PS : All images credit and content copyright : KBS
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Mi Young
akhirnya masuk ruangan, Jung Kook berpura-pura tak tahu sambi membahas rencana
politiknya. Wang Goo heran tak mengerti yang dilakukan Jung Kook. Semantara Joo
Myung hanya bisa diam saja. Mi Young masuk memanggil suaminya.
“Jangan
menyelaku. Maksudku adalah kita tidak bisa melakukan ini. Jika kita melakukan
ini, ini akan terjadi, jadi, kita harus melakukan itu.” Ucap Jung Kook. Mi
Young kembali memanggil suaminya untuk ketiga kalinya.
“Mi
Young... Kapan kau datang?” ucap Jung Kook berpura-pura kaget. Mi Young mengaku
baru saja datang.
“Aku
terlalu asyik sehingga tidak melihatmu masuk. Bagaimana kau tahu aku ada di
sini? Apa Kau tidak sibuk?” ucap Jung Kook mencoba terlihat santai. Joo Myung
hanya bisa mengejek melihat tingkah Jung Kook si penipu.
“Aku
sibuk, tapi harus datang dan mendukung suamiku. Aku merasa bersalah membiarkanmu
pergi seperti itu.” Kata Mi Young
“Tidak
apa-apa. Aku yang salah... Intinya, aku senang kamu datang. Sapa mereka. Ini
Anggota Majelis Kim Joo Myung dan Ini Park Wang Go... Dia ajudanku. Dia belajar
ekonomi di Harvard.” Ucap Jung Kook memperkenalkan keduanya.
“Begitu
rupanya. Aku sudah mendengar banyak hal tentangmu. Kudengar kau banyak membantu
suamiku.” Kata Mi Young
“Apa
maksudmu? Ini hari pertamaku di sini.” Kata Wang Goo polos. Jung Kook mulai
panik
“Aku
mengira kau orang lain... Maaf. Ada apa
denganku? Tapi Omong-omong, aku suka kantormu. Pemandangan yang indah.” Kata Mi
Young melihat dari depan jendela.
Joo Myung
akhirnya memilih untuk pamit pergi mengaku Ada urusan yang harus ditangani dan akan
membiarkan mereka berdua berbincang. Jung Kook menahanya menurutnya Joo Myung
tak harus melakukan itu sekarang. Joo Myung pikir memang harus pergi.
“Mereka
mencoba bekerja seperti ini dengan mereka.” Ucap Joo Myung terlihat serius.
Jung Kook mencoba membela.
“Jangan
menyela aku... Jadi, kita harus menghubungi mereka untuk menghentikan mereka
dan mereka, bukan begitu? Jadi, aku harus pergi sekarang dan mengurusnya.... Baik.
Selamat melihat-lihat.” Ucap Joo Myung berjalan pergi. Wang Goo pun pamit pada pamanya.
“Apa Kau
tidak pergi?” ucap Joo Myung heran. Wang Goo mengulang Tadi Paman mengatakan seorang ajudan tidak
boleh pergi...
“Paman
membentakku, jadi, aku tidak tahu harus bagaimana.” Ucap Wang Goo. Joo Myung
menahan amarah akhirnya menyuruh keponakanya untuk tetap tinggal.
“Dia
sebodoh ibunya... Gunakan otakmu.” Keluh Joo Myung akhirnya pergi ke luar
kantor.
Jung Kook
akhirnya menawarkan kopi untuk Mi Young lalu membuatkanya. Mi Young melihat
kantor dengan pemandangan yang bagus bertanya
Siapa yang membayar sewanya. Jung Kook mengaku menggunakan sumbangan. Mi
Young kembali bertanya apakah Itu cukup untuk membayar sewa ini?
“Ya,
entah bagaimana cukup.” Ucap Jung Kook tak ingin terlihat curiga.
“Apa kau
tidak punya orang kaya yang mendukungmu?” tanya Mi Young. Jung Kook mengelak
“Siapa
yang mau menggunakan uangnya untukku?” kata Jung Kook. Mi Young memastikan Jung
Kook itu tidak meminjam dari rentenir. Jung Kook mengeluh dengan pertanyaan Mi
Young.
“Aku
menyelidik seorang rentenir bernama Park Hoo Ja. Rentenir menakutkan. Jadi
Hati-hati walaupun kau membutuhkan uang” ucap Mi Young memperingati.
“Aku
tidak butuh uang dan aku tidak meminjam dari rentenir Jangan khawatir.” Kata
Jung Kook mendorong Mi Young agar menjauh.
“Aku
hanya khawatir... Rupanya kamu naif.” Ucap Mi Young lalu melihat lembaran
kertasn yang jatuh dekat lemari.
“Bersihkanlah
tempat ini sedikit.” ucap Mi Young, Jung Kook pikir tak perlu karena bisa
menanganinya sendiri.
“Tidak
apa-apa. Kenapa kau bekerja di sini?” kata Jung Kook panik dan akhirnya dengan
sengaja menyiram kopi diatas kertas.
“Apa yang
kau lakukan? Hati-hati... Ini hancur.” Ucap Mi Young. Jung Kook pikir dirinya sangat
kikuk.
“Tidak
apa-apa. Aku punya failnya di komputerku... Pak Park.. Tolong bersihkan ini...dan
pel kopinya.” Kata Jung Kook. Wang Goo pun membersihkan lantai.
Didalam
lemari, Seung Yi, Charles dan Tuan Choi bersembunyi terlihat sangat sesak.
Charles pikir mencium hazel mocha cappuccino. Seung Yi mengeluh Mi Young
menumpahkan kopinya di sana. Charles pikir lebih baik mereka keluar.
“Haruskah
kau bernapas seperti itu?” keluh Seung Yi. Charles meminta maaf karena
menderita rinitis.
“Pemandangan
di sini indah... Lebih bagus daripada kafe.” Komentar Mi Young akhinya duduk
melihat pemandangan blue house.
Di dalam
lemari, Seung Yi yang kesal menyuruh Charles agar memutar kepalanya. Charles pikir Di mana bisa memutar
kepalannya. Seung Yi yang kesal menyuruh Charles agar menyingkirlah saat itu
terdengar suara benturan.
“Aku
mendengar sesuatu... Apa Kau mendengar sesuatu?” ucap Mi Young. Jung Kook
panik.
“Tidak
mungkin. Pendengaranku tajam, tapi aku tidak mendengar apa pun.” Kata Wang Goo
tahu dengan kode Jung Kook. Mi Young pun bertanya-tanya suara apa itu.
“Aku
yakin aku mendengar sesuatu dari sana.” Kata Mi Young dan saat juga ponsel
diatas kursi bergetar.
“Apa Kau
tidak menjawab itu?” ucap Mi Young, Wang Goo mengaku ini bukan ponselnya. Jung
Kook makin panik lagi karena tak bisa berbohong.
“Apa itu
ponselku? Apa aku membelinya tahun ini? Kurasa begitu. Tahun ini. Apa aku
membelinya?” ucap Wang Goo semakin gugup.
“Ini
bukan ponselmu. Jadi Ponsel siapa itu?” tanya Mi Young binggung, Jung Kook
memohon agar ponselnya itu Berhentilah berdering.
Mi Young
akan mengangkatnya, tapi Jung Kook lebih dulu mengambil dan mengangkatnya. Ia berpura-pura kalau Ponsel itu milik Anggota
Majelis, Joo Myung tadi. Wang Goo mengangguk mengerti kalau ponsel itu milik
pamanya. Mi Young hanya terdiam melihat keduanya.
“Astaga.
Aku bertanya-tanya ini ponsel siapa. Apa Kau mau aku mengantarkannya kepadamu?
Jadi Kau di mana? Ahhh.. Begitu rupanya. Aku tahu di mana itu... Baik, akan kuantarkan
ke tempatmu.” Ucap Jung Kook sengaja mematikan sebelum Mi Young melihat
wallpaper Tuan Choi.
“Aku akan
pergi sekarang... Dia sangat pelupa, meninggalkan ponselnya. Apa Kau mau menunggu?” ucap Jung Kook. Mi
Young pikir tak bisa karena harus pergi dan bergegas pamit.
“Bekerjalah
dengan giat.” Ucap Jung Kook. Wang Goo dengan polosnya meminta Mi Young segera
pergi.
“Maksudku...
Berjalanlah dengan perlahan dan hati-hati.”kata Wang Goo. Mi Young akan segera pergi.
“Sampai
jumpa. Aku tidak akan mengantarmu keluar. Hati-hati di jalan.” Ucap Jung Kook.
Setelah
memastikan Mi Young keluar, Jung Kook akhirnya menyuruh tiga orang temanya agar
keluar dari lemari. Seung Yi mengeluh
kalau Charles buang angin dengan hidungnya dan pasti buang air besar dengan
mulutnya. Mi Young berjalan keluar dari kantor Jung Kook terdiam seperti
menyembunyikan sesuatu.
Flash Back
Mi Young
ternyata sempat teringat saat Joo Myung pamit pergi, membawa ponselnya jadi tak
mungkin yang tertinggal itu milik Joo Myung. Saat akan membereskan kertas
melihat jaket yang terjepit di dalam lemari.
Mi Young
masuk mobil seperti yakin kalau ada yang disembunyikan oleh suaminya.
Di
ruangan, Jung Kook memegang ponsel Tuan Choi meminta agar Ganti gambar layarnya karena menjijikkan.
Tuan Choi mengaku kalau ini adalah gayanya, Jung Kook pun menyuruh Tuan Choi
agar menganti gayanya. Tuan Choi pun mengambil ponselnya.
“Anggota
Majelis sudah pergi dan aku tidak ingin rapat.” Ucap Jung Kook kesal.
Sementara
Mi Young terlihat gugup dalam mobil berharap agarJung Kook keluar hanya sendiri
saja bukan dengan teman-temanya.
“Rapat
apa yang bisa kita adakan dengan seruangan penuh orang bodoh? Kecuali kau, Wang
Go... Jadi, untuk hari ini..” ucap Jung Kook
“Keluarlah
sendiri... Keluarlah sendiri. Kumohon.” Kata Mi Young berharap kalau suaminya
tak terlibat.
Jung Kook
mengajak mereka pulang bersama-sama. Mi Young melotot kaget melihat suaminya
keluar dari gedung, bersama Charles, Tuan Choi, Seung Yi dan juga Wang Goo.
Bahkan Tuan Choi memperlihatkan sesuatu di ponselnya seperti sangat dekat.
Hoo Ja
bertemu dengan kakaknya di penjara memuji kalau Kakak tampak cantik. Jin Hee
mendengarnya mengeluh Hoo Ja yang memanggilnya kakak, menurutnya keduanya yang
tampak cantik dan tidak pernah menua, lalu menyindi keduanya masih terlihat
seperti berusia 20-an.
“Kulitmu
sangat kencang dan lembap. Hei. Produk perawatan kulit apa yang kau gunakan?”
ucap Jin Hee menyindir.
“Aku akan
mengirim beberapa kotak. Berbagilah dengan orang-orang di sini.” Kata Hoo Ja
bersikap ramah.
“Tidak
perlu... Untuk apa? Aku akan beli sendiri saat bebas.” Kata Jin Hee.
“Tidak.
Aku akan membelikannya untuk Kakak.” Ucap Hoo Ja. Tapi Jin Hee pikir bisa
membelinya sendiri.
“Berhentilah
mengatakan kamu akan membelikannya untuk kakak. Kau tidak punya uang.” Sindir
Jin Hee.
“Aku
punya uang.” Kata Hoo Ja yakin. Jin Hee pikir kalau Hoo Ja tidak punya uang.
“Kenapa
kau berpikir itu uangmu? Apakah kau meninggalkan uang di bank, apa itu menjadi
milik bank? Itu pemilik pemegang rekening. Omong-omong, senang melihat
adik-adik kakak setelah sekian lama. Ini Menyenangkan. “ ucap Jin Hee.
“Jadi,
kenapa kalian ke sini? Kakak berasumsi kalian tidak datang untuk menemui
kakak.” Kata Jin Hee sinis
“Ini rumah
Kakak saat nanti dibebaskan. Lokasinya di Gapyeong, jadi, mudah untuk datang ke
Seoul, dan dekat dengan kuburan Ibu, jadi, Kakak bisa dengan mudah berkunjung
tiap kali merindukannya.” Ucap Sek Park menunjukan sebuah gambar
“Apa yang
kau lakukan dengan uang kakak?” tanya Jin Hee sinis
“Ini
dijaga 24 jam, jadi, Kakak tidak perlu mencemaskan soal keamanan.” Ucap Sek
Park menyela
“Apa Kau
akan terus seperti ini? Kakak tidak mau mendengarkan.” Keluh Jin Hee kesal
“Dengarkan
walaupun Kakak tidak mau... Kakak tidak bisa tinggal di jalanan saat bebas
nanti, Rumah dan mobil ini dibeli atas nama Kakak. Kami juga membuka rekening
bank dengan nama Kakak. Kami memasukkan satu juta dolar ke dalamnya...”
ucap Hoo Ja yang langsung disela oleh
Jin Hee.
“Kunjunganku
sudah selesai. Ini terlalu memalukan di depan penjaga.” Ucap Jin Hee berdir
dari tempat duduknya.
“Kakak
bisa hidup dari itu... Itu cukup untuk membiayai hidup Kakak seumur...” ucap
Hoo Ja.
“Tutup
mulutmu sebelum kakak merobeknya!” kata Jin Hee marah sebelum keluar dari ruang
pertemuan.
“Petugas...
Tahukah kau kenapa nama mereka Hoo Ja dan Gwi Nam? Keluarga kami sangat
menginginkan seorang putra. Tapi mereka hanya punya putri.. Jin Hee, Sun Hee,
Min Hee. Jadi, ayah kami pergi ke dukun terkenal, dan dia mengatakan jika Ayah
punya putri lagi, namailah dengan...” ucap Jin Hee.
Si
peramal pun menyuruh agar menamainya “Hoo Ja” Dan Jin Hee mengetahui kalau
orang tuanya melakukan itu karena Nama itu berarti "seorang putra akan
lahir berikutnya." Dan begitulah namanya menjadi Hoo Ja.
“Dan yang
lain, Gwi Nam berarti "bocah lelaki berharga." Tapi ibu kami
meninggal tanpa melahirkan seorang putra pun. Karena itu aku membesarkan mereka
seorang diri.” Cerita Jin Hee yang paling dewasa mengendong Gwi Nam yang masih
bayi
“Ayahku
memberitahuku untuk belajar jurusan industri karena humaniora tidak punya kelas
seusai sekolah. Dengan begitu, aku bisa pulang pukul 15.00 dan memberi makan
adik-adik balitaku. Begitulah caraku membesarkan mereka, tapi kini mereka
melampaui aku setelah dewasa.” Cerita Jin Hee.
“Berandal
kecil tidak sopan itu tidak punya rasa hormat dan ingin mati.”kata Jin Hee
marah
“Lantas?
Kenapa dengan itu? Haruskah kami mengadakan peringatan untuk Kakak dan Ibu? Kupikir
Kakak sudah direhabilitasi, tapi rupanya Kakak mengalami menopause. Kakak
pertama kita yang malang.” Sindir Hoo Ja.
“Tunggu
sebulan lagi... Kakak akan pergi dan mengajarimu tata krama. Jika kau ingin
hidup sehari lebih lama, terima apa yang kuberikan dan bersembunyilah.” Ucap
Jin Hee mengancam
“Aku
bukan bank, aku pegadaian... Temui aku dengan nyawa Kakak jika menginginkan
uangku... Paham? Jangan sakit atau terluka sebelum aku bebas, paham?” kata Hoo
Ja lalu keluar dari ruangan bersama adiknya.
“Kakak
akan membunuhmu setelah bebas... Paham? Kalian harus sehat, Adik-adikku, sampai
kakak bebas, paham? Kakak akan membunuh kalian begitu bebas!” teriak Jin Hee
marah.
Joo Myung
duduk sendirian direstoran sambil mengangkat telp mengaku sedang minum sendirian, seperti istrinya khawatir tapi
menurutnya Tidak ada yang memperhatikan Anggota Majelis yang telah jatuh dan
hanya istrinya yang satu-satunya orang yang memperhatikan dirinya.
“Baik.
Aku akan segera pulang setelah menghabiskan ini.” Ucap Joo Myung terlihat
frustasi.
Jung Kook
datang meminta satu porsi sundaeguk dan sebotol soju lalu melihat Joo Myung
yang duduk sendirian. Joo Myun mengeluh Jung Kook yang datang padahal Ini kedai
langganannya. Jung Koo mengaku menjadi pelanggan tetap sejak itu.
“Makanannya
leza Dan sempurna untuk minum sendirian. Jadi Biar kutuangkan segelas untukmu.”
Ucap Jung Kook menuangkan minuman.
“Bagaimana
dengan istrimu? Sudah kamu selesaikan?” tanya Joo Myung penasaran.
“Entah
bagaimana aku berhasil lolos, tapi aku merasa bersalah.” akuiJung Kook
“Dari
pengamatanku tadi, dia tampak tangguh. Hati-hati agar tidak ketahuan. Jika
masalah timbul sekarang,maka kita semua akan mendapat masalah.” Tegas Joo
Myung. Jung Kook menganguk mengerti.
“Omong-omong,
aku mendapatkan pemikiran ini saat kita mencoba menganalisis pendirian
politikku. Bisakah orang bodoh seperti aku menjadi Anggota Majelis?” ucap Jung
Kook
“Sejujurnya,
sebaiknya tidak... Tapi apa pilihanku? Aku harus menjadikanmu Anggota Majelis. Lagi
pula aku sudah menyetujuinya.” Kata Joo Myung
“Bagaimana
caramu melakukan itu?” tanya Jung Kook. Joo Myung bertanya balik lagi apa yang
akan harus dilakukan agar Jung Kook terpilih.
“Memangnya
Apa lagi? Gunakan keahlianmu... Mari kita tipu mereka.” Kata Joo Myung. Jung
Kook kage dan tak mengerti.
“Biar
kuselesaikan, Berandal... Apa itu penipuan? Itu mengatakan hal-hal yang ingin
didengar orang untuk mendapatkan uang dari mereka. Mari kita lakukan hal yang
sama. Kau bisa Pikat hati orang-orang dan dapatkan suara dari mereka alih-alih
uang. Tampaknya itu satu-satunya cara, dilihat dari pengamatanku tadi..” Ucap
Joo Myung
“Jadi, kau
ingin aku menipu orang-orang... Apa Itu strategimu?” keluh Jung Kook. Joo Myung
membenarkan.
“Apa yang
harus kulakukan sekarang? Aku kehilangan motivasiku.” Kata Jung Kook bingung
“Apa lagi
yang bisa kau lakukan? Kau harus mengikutiku. Ayo Berdirilah.” Ucap Joo Myung.
Jung Kook bertanya Joo Myung mau kemana.
Joo Myung
mengajak pergi berendam di kolam air hangat, seperti ingin membuat relax. Ia
membahas apakah Jung Kook tahu cara Trump memenangkan pemilihan presiden
Amerika. Jung Kook terlihat binggung.
Joo Myung
seperti tak percaya kalau seorang berandal
yang menjual tanah dan tampil di TV sambil berkata, "Kau dipecat,"
menjadi Presiden Amerika. Jung Kook terlihat mendengarnya.
“Tidak
banyak. Warga kulit putih Amerika. Mereka yakin mereka menciptakan Amerika, tapi
mereka tersingkir oleh orang Afrika Amerika, Hispanik, dan Asia. "Itu
tanahku, tapi aku tidak punya rumah untuk tidur." Warga kulit putih
Amerika yang seperti itu. Dia menang dengan memikat mereka.” Jelas Joo Myung
“Kita
akan menggunakan strategi yang sama. Pertama, mari kita lihat apakah ada yang
punya konsep yang sama. Siapa kandidat yang unggul? Kang Soo Il dari Partai
Minjin. Dia pasti akan memilih yang negatif. Dia tidak akan mencoba menang
dengan suara, tapi mencoba untuk menghancurkan pemimpinnya.” Ucap Joo Myung.
Jung Kook menganguk mengerti.
Tuan Kang
melihat berkas, mengetahui kaalu Kakaknya suami bibi Han Sang Jin punya
selingkuhan. Anak buahnya membenarkan. Tuan Kang memastikan apakah sudah
memeriksanya. Anak buahya mengaku sangat yakin dengan hal itu.
“Lalu apa
pekerjaan kakaknya suami tantemu?” tanya Tuan Choi, Si pria mengaku tidak
tahu...
“Benar! Apa bedanya? Bagaimana
mungkin itu sisi negatifnya? Bawakan sesuatu tentang Han Sang Jin untukku. Sesuatu
yang negatif tentang Han Sang Jin!” teriak Tuan Kang marah
“Jadi, Kang
Soo Il tidak tumpang tindih dengan kita. Ada siapa lagi di sana? Ya. Berandal
yang mengambil tempatku... Han Sang Jin dari Partai Nasionalis.” Kata Joo Myung
duduk bersama di ruang sauna
Sang Jin
sedang membahas dengan timnya, terlihat sangat trampil. Joo Myung memberitahu
Sang Jin tumbuh dengan baik, belajar di universitas yang bagus, dan dididik
untuk memiliki pemikiran yang baik, jadi tampaknya ingin melakukan politik yang
positif.
“Tapi
orang yang terjun dalam politik yang melihat hutan bisa memenangkan hidup,
bukan pemilu. Kau harus melihat pepohonan alih-alih hutan Atau melihat ke
rumput di depan.” Ucap Joo Myung
“Apa
maksudmu kita tidak membutuhkan kereta bawah tanah?” tanya Sai wanita marah
“Sudah
kuberi tahu, Myung Im... Proyek yang membutuhkan infrastruktur harus fokus pada
kepentingan publik, alih-alih nilai komersial. Inseo-dong lebih membutuhkan
kereta bawah tanah daripada distrik kita. Mereka tidak punya transportasi umum
yang mencukupi.” Ucap Sang Jin menjelaskan.
“Hei.
Memangnya kau mengikuti pemilu di Inseo? Sadarlah. Kau mengikuti pemilihan di
Inbuk 1, 2, 3, Injung-dong. Kenapa kau mengkhawatirkan penduduk Inseo? Apakah
kau ingin terpilih?” kata Myung Im terlihat kesal.
“Jadi,
kau harus masuk di antara mereka. Nomor Satu akan terobsesi mengadakan kampanye
kotor.” Ucap Joo Myung.
Tuan Kang
dengan kandidat nomor satu, terlihat marah menurutnya permintaannya berlebihan
dan tidak meminta banyak, hanya ingin agar anak
buahnya untuk membawakan sesuatu yang negatif!
“Yang lainnya melihat ke hutan dan
tidak tahu pepohonan sudah dicabut.”
Sang Jin
menegaskan Itu terlalu mengutamakan
kepentingan pribadi dan mengajak untuk melihat gambaran besarnya. Si wanita
terlihat marah dengan ucapan Sang Jin, Sementara Joo Myung mengajarkan cara pada Jung Kook.
“Kau harus
menggaruk rasa gatal warga dan memikat mereka seperti Trump. Politisi
memikirkan pemilu berikutnya.” Kata Joo Myung
Poster
tertempel di pinggir jalan, "Satu,
Kang Sool Il. Dua, Han Sang Jin, Empat, Cho Young Min. Lima, Yang Jung
Gook" Joo Myung menegaskan politisi
hebat memikirkan generasi berikutnya, tapi menurunya Jung Kook bukan keduanya,
karena ia adalah penipu.
Poster
dan Spanudk Jung Kook tertulis "Warga
Pemberani Akan Dengan Berani Mengubah Keadaan!". Joo Myung menegaskan
kalau Jung Kook memilik keahilan yaitu Memikat orang dengan perkataannya.
Charles datang membawakan jaket untuk Jung Kook.
“Lakukan
kehebatanmu dan mulailah penipuan besar. Kau tidak punya pemilu berikutnya
maupun generasi berikutnya. Jadilah penipu sejati, dan hanya pikirkan pemilu
ini. Begitulah caramu untuk menang.” Ucap Tuan Choi
Jung Kook
sudah merapihkan tatanan rambut dan juga bajunya, Charles dkk sudah mengunakan
pakaian yang sama terlihat penuh semangat. Jung Kook pun mengajak mereka segera
pergi.
“Kampanye resmi dimulai hari ini
dengan pemilu sela. Para kandidat sudah turun ke jalan di distrik mereka dan
kemungkinan akan mengadakan perang kata-kata sampai pemilu mendatang.”
Terlihat
beberapa anggota lainya mencoba menyapa semua orang didepan subway atau di tepi
jalan dengan orang yang lalu lalang.
“Pada
hari pertama kampanye resminya, Kang Soo Il dari Partai Minjin mengunjungi
Pemakaman Nasional...” Tuan Kang terlihat berdoa lebih dulu dengan tim
suksesnya.
“Han Sang Jin dari Partai
Nasionalis pergi ke Injung-dong dahulu. Dia berbagi nasi bungkus dengan
murid-murid yang belajar untuk menghadapi ujian nasional dan ingin menghibur
para murid yang letih dahulu.”
“Aku
terjun ke dalam politik untuk mendengarkan mereka yang kesepian, dikucilkan,
dan lemah. Aku menerima energi positif dari semua orang di sini untuk
memenangkan pemilu.” Ucap Sang Jin saat diwawancara setelah berkeliling dan
makan dengan para mahasiswa
“Kandidat yang menerima perhatian
terbanyak mungkin adalah Warga Pemberani, Yang Jung Gook. Bagaimana dia, seorang
independen, memulai kampanyenya?”
Jung Kook
masuk berita menyapa semua orang memberitahu ia ada diNomor Lima, Yang Jung
Gook.
“Kandidat independen Yang Jung Gook
memulai kampanye resminya di mata air gunung di Sungyong. Fakta bahwa dia
memulai kampanyenya di Gunung Sungyong yang berdekatan dengan kompleks
apartemen Inbuk-dong menyiratkan banyak hal.”
“Tampaknya dia ingin menghibur para
warga, yang sensitif mengenai kemungkinan perumahan sangat sederhana dan
perpanjangan Jalur Sinbundang.”
Jung Kook
menyapa semua orang yang lewat, seorang kakek melihat Jung Kook pasti lelah.
Jung Kook mendengar suara kakek yang berbeda dan memastikan kalau berasal dari
Gyeongsan-do. Si kakek membenarkan, Jung Kook ingin tahu tepatnya ada daerah
mana.
“Daegu...
Aku juga berasal dari Daegu.” Ucap Jung Kook menyapa semua orang dengan cara
pendekatnya seperti seorang penipu.
Tuan Choi
memasukan uang ke dalam tas,setelah penuh Hoo Ja menyuruh agar membagikan
semuanya. Tuan Choi mmenganguk mengerti dan berjalan pergi. Seorang wanita
sedang bermain go stop lalu berteriak bahagia karena menang.
“Ini dari
Nomor Lima... Nomor Lima, Yang Jung Gook.” Ucap seorang pria sengaja memberikan
selipan uang.
“Astaga,
kau sangat tampan!” puji seorang pria. Jung Kook bisa tahu logat bicara pria
itu dari Jeolla-do
“SD-ku di
Mokpo... Anda bersekolah di mana?” tanya Jung Kook berusaha agar ramah
Si ibu
yang sebelumnya bermain go-stop berkumpul dengan teman-temanya lalu meminta
agar mereka untuk memilih nomor lima, karena calonya itu mengatakan akan mengadakan perubahan dengan
berani. Semua dengan bangga kalau akan memilih nomor 5.
“Halo,
aku kandidat nomor lima, Warga Pemberani Yang Jung Gook. Senang berjumpa dengan
Anda. SMP-ku di Gangwon-do. Jika Anda pergi ke dekat sekolahku, ada seorang
pria yang memiliki sebuah restoran luar biasa. Apa masih ada di sana?” ucap
Jung Kook.
“Masih.”
Kata Si pria. Jung Kook tak percaya kalau pria itu masih hidup
“Tolong
pilih aku, Warga Pemberani... Nomor Lima, Yang Jung Gook!” kata Jung Kook.
Seorang
wanita menerima uang sogokan dari anak buah Hoo Ja, senyuman sumringah, lalu
berbicara pada anak muridnya agar memberi
tahu orang tua mereka untuk pilih nomor lima. Anak TK yang masih polos,
menganguk mengerti untuk memilih nomor lima.
“Aku
Nomor Lima, Warga Pemberani, Yang Jung Gook... Astaga. Senang berjumpa dengan
Anda..” ucap Jung Gook pergi bertemu dengan pemilik toko.
“Apakah
Anda berasal dari Chungcheong-do?” tanya si pemilik toko dengan Wang Goo
disamping Jung Gook.
“SMA-ku
di Chungcheong-do. Bagaimana aku bisa bertemu kakakku dari kampung halamanku di
sini?” ucap Jung Kook menyapa pemilik toko.
Anak Buah
Tuan Choi pergi menemui peramal, membawa
banyak uang bertanya apakah kandidat nomor lima Yang Jung Gook menang. Si
peramal menyapanya lalu mengaku bisa melihatnya karena Nomor Lima bersinar
dengan terang.
“Kandidat
nomor lima, Warga Pemberani, Yang Jung Gook. Jika kalian mengirim aku ke
Majelis, aku akan membalas masyarakat Seowon yang luar biasa seumur hidupku!”
ucap Jung Kook terus melakukan kampanye.
“Pilih
Nomor Lima, atau kalian tidak bisa menikah.”
Kata peramal memberikan pada klien yang baru datang, Keduanya mengangguk
mengerti akan Pilih Nomor Lima.
“Aku
meminta masyarakat Seowon yang hebat. Tolong kirim Yang Jung Gook ke Majelis
Nasional!” ucap Jung Kook pergi dengan mobil
“Pilih
Nomor Lima, atau bisnis Anda akan bangkrut.” Kata peramal. Si wanita menganguk
mengerti.
“Aku akan
meringankan kesedihan dan penderitaan kalian. Penghuni Apartemen Castle, pilihlah
Nomor Lima, Yang Jung Gook.” Ucap Jung Kook
“Pilih
Nomor Lima, atau suamimu akan berselingkuh.” Kata Peramal pada seorang ibu-ibu
separuh baya, Si wanita menganguk mengerti dengan wajah ketakutan.
“Aku
memohon kepada kalian sekali lagi. Bukan Nomor Satu, bukan Nomor Dua, bukan
Nomor Tiga, dan bukan Nomor Empat. Nomor Lima.” Kata Jung Kook, Joo Myung pun
ikut berkampanye.
“Yang
Jung Gook... Dia akan membuat perubahan dengan berani. Dia Warga Pemberani
kita. Yang Jung Gook. Berikanlah suara kalian. Itu satu-satunya cara...” ucap
Jung Kook.
“ Kamu
akan menemukan uang... Jadi Nomor Lima.”ucap Si peramal, wanita muda mengerti
akan memilih nomor lima.
Jung Kook
terus berkampanye agar memilih Nomor Lima, sambil berteriak-teriak dengan suara
lantang dan yakin. Saat itu Jung Kook
menyapa pria lain yang datang dengan memuji kalau topi yang bagus. Hoo Ja dan
Sek Park melihat dari pinggir jalan.
“Sejauh
apa ketertinggalannya dari Kang Soo Il dan Han Sang Jin dalam survei terakhir?”
tanya Hoo Ja. Sek Park menjawab Lima
persen.
“Lima
persen... Cukup dapatkan lima persen. Lalu semuanya akan berakhir.” Ucap Hoo Ja
yakin lalu akhirnya pergi meninggalkan Jung Kook.
Saat itu
Mi Young datang seperti sengaja mengamati suaminya yang berhubungan dengan Hoo
Ja, bahkan Tuan Choi yang mencoba menghajarnya. Mi Young melihat foto yang
diambilnya, terlihat Jung Kook pergi dengan Seung Yi lalu Hoo Ja mengamati dari
kejauhan.
Wang Goo
duduk dibangku belakang, sementara Jung Kook yang mengemudikan mobilnya sediri,
lalu bertanya kenapa tidak punya SIM.
Wang Goo pikir sudah memberitahunya, kalau terlalu sibuk belajar. Jung Kook
pikir ajudan harus mengemudi.
“Apa ini?
Bagaimana mungkin kandidat yang mengemudi? Apa gunanya Harvard? Kau harus
mengemudi... Lalu , kenapa kau duduk di belakang?” keluh Jung Koo yang terlihat
dirinya seperti supir.
“Ibuku
melarangku duduk di kursi depan dalam mobil orang lain. Ada masalah asuransi
juga, jadi, aku tidak pernah duduk di kursi depan mobil orang lain...” ucap
Wang Goo dan akhirnya Jung Kook menganguk mengerti tak ingin mendengarkan
ucapan Wang Goo.
Mi Young
menelp mengajak untuk Makan malam nanti. Jung Kook dengan senang hati mengaku
punya waktu luang dan akan segera ke sana. Setelah menutup telp memberitahu
Wang Goo kalau harus pulang.
“Di
perhentian mana aku harus menurunkanmu? Di mana kau naik bus?” ucap Jung Kook
penuh semangat karena ingin bertemu dengan Jung Kook.
“Tidak
bisakah kau mengantarku pulang? Rumahku dekat. Aku akan sangat berterima kasih.”
Kata Wang Goo. Jung kook hanya bisa menghela nafas panjang.
Jung Kook
masuk rumah dengan tergesah-gesah meminta maaf pada Mi Young memberitahu ajudan
yang sebelumnya pernah ditemui, tidak bisa mengemudi. Jadi harus mengantarnya
pulang, tapi ternyata tinggal di Pocheon... lalu wajahnya binggung melihat Mi
Young sedang masak.
“Aku ingin
mencoba melakukan apa yang kau lakukan. Menyiapkan makan malam dan menunggu
dengan baik. Tapi itu tidak semudah dugaanku.” Ucap Mi Young memperlihatkan
foto yang didapatkanya.
Jung Kook
kaget sambil menghela nafas. Mi Young ingin tahu apa yang dilakukan Jung Kook
dengan beberapa penipu. Jung Kook ingin menjelaskan ,tapi Mi Young terlihat
marah ingin tahu apa yang sudah dilakukan suaminya.
Bersambung ke 13
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar