PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Beberapa
orang terlihat sudah tak sadarkan diri dengan banyak barang dan juga gerobak.
Malaikat muat datang dengan kuda dan pakaian hitam versi joseon. Ma Go juga
datang melihat kalau ternyata Anak kecil. Malaikat pikir orang tuanya sudah menyeberangi Sungai Sanzu.
“Bagaimana
bisa anak sekecil ini bertahan sangat lama?” ucap Ma Go.
“Aku
datang untuk membawanya, tapi terkejut melihat dia masih hidup.” Kata Malaikat.
“Anak
kecil ini berusaha keras untuk tetap hidup. Bagaimana kalau kau mundur saja?”
ucap Ma Go
“Tapi, dia
tak akan bisa bertahan lama.” Ucap Malaikat. Ma Go pikir malaikat tak pernah
tahu... apa yang mungkin terjadi dalam waktu singkat itu.
Saat itu
seorang pria dan juga anaknya berjalan dalam hutan, seperti itu ayah Chan Sung
dan Chan Sung. Chan Sung kecil lalu melihat ada sesuatu di depanya. Sang ayah
binggung lalu mengejar anaknya yang sudah berlari mendekat. Chan Sung ingin
menyentuh orang-orang yang tergeletak didepanya.
“Hei,
kotor. Jangan sentuh apa pun... Orang ini sudah mati. Kelihatannya dari
Goguryeo. Mereka mungkin berkeliaran sesudah negara mereka runtuh dan akhirnya
mati mengenaskan.” Ucap ayah Chan Sung dan ingin melihat sekeliling.
“Ayo kita
naik gerobak...Terima kasih gerobaknya.” Ucap Ayah Chan Sung, tapi Chan Sung
menatap anak di depanya.
“Dia
bergerak.” Teriak Chan Sung dan melihat si anak akhirnya membuka matanya, Chan
Sung memastikan kalau anak wanita itu bisa melihatnya.
“Kau
masih hidup rupanya.” Ucap Chan Sung akhirnya bisa melihat si anak bisa membuka
lebar matanya.
Keduanya
duduk bersama didepan gerobak, Chan Sung memberikan minum lalu meminta agar
Jangan bersedih karena ia yakin orang tua si anak wanita sudah ada di
Sanggarloka Bulan, karena ia tahu dari Nenek penjual obat yang mengatakanya.
“Ada
tempat yang disebut Sanggarloka Bulan di hutan belantara. Itu adalah tempat
orang mati beristirahat sebelum pergi ke Alam Baka. Siapa namamu?” tanya Chan
Sung
“Man
Wool... Bulan... Artinya "bulan purnama".” Kata Man Wool. Chan Sung berkomentar itu Cantik sekali lalu menuliskan nama Man
Wool di tangan anak kecil yang terlihat cantik. Keduanya pun berteman semenjak
itu.
“Pernahkah
Kita bertemu di kehidupan masa lalu? Aku manusia dari 1.300 tahun lalu. Aku
penasaran bagaimana kita bisa bertemu.” Ucap Man Wool sambil mengenggam erat
tangan Chan Sung
“ Kadang,
butuh 1.300 tahun untuk dua orang saling bertemu. Butuh waktu yang sangat lama
bagi kita untuk dapat melihat cahaya bintang. Nebula Orion berjarak 1.300 tahun
cahaya dari Bumi. Yang artinya dibutuhkan 1.300 tahun untuk dapat melihatnya
dengan mata kepala kita.” Kata Chan Sung
“Begitukah?
Lalu Ada di mana bintang itu?” tanya Man Wool. Chan Sung menjawab Hanya bisa dilihat selama musim dingin dan tak
bisa dilihat sekarang. Man Wool terdiam menendengar musim dingin.
Flash back
“Mulai
dari bulan purnama berikutnya, energi bulan akan ditarik dari tempat ini. Kedepannya,
kau tak akan mendapatkan tamu baru.” Ucap Ma Go
“Terdengar
kau menyuruhku menutup hotel.” Komentar Man Wool. Ma Go memberitahu Sangkarloka
Bulan Man Wool hanya akan ada sampai bulan purnama berikutnya.
“Sayang
sekali hanya bisa dilihat pada musim dingin.. Chan Sung, selain bintang itu, adakah
yang bisa kita lihat sekarang?” ucap Man Wool seperti ingin mengoda.
“Itu...
Entahlah... Aku tak terlalu pandai astronomi.” Ucap Chan Sung yang
menanggapinya dengan serius.
“Hei
lulusan Harvard bodoh... Tunjuk saja salah satu bintang yang ada di langit. Kau
pikir aku akan bilang "bukan" dan mengoreksimu? Aku akan mengatakkan "Ah
sungguh?" apa aku akan seperti itu... Haruskah begitu?” ucap Man Wool
kesal
“Ayo lihat
di mana. Aku harus memilih yang indah, berkilau sehingga kau akan menyukainya.”
Kata Chan Sung, Man Wool kesal merasa tak perlu karena menurutnya sudah
terlambat.
“Sebenarnya
ada satu. Bintang yang bisa kau lihat sesudah berumur 1.300 tahun. Koo Chan
Sung... Aku bintangmu yang mempesona.” Ucap Chan Sung bangga
“Baiklah.
Kau pun sudah cukup. Aku tak butuh bintang yang hanya bisa dilihat pada musim
dingin. Karena aku bisa melihatmu... Astaga, Ku Chan Sungku... Kau berkilauan.”
Goda Man Wool memegang wajah Chan Sung
“Aku
benar-benar terpesona... Astaga, Man Woolku... Kau tampak sangat terang seperti
bulan purnama.” Komentar Chan Sung membalas juga dengan memegang erat pipi Man
Wool. Man Wool mengeluh mendengar"Bulan purnama"
“Sebenarnya,
aku akan memanggilmu jimat keberuntunganku. Kau berhak mendapat julukan itu karena
kau sudah jauh lebih baik.” Kata Chan Sung
“Bukankah
kau memanggilku "Sup Babi Beras" dulu?” keluh Man Wool. Chan Sung
pikir Man Wool bilang tak apa
bereinkarnasi menjadi mie ayam.
“Bagaimana
jika sungguh terjadi?” ucap Man Wool. Chan Sung merasa tak masalah karena akan menjadi sayurannya.
“Sungguh?..
Kau bilang akan menjadi sayuran... Kau sudah berjanji.” Ucap Ma Wool terus memegang
wajah Chan Sung.
“Ya, aku
akan benar-benar menjadi sayuran.” Kata Chan Sung. Keduanya tertawa dan
akhirnya kembali saling berpelukan dibawah sinar bulan.
Nyonya
Choi pergi ke bar, bertanya pada pelayan Apa Tuan Kim pergi ke suatu tempat. Pelayan menjawab Tuan
Kim pergi sesudah mengobrol dengan para tamu. Nyonya Choi bingung kemana
sebenarnya Tuan Kim.
Sementara
Tuan Kim terlihat kebingungan dan malu, teringat kemblai ucapan si pria tua itu
“Novel baruku akan dirilis. Berceritakan tentang seorang cendikiawan cabul, Kim
Si Ik yang pengangkatannya dibatalkan meskipun lulus ujian negara.”
“Aku
harus pergi sebelum menghadapi penghinaan seperti itu. Aku harus pergi.” ucap
Tuan Kim frustasi dan akan ke terowongan.
Tapi ia
teringat yang dikatakan Hyun Joong, “Kita harus mengucapkan salam perpisahhan
saat pergi. Berjanjilah, kau tak akan pergi tanpa berpamitan.” Dan sudah
melingkarkan jarinya. Tuan Kim hanya bisa terdiam.
Nyonya
Choi datang menemui Man Wool kalau tak
melihat Tuan di mana pun. Man Wool pikir mungkin bersama Hyun Joong. Nyonya
Choi mengaku Tidak. sudah mencari di sekitaran hotel tapi tetap tak ada. Chan
Sung pikir Mungkin dia keluar.
“Dia
jarang keluar hotel. Bahkan saat keluar, dia tak pernah sendirian. Dia masih
seperti orang yang hidup di era Joseon.” Ucap Man Wool
“Rupanya,
dia meninggalkan bar terlihat khawatir di tengah obrolan dengan beberapa tamu
mengenai cendekiawan yang lulus ujian negara.” Cerita Nyonya Choi
“Cendekiawan
yang lulus ujian negara?” kata Man Wool mulai tegang. Nyonya Choi pikir Man
Wool tahu situasinya.
“Kebetulan,
apa namanya Kim Si Ik saat dia masih hidup?” tanya Nyonya Choi
“Siapa
tamu yang berbicara buruk tentang Tuan Kim ?” kata Man Wool marah.
Si pria
tua akhirnya bertemu dengan Man Wool dan Chan Sung mengaku mati sebelum bisa menerbitkan buku yang ditulis
tentang cendekiawan, Kim Si Ik. Man Wool tahu kalau novel itu mengolok-olok Kim
Si Ik dengan nada sinis.
“Novel
itu adalah fiksi yang kutulis berdasarkan penelitian.” Ucap si pria yakin.
“Jadi, apa
novel itu akan dirilis?” tanya Man Wool. Si pria mengaku sudah mengirim naskah itu ke penerbitnya.
“Mereka
akan menerbitkannya sebagai karya anumertaku.” Ucap Si pria.
“Siapa
penerbit bodohnya? Dan berapa banyak orang yang sudah membacanya?” tanya Man
Wool
“Aku
masih menulis dengan tulisan tangan, jadi hanya ada satu manuskrip. Aku yakin
kepala redaksi adalah satu-satunya yang membacanya.” Kata Si kakek. Man Wool
pikir harus menemukan penerbit.
Di sebuah
penerbit, seorang pria melihat naskah didepanya sambil mengeluh Tulisan
tangannya masih sangat buruk, membuat matanya sakit. Terlihat naskah yang
dibawa "Cendekiawan Cabul, Kim Si Ik" lalu tiba-tiba terdengar ruangan
jadi sangat dingin.
“Apa AC
menyala?” kata si pria merasakan ruangan jadi ingin, saat itu ternyata Tuan Kim
datang.
“Aku
bukan seorang cendikiawan cabul. Ini Tak adil.” Gumam Tuan Kim seperti sangat
marah.
Chan Sung
dan Man Wool turun dari mobil berjalan denga cepat. Man Wool memberitahu
rencana yaitu Pertama, sogok untuk membeli naskah darinya lalu Tawarkan padanya
semua uang dari penjualan kuda jadi pasti akan menerimanya.
“Tapi aku
khawatir Tuan Kim mungkin akan menyebabkan masalah. Jika dia melakukan sesuatu
yang membahayakan manusia, Malaikat Maut tak akan membiarkannya.” Kata Chan
Sung merasa tak enak hati.
“Tuan Kim
adalah bangau. Apa Kau pernah melihat bangau menyerang manusia? Dia tak bisa
menyakiti siapa pun.” Ucap Man Wool yakin
“Walaupun
begitu, dia sudah memendam dendam selama 500 tahun.” Kata Chan Sung
“Bangau
memastikan bulu mereka tetap seputih salju bahkan saat berdiri di lumpur. Tuan Kim
menunggu 500 tahun untuk membersihkan namanya.” Ucap Man Wool yakin.
Si kepala
penerbit akan mencuci wajahnya, tapi saat itu tiba-tiba melihat bayangan
didepan cermin, lalu berusaha melihat untuk memastikan. Saat menengok dan
melihat Tuan Kim ada dibelakangnya, wajahnya panik dan langsung berteriak
ketakutan.
“Aku Kim
Si Ik.... Aku tak cabul.” Ucap Tuan Kim seperti hantu-hantu lainya.
“Aku
terlalu menakutkan. Aku hanya ingin memastikan buku itu tak diterbitkan. Haruskah
aku bersikap baik padanya?” kata Tuan Kim binggung.
Si pria
berlari masuk ke dalam ruangan dengan wajah panik emebritahu melihat hantu dan
barusan melihat Kim Si Ik yang sudah mati. Semua seperti tak percaya kalau pria
itu bertemu dengan hantu. Tapi satu pegawai seperti berpikiran berbeda.
“Kau
melihat hantunya? Artinya buku itu akan menjadi populer!” teriak si pria.
Pegawai yang lain pun ikut bahagia merasa akan mendapatkan jackpot.
“Aku
benar-benar takut.” Ucap si pria. Tapi pegawai lain berpikir kalau ketua
sedang Mimpi keberuntungan.
“Itu
bukan mimpi... Aku benar-benar melihatnya” keluh si ketua. Pegawai tak peduli
malah mengajak untuk Makan malam tim yang menyenangkan. Wajah Tuan Kim makin
sedih karena caranya gagal.
Tuan Kim
berjalan dengan wajah sedih, Man Wool
dan Chan Sung melihat Tuan Kim keluar. Tuan Kim kaget melihat keduanya datang
berpikir tahu Tuan Kim datang ke sini. Man Wool menyuruh Tuan Kim untuk kembali
ke hotel dulu.
“Aku tak
bisa kembali ke hotel karena terlalu malu. Aku akan naik bus saja dan pergi ke
Alam Baka.” Ucap Tuan Kim malu
“Kenapa
kau ini Tuan Kim ? Kau adalah andalan hotel kami, dan kau adalah bangau
bermartabat. Bangau tak menundukan kepalanya. Angkat kepalamu tinggi-tinggi.”
Ucap Man Wool menahan kepala Tuan Kim agar tak tertunduk.
“Bagaimanapun
caranya, Aku akan mendapatkan manuskrip dari penerbit.” Kata Chan Sung
menyakinkan. Tuan Kim kembali ingin menundukan kepala, tapi Man Wool sudah
menahan agar tak malu.
Tuan Kim
sudah duduk di atas kasur, Man Wool
pikir Karena menolak kembali ke hotel,
maka bisa tinggal di kamar Chan Sung. Tuan Kim mengucapkan terimakasih. Chan Sung memberitahu kalau Hanya kepala
redaksi yang membaca naskahnya, bahkan tak sampai selesai.
“Aku
membujuknya karena penulisnya sangat terkenal.” Jelas Chan Sung. Tuan Kim ingin
tahu cara membujuknya.
“Aku bilang
kepadanya bahwa Kim Si Ik adalah leluhurku.” Kata Chan Sung
“Chan
Sung berbohong padanya bahwa dia adalah keturunanmu, dan aku sudah menghabiskan
banyak uang.” Keluh Man Wool. Tuan Kim pun mengucapkan Terima kasih banyak.
"Cendekiawan
Cabul, Kim Si Ik"? Sepertinya aku tak akan pernah bisa membersihkan
namaku.” Ucap Tuan Kim bergetar melihat judul naskah.
“Jika tak
benar, jelaskan dan buktikan kebersihanmu. Bisakah kau beri tahu apa yang
terjadi?” ucap Chan Sung.
“Semua
orang memanggilku jenius karena aku lulus ujian negara tiga tahunan pada usia
yang sangat muda. Namun, aku gagal ujian PNS setiap tahun.” Cerita Tuan Kim
Flash Back
“Sesudah
berusia 40 tahun, aku meninggalkan kampung halaman dan menetap di Hanyang. Kemudian
aku hanya fokus belajar untuk ujian. Menyaksikan cara orang lain hidup adalah
satu-satunya hal yang memberiku kegembiraan, sambil belajar sangat keras, yang
kadang membuatku merasa kesepian.” Cerita Tuan Kim duduk di sebuah tempat
belajar.
“Aku
melihat seorang pemudi merawat ayahnya yang buta, dan aku juga melihat kakak
beradik yang keluarganya selalu bertengkar.” Cerita Tuan Kim mengamati kesekeliling.
“Indahnya
melihat muda-mudi jatuh cinta dengan mengabaikan status sosial mereka. Jika
bosan membaca buku, aku menulis cerita berdasarkan apa yang kulihat di jalan.”
Kata Tuan Kim melihat bangsawan dan juga orang biasa berkencan.
Tuan Kim
pun menuliskan cerita tentang yang dilihatnya, salah satu pria berkomentar
kalau ceritanya ini sangat menyedihkan karena
yang terjadi selanjutnya.
“Tentu
saja, saat itu, untuk para cendikiawan menulis cerita selain dalam karakter
Cina dianggap tak konvensional. Namun, cerita yang kutulis tak merendahkan sama
sekali.” akui Tuan Kim
“Tunggu,
kau menulis cerita tentang putri yang berbakti, wanita yang setia, dan kakak
beradik...” ucap Chan Sung tak percaya
“ Sim
Cheong, Chun Hyang, Heung Bu, dan Nol Bu? Apa Kau menulis semua cerita itu?”
tanya Man Wool
“Penulis
kisah-kisah ini tak dikenal di dunia ini.” Keluh Tuan Kim, Chan Sung pikir Jika
benar, Tuan Kim adalah Shakespeare dari Dinasti Joseon.
“Tapi
kisah-kisah itu menghancurkan hidupku saat hidupku berada di puncak.” Cerita
Tuan Kim sedih
Anak buah
Tuan Kim mengucapkan selamat karena akan kembali dengan gemilang. Wajah Tuan
Kim pun terlihat bahagia, tiba-tiba beberapa pria datang memberitahu kalau
Janji temu Tuan Kim akan dibatalkan. Tuan Kim binggung karena sudah bersiap
menyambutnya.
“Setahuku
kau yang menulis cerita-cerita ini. Kau sebut dirimu seorang cendikiawan.
Beraninya kau menulis cerita tentang kehidupan rendahan rakyat jelata? Melihat
kau yang menulis cerita ini, merupakan penghinaan bagi sesama cendikiawan.”
Ucap si pria marah
“Setiap
cendikiawan akan memastikan orang cabul sepertimu tak bergelar tegas si pria
melempar buku Tuan Kim.
“Aku
hanya menulis cerita tentang kehidupan rakyat Bagaimana bisa kau menyebut cerita
ini merendahkan?” kata Tuan Kim binggung.
“Cerita
tentang pasangan yang berzina. Cerita tentang kakak beradik yang hancur. Cerita
yang membingungkan melalui imajinasi yang absurd. Bagaimana bisa cendikiawan membuat
cerita semacam itu?” kata si pria dan akhirnya Tuan Kim dilempar buku. Anak
buah Tuan Kim binggung melihat majikanya terlihat kasihan.
“Kim Si
Ik... Jika kau tahu apa artinya dihina, jangan pernah mengangkat kepala.”
Teriak Si pria. Tuan Kim hanya bisa tertunduk.
“Karena petisi dari cendikiawan
lain, gelarku dicabut. Putra keluarga yang kuat mengambil posisiku. Ayahku yang
berada di kampung halaman merasa terhina, dia menolak makan dan berakhir
meninggal.”
Tuan Kim
hanya diam saja dalam rumahnya sendirian, seperti frustasi melihat bukunya. Ia
lalu terlihat seperti meninggal karena malu dan frustasi.
“Aku tak memiliki keberanian untuk
menghadapi istri yang sudah mendukungku. Karena tak bisa kembali ke kampung
halamanku atau tinggal di sana, aku meninggal sendirian merasa tersesat di
dunia ini.”
Tuan Kim
hanya bisa menangis mengaku merasa sangat bersalah, Chan Sung melihat Tuan Kim
hanya bisa diam saja.
Man Wool
dkk akhirnya berkumpul bersama, Chan Sung memberitahu Awalnya Tuan Kim menunggu cerita memalukannya
menghilang dari dunia ini. Tapi orang-orang mengangkat ceritanya dan ceritanya
semakin menyebar.
“Semua
orang di dunia ini tahu cerita Chun Hyang dan Sim Cheong.” Ucap Hyun Joong
"Aku yakin sebagian dirinya merasa berharap. Dia
bisa membersihkan penghinaannya dan merasakan kebanggaan.” Kata Nyonya Choi.
“Namun,
tak ada bukti. Kalian, Apa bisa mempercayai semua yang dia katakan? Tak heran
kenapa seseorang menulis buku tentang dia. Orang-orang tak tahu tentang cerita
yang ditulisnya. Dia hanya menjadi cendikiawan cabul yang didiskualifikasi pada
akhirnya karena dia menulis cerita buruk.” Kata Man Wool
“Aku akan
membaca setiap halaman naskah ini.” Ucap Chan Sung, Nyonya Choi ingin tahu
keadaan Tuan Kim
“Dia akan
tinggal di kamarku untuk saat ini.” Ucap Chan Sung lalu teringat dengan Sanchez.
Sanchez
terlihat kaget melihat Tuan Kim di kamar Chan Sung. Tuan Kim mengaku ingat pernah melihatnya saat makan
malam kemarin, Chan Sung bertanya Apa
yang membawanya kemari. Tuan Kim mengaku
punya masalah, jadi akan tinggal di kamar Chan Sung sementara.
“Oh
begitu... Lalu, apa dia juga bekerja di hotel?” tanya Sanchez melihat pria
berbaju hitam.
“Dia
adalah Malaikat Maut. Dia bukan orang yang mudah ditemui jika kau masih hidup.
Ayo Berilah salam.” Ucap Tuan Kim. Sanchez terlihat kaget dan ketakutan.
“Tapi dia
tak di sini karena punya urusan denganku, 'kan?” tanya Sanchez panik.
“Tidak...
Aku di sini untuk menghibur teman lamaku.” Kata Malaikat mengangkat botol
birnya.
“Malaikat
Maut membelikanku bir.. Maukah kau bergabung dengan kami?” tanya Tuan Kim.
Sanchez yang ketakutan memilih untuk menolaknya.
“Biarkanlah
aku tinggal sementara.” Kata Tuan Kim, Sanchez setuju dan akan pergi tapi
Malaikat memanggilnya.
“Karena aku
tak punya cemilan untuk bir, aku memetik kurma di halamanmu. Jika kita bertemu
di masa depan, maka aku akan membayarnya.” Kata Malaikat. Sanchez menganguk
mengerti.
“Ada
kacang. Mau kubawakan kacang? Tunggu Sebentar.” Ucap Chan Sung bergegas keluar
kamar.
Akhirnya
naskah ada diatas maje, Si penulis mengaku tak tahu apa yang terjadi pada Kim
Si Ik dan Sangat disayangkan, tapi tak ingin melawan dendam berusia 500 tahun
untuk menerbitkan buku jadi akan menyingkirkannya.
“Akan
memalukan untuk menghancurkannya seperti ini.Manajerku membaca setiap halaman
novel. Dia bilang, ceritanya cukup menarik. Jika kuabaikan bagian cendikiawan
cabul, karakter cendikiawan akan berubah cukup menarik.” Ucap Man Wool
“Cendikiawan
berpikiran luhur yang tak terlibat dalam konflik antara dua faksi utama. Cendikiawan
romantis yang akan menulis kepada istrinya yang menunggu di kampung halamannya
sebulan sekali.” jelas Chan Sung
“Aku
melakukan penelitian dan Itu yang dia lakukan.” Ucap Penulis
“Karena
itu, "Kim Si Ik memutuskan tidak bergabung dengan kelompok sosial untuk
mendapatkan kekuasaan. Sebagai orang dari luar kelompok, Dia menuruntukan
dirinya dalam cerita-cerita cabul dan erotis." Ayo kita ubah bagian ini.”
Cerita Man Wool
"Kisah
cerita yang ditulis dalam alfabet Korea dengan penulis yang tak dikenal sebenarnya
ditulis oleh cendikiawan, Kim Si Ik." Kau tak akan dapat menulis ini
sebagai buku sejarah, tapi akan membuat tema yang sangat menarik untuk sebuah
novel.” Ucap Chan Sung
“Benar...
"Shin Yun Bok adalah seorang wanita." Ada buku dengan tema itu juga. Dalam
novel, semuanya mungkin.” Kata penulis.
“Kalau
begitu, mari seperti itu. Cendikiawan paling romantis di Dinasti Joseon dan
pembuat cerita terbaik yang sama luhurnya dengan bangau. Kim Si Ik.” Kata Man
Wool dan Chan Sung pun setuju
"Bangau"?
Judul ini baru saja terlintas di benakku. Novel yang indah ini akan mengikuti
karya agungku, "Bangau yang Indah". Disebut "Lagu Bangau".
Kata Pria. Chan Sung dan Man Wool langsung tepuk tangan mendengar "Lagu Bangau" dan mengajak untuk menyanyikan
lagu itu.
Man Wool
meminta Penulis agar segera menulisan cerita yang bagus lalu memberikan pena.
Tapi saat itu si penulis langsung tak sadarkan diri, Man Wool bingung kenapa
penulis jadi tak sadarkan diri lalu berteriak agar bangun dan harus memulai "Lagu
Bangau"!
“Ini adalah
gejala populer dari orang yang meninggal karena terlalu banyak bekerja. Aku
lupa menyebutkan bahwa dia pingsan dalam 30 detik sesudah memegang pulpennya.”
Jelas Nyonya Choi
“Apa?
Jika dia terus pingsan setiap 30 detik, kapan dia akan menyelesaikan novelnya?”
ucap Man Wool
“Kita
harus mendapat bantuan dari penulis
lain” ucap Chan Sung, Man Wool bingung siapa Penulis lain.
“Ada
seorang novelis yang ingin bekerja keras, tapi tak bisa sebelum dia meninggal.”
Ucap Chan Sung yakin dengan senyuman.
Nyonya
Choi bertemu dengan pria penulis yang selalu meminta kopi, lalu memuji kalau
turlisanya luar biasa setela mengamatinya, Tapi belum memutuskan tentang apa
yang harus ditulis.
“Kami
memiliki topik yang hebat dan juga guru yang luar biasa. Maukah kau...
menyelesaikan novel?” ucap Chan Sung
Tuan Kim
pun mengetahui kalau akan tetap menjadi karakter dalam cerita fiksi. Man Wool
menjelaskan Dalam catatan tersebut, Kim Si Ik dikenal sebagai yang
didiskualifikasi karena menulis cerita vulgardan Hanya ada satu baris.
“Itu tak
akan hilang bahkan jika kau menunggu selama 500 tahun.” Ucap Man Wool. Tuan Kim
mengerti.
“Tapi,
kau adalah suami penyayang dan cendikiawan luhur bukanlah fiksi. Tersisa di
dunia ini dalam sebuah novel bukan masalah buruk bagiku.” Ucap Man Wool. Tuan
Kim seperti tak yakin.
“Selain
itu, ini novel. Karena kita berada di dalamnya, katakanlah dia tinggi dan
sangat tampan. Bagaimana mereka tahu? Adakah orang yang mirip denganmu?” ucap
Man Wool
“Ada
seorang pria yang kupikir menyerupaiku.” Kata Tuan Kim,Man Wool ingin tahu
siapa orangnya.
“Orang-orang
muda memanggilnya Mr. Hip.” Kata Tuan Kim. Man Wool tak percaya kalau Tuan Kim
dianggap mirip So Ji Sub.
“Yah... Kau
pasti mirip dengan dia!” ejek Man Wool, Tuan Kim miringkan wajahnya mengaku
mirip dari samping.
“Astaga,
kau benar... Berbaliklah sedikit lagi... Terus berputar. Bagian belakang rambutmu
hitam pekat seperti miliknya.” Ejek Man Woo lalu memuji Tuan Kim adalah pria
yang gagah dan tampan. Tuan Kim hanya bisa tersenyum.
Si pria
akhirnya saling berkerja sama menuliskan cerita, Man Wool dan Chan Sung membaca
buku yang ditulis lalu mengaku tak tahu dia bisa melakukan seni bela diri. Tuan
Kim memuji Man Wool terdengar sangat keren.
“Astaga,
si penulis terlalu membuat dia romantis. Ini akan menjadi populer.” Komentar
Man Wool. Hyun Joong datang memberitahu Bagian
terakhir selesai.
Mereka
pun membaca dan berkomentar ceritanya bagus, Tuan Kim menelp Pemimpin Redaksi
Kim kalau Ada konsep buku yang diterima dari penulis pemula jadi meminta agar
Periksa rak kedua dari rak buku di ruang kerjanya.
“Cerita
ini tentang seorang cendikiawan Kim Si Ik di Dinasti Joseon dan nama penulisnya
adalah Bae Sung Hoon.” Ucap si pria.
Tuan Bae yang mendengarnya terlihat bahagia.
Akhirny
buku pun di terbitkan dan terlihat di toko buku berjudul “Lagu Bangau” Tuan Kim
dan dua penulis terlihat bahagia.
“Buku-buku
sudah diterbitkan dan dua penulis kita pergi dengan senyum di wajah mereka. Aku
membuat koktail ini sebagai tanda terima kasihku, mohon nikmatilah.” Ucap Tuan
Kim, semua minum kecuali Man Wool
“Aku
bilang aku tak suka Tears.” Keluh Man Wool. Tuan Kim pikir Tetap saja, ini untuk acara istimewa jadi memohon nikmatilah.
“Arti Tears
apa kali ini?” tanya Chan Sung, Tuan Kim menjawab Menangis karena perpisahan.
“Aku, Kim
Si Ik, cendikiawan Joseon, sudah menghapus rasa maluku. Dengan air mata yang
melambangkan keenggananku untuk pergi, kini akan menuju Alam Baka.” Kata Tuan
Kim. Hyun Joong yang mendengarnya tak percaya.
“Kita
akan membasuh air mata kita dengan minuman ini dan mengucapkan salam perpisahan.
Terimakasih untuk semuanya..” Kata Tuan Kim menahan tangisnya lalu ikut minum.
Tuan Kim
sudah ada didepan terowongan, mengucapkan
terima kasih atas semua kerja keras mereka dan meminta maaf karena pergi
duluan lalu menjabat tangan Nyonya Choi. Hyun Joong tak bisa menahan tangisnya
langsung memeluk erat Tuan Kim
“Sudah 70
tahun, tapi kau masih seperti bayi.” Ejek Tuan Kim, Hyun Joong seperti tak mau
melepaskan pelukan Tuan Kim.
“Selamat
tinggal, Tuan Kim” kata Chan Sung lalu saling membungkuk. Tuan Kim menatap Man
Wool yang cemberut tapi akhirnya tetap memberikan senyuman lalu naik ke dalam
mobil.
Nyonya
Choi melambaikan tangan, malaikat pun mengantarnya. Man Wool terlihat masih
sinis melihat Tuan Kim yang pergi lebih dulu.
Man Wool
dalam ruang kerjanya, membaca surat yang ditulisakn Tuan Kim.
“Ketua
Jang.. Terima kasih sudah merahasiakan namaku dan membiarkanku diingat sebagai
seorang cendikiawan yang sama misteriusnya dengan bangau. Ini adalah air mata
yang kuberikan padamu sebagai rasa terima kasihku. Aku berharap, bisa
menghangatkan dari< bulanmu yang dingin.”
Man Wool
melihat gelas diatas meja yang tertulis namanya, lalu mulai minum walaupun tak
suka. Setelah itu ia menangis histeris, Chan Sung pun menenangkanya.
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar