PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Di sebuah
rumah, hujan deras dengan bunyi petir yang mengelar, lampu pun mati. Dua orang
pria dan wanita bersama, tapi tak terjadi kepanikan. Seorang wanita, bernama
Cha Sung Hwa memastikan kalau Lampunya akan segera menyala. Seorang pria berdiri didepan saklar.
“Suk-hyung, aku sedang memegang kopi.” Ucap Sung Hwa. Suk
Hyung meminta maaf lalu akhirnya lampu menyala.
“Berapa
lama tempat ini kosong? Debunya banyak sekali.” ucap Sung Hwa melihat lampu
akhirnya menyala.
“Tiga
sampai empat tahun?” kata Suk Hyung. Sung Hwa pun mulai mengeluh
“Tempat
ini seperti kelab malam. Lampu itu pasti segera mati.” Kata Sung Hwa melihat
lampu yang mulai kedap kedip
“Ibu,
lampunya mati lagi. Tolong panggilkan teknisi... Oh... Begitu. Berarti dia akan
segera tiba... Baiklah.” Ucap Suk Hyung lalu menutup telpnya.
“Seharusnya
kau juga bertanya apa boleh minum kopi kepada ibumu.” Ejek Sung Hwa
“Katanya
secangkir per hari tak apa.” Kata Suk Hyung. Sung Hwa pun melihat kalau Suk
Hyung belum membuangnya.
“Kenapa
harus dibuang? Omong-omong, apa kau sungguh tak mau?” kata Suk Hyung. Sung Hwa
mengaku tidak .
“Lalu
kenapa kau datang?” tanya Suk Hyung. Sung Hwa menjawab Untuk menemuinya
khawatir.
“Kalau
begitu, kau bisa..” ucap Suk Hyung. Sung Hwa pikir Ik Jun saja cukup dengan nada
menyindir kalau mereka itu tak butuh dirinya.
“Tapi Kami
butuh kau.”kata Suk Hyung. Sung Hwa
menyindir apakah mereka sunggung butuhnya.
“Tidak...
Lagi pula aku tak ada waktu. Aku harus membimbing tesis residenku.” Kata Sung
Hwa
“Tolong
bimbing aku juga.” Ungkap Suk Hyung. Sung Hwa pikir untuk apa lalu bertanya
kalau Suk Hyung yang bertemu Ji-eun. Suk Hyung membenarkan.
“Apa Kau
juga belikan barang yang dia suka?” tanya Sung Hwa. Suk Hyung mengaku
mentraktirnya dan membelikan pengeras suara bluetooth agar dia sering
mendengarkan musik.
“Andai
kau juga sebaik itu kepada teman-temanmu.” Sindir Sung Hwa.
Saat itu
petugas datang sambil mengeluh kalau Lampunya mati lagi. Suk Hyung memberitahu
kalau Tadi berkedip lalu mati lagi. Petugas melihat lalu mengeluh kalau harus
dipasang kabel baru jadi akan coba perbaiki sementara,tapi harus cari yang
lebih ahli jika berulang.
“Baik...
Kamarku bisa dikerjakan besok. Kau tak perlu bekerja larut malam.” Ucap Suk
Hyung. Petugas pun mengucapkanTerima kasih.
“Hati-hati,
Pak... Lepaskan kotak sekringnya dulu, Kau juga bisa tersetrum kalau tak pakai
sarung tangan.” Ucap Sung Hwa melihat petugas menaiki tangga dengan tangan yang
basah.
Saat itu
juga Petugas langsung jatuh pingsan. Sung Hwa langsung mencoba membangunkanya
meminta agar segera menghubungi 119. Suk Hyung pun mencoba menelp. Sung Hwa
memastikan keadaan petugas agar sadar, tapi masih terlihat pingsan.
“Halo..
Alamatku di Jogang-dong 33-1... Ada yang pingsan karena tersetrum... Mohon
segera kemari.” Ucap Suk Hyung menelp ambulane.
“Kau merasa
sesak dan sulit bernapas?” tanya Suk Hwa yang terlihat tenang, sementara
petugas lain terlihat panik.
Akhirnya
petugas ambulance pun datang dengan tandu.
Si pria terlihat sudah mulai sadar. Suk Hwa bertanya pada si pria apakah
tahu keberadanya sekarang. Si petugas dengan lemah pun bisa menganguk. Petugas ambulance meminta agar pasein
berbaring saja Suk Hwa pun menerima telp
dan berkata akan segera kembali.
“Dia
tersetrum tujuh menit lalu, ada luka bakar ringan di tangan kanan, dan diberi
CPR selama dua menit. Detak jantungnya sudah kembali, tapi masih tak stabil.”
Ucap Suk Hwa
“Apa Kau
dokter?” tanya petugas. Suk Hwa membenarkan. Petugas memberitahu Tanda-tanda
vital pasien masih belum stabil.
“Apa kau
bisa ikut dengan kami?” kata Petugas. Suk Hwa menjawab ada panggilan darurat
dan Ada dokter lain yang akan ikut lalu menunjuk ke arah belakang petugas.
Suk Hyung
duduk dengan gugup dalam ambulance. Petugas menanyakan keadaan temanya, Si
teman menganguk dengan alat bantu nafas. Petugas pikir temanya itu beruntung
sekali karena dirumah itu tempat tinggal dokter. Si pria langsung memegang
tangan Suk Hyung.
“Kau bisa
dengar aku, 'kan? Tekanan darah dan detak jantungnya sudah membaik.” Kata Suk
Hyung gugup. Temannya pun menganguk mengerti.
“Tapi kenapa
dia gemetar seperti ini? Apa Kau baik-baik saja?” tanya temanya bingung.
“Dia
hanya kedinginan... Permisi. Tolong nyalakan pemanasnya... Coba Bisa beri tahu
dia? Minta nyalakan pemanas ke level tertinggi.” Kata Suk Hyung. Si pria hanya
bisa melonggo lalu mengetuk pintu supir.
Jam 7
pagi, Ahn Jung Won berbicara dengan temanya
kalau sudah dapat pesan dari Suk-hyung dan menginginkanya. Kim Jun Wan
mengeluh kalau tidak. Jung Won bertanya apakah temanya sudah mendapat pesan
itu. Jun Wan mengaku tidak
“Aku akan
jawab begitu jika dapat... Buang-buang waktu saja. Waktu luangku lebih baik
untuk pacar. Untuk apa aku bertemu kalian?”kata Jun Wan.
“Memang
kau mau bertunangan hari ini? Kenapa rapi sekali hanya untuk bertemu pacarmu?”
ejek Jung Won
“Aku
memesan tempat bagus di pesisir pantai Busan.” Kata Jun Wan. Jung Won menyindir
pasti senang.
“Aku pergi
bekerja, sedangkan kau pergi kencan. Lalu Bagaimana kau pergi ke Busan?” kata
Jung Won
“Dengan
mobil pacarku...Ah.. Itu dia. Menepilah.” Kata Jun Wan. Jung Won melihat pacar
temanya itu masih agak mabuk.
“Itu
karena dia begadang kemarin dan kami segera pergi.” kata Jun Wan. Jung Won
meminta memastikan temanya yang menyetir. Jun Won mengerti lalu pamit pergi.
“Bekerjalah
yang rajin.” Ejek Jun Won. Jung Wan mengumpat kesal.
Jung Won
bertemu dengan seorang pasien wanita, si pasien mengaku Setelah mencari tahu,di
RS Daeseong intususepsi dapat sembuh dengan prosedur non-operasi.Jung Won
menjelaskan Seperti dikatakan sebelumnya.
“Dalam kasus
Bit-na, kemungkinan besar sudah terjadi proses nekrosis sehingga tak ada jalan
lain selain operasi.” Ucap Jung Won.
“Kau
yakin, 'kan? Dia boleh dioperasi?” kata Pasien. Jung Won menegaskan Bukan
"boleh," tapi harus.
“Tapi
kulihat di internet, operasi bisa menghambat pertumbuhan anak.” Jelas Ibu
Pasien.
“Jangan
percaya hal semacam itu. Lebih baik kau segera pergi mengurus administrasi.”
Kata Jung Won. Ibu pasien pun menganguk mengerti.
“Kalau
begitu, kumohon bantu Bit-na...” kata ibu pasien lalu panik karena suara
rekaman terdengar dari ponselnya. Jung Won pun mencoba tak mengubrisnya.
“Apa
sudah ada kamar untuk Bit-na? Tolong tanyakan kembali.” ucap Jung Wan pada
perawat. Sang perawat menganguk mengerti. Ibu pasien pu meminta agar Jung Hwa
membantunya.
Jung Won
menghadapi pasien baru. Perawat meminta
Dong-min agar membuka bajunya sebentar tapi Dong Min menolak. Jung Won hanya
diam saja lalu akhirnya berpaling pada bonek yang dibawa oleh ibu Dong Min.
“Teddy
Bear, kau datang karena sakit perut?.. Biar kuperiksa.” Kata Jung Won. Ibunya
berpura-pura menjadi boneka kalau Perutnya sakit sekali.
“Mari
kita lihat... Setelah kuperiksa kau langsung sembuh. Sekarang tak sakit lagi,
'kan?” kata Jung Won. Boneka pun mengaku sudah sembuh.
“Kalau
begitu, sekarang kita periksa apa perut Ibu juga sakit.” Ucap Jung Won.
“Dokter,
aku sudah sembuh... Tidak terasa sakit sama sekali.” kata Ibu Dong Min
“Kalau
begitu, sekarang giliran siapa? Dong-min mau coba?” kata Jung Won. Dong Min
langsung mengangkat bajunya agar bisa diperiksa. Jung Won pun memuji pasien anak yang pintar
sekali.
Jung Won
sedang ada di lift melihat temanya masuk dengan wajah lesu, Jun Wan masuk lift
dengan wajah sendu. Jung Won mengejek kalau rumah sakit jadi Busan. Jun Wan mengaku tiba di sini
lebih cepat daripada temanya itu.
“Ayo
makan malam bersama.” Kata Jung Won. Jun Wan setuju kalau setelah memperiksa satu pasien.
“Siapa
penanggung jawab kamar 513?” tanya Jun Wan. Si junior tambun mengangkat tangan.
“Siapa
yang piket semalam? Kau? Siapa yang beri penurun panas untuk Kim Suk-hui di
513? Pasti kau.” Kata Jun Wan. Si junior menjawab bukan dirinya.
“Kalau
begitu kau?” tanya Jun Wan. Si pria tambun mengaku Tidak sama sekali bahkan tak pernah melihat
wajahnya.
“Ya, kau
tak pernah melihatnya. Kalian sibuk tidur sampai memberi obat demam tanpa tahu
wajah pasien. Beraninya kalian memberi obat tanpa pertimbangan? Apa Kalian
ingin terkenal? Bilang kalau kalian tak ingin jadi dokter. Jangan buang
waktuku.. Paham?” kata Jun Wan memarahi juniornya.
Keduanya
pun hanya bisa terunduk meminta maaf. Saat itu telp Jun Wan berdering lalu
mengeluh karena tiba-tiba dan mengatakan segera ke sana lalu menyuruh agar ikut
denganya.
Jun Wan
masuk ke ruangan rawat, Dokter lain memberitahu kalau pasien sedang memakai
ECMO, tetapi terjadi edema paru sehingga kami melakukan intubasi da Kini detak
jantung pasien tampak sangat lemah. Jun Wan pikir Kemarin Eun-a baik-baik saja.
“Padahal
dia siap melepas ECMO dan dipindah ke bangsal. Apa Keluarganya sudah tahu?”
tanya Jun Wan. Dokter itu menganguk.
Jun Wan
melihat pasien anak yang didepanya lalu mengajak ibu pasien untuk bicara lalu
memberitahu kalau Fungsi jantung Eun-a memburuk sehingga terjadi edema paru.
Dan ECMO sudah tak cukup membantu.
“Menurutku,
jantung buatan lebih tepat untuk mengurangi tekanan pada ventrikel kirinya. Eun-a
harus dioperasi hari ini atau besok.” Jelas Jun Wan
“Bagaimana
ini? Dokter, saat ini aku tak memiliki biaya untuk operasi. Biaya operasi tak
murah. Bagaimana caranya? Tolong beri aku waktu satu minggu. Aku akan berusaha
mencari biaya operasi apa pun caranya. Kumohon... Eun-a... Selamatkan Eun-a.”
Kata Ibu Pasien memohon dengan wajah kebingungan.
“Tidak
ada waktu... Eun-a harus segera dioperasi... Jika tidak, Eun-a tak selamat.”
Kata Jun Wan. Ibunya pun makin kebingungan.
“Ibu tak
perlu khawatir... Banyak bantuan dari rumah sakit. Eun-a pasti bisa dioperasi.
Bahkan segera.. Dan Kau. Carikan informasinya.” Ucap Jun Wan menyuruh
juniornya. Si dokter tambun hanya diam saja.
“Kenapa
diam? Cepat telepon!” kata Jun Wan kesal. Si pria pun akhirnya keluar dari
ruangan dengan wajah bingung.
Akhirnya
ia masuk ke “GRUP BINCANG BEDAH TORAKOPLASTIK” Lalu memberitahu [GADIS
LIMA TAHUN, DCMP AKU HARUS TELEPON KE MANA? “DCMP: KARDIOMIOPATI DILATASI]
“Jika aku
yang harus mengoperasi dan mencari tahu hal ini, untuk apa kau ada di sini?”
keluh Jun Wan keluar dari ruanga
“Halo.
Aku dokter torakoplastik, Kim Jun-wan. Apa aku bisa menerima bantuan Malaikat
Penolong? Tunggu Sebentar.” Kata Jun Wan memberikan ponselnya pada sang junior.
Juniornya
melihat nama “BAGIAN PELAYANAN SOSIAL” lalu memberitahu kalau ia Lee Suk-hyun.
dokter residen torakoplastik dan bertanya Apa salah satu pasien mereka bisa
menerima dana bantuan karena Pasien harus segera dioperasi jadi Tidak ada waktu
lagi.
“Ya, kami
ingin meminta dana bantuan dari Malaikat Penolong. Usia pasien lima tahun,
butuh operasi pemasangan alat bantu ventrikel.” Ucap Dokter Lee.
Jung Won
masuk ruangan bertanya Jun Wan pesen apa dan menebak kalau pasti Toppoki lagi. Jun Wan sedang
sibuk menelp bertanya Kapan bisa
menerima jawaban dan menyuruh Jung Won agar makan dulu. Jung Won akhirnya membuka mangkuk diatas meja.
“Harusnya
kau pesan hamburger.” Keluh Jung Won melihat toppoki. Jun Wan mengaku kalau itu
level satu jadi tidak pedas dan makan saja.
“Kau
masih belum mengirim pesan?” tanya Jung Won berbicara di telp. Diseberang jalan
memberitahu mereka jadi baru selesai
verifikasi sekarang akan menghubungi.
“Biasanya
jika tak ada halangan akan ditransfer dalam dua atau tiga hari.” Jelas
diseberang telp.
“Baik.
Mohon beri tahu aku kalau sudah ada kabar. Terima kasih.” Kata Jun Wan lalu
menutup telp
Jun Wan
pun berbicara dengan Jung Won kalau toppokinya pasti tak pedas. Jung Won
mengeluh kalau dianggap tak pesa karena harus memeriksa sendiri. Jun Wan
mengeluh tak mau karena menurutnya Buang-buang uang.
“Sepertinya
akan segera ada panggilan. Untung aku pesan tteokbokki, 'kan?” kata Jun Wan
mendengar ambulance.
“ Angkat
saja teleponmu!” kata Jung Won. Jun Wan mengeluh kalau Hari ini sibuk sekali lalu mengangkat
telpnya.
“Ya? Aku
masih di rumah sakit. Aku akan segera pulang. Kau di mana? Aku tak makan apa
pun.” Ucap Jun Wan.
Jung Won
menelp Song Hwa yang menanyakan keberadanya. Song Hwa mengeluh kalau Jung Won
pasti sudah tahu dimana. Jung Won pun ingin tahu akhir pekan ini ke mana. Song
Hwa mengaku adan Kencan karena Dokter Jang bilang ada waktu.
“Kenapa
semua orang kencan?” keluh Jung Won. Song Hwa heran Jun-wan masih belum putus?
“Kali ini
langgeng juga. Kenapa menelepon? Pasti karena Suk Hyung? Aku sudah bilang tak
mau.” Keluh Song Hwa
“Bukan.
Dia cukup dibiarkan saja. Aku ingin meminta bantuanmu secara serius.” Kata Jung
Won.
“Apa Kau
ada masalah?” tanya Song Hwa. Jung Won mengaku tidak tapi merencanakan sesuatu
sejak lama...
“Tidak.
Kuceritakan nanti saja saat bertemu. Pulanglah. Hari ini aku pulang cepat
setelah sekian lama.” Kata Jung Won.
Saat itu
dokter lain datang dengan wajah pank mengejar Jung Won, Jung Won bertanya Ada
apa. Dokter itu memberitahu kalau Tanda vital Min-yeong terus turun. Jung Won
pun menutup telpnya. Dokter memberitahu kalau memberikan larutan garam 100 ml karena
tekanan darahnya terus turun, tapi tak bereaksi.
“Apa Sudah
diberi norepinefrin?” tanya Jung Won. Dokter mengaku sudah tapi tetap tak stabil.
Song Hwa
menutup telp tahu kalau Jung Won juga tak akan bisa pulang hari ini lalu
melihat berita online di komputernya [PENDARAHAN DI OTAK, PRESDIR YULJE TAK
SADARKAN DIRI]
[AHN BYEONG-U
DIKABARKAN KOMA - RUMAH SAKIT YULJE MENJADI MILIK PUTRA KETIGANYA? SEMUA
MENUNGGU SIAPA PEMIMPIN YAYASAN YULJE BERIKUTNYA]
Saat itu
telp dari Kepala, Song Hwa mengaku Tadi
sudah melihat berita. Kepala memberitahu kalau harus berada di samping
Presdir Jadi meminta Song Hwa agar melakukan kraniotomi malam ini pada pasien
darurat perdarahan subdural, dan pasang VP shunt besok. Song Hwa mengerti.
“Tapi apa
kau baik-baik saja?” tanya Song Hwa. Kepala mengaku tidak karena Semua tampak sudah
mempersiapkan diri dan lelah.
Saat itu
dua dokter berjalan dilorong dan masuk ke ruangan VIP, bertemu dengan seorang
wanita lau menyapanya. Si wanita mengaku kabarnya buru dengan nada dingin. Dua
dokter pun meminta maaf. Nyonya Jung So Ra mengaku Tidak perlu meminta maaf
karena hanya berkata jujur.
“Dia
Kepala Rumah Sakit dan Dia Kepala Bagian Saraf.” Kata Tuan Ju Jong So
“Itu tak
penting saat ini. Bagaimanapun, senang bertemu kalian. Apa dia takkan
bertahan?” tanya Nyonya Jung
“Kurasa
takkan mudah. Tapi Kami akan berusaha sebaik mungkin.” Ucap Dokter.
Saat itu
Seorang pria datang. Nyonya Jung langsun menyapa Pengacara Pyun. Pengacara Pyun
langsung bertanya Apa yang terjadi dengan wajah panik lalu meminta izin agar
berbicara dengan Nyonya Jung.
“Pak Ju,
mari kita minum kopi di ruanganku. Kau tak perlu khawatir.” Kata dokter.
Akhirnya
mereka kumpul dalam satu ruangan dengan meminum kopi. Tuan Ju hanya duduk
dibalik meja dengan dua dokter yang saling mengobrol lalu berkomentar
Pemandangan ditempat duduknya sangat indah. Temanya mengeluh kalau masih sempat
melihat pemandangan
“Rumah
sakit terancam jatuh ke tangan anak muda yang tak tahu apa-apa.” Keluh Kepala
rumah sakit.
“Umur 40
tahun tak muda.” Kata Tuan Ju. Kepala Bagian saraf memastikan aklau Rumah sakit mereka sungguh akan diwariskan kepada
anak terakhir Presdir yang dokter
“Tidak
ada wasiat, 'kan?” kata Kepala bagian bedah. Tuan Ju mengatakan Meski ada wasiat Presdir, keputusan tetap dari
pemungutan suara direksi.
“Pak Ju
mungkin saja terpilih, bukan?” tanya Kepala bagian saraf
Pengacara
Pyun bertemu dengan Nyonya Jung kalau harus menghubungi direksi satu demi satu
dan Lebih baik lagi bila Andrea yang melakukannya. Nyonya Jung hanya bisa
menghela nafas, Pengacara Pyun yakin Presdir baik-baik saja, tapi mereka tak
bisa membaca masa depan.
“Setidaknya
kau harus menghubungi Presdir Hwang besok.” Ucap Pengacara Pyun
“Kau
khawatir akan Pak Ju, 'kan?” kata Nyonya Jung.
Kepala
rumah sakit yakin Para direksi dekat dengan Presdir Ahn dan Anggota lain cenderung
mengikuti Presdir Hwang, bahkan Mereka bersahabat selama 30 tahun. Dan Jika istri
Presdir Ahn menghubunginya, semua segera berakhir.
“Padahal
Presdir Ahn sangat hebat. Ternyata dia juga serakah.” Ucap Kepala bagian saraf
“Kau tak
bisa sebut dia serakah karena ini. Dia mendonasikan seluruh hartanya. Aku heran
kenapa kau malah meminta dukungan yayasan? Jabatan di anak perusahaan lain diserahkan
kepada ahli. Kenapa kita... Kupikir aku bisa diuntungkan oleh sepupuku sendiri.”keluh
kepala rumah sakit
“Kita
masih belum tahu. Aku juga harus berusaha keras.” Kata Tuan Ju
Nyonya
Jung mengeluh kalau sudah menelepon mereka tapi belum tiba lalu merasa kalausalah
mendidik anak. Saat itu pintu terbuka, Pengacara memberitahu kalau anaknya
sudah datang. Sementara kepala bagian saraf masuk ke ruangan.
“Pak Ju
ke mana?” tanya Kepala bagian saraf. Kepala RS pikir Tuan Ju pasti pergi ke
kamar istrinya.
“Dia
beruntung sekali tahun ini.” Kata Kepala rumah sakit sambil melemaskan otot
tanganya.
“Omong-omong,
kenapa Presdir mewariskan rumah sakit ke putra bungsunya? Padahal dia punya
tiga putra. Apa semua kakaknya berbuat onar?” kata Kepala bagian saraf heran.
“Pekan depan
hari terakhir kau bekerja? Apa Pulang kampung?” tanya Kepala rumah sakit.
Kepala bagian saraf menganguk dengan senyuman bahagia.
“Kau
sungguh tak peduli dengan masalah duniawi. Anak TK saja tahu masalah ini. Anak
pertamanya sudah cukup sibuk dengan pekerjaannya.” Ucap Kepala rumah sakit.
Saat itu
pintu ruangan diketuk, Anak pertama Tuan Ahn masuk dengan pakaian pendeta
membungkuk menyapa ibunya dan menanyakan keadaanya. Kepala Bagian saraf pun
ingin tahu putra keduanya. Kepala rumah sakit memberitahu kalau ia melayani
orang yang amat penting.
Seorang
pria masuk dengan pakaian pendeta juga, Kepala Bagian saraf pun tahu kalau Tuan
An juga punya putri. Kepala RS mengatakan putrinya pun sama. Seorang biarawati
masuk dengan pakaian hitam menyapa ibunya yang sudah lama tak bertemu.
Sang anak
langsung menangis melihat ayahnya yang tak sadarkan diri. Kepala bagian saraf
pun menduga kalau putri keduanya juga... Seorang wanita masuk dengan pakaian
yang sama dan akhirnya ikut berdua dengan kakak perempuanya.
“Apa Jung
Won pasti datang hari ini? Jangan-jangan dia datang setelah pemakaman ayahnya.”
Ucap Nyonya Jung
“Ibu,
katanya Andrea sudah di lift.” Ucap Kakak pertama. Saat itu seorang pria masuk
ke dalam ruangan
“Kau
datang juga. Kakak-kakakmu sudah di sini.” Ucap ibunya. Sang anak langsung
memeluk ibunya sambil menangis.
“Nak, ibu
ingin bicara sebentar.” Ucap sang ibu pada anak terakhirnya.
Di dalam
lift, Pengacara Pyun bertanya apakah Nyonya Jung sudah bicara dengannya. Nyonya
Jung mengaku sudah. Pengacara Pyun pikir lebih baik menelepon sekarang karena Dia
pebisnis. Jadi, pasti mau terima telepon meski sudah malam.
“Aku
sudah menyuruhnya menelepon. Setidaknya dia anak paling penurut. Dia paling
waras di antara anak-anakku.” Ucap Nyonya Jung
Sementara
di luar seperti terdengar suara kalau telpnya sedang sibuk. Anak pertama Tuan
Ahn mengeluh kalau menelepon lama sekali, lalu seperti berbicara dengan adiknya
yang belum tidur jadi menyuruh masuk dan tidur saja.
“Apa Kau
merokok? Sejak kapan? Memang dokter
boleh merokok? Astaga.” Keluh Anak pertama Tuan Ahn pada sang adik. Saat itu
Nyonya Jung datang dengan pengacara.
“Ibu, dia
merokok.” Ucap Anak pertama Tuan Ahn mengadu. Nyonya Jung mengaku ia sendiri
yang mengajarinya 20 tahun lalu sambil mengeluarkan bungkus rokok juga.
Pengacara
Pyun pun bertanya pada anak Tuan Ahn lain apakah Sudah bicara padanya. Sementara di dalam
mobil, Tuan Ju seperti sedang menerima telp dengan wajah serius lalu meminta
supirnya agar melajukan mobilnya untuk meninggalkan parkiran.
Song Hwa
datang ke rumah sakit dengan sang pacar yang mengantarnya lalu masuk ke dalam PUSAT
ENDOSKOPI GASTROINTESTINAL, PUSAT GASTROENTEROLOGI lalu berganti pakaian
dokter. Banyak pasien yang lalu lalang serta para dokter dan perawat yang
membahas keadaan pasien.
Di depan
ruangan terlihat nama DOKTER BEDAH SARAF, CHAE SONG-HWA. Song Hwa pun meminta
pasien menyeringai lalu bertanya sekarang bagaimana rasanya setelah memegang
dua pipi pasienya. Pasienya mengaku Bila kedua sisi ini dibandingkan maka Dua-duanya
baik.
“Aku
cemas wajahmu akan mati rasa. Tapi ternyata baik-baik saja... Bagus sekali... Obatmu
masih sama seperti sebelumnya. Selanjutnya kita lihat tiga bulan lagi. Terima
kasih sudah datang.” Ucap Song Hwa
“Terima
kasih... Omong-omong, aku punya sesuatu... Ini bukan apa-apa. Hanya buku bagus.
Kuharap Dokter membacanya.” Kata pasien ingin memberikan buku.
“Buku ini
bagus, 'kan? Aku juga punya di rumah. Kau baca ini juga, 'kan?” ucap Song Hwa
pada perawat yang melihat ada selipan amplop. Perawat mengaku sudah membacanya
dan jadi buku favoritnya.
“Oh.. Begitu.
Kau sudah baca buku ini? Suamiku memintaku memberinya kepadamu.” Kata Pasien.
Song Hwa tak peduli hanya meminta pasien agar sampai jumpa tiga bulan lagi.
Pasien
yang lain datang terlihat sudah cukup tua dengan sang anak. Song Hwa
memberitahu kalau hasilnya sudah keluar dan Hasil CT menunjukkan adanya
benjolan, sehingga dilakukan tes MRI tapi Sayangnya, ada kemungkinan tumor
ganas.
“Jadi,
harus diperiksa lewat biopsi. Usiamu sudah lanjut, dan posisi tumor tak bagus.
Jadi, tampaknya sulit untuk dilakukan operasi. Kau pasti merasakan sakit kepala
yang luar biasa sejak lama. Bagaimana kau mampu menahannya?” ucap Song Hwa
“Apa
ibuku akan baik-baik saja jika dioperasi?” kata anaknya panik. Song Hwa
memberitahu Bukan operasi, melainkan
kemoterapi atau radioterapi.
“Sebelumnya
butuh hasil biopsi untuk pastikan diagnosis. Jika dugaanku benar, kau mengalami
glioma. Pada glioma stadium awal, peluang bertahannya tinggi. Meski diobati
dengan radioterapi.” Jelas Song Hwa
“Namun,
bila sudah mencapai stadium akhir kau
harus menjalani kemoterapi dan radioterapi, dengan kemungkinan kambuh tinggi, serta
kemungkinan hidup rendah.” Ungkap Song Hwa.
“Astaga...
Aku Harus bagaimana ini? Ibu... Aku harus apa demi Ibuku yang malang?” kata
Sang anak menangis memeluk ibunya.
“Tidak
apa... Ibu sudah hidup cukup lama.”ungkap sang ibu. Anaknya mengeluh meminta
agar ibunya Jangan bilang begitu.
“Ibumu
masih bisa diobati... Jangan menangis.. Pertama-tama, ibumu harus dirawat dan
menjalani biopsi. Aku akan menjelaskan proses pengobatan setelah hasil tesnya
keluar. Kau harus kuat demi ibumu.” Kata Song Hwa menenangkan keluarga pasien.
Sang anak pun meminta maaf dan sang ibu mengucapkan Terima kasih lalu keluar
dari ruangan.
“Hatiku
merasa buruk. Tapi kau tak merasa tak asing dengan putrinya? Rasanya aku sering
melihatnya.” Komentar Song Hwa.
[PUSAT
MEDIS KANGWOON, ICU ANAK KERETA DORONG DARURAT]
Di sebuah
ranjang, seorang dokter seperti ingin melepaskan infus. Sang ibu mengeluh kalau
kulit anaknya terkelupas lagi padahal Sebelumnya juga lama sembuhnya. Ia pun
berbicara pada Min-yeong karena itu pasti perih jadi akan memarahinya.
“Kulitnya
rentan, dan itu sudah menempel lama. Putriku juga bisa merasakan sakit.” Keluh
sang ibu
“Baik.
Aku akan lebih hati-hati.” Ucap dokter. Sang ibu pun ingn tahu Kapan Dokter Ahn
tiba
“Kulihat
resep obat kemarin berbeda jauh dengan bulan lalu. Kenapa tak ada vitamin K dan
mikronutrien yang biasa diberi setiap Kamis? Selain itu, kenapa kau... menaikkan
pengambilan darah dari 30 ml menjadi 70 ml? Dia sudah kelelahan.” Keluh sang
ibu
“Sebelumnya
sudah kujelaskan... Min-yeong sudah tak...” ucap Dokter dan saat itu Jung Won
datang.
Jung Won
langsung memeriksa Min Yeong dengan menyapanya lebih dulu. Sang ibu langsung
mengeluh kenapa resep obatnya berubah
Lalu kecepatan infus TPN bulan lalu 16 jam dan kenapa sekarang lebih cepat Ia
pun heran hari ini Min-yeong tampak
sulit bernapas.
“Dia juga
sering mengernyit... Kurasa ada yang tak beres.” Ucap sang ibu heran.
“Bu,
Min-yeong tak akan bisa bertahan lebih lama. Mungkin kau sudah dengar dari
Dokter Jo. Kita harus mulai merelakan...” kata Jung Won mencoba agar tetap
tenang.
“Apa
masalahnya? Aku sudah melakukan segalanya. Kemarin dia terlihat baik-baik
saja!” kata Ibu Min Yeong tak terima
“Apa Tanda
vitalnya kemarin baik?” tanya Jung Won. Dokter Jo menjawab Hampir sama seperti hari ini.
“Aku
lebih tahu daripada dokter yang datang sehari satu atau dua kali. Aku ibunya!”
kata Ibu Min Yeong
“Kalau
begitu, hari ini Dokter Jo akan terus mengawasinya. Hubungi aku jika terjadi
sesuatu.” Kata Jung Won. Dokter Jo menganguk mengerti.
Ibu
Min-yeong langsung menyapa anaknya dan meminta maaf karena harus menderita
seperti ini.
***
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar