PS : All images credit and content copyright : KBS
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Hoo Ja
sedang bermain biliard sambil berbicara di telp mengakutidak hanya asal bicara
dan sudah banyak memikirkannya. Sek Park merasa kalau itu tidak benar dan ini
bukan pemilihan ketua kelas tapi Anggota Majelis. Hoo Ja mengaku tidak ingin
pecundang mendominasinya.
“Aku
ingin mencoba mendominasi para berandal dalam politik. Itu sebabnya. Semua itu
bagian dari sebuah rencana.” Ucap Hoo Ja
“Rencana
apa?” teriak Sek Park, Hoo Ja mengeluh kalau Sek Park itu terlalu berisik. Sek Park meminta maaf.
“Jika kau
terus meminta maaf, itu akan menjadi kebiasaan.... Hati-hati.... Baik. Akan
kuberi tahu karena kita sedang membahasnya... Rencanaku adalah...” ucap Hoo Ja.
“Ya. Itu
lumayan bagus, walaupun berisiko...” komenta Sek Park. Hoo Ja tahu kalau Lumayan
bagus walaupun berisiko sambil menyodok bola.
“Aku akan
bertindak begitu kau memberi tanda. Dan...” kata Sek Park dan Hoo Ja menyuruh
seseorang masuk ruanganya.
“Ini yang
kuselidiki tentang Detektif Kim Mi Young.” ucap Sek Park memberikan berkas.
“Adik
bungsuku sangat cepat.... Apa kau tidur?” komentar Hoo Ja. Sek Park pikir harus
bekerja keras dan Hoo Ja sudah memberikan pekerjaan ini.
“Tentu,
bekerja keras... Kau menyia-nyiakan bakatmu karena Ayah.” Komentar Hoo Ja lalu
melihat berkas ditanganya.
“Omong-omong,
Kim Mi Young adalah istri Yang Jung Gook?” ucap Hoo Ja.
“Ya. Aku
sudah memeriksa dengan saksama dan mengonfirmasinya. Kedua orang tuanya
meninggal.” Ucap Sek Park.
“Dia suka
berpesta saat bersekolah.” Ucap Hoo Ja melihat biodata Mi Young.
Flash Back
Nyonya Kim berbicara memberitahu saat mereka kembali
ke sekolah dan berinteraksi dengan teman-temanm maka akan membuat janji yang
serius. Mi Young terlihat menjadi pelajar yang nakal. Nyonya Kim melihat Mi
Young langsung mendekat.
“Dia menyerang murid lain dan
bertemu dengan Kepala Polisi Seowon saat dihukum.”
Nyonya
Kim melihat Mi Young langsung menendang kakinya. Mi Young mengumpat kesal.
Nyonya Kim bertanya apakah Mi Young tidak ingin berada di sini.
Hoo Ja
mengetahui cerita Mi Young ingin tahu apa yang terjadi pada istri dari Jung
Kook. Terlihat Mi Young yang sudah babak belur oleh Nyonya Kim dan bisa
mengendalikanya.
“Dia
dibuat tersadar secara paksa. Keesokan harinya, dia meminta maaf kepada
korbannya. Dia giat belajar untuk menjadi polisi. Jadi, dia masuk Akademi
Kepolisian dan bekerja di Kejahatan Berat selama beberapa tahun, lalu pindah ke
Sekolah Pendidikan Kekerasan setelah menikahi Yang Jung Gook.” Jelas Sek Park
“Dia pindah
ke Kejahatan Intelektual bulan lalu.” Ucap Hoo Ja. Sek Park membenarkan.
“Jadi, dia
tidak tahu suaminya penipu.” Ucap Hoo Ja. Sek Park pikir Mi Young tidak tahu.
“Baik.
Bagus... Tidurlah. Kau akan sibuk malam ini... Aku menyadarkan Mi Young.” ucap
Hoo Ja kembali menyodok bola dan masuk ke dalam lubang.
Nyonya Kim
dan Sang Jin makan bersama dengan Mi Young serta Jung Kook. Nyonya Kim membahas
tentang Mi Young saat melancarkan pukulan pertamanya dengan nada mengejek. Mi
Young meminta Nyonya Kim menghentikanya karena mereka tidak berduaan di sini.
“Lantas
kenapa? Dahulu dia berandal sejati, tapi dia menjadi polisi setelah aku
menghajarnya.” Ucap Nyonya Kim. Mi Young meminta Nyonya Kim berhenti karena tak
enak bersama dengan suaminya.
“Kau
harus berterima kasih kepada ibu, Berandal. Jika bukan karena ibu, di mana kau
akan bertemu dengan seseorang seperti Jung Gook? Kau akan menikahi berandal
yang memiliki tatocdi seluruh tubuhnya dan keluar masuk penjara.” Ucap Nyonya
Kim bangga.
“Bu. Kau
mengenal menantuku,kan? Warga Pemberani Yang Jung Gook. Pembunuh Berantai Timur
Laut. Universitas Seoul.” ucap Nyonya Kim pada pelayan. Pelayan mengaku
“Tentu,
aku tahu... Semua orang di sini tahu Yang Jung Gook... Selamat menikmati...
Astaga. Kau tampak lebih tampan jika dilihat langsung.” Kata Pelayan lalu
berjalan keluar ruangan.
“Dia bisa
mendapatkan yang lebih baik.” Komentar Si pelayan melihat Jung Kook yang
memiliki istri Mi Young
Nyonya
Kim langsung mengumpat si pelayan adalah Wanita tidak sopan lalu berpikir butuh
minuman dan meminta agar membawakan soju.
Akhirnya mereka pun minum dan Mi Young sudah setengah sadar, Mi Young
mengaku dulu bersikap baik pada Nyonya Kim karena sudah tua.
“Ibu
tidak bisa mengalahkan aku.” Ucap Mi Young bangga. Nyonya Kim memperingatkan
kalau Mi Young mulai nakal dengannya.
“Maka Kau
akan kuhajar jika terus seperti ini... Aku serius. Inilah yang sebenarnya.”
Ucap Nyonya Kim
“Ibu tidak
bisa mendaratkan satu pukulan pun... Ibu akan mendapat masalah, paham?” ucap Mi
Young
“Jangan
berbicara kepada Ibu seperti itu.” Pinta Jung Kook tak enak hati. Mi Young
meminta agar Jangan ikut campur.
Keduanya
mulai saling menyerang dan ingin memukul. Jung Kook panik ingin merelainya. Mi
Young pikir Wanita tua ini harus diberi pelajaran. Jung Kook mencoba menahan Mi
Young agar tak memukul ibunya, Sang Jin kembali datang ke restoran.
“Tidak
apa-apa. Biarkan saja mereka... Aku sudah berulang kali melihatnya... Biarkan
saja mereka. Mereka akan baik-baik saja. Mereka akan berpelukan dan menangis, mengatakan
"Aku menyayangimu" dan "Maaf." Kata Sang Jin
“Tapi...”
ucap Jung Kook tak enak hati. Sang Jin mengajak Jung Kook agar minum saja. Jung
Kook pun akhirnya duduk bersama dengan Sang Jin.
“Boleh
aku bicara secara informal denganmu?” kata Sang Jin. Jung Kook pun
mempersilahkan.
“Kita
harus mengakrabkan diri. Mari bertemu dan minum seperti ini sesekali.” Ucap
Sang Jin. Jung Kook mengaku menyukainya.
Mereka pun minum bersama.
“Kudengar
kau akan mengikuti pemilihan untuk Majelis Nasional.” Kata Jung Kook. Sang Jin
mengaku berakhir seperti itu.
“Apa Kau
selalu tertarik pada politik?” tanya Jung Kook. Sang Jin mengaku tidak. Jung Kook ingin tahu alasanya.
“Tidak
ada alasan... Aku belajar di sekolah segiat mungkin. Kini aku ingin mempelajari
dunia. Buku mengatakan dunia akan menjadi lebih baik seperti ini, tapi semua
itu hanya asal bicara.” Ucap Sang Jin
“Kenapa
orang-orang malah diasingkan? Kenapa mereka terluka dan sedih? Buku-buku tidak
menjawab itu. Walaupun buku menjawabnya, bagaimana mungkin aku bisa paham jika
tidak melihatnya sendiri? Karena itu aku ingin terjun dalam politik.” Jelas
Sang Jin
“Aku
ingin bertemu sendiri dengan orang-orang itu, bertanya bagaimana mereka
diasingkan, siapa yang melukai mereka, apa yang membuat mereka sedih, hal-hal
seperti itu. Dan jika aku bisa membantu mereka, itu lebih baik lagi.” Ungkap
Sang Jin.
Jung Kook
langsung memuji Sang Jin memang sangat keren, seperti politisi sejati.Sang Jin
pikir Jung Kook juga membenci politisi. Jung Kook mengaku tidak terlalu peduli
apa pun. Sang Jin pikir sikap Tidak peduli sama dengan membenci.
“Jangan
bersikap seperti itu... Hukuman terbesar karena menghindari politik adalah,
Dipimpin oleh seseorang yang lebih bodoh dan menjijikkan daripada diriku
sendiri.” Ucap Sang Jin
“Aku tahu.
Itu pepatah yang terkenal.” Kata Jung Kook. Sang Jin mengaku Bukan itu yang
ingin dikatakan.
“Hukuman
terbesar karena menghindari politik adalah kau harus bekerja seumur hidupmu. Bahkan
saat orang lain beristirahat dan saat kau tua. Mesin penghasil uang... Jangan
hidup seperti itu. Jika kau terus bekerja tanpa henti sampai mati, itu agak
menyedihkan.” Ucap Sang Jin. Mereka pun kembali minum.
Mi Young
duduk di dalam mobil dengan tatapan sedih, Jung Kook duduk dibangku depan
memuji Sang Jin tampak sangat keren
dengan tidak banyak bicara,tapi bisa menyadari orang seperti dia harus terjun
dalam politik. Mi Young menganguk setuju.
“Apa kau
tidur?” tanya Jung Kook. Mi Young mengaku tidak. Jung Kook heran karena Mi
Young tidak bicar
“Kepalaku
sakit.” Kata Mi Young. Jung Kook pikir Mi Young pasti sudah mulai sadar dari mabuknya
dan menyuruh Mi Young agar tidur saja.
“Aku
tidak mengantuk... Lupakan soal tidur... Haruskah kita minum lagi?” ucap Mi
Young. Jung Kook bingung Mi Young yang ingin minum lagi.
Mi Young
berpikir Jung Kook yang tidak mau, Mi Young mengaku bukan begitu tapi
menurutnya Mi Young minum banyak dengan Ibunya tadi. Mi Young mengaku sudah
sadar sekarang. Jung Kook pun mengajak untuk minum bersama. Mi Young pikir juga
ingin berbincang dan bertanya-tanya kemana mereka harus pergi.
Mi Young
dan Jung Kook pergi ke restoran tempat mereka sering bertemu dan mulai minum.
Si bibi menyapa keduanya yang Sudah lama tidak datang. Jung Kook pun meminta maaf
karena jarang datang. Si bibi pikir tak perlu karena tak ada gunanya sering
datang.
“Apa Kabar
kalian baik?”tanya si bibi. Jung Kook mengaku baik-baik saja. Bibi pun pami
pergi mempersilahkan keduanya tinggal lebih lama di restoran.
“Apa
kabar kita baik?” ucap Mi Young. Jung Kook tak mengerti maksudnya.
“Kita
masih bersama, tapi benarkah kita baik-baik saja?”ucap Mi Yong. Jung Kook heran
dengan sikap Mi Young.
“Aku
membicarakan banyak hal dengan ibuku tadi, dan dia bertanya apakah kau dan aku
sudah berbaikan. Dan itu membuatku bertanya-tanya... Apakah kita bertengkar? Kenapa
kita harus berbaikan?” ucap Mi Young. Jung Kook hanya diam.
“Maksudku,
kenapa kelihatannya kita harus berbaikan di mata orang lain?” ucap Mi Young.
Jung Kook heran Mi Young yangmengatakan itu.
“Dahulu, kita
pelega stres satu sama lain. Kita duduk bersama, berbincang, dan minum. Lalu
semua kesulitan akan sirna... Karena itu kita menikah. Lalu kenapa keadaannya
berubah? Sekarang, kita malah mempersulit satu sama lain.” Ucap Mi Young
“Kita
duduk di sini, minum, dan berbincang berdua dengan cara yang sama, tapi kita
malah membuat satu sama lain makin lelah.” Kata Mi Young. Jung Kook langsung
meminta maaf.
“Tidak.
Aku tidak berdebat denganmu... Aku hanya ingin bicara. Apa yang terjadi dengan
kita?” kata Mi Young.
“Aku tahu
orang-orang mengusikmu setelah aku menjadi Warga Pemberani. Aku tahu itu
mempersulit keadaanmu... Maaf. Semua itu salahku, jadi...’ ucap Jung Kook
tertunduk
“Tidak...
Aku tidak membicarakan dua pekan yang lalu. Aku membicarakan dua tahun terakhir
ini. Kita Tinggal bersama, makan, dan tidur bersama bukanlah arti pernikahan...
Pernikahan bukan seperti itu.” Ucap Mi Young. Jung Kook kembali meminta maaf.
“Jatuh
cinta sehingga kau tidak ingin terpisah sehari pun. Bukankah itu pernikahan?
Itu yang kau katakan dua tahun lalu saat kau melamarku di sini.” Ucap Mi Young.
Jung Kook terdiam mendengarnya.
Flash Back
Jung Kook
melamar Mi Young mengatakan akan membahagiakan
selama sisa hidupnya. Mi Young pun mengaku juga akan melakukan hal yang
sama, akan membahagiakan Jung Kook
selama sisa hidupnya.
“Itu yang
kita katakan... Jadi, kenapa kita... Apakah kita mengatakan lebih dari dua kata
pada satu sama lain?” ucap Mi Young
“Aku
sudah minta maaf.” Kata Jung Kook. Mi Youg pikir Apakah yang dikatakan orang
lain benar
“Apa Bahwa
itu natural saat kamu menikah?” ucap Mi Young menyindir. Jung Kook kembali
meminta maaf.
“Tapi
kita terlalu ekstrem.” Kata Mi Young. Jung Kook berteriak kemblai meminta maaf
“Aku
sudah minta maaf! Berapa kali aku harus minta maaf?” teriak Jung Kook. Semua
pengunjung sampai menatap keduanya.
“Dahulu,
saat kau meminta maaf, kau sungguh terdengar menyesal, tapi kini "Aku
mengerti, jadi, hentikan." Itu yang kudengar.” Komentar Mi Young
“Mengerti
apa? Hentikan apa? Mi Young. Aku mengatakan ini karena aku benar-benar
menyesal... Aku tidak hanya asal bicara. Aku bersungguh-sungguh.” Tegas Jung
Kook. Mi Young menganguk mengerti.
“Pulanglah
dahulu. Mari berbincang lain kali. “ ucap Mi Young. Jung Kook mengeluh karena
Mi Young memintanya harus pergi dahulu.
“Pulanglah
dahulu... Aku tidak ingin minum denganmu.” Ucap Mi Young
“Hei, Mi
Young! Kau... Wah.. Kenapa aku bersusah payah?” keluh Jung Kook lalu berjalan
keluar restoran.
Jung Kook
keluar restoran sempat melihat Mi Young dari jendela terlihat tak tega dan
ingin masuk, tapi saat itu seseorang memanggilnya dan langsung membawa pergi.
Jung Kook sudah diikat tangan dan banyak orang yang mengali tahan.
“Pak
Choi? Hei, apa yang kau lakukan? Aku Warga Pemberani. Jika membunuh Warga
Pemberani, kalian akan...” ucap Jung Kook panik dan mengancam.
“Diam... Aku
sudah lelah karena menggali... Dasar Akar bodoh ini. Sialan... Hei. Kamu saja
yang menggali. Berandal.” Kata Tuan Choi pada anak buahnya.
“Apa kamu
berniat menguburku? Hei. Jangan lakukan itu. Jangan menggali, Berandal! Kau
tidak perlu membunuhku.” Jerit Jung Kook panik.
Hoo Ja
dengan Sek Park berjalan masuk hutan, Hoo Ja mengeluh karena Dingin sekali di
luar dan berpikir untuk membunuh dia di dalam ruangan. Ia lalu mengeluh karena
banyak daun yang menempel pada sepatunya.
Sek Park menyarankan untuk memakai sepatu kets. Hoo Ja mengeluh kalau
sudah tak perlu karena seduah kedinginan.
Akhirnya
sebuah lubang sudah dibuat dan Jung Kook berlutut dengan Hoo Ja. Tapi saat itu
juga Hoo Ja berlari karena Terlalu
dingin jadi tidak bisa melakukan ini. Jung Kook berteriak memanggil untuk meminta
tolong
Jung Kook
melihat sekeliling sudah ada di ruangan dan ada seseorang yang sedang mengasauh
pisau. Hoo Ja sudah duduk di ruangan memanggil Jung Kook dengan berkomentar
kalau Jung Kook itu pasti berpikir mereka yang tidak bisa menyentuhnya sejak
menjadi Warga Pemberani.
“Apa kau
takut akan mati? Jadi, kenapa kau menipu ayah kami? Dia masih koma karena
mengalami stroke” ucap Hoo Ja. Jung Kook ingin bicara tapi Hoo Ja menyela.
“Pimpinan
Park... Aku menjadi pimpinan yang baru.” Tegas Hoo Ja. Jung Kook pun mengikuti
dengan memanggil Pimpinan Park.
“Aku
turut bersimpati tentang ayahmu... Aku mengakuinya... Itu salahku... Tapi Tetap
saja, ini tidak benar... Untuk apa kau membunuh seseorang karena enam juta
dolar? Orang-orang akan menghakimimu karena ini.”ucap Hoo Ja
“Lanjutkan.
Aku akan mendengarkanmu untuk saat ini.” Kata Hoo Ja.
“Begini...
Jika... Jika kau sangat membenciku, laporkan saja aku. Aku akan mengakuinya. Aku
tidak akan menyewa pengacara. Aku akan mengaku di pengadilan bahwa aku menipu
ayahmu dan aku layak mati.” Ucap Jung Kook pasrah.
“Apa Kau
tahu kalau kau layak mati?” ucap Hoo Ja. Jung Kook terlihat binggung. Hoo Ja
mengaku bukan itu.
“Itu
hanya ekspresi...Aku tidak menyuruhmu membunuhku. Jadi, inti dari perkataanku
adalah... Ampuni aku. Maaf.” Ucap Jung Kook
“Jika
sudah selesai, izinkan aku bicara sekarang... Aku akan memberimu penawaran.
Jika kau menolaknya, pria itu akan membunuhmu di sini. Dia sangat mahir
melakukan pekerjaannya. Pak Ma hanya butuh 30 menit... Apakah 30 menit?” ucap
Hoo Ja pada Tuan Ma yang sedang mengasih pisau.
“27
menit... Kurangi tiga menit untuk istirahat merokok.” Ucap Tuan Ma
“Benar.
Dia memotong menjadi potongan-potongan kecil hanya dalam 27 menit. Jadi,
dengarkan baik-baik dan putuskan apakah kau akan...” ucap Hoo Ja
“Akan
kulakukan! Aku akan kulakukan!” teriak Jung Kook. Hoo Ja bertanya apa yang akan
dilakukan.
“Aku akan
melakukan apa saja! Kau bersedia mengampuniku, jadi, tentu saja...” ucap Jung
Kook. Hoo Ja memastikan kalau Jung Kook memang serius. Jung Kook membenarkan.
“Ikuti
pemilihan Majelis.” Ucap Hoo Ja. Jung Kook setuju lalu melonggo binggung
memastikan akan menjadi anggota majelis. Hoo Ja membenarkan.
“Tapi aku
penipu.” Ucap Jung Kook. Hoo Ja mengaku sudah tahu. Jung Kook pikir Hoo Ja
bergurau dengannya.
“Sebelum
kau membunuhku... Tidak... Lalu kenapa kau menyuruhku melakukan itu? Apa karena
Warga Pemberani?” ucap Jung Kook. Hoo Ja membenarkan.
“Kau
sangat populer.” Ucap Hoo Ja. Jung Kook pikir
popularitas berbeda dari itu.
“Sekalipun
ikut pemilihan, orang-orang tidak akan...” kata Jung Kook. Hoo Ja ingin tahu
apakah Jung Kok bersedia atau tidak
“Dengar.
Meski mengikuti pemilhan, aku tidak akan menang.” Kata Jung Kook yakin
“Kau akan
menang jika kubantu.” Ucap Hoo Ja yakin. Jung Kook bisa mengerti yang akan
dilakukan Hoo Ja dan menurutnya zaman telah berubah.
“Alih-alih
makan malam, aku akan membelikan mereka sarapan siang, dan alih-alih handuk,
aku akan membagikan syal. Mereka akan memilihmu.” Kata Hoo Ja. Jung Kook ingin
menyela.
“Jadi, kau
tidak mau melakukannya?” teriak Hoo Ja. Jung Kook mengaku bukannya tidak mau, tapi peluangnya...
“Kubilang,
aku akan membuatmu menang.” Ucap Hoo Ja. Jung Kook pikir Hoo Ja tidak bisa
menggerakkan orang dengan uang...
“Jadi,
kau menolak melakukannya, bukan?”ucap Hoo Ja
“Biar
kuselesaikan!Tidak semudah itu menjadi Anggota Majelis.” Ucap Jung Kook. Ho Ja mengerti lalu meminta Sek Park
memberikan ponselnya.
“Dalam
situasi ini, biasanya kami membuat kesepakatan tergantung pada apakah kami akan
membunuhmu atau tidak Tapi itu tidak cukup untuk perbuatanmu. Kau utang pokok,
dan ini bunganya... Matilah bersama.” Ucap
Hoo Ja.
Jung Kook
binggung, ingin Siapa yang ditelepon dan Bunga apa itu maksudnya dan ingin tahu
Siapa yang akan dibunuh bersamanya. Hoo Ja menelp Tuan Choi bertanya Apakah Kim
Mi Young masih ada di bar itu. Tuan Choi membenarkan kalau Mi Young masih ada
di sana lima menit yang lalu.
“Bagus.
Kalau begitu, kau harus...” ucap Ho Ja dan Tuan Choi mulai bergerak dengan anak
buahnya.
“Hei. Apa
yang kau lakukan? Jangan sentuh Mi Young. Jika kau menyentuhnya...” teriak Jung
Kook marah
“Bunuh
dia lebih dahulu... Kim Mi Young.” kata Hoo Ja. Jung Kook berteriak marah.
Tuan Choi menyuruh anak buahnya agar masuk restoran dan Mi Young masih duduk sendirian minum. Mi Young tak sadar kalau banyak preman yang masuk ruangan.
Tuan Choi menyuruh anak buahnya agar masuk restoran dan Mi Young masih duduk sendirian minum. Mi Young tak sadar kalau banyak preman yang masuk ruangan.
“Berhentilah
memperparah masalah. Ini menjengkelkan! Lupakan Majelis. Matilah bersama. Itu
lebih mudah untuk kita berdua.” Kata Hoo Ja.
“Mari kita
selesaikan di antara kita... Aku yang membuat kekacauan, jadi, jangan sakiti Mi
Young! Bunuh aku saja! Jika dia terluka, atau jika sesuatu menimpanya, aku akan
membuatmu menyesalinya... Paham?” kata Jung Kook mengancam.
“Kau
lumayan keren. Jika kau sangat mencintai istrimu, kenapa tidak memberi tahu dia
bahwa kau penipu? Jadi, aku yang hendak memberitahunya bahwa kau penipu sebelum
membunuh dia. Dia akan sangat sedih. Dia sekarat, tapi dia sedih.” Ucap Hoo Ja.
Jung Kook berteriak marah.
“Aku akan
ikut pemilihan Majelis. Akan kulakukan! Aku akan melakukan semua perkataanmu,
jadi... Jadi, kumohon.. jangan sakiti Mi Young... Aku mohon kepadamu... Dia
tidak bersalah.. Aku tidak bisa melakukan itu.” Ucap Jung Kook
Para
preman mendekati Mi Young yang sedikit mabuk dan Mi Young bertanya siapa pria
itu
“Warga
Pemberani yang kehilangan istrinya. Aku bisa mendengarnya sekarang... Suara
berdatangan.. Mari kita bunuh dia. Itu langkah terbaik.” Ucap Hoo Ja.
Jung Kook
mengumpat marah. Ho Ja menyuruh Sek Park
menjelaskan pada Jung Kook. Jung Kook berteriak histeris kalau akan membunuh mereka semua dan tak percaya
Hoo Ja bisa melakukan ini padanya.
“Mulai
saat ini, kau Kepala Filantropi Baekkyung Capital. Semua pengeluaran yang
terjadi selama kampanye...” ucap Sek Park dengan teriak Jung Kook kalau akan
membunuh mereka semu.
“Hei,
diam dan dengarkan... Jangan mengajukan pertanyaan nanti.” komentar Hoo Ja
“Aku akan
membalasmu karena ini. Jika kamu... Jika kamu membunuh Mi Young, aku akan
melakukan segala cara... Lihat saja nanti... Jangan bunuh Mi Young! Jangan
bunuh dia! Aku akan membunuh kalian semua. Jika kalian tidak membunuhku, maka
aku akan membalas kalian. Aku akan membunuh kalian...” teriak Jung Kook. Saat
itu seorang Tuan Ma menutup mulutnya dengan lakban.
“Semua
pengeluaran yang terjadi selama kampanye akan dibayar oleh Baekkyung
Capital...” ucap Sek Park
“Kau
tidak perlu mengeluarkan sepeser pun... Kami hanya membutuhkan tubuhmu. Apa
Kedengarannya bagus?” ucap Hoo Ja.
Tuan Choi
turun dari mobil ingin melihat anak buahnya. Sek Park menegaskan pada Jung Kook
harus melakukan semua yang mereka inginkan selama kampanyenya jadi meminta agar
Jangan mencoba menipu. Tuan Choi kaget mendengar teriak dari anak buahnya.
“Setelah pemilihanmu terkonfirmasi, kau akan
melakukan peran yang konsisten dengan Kepala Filantropi Baekkyung Capital di
dalam Majelis Nasional.” Ucap Sek Park
“Dengan
kata lain, turuti perintahku. Kami butuh cap ibu jarimu di perjanjian, Cepat Ambil
tintanya.” Kata Hoo Ja.
Jung Kook
mencoba mengelak dan berusaha menutup jarinya. Sementara Tuan Choi kaget
melihat anak buahnya melompat keluar. Hoo Ja menyuruh anak buahnya agar bisa
mendapatkan cap jari tangan Jung Kook, tapi malah Jung Kook jatuh dari
kursinya.
Mi Young
keluar dari restoran bertanya siapa mereka. Tuan Choi mencoba berkelahi tapi Mi
Young bisa melawanya dengan melempar botol. Mi Young memegang perutnya yang
terkena pisau ingin tahu siapa Tuan Choi itu karena tak mengenalnya.
Tuan Choi
memilih untuk kabur dan masuk mobil mencoba menelp Hoo Ja. Hoo Ja melihat Tuan
Choi menelpnya meminta semua anak buahnya berhenti memaksa Jung Kook lalu
memberitahu kalau Pak Choi baru saja menelepon jadi pasti sudah selesai.
Sementara
Tuan Choi terlihat ketakutan dan panik karena mobil tidak mau menyala. Mi Young
mengambil stick base ball di mobilnya. Hoo Ja berbicara dengan Jung Kook kalau
sudah memperingatkannya kalau tidak memberikan cap ibu jarinya maka akan membawa
jenazah Mi Young ke rumahnya dan menuduh Jung Kook atas pembunuhan.
“Kami
akan membunuh ayah, adik, keponakanmu, dan semuanya... Itu janjiku... Apa kamu
mengerti?” ucap Hoo Ja. Tuan Choi terus mencoba menelp Hoo Ja panik.
“Aku bisa
memperparah keadaan daripada ini. Itu yang kupelajari, dan hanya itu yang bisa
kulakukan. Apa Kau tetap tidak mau melakukannya? Bukankah lebih baik menjadi
Anggota Majelis daripada pembunuh?” ucap Hoo Ja
Jung Kook
berteriak marah, Hoo Ja melihat Jung Kook sangat menakutkan lalu akhirnya
mengangkat telp Tuan Choi membahas jenazah Kim Mi Young... Tuan Choi mengeluh
Hoo Ja yang tidak menjawab dan memberitahu kalau semua pengikut mereka
ditaklukkan!
“Mobilnya
tidak mau menyala... Aku hampir mati di sini! Kekacauan apa ini?” ucap Tuan
Choi. Hoo Ja mencoba tetap santai
“Apa Kau
belum membunuhnya? Kenapa?” ucap Hoo Ja. Tuan Choi mengeluh Hoo Ja itu sedang
berbicara omong kosong.
“Bukannya
kami belum membunuh dia, kami tidak bisa! Malah aku yang hampir mati!” teriak
Tuan Choi dan langsung mematikan ponselnya karena Mi Young menyerang memecahkan
kaca mobil. Tuan Choi mencoba menghindar.
Hoo Ja
mencoba berakting masih berbicara dengan Tuan Choi dan tadi Koneksinya buruk.
Ia pun mengeluh kalau Tuan Choi yang tidak membunuh dia dan Tuan Choi mencoba
untuk kabur dari Mi Young keluar dari mobil. Mi Young pun mengejar dengan luka
dibagian perutnya.
“Baik. Kamu
merasa kasihan dengannya? Jadi, kamu belum membunuhnya? Apa Kau tidak bisa
melakukannya? Dia memohon agar tidak dibunuh dan kau merasa kasihan dengannya?”
ucap Hoo Ja berpura-pura menep.
“Apa Dia
mengingatkanmu kepada adikmu? Kau menjadi sangat baik. Dahulu kau membunuh
orang sambil makan.” Ucap Hoo Ja. Jung Kook mencoba memberontak.
Mi Young
dan Tuan Choi saling kejar-kejaran. Tuan Choi memohon aar Mi Young Jangan
mendekat dan Pergi saja. Mi Young terus mengejanya. Tuan Choi melompat dari ketingian
dan merasakan kakinya sakit. Mobil anak
buahnya datang dan Tuan Choi langsung masuk. Mi Young mengumpat kesal
melihatnya. Tuan Choi melihat Mi Young memang tak biasanya.
Hoo Ja
terus berbicara ditelp mengaku memahami perasaan Tuan Choi dan tetap meminta
agar membunuhnya menurutnya itu langkah terbaik dengan melupakan tentang
Majelis dan bunuh mereka semu lalu menjadi... Jung Kook panik dan mengaku kalau
akan melakukanya.
“Jika kau
tidak menyentuh Mi Young, maka Aku sudah memberimu jawabanku.” Ucap Jung Kook.
“Beri aku
lebih banyak.” Kata Hoo Ja. Jung Kook menegaskan kalau akan melakukan apa saja
bahkan Apa pun.
“Semua
perkataanmu.” Ucap Jung Kook. Hoo Ja berpura-pura meminta Tuan Choi agar
menghentikanya dan akan menelepon kembali.
“Pertama,
bubuhkan cap ibu jarimu di perjanjian... Lepaskan ikatannya... Cepat Lakukanlah.”
Kata Hoo Ja. Jung Kook pun memberikan cap jempolnya.
“Apa Kau
yakin bisa menang?” ucap Hoo Ja memastikan. Jung Kook menegaskan akan melakukan
sebaik mungkin.
“Jika kau
kalah, maka kau dan Mi Young akan mati. Nyawamu bergantung pada ini, paham?”
kata Hoo Ja memperingati. Jung Kook menganguk mengerti.
“Silakan
pergi... Temui istrimu... Aku akan menghubungimu nanti. Pergilah.” Ucap Hoo Ja.
Jung Kook langsung bergegas pergi.
“Apa dia
sudah pergi?” tanya Hoo Ja. Sek Park membenarkan. Hoo Ja bisa bernafas
lega menurutnya Akting mereka sudah
bagus.
“Apakah
Kim Mi Young setangguh itu?” ucap Hoo Ja tak percaya.
Bersambung
ke episode 6
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar