya diam saja.
Akhirnya
keduanya keluar dari rumah, Hye Won mengikuti Eun Seob yang berjalan
dibelakangnya. Eun Seob pun seolah tak peduli dengan Hye Won yang berjalan
dibelakangnya. Tapi saat jalan menurun, ia melihat dari kejauhan Hye Won yang
mencoba turun memegang ranting.
Setelah
Hye Won bisa turun, Eun Seob pun berjalan lebih dulu seolah-olah tak menoleh.
Hye Won pun berjalan dalam diam karena sikap Eun Seob yang dingin seolah tak
peduli denganya.
"Dahulu,
seorang kakak dan adik melakukan perjalanan untuk menjadi bahagia. Mereka telah
mendengar ada burung biru di suatu tempat yang memberikan kebahagiaan.”
“Setelah mendaki banyak gunung dan
melewati banyak sungai, mereka tiba di desa tempat burung biru itu seharusnya
berada. Tapi burung biru yang memberikan kebahagiaan tidak ditemukan."
Eun Seob
pun berjalan dijalan desa, lalu menyuruh Hye Won agar masuk. Hye Won pun
berjalan masuk tak banyak bicara berjalan sendirian. Eun Seob pun pulang duduk
di dalam rumah menatap luka ditanganya.
"Pada akhirnya, kakak dan adik
itu pulang tanpa menemukan burung biru.”
Bibi Sim
mengeluarkan pakaian kotor melihat Hye Won baru saja datang dan ingin marah.
Hye Won hanya berlalu dengan wajah cemberut. Bibi Sim Sim bingung dengan sikap
Hye Won yang uring-uringan. Pagi hari, Hye Won keluar dari rumah.
“Hei,
sarapanlah sebelum pergi.” teriak Bibi Sim. Hye Won mengaku tidak terlalu
berselera jadi Nanti saja. Bibi Sim makin melonggo dengan sikap Hye Won.
Hye Won
berdiri di depan toko buku terlihat sedikit gugup mengingat yang dikatakan Eun
Seob semalam “Sedang apa kau di sini?” dengan nada sinis. Saat itu pintu
terbuka dan Eun Seob pun menatap Hye Won memberitahu Saat kurirnya datang nanti...
“Aku
tahu.” Ucap Hye Won sinis lalu masu ke dalam toko. Eun Seob bingung akhirnya
keluar dari toko.
"Pasar Hyecheon Barat"
Eun Seob
mengemudikan mobilnya mengantar ibunya lalu memberitahu kalau sudah sampai.
Nyonya Yun pun turun tanpa bicara wajahnya terlihat menahan amarah. Eun Seob
pun hanya bisa diam melihat orang-orang yang terlihat marah padanya.
“Apa Kau
datang untuk berbelanja?” sapa seorang bibi. Nyonya Yun pun menyapa bibi yang lama
tidak bertemu.
“Apakah
seluncur esmu lancar?” tanya bibi. Nyonya Yun mengaku Tidak terlalu.
“Ohh.. Benar
juga. Aku mengeringkan ubi. Datang dan ambillah.” Kata sang Bibi. Nyonya Yun
mengaku sudah lama ingin mampir. Sang bibi pun pamit pergi.
Nyonya
Yun akhirnya akan masuk ke dalam pasar. Eun Seob pun turun dari mobil lalu ke
dalam pasar mengikuti ibunya. Nyonya Yun masuk ke toko "Makanan Sehat" Sang bibi
menyapanya bertanya Apa yang dibutuhkan?
“Apa
Putramu masih sakit? Apa yang terjadi? Dia tampak baik-baik saja.” Ucap sang
bibi melihat Eun seob.
“Aku mau
tonik otak.” Ucap Nyonya Yun. Sang bibi bingung bertanya alasan Nyonya Yun membutuhkannya
“Ini
untuk Hwi.” Kata Nyonya Yun. Sang bibi pikir Nyonya Yun bilang dia tidak membutuhkannya.
“Kau
bilang begitu, bukan? Kau bilang dia murid nakal seumur hidupnya dan tonik otak
tidak bisa tiba-tiba menjadikannya murid baik. Aku bilang kau bisa mengambilnya
secara gratis, tapi kau bersikeras hanya membelikan tonik untuk putramu...”ucap
sang bibi yang langsung terdengar teriakan Nyonya Yun.
“Ayolah!
Berikan saja kepadaku... Astaga, dasar wanita bodoh...” ucap Nyonya Yun kesal.
Nyonya
Yun berjalan lebih dulu masih terus mengeluh, Eun Seob memanggil ibunya. Nyonya
Yun mengeluh kalau Eun Seob yang hanya
memanggilnya ibu saat membutuhkan
sesuatu. Eun Seob bertanya apakah Ibunya sangat marah.
“Ibu
sudah melarangmu ke sana. Ibu tidak suka kau pergi ke sana meski kau merasa
baik-baik saja. Tapi kau sakit. Kenapa kau pergi ke sana dengan kondisi seperti
itu?” keluh Nyonya Yun.
Saat itu
seorang ibu menyapa Nyonya Yun yang berbelanja dengan putranya. Nyonya Yun
membenarkan lalu berjalan pergi, lalu kembali mengomel kalau sudah mengatakan
sebelumnya Kali terakhir, seseorang menghilang jadi bisa mengerti.
“Itu
masih meresahkan ibu, tapi apa yang bisa ibu lakukan? Tapi kali ini, kau tidak
enak badan. Kau sakit. Seharusnya kau tetap di rumah. Kenapa kau terus naik ke
sana? Memangnya Ada apa di sana? Dengan kondisi seperti itu...” ucap Nyonya Yun
marah
“Ibu,
gunung itu bukan apa-apa.”ucap Eun Seob tenang. Nyonya Yun makin kesal Eun Seob
yang merasa bukan apa-apa
“Maafkan
aku... Maafkan aku, Ibu.” Kata Eun Seob. Nyonya Yun kesal memilih untuk
bergegas pergi dan tak ingin membahasnya lagi.
“Aku
melihat wanita itu... Pagi ini saat aku duduk di lantai, aku melihat ilusi
dirinya. Jadi, aku mengikutinya dan berakhir di gunung.” Akui Eun Seob. Nyonya
Yun kaget lalu menatap anaknya kembali.
“Sudah
ibu bilang itu berbahaya, kan?” kata Nyonya Yun sedih. Eun Seob berjanji tidak
akan pernah mendaki gunung itu lagi tanpa izin Ibunya.
“Pondok
itu... Bukan... Aku tidak akan pergi ke mana pun tanpa izin Ibu.” Kata Eun Seob
berjanji
“Apa Kau
yakin?” tanya Nyonya Yun. Eun Seob berjanji. Nyonya Yun pun percaya dengan Eun
Seob.
Hye Won
duduk di dalam toko terlihat sudah mulai sakit, lalu mengingat kembali ucapan
sinis Eun Seob semalam “Jangan pernah datang ke sini lagi.” Akhirnya Ia
membaringkan kepalanya dimeja disamping buku yang dibacanya "Burung Biru"
Saat itu
Seung Ho datang menyapa Hye Won kalau datang
untuk makan bubur serbuk gergaji. Hye Won melonggo bingung, tapi beberapa saat
kemudian sudah memasak diatas pemanas ruangan dan Seung Ho duduk didepanya.
“Saat kamu
bilang bubur serbuk gergaji, kukira itu bubur yang terbuat dari serbuk
gergaji.” Ucap Hye Won tersenyum
“Ini
sebenarnya bubur oatmeal, tapi aku menyebutnya begitu karena seperti serbuk
gergaji.” Kata Seung Ho tersenyum
“Apakah
rasanya juga seperti serbuk gergaji?” tanya Hye Won. Seung Ho menjawab Tidak
sama sekali.
“Rasanya
sangat lezat dan gurih.” Ungkap Seung Ho. Hye Won pun mengaku Senang mendengarnya.
Bibi Sim
datang memberitahu Hye Won kalau i harus
pergi ke suatu tempat hari ini. Hye Won bingung bibinya mau kemana. Bibi Sim
mengaku ada urusan di Seoul. Hye Won bertanya apakah Bibinya akan pergi
sekarang.
“Ya, bibi
akan kembali besok. Aku akan meninggalkan Gunbam dengan Su Jeong.” Kata Bibi
Sim. Hye Won mengerti seperti tak peduli juga dengan sang bibi.
“Pastikan
kau periksa pemanasnya. Tidak boleh ada kecelakaan lagi.” Pesan Bibi Sim. Hye
Won mengerti.
“Sapu
halaman belakang juga. Dan jangan lupa makan.” Kata Bibi Sim. Hye Won mengeluh
dengan bibinya yang berlebihan lalu menyuruh Seung Ho makan saja.
Bibi Choi
bertanya bibi Sim mau kemana lalu mengendong Gunbam. Bibi Sim memberitahu kalau
Seoul. Bibi Choi ingin tahu untuk apa. Bibi Sim mengaku hampir tidak menerima
royalti sekarang jadi Untuk terus mencari nafkah merasa harus menulis novel
lagi. Bibi Choi tak percaya mendengarnya.
“Setidaknya
itu yang dikatakan perusahaan penerbitan. Maka itu tidak ada artinya. Tapi kali
ini, aku berpikir untuk mendengarkan mereka. Aku menghabiskan lima tahun biaya
hidup untuk perbaikan.” Keluh Bibi Sim.
“Bagus...
Kurasa memang benar keinginanmu menulis berasal dari kesulitan.” Kata Bibi Choi
“Jangan
langsung menyimpulkan... Entah bagaimana akhirnya. Aku bisa hidup tanpa uang.
Sampai jumpa.” Kata Bibi Sim
“Baiklah,
aku tidak akan langsung menyimpulkan, Bu Sim... Hati-hati di jalan, Bu... Jangan
khawatirkan Gunbam!” ucap Bibi Choi melihat Bibi Sim pergi.
Jang Woo
masuk ke dalam toko memanggil Eun Seob, dan ternyata hanya ada Hey Won lalu
bertanya Di mana Eun Seop. Hey Won menjawab
tidak ada dan bertanya apa yang dibawa Jang Woo. Jang Woo memberitahu Ini
barang yang diminta oleh Eun Seop.
“Biar
kulihat... dan Ini untukmu.” Ucap Jang Woo memberikan kartu nama. Hye Won
melihat nama "Oh Yeong Woo” dan bertanya Apa ini
“Oh Yeong
Woo memintaku memberikan itu kepadamu. Dia memiliki sebuah kafe di Seoul. Dia
memintamu mampir pada musim semi saat kau di Seoul.” Ucap Jang Woo sambil
mengambil minum di kulkas.
“Kenapa
kau pucat sekali? Apa kau pilek?” tanya Jang Woo. Hye Won terbatuk mengaku merasa
agak pilek.
“Saat
ini, pilek bukan main-main. Kamu harus ke rumah sakit. Setidaknya kau harus
minum obat.” Ucap Jang Woo. Hye Won pikir akan segera membaik.
“Kau
tidak akan membaik. Kau harus ke rumah sakit untuk pilek belakangan ini...”
ucap Jang Woo dan temanya memanggil untuk segera pergi.
“Aku
harus pergi. Ke Rumah Sakit, ya. Sampai nanti. Minumlah obat..” kata Jang Woo
bergegas pergi. Hye Won pun mengeratkan syalnya agar tak dingin.
Bibi Sim
menaiki kereta sambil membaca buku "Apa yang mereka katakan saat
putus?" lalu mulai menerawang.
Flash Back
Bibi Sim
datang dan duduk dibangku kereta lalu menyuruh pria yang duduk didepanya agar
pergi saja. Sang pria bingung, Bibi Sim mengeluh menyuruh agar pria itu pergi
saja dan siapa yang menyuruhnya mengikutinya pulang. Sang pria menatap Bibi Sim
menahan rasa sedihnya.
"Apa dia membawakan tasnya
saat mereka pergi?"
“Myeong
Yeo...” kata Pria itu. Bibi Sim kesal meminta agar Cha Yun Taek tak menyebutkan
namanya.
"Kenapa itu harus terjadi pada
malam hari? "Apa mereka berdua terbiasa melihat satu sama lain
menangis?"
“Turun saja di stasiun berikutnya. Aku tidak
tahan melihatmu.” Ucap Bibi Sim sinis. Tuan Cha hanya bisa menangis.
“Jangan
menangis dan turun.” Kata Bibi Sim. Beberapa orang melihat keduanya berpikir
pasangan yang sedang bertengkar.
“Aku...
Aku sangat menyukaimu. Aku sangat mencintaimu.” Ucap Tuan Cha. Bibi Sim
mengeluh dengan cinta yang maksud.
"Kita berlari dengan kecepatan
penuh mencari cinta di suatu tempat di ujung dunia ini. Tapi setelah merelakan
cinta itu, kita kembali ke tempat kita berada dengan semua energi yang terkuras
dari tubuh kita.”
“Aku tidak bisa hidup tanpamu.” Kata Tuan Cha.
Bibi Sim mengeluh meminta agar menghentikan omong kosong itu.
" Meskipun kita menyebutnya
perpisahan, saat kita menghabiskan energi untuk satu orang itu, kita bisa
menyebutnya. Aku memakan wortel yang kamu pilih cinta juga. 'Angin Berembus,
Aku Menyukaimu' esai perjalanan oleh Lee Byung Ryul"
"Toko
Buku Good Night"
Eun Seob
baru saja pulang melihat Hye Won berbaring di atas meja dengan nada sinis
menyuruh menyuruh agar bisa pulang sekarang. Tapi Hye Won hanya diama saja. Eun
Seob akhirnya mendekat dan melihat Hye Won sedang sakit.
Hwi
sedang dirumah mengangkat telp. Eun Seob bertanya apakah ada Ada obat pilek di rumah. Hwi mencari di dalam
laci dan memberitahu kalau ada. Eun Seob pun menyuruh agar membawa itu ke toko
buku. Hwi terlihat bingung.
“Bawa itu
ke toko buku sekarang.” Kata Eun Seob. Hwi memberitahu pertemuan klub buku akan dimulai satu jam
lagi.
“Tidak
bisakah aku membawanya nanti?”kata Hwi. Eun Seob seperti baru menyadarinya.
“Jangan
lupa membawanya nanti.” kata Eun Seob. Hwi ingin menayakan sesuatu tapi Eun
Seob sudah lebih dulu menutup telpnya.
Hwi masih
memegang gagang telp. Tuan Lim pulangmenyapa anaknya. Hwi menceritakan apakah
Ayah tahu yang dikatakan Lim Eun Seop padanya di telepon tadi. Tuan Lim sambil
menonton Tv bertanya apa yang dikatakan Eun Seob.
“Dia
memintaku melakukan sesuatu. Lim Eun Seop memintaku melakukan sesuatu
untuknya.” Ucap Hwi. Tuan Lim mengerti dan seolah tak peduli.
“Dengan
nada yang sangat kejam dan opresif. "Anak nakal. Bawakan obat pilek itu ke
toko buku sekarang!" Seperti inilah suaranya. Dia memintaku melakukan
sesuatu untuknya dan membawakannya obat! Apa Ayah mendengarkanku?” cerita Hwi
melihat ayahnya menonton TV.
“Tentu
saja.” Kata Tuan Lim masih terus menonton. Hwi mengeluh pada ayahnya meminta
agar segera mematikan TV dan mendengarnya.
**
Bersambung
ke Part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar