PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Kamis, 18 April 2019

Sinopsis My Fellow Citizens Episode 12

PS : All images credit and content copyright : KBS
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 

Mi Young akhirnya masuk ruangan, Jung Kook berpura-pura tak tahu sambi membahas rencana politiknya. Wang Goo heran tak mengerti yang dilakukan Jung Kook. Semantara Joo Myung hanya bisa diam saja. Mi Young masuk memanggil suaminya.
“Jangan menyelaku. Maksudku adalah kita tidak bisa melakukan ini. Jika kita melakukan ini, ini akan terjadi, jadi, kita harus melakukan itu.” Ucap Jung Kook. Mi Young kembali memanggil suaminya untuk ketiga kalinya.
“Mi Young... Kapan kau datang?” ucap Jung Kook berpura-pura kaget. Mi Young mengaku baru saja datang.
“Aku terlalu asyik sehingga tidak melihatmu masuk. Bagaimana kau tahu aku ada di sini? Apa Kau tidak sibuk?” ucap Jung Kook mencoba terlihat santai. Joo Myung hanya bisa mengejek melihat tingkah Jung Kook si penipu.
“Aku sibuk, tapi harus datang dan mendukung suamiku. Aku merasa bersalah membiarkanmu pergi seperti itu.” Kata Mi Young
“Tidak apa-apa. Aku yang salah... Intinya, aku senang kamu datang. Sapa mereka. Ini Anggota Majelis Kim Joo Myung dan Ini Park Wang Go... Dia ajudanku. Dia belajar ekonomi di Harvard.” Ucap Jung Kook memperkenalkan keduanya.
“Begitu rupanya. Aku sudah mendengar banyak hal tentangmu. Kudengar kau banyak membantu suamiku.” Kata Mi Young
“Apa maksudmu? Ini hari pertamaku di sini.” Kata Wang Goo polos. Jung Kook mulai panik
“Aku mengira kau orang lain...  Maaf. Ada apa denganku? Tapi Omong-omong, aku suka kantormu. Pemandangan yang indah.” Kata Mi Young melihat dari depan jendela.
Joo Myung akhirnya memilih untuk pamit pergi mengaku Ada urusan yang harus ditangani dan akan membiarkan mereka berdua berbincang. Jung Kook menahanya menurutnya Joo Myung tak harus melakukan itu sekarang. Joo Myung pikir memang harus pergi.
“Mereka mencoba bekerja seperti ini dengan mereka.” Ucap Joo Myung terlihat serius. Jung Kook mencoba membela.
“Jangan menyela aku... Jadi, kita harus menghubungi mereka untuk menghentikan mereka dan mereka, bukan begitu? Jadi, aku harus pergi sekarang dan mengurusnya.... Baik. Selamat melihat-lihat.” Ucap Joo Myung berjalan pergi.  Wang Goo pun pamit pada pamanya.
“Apa Kau tidak pergi?” ucap Joo Myung heran. Wang Goo mengulang  Tadi Paman mengatakan seorang ajudan tidak boleh pergi...
“Paman membentakku, jadi, aku tidak tahu harus bagaimana.” Ucap Wang Goo. Joo Myung menahan amarah akhirnya menyuruh keponakanya untuk tetap tinggal.
“Dia sebodoh ibunya... Gunakan otakmu.” Keluh Joo Myung akhirnya pergi ke luar kantor. 



Jung Kook akhirnya menawarkan kopi untuk Mi Young lalu membuatkanya. Mi Young melihat kantor dengan pemandangan yang bagus bertanya  Siapa yang membayar sewanya. Jung Kook mengaku menggunakan sumbangan. Mi Young kembali bertanya apakah Itu cukup untuk membayar sewa ini?
“Ya, entah bagaimana cukup.” Ucap Jung Kook tak ingin terlihat curiga.
“Apa kau tidak punya orang kaya yang mendukungmu?” tanya Mi Young. Jung Kook mengelak
“Siapa yang mau menggunakan uangnya untukku?” kata Jung Kook. Mi Young memastikan Jung Kook itu tidak meminjam dari rentenir. Jung Kook mengeluh dengan pertanyaan Mi Young.
“Aku menyelidik seorang rentenir bernama Park Hoo Ja. Rentenir menakutkan. Jadi Hati-hati walaupun kau membutuhkan uang” ucap Mi Young memperingati.
“Aku tidak butuh uang dan aku tidak meminjam dari rentenir Jangan khawatir.” Kata Jung Kook mendorong Mi Young agar menjauh.
“Aku hanya khawatir... Rupanya kamu naif.” Ucap Mi Young lalu melihat lembaran kertasn yang jatuh dekat lemari.
“Bersihkanlah tempat ini sedikit.” ucap Mi Young, Jung Kook pikir tak perlu karena bisa menanganinya sendiri.
“Tidak apa-apa. Kenapa kau bekerja di sini?” kata Jung Kook panik dan akhirnya dengan sengaja menyiram kopi diatas kertas.
“Apa yang kau lakukan? Hati-hati... Ini hancur.” Ucap Mi Young. Jung Kook pikir dirinya sangat kikuk.
“Tidak apa-apa. Aku punya failnya di komputerku... Pak Park.. Tolong bersihkan ini...dan pel kopinya.” Kata Jung Kook. Wang Goo pun membersihkan lantai. 



Didalam lemari, Seung Yi, Charles dan Tuan Choi bersembunyi terlihat sangat sesak. Charles pikir mencium hazel mocha cappuccino. Seung Yi mengeluh Mi Young menumpahkan kopinya di sana. Charles pikir lebih baik mereka keluar.
“Haruskah kau bernapas seperti itu?” keluh Seung Yi. Charles meminta maaf karena menderita rinitis.
“Pemandangan di sini indah... Lebih bagus daripada kafe.” Komentar Mi Young akhinya duduk melihat pemandangan blue house. 

Di dalam lemari, Seung Yi yang kesal menyuruh Charles agar memutar kepalanya.  Charles pikir Di mana bisa memutar kepalannya. Seung Yi yang kesal menyuruh Charles agar menyingkirlah saat itu terdengar suara benturan.
“Aku mendengar sesuatu... Apa Kau mendengar sesuatu?” ucap Mi Young. Jung Kook panik.
“Tidak mungkin. Pendengaranku tajam, tapi aku tidak mendengar apa pun.” Kata Wang Goo tahu dengan kode Jung Kook. Mi Young pun bertanya-tanya suara apa itu.
“Aku yakin aku mendengar sesuatu dari sana.” Kata Mi Young dan saat juga ponsel diatas kursi bergetar.
“Apa Kau tidak menjawab itu?” ucap Mi Young, Wang Goo mengaku ini bukan ponselnya. Jung Kook makin panik lagi karena tak bisa berbohong.
“Apa itu ponselku? Apa aku membelinya tahun ini? Kurasa begitu. Tahun ini. Apa aku membelinya?” ucap Wang Goo semakin gugup.
“Ini bukan ponselmu. Jadi Ponsel siapa itu?” tanya Mi Young binggung, Jung Kook memohon agar ponselnya itu Berhentilah berdering.
Mi Young akan mengangkatnya, tapi Jung Kook lebih dulu mengambil dan mengangkatnya.  Ia berpura-pura kalau Ponsel itu milik Anggota Majelis, Joo Myung tadi. Wang Goo mengangguk mengerti kalau ponsel itu milik pamanya. Mi Young hanya terdiam melihat keduanya.
“Astaga. Aku bertanya-tanya ini ponsel siapa. Apa Kau mau aku mengantarkannya kepadamu? Jadi Kau di mana? Ahhh.. Begitu rupanya. Aku tahu di mana itu... Baik, akan kuantarkan ke tempatmu.” Ucap Jung Kook sengaja mematikan sebelum Mi Young melihat wallpaper Tuan Choi.
“Aku akan pergi sekarang... Dia sangat pelupa, meninggalkan ponselnya.  Apa Kau mau menunggu?” ucap Jung Kook. Mi Young pikir tak bisa karena harus pergi dan bergegas pamit.
“Bekerjalah dengan giat.” Ucap Jung Kook. Wang Goo dengan polosnya meminta Mi Young segera pergi.
“Maksudku... Berjalanlah dengan perlahan dan hati-hati.”kata Wang Goo.  Mi Young akan segera pergi.
“Sampai jumpa. Aku tidak akan mengantarmu keluar. Hati-hati di jalan.” Ucap Jung Kook. 



Setelah memastikan Mi Young keluar, Jung Kook akhirnya menyuruh tiga orang temanya agar keluar dari lemari.  Seung Yi mengeluh kalau Charles buang angin dengan hidungnya dan pasti buang air besar dengan mulutnya. Mi Young berjalan keluar dari kantor Jung Kook terdiam seperti menyembunyikan sesuatu.
Flash Back
Mi Young ternyata sempat teringat saat Joo Myung pamit pergi, membawa ponselnya jadi tak mungkin yang tertinggal itu milik Joo Myung. Saat akan membereskan kertas melihat jaket yang terjepit di dalam lemari.
Mi Young masuk mobil seperti yakin kalau ada yang disembunyikan oleh suaminya.

Di ruangan, Jung Kook memegang ponsel Tuan Choi meminta agar  Ganti gambar layarnya karena menjijikkan. Tuan Choi mengaku kalau ini adalah gayanya, Jung Kook pun menyuruh Tuan Choi agar menganti gayanya. Tuan Choi pun mengambil ponselnya.
“Anggota Majelis sudah pergi dan aku tidak ingin rapat.” Ucap Jung Kook kesal.
Sementara Mi Young terlihat gugup dalam mobil berharap agarJung Kook keluar hanya sendiri saja bukan dengan teman-temanya.
“Rapat apa yang bisa kita adakan dengan seruangan penuh orang bodoh? Kecuali kau, Wang Go... Jadi, untuk hari ini..” ucap Jung Kook
“Keluarlah sendiri... Keluarlah sendiri. Kumohon.” Kata Mi Young berharap kalau suaminya tak terlibat.
Jung Kook mengajak mereka pulang bersama-sama. Mi Young melotot kaget melihat suaminya keluar dari gedung, bersama Charles, Tuan Choi, Seung Yi dan juga Wang Goo. Bahkan Tuan Choi memperlihatkan sesuatu di ponselnya seperti sangat dekat. 




Hoo Ja bertemu dengan kakaknya di penjara memuji kalau Kakak tampak cantik. Jin Hee mendengarnya mengeluh Hoo Ja yang memanggilnya kakak, menurutnya keduanya yang tampak cantik dan tidak pernah menua, lalu menyindi keduanya masih terlihat seperti berusia 20-an.
“Kulitmu sangat kencang dan lembap. Hei. Produk perawatan kulit apa yang kau gunakan?” ucap Jin Hee menyindir.
“Aku akan mengirim beberapa kotak. Berbagilah dengan orang-orang di sini.” Kata Hoo Ja bersikap ramah.
“Tidak perlu... Untuk apa? Aku akan beli sendiri saat bebas.” Kata Jin Hee.
“Tidak. Aku akan membelikannya untuk Kakak.” Ucap Hoo Ja. Tapi Jin Hee pikir bisa membelinya sendiri.
“Berhentilah mengatakan kamu akan membelikannya untuk kakak. Kau tidak punya uang.” Sindir Jin Hee.
“Aku punya uang.” Kata Hoo Ja yakin. Jin Hee pikir kalau Hoo Ja tidak punya uang.
“Kenapa kau berpikir itu uangmu? Apakah kau meninggalkan uang di bank, apa itu menjadi milik bank? Itu pemilik pemegang rekening. Omong-omong, senang melihat adik-adik kakak setelah sekian lama. Ini Menyenangkan. “ ucap Jin Hee.
“Jadi, kenapa kalian ke sini? Kakak berasumsi kalian tidak datang untuk menemui kakak.” Kata Jin Hee sinis
“Ini rumah Kakak saat nanti dibebaskan. Lokasinya di Gapyeong, jadi, mudah untuk datang ke Seoul, dan dekat dengan kuburan Ibu, jadi, Kakak bisa dengan mudah berkunjung tiap kali merindukannya.” Ucap Sek Park menunjukan sebuah gambar
“Apa yang kau lakukan dengan uang kakak?” tanya Jin Hee sinis
“Ini dijaga 24 jam, jadi, Kakak tidak perlu mencemaskan soal keamanan.” Ucap Sek Park menyela
“Apa Kau akan terus seperti ini? Kakak tidak mau mendengarkan.” Keluh Jin Hee kesal
“Dengarkan walaupun Kakak tidak mau... Kakak tidak bisa tinggal di jalanan saat bebas nanti, Rumah dan mobil ini dibeli atas nama Kakak. Kami juga membuka rekening bank dengan nama Kakak. Kami memasukkan satu juta dolar ke dalamnya...” ucap  Hoo Ja yang langsung disela oleh Jin Hee.
“Kunjunganku sudah selesai. Ini terlalu memalukan di depan penjaga.” Ucap Jin Hee berdir dari tempat duduknya.
“Kakak bisa hidup dari itu... Itu cukup untuk membiayai hidup Kakak seumur...” ucap Hoo Ja.
“Tutup mulutmu sebelum kakak merobeknya!” kata Jin Hee marah sebelum keluar dari ruang pertemuan. 



“Petugas... Tahukah kau kenapa nama mereka Hoo Ja dan Gwi Nam? Keluarga kami sangat menginginkan seorang putra. Tapi mereka hanya punya putri.. Jin Hee, Sun Hee, Min Hee. Jadi, ayah kami pergi ke dukun terkenal, dan dia mengatakan jika Ayah punya putri lagi, namailah dengan...” ucap Jin Hee.
Si peramal pun menyuruh agar menamainya “Hoo Ja” Dan Jin Hee mengetahui kalau orang tuanya melakukan itu karena Nama itu berarti "seorang putra akan lahir berikutnya." Dan begitulah namanya menjadi Hoo Ja.
“Dan yang lain, Gwi Nam berarti "bocah lelaki berharga." Tapi ibu kami meninggal tanpa melahirkan seorang putra pun. Karena itu aku membesarkan mereka seorang diri.” Cerita Jin Hee yang paling dewasa mengendong Gwi Nam yang masih bayi
“Ayahku memberitahuku untuk belajar jurusan industri karena humaniora tidak punya kelas seusai sekolah. Dengan begitu, aku bisa pulang pukul 15.00 dan memberi makan adik-adik balitaku. Begitulah caraku membesarkan mereka, tapi kini mereka melampaui aku setelah dewasa.” Cerita Jin Hee.
“Berandal kecil tidak sopan itu tidak punya rasa hormat dan ingin mati.”kata Jin Hee marah
“Lantas? Kenapa dengan itu? Haruskah kami mengadakan peringatan untuk Kakak dan Ibu? Kupikir Kakak sudah direhabilitasi, tapi rupanya Kakak mengalami menopause. Kakak pertama kita yang malang.” Sindir Hoo Ja.
“Tunggu sebulan lagi... Kakak akan pergi dan mengajarimu tata krama. Jika kau ingin hidup sehari lebih lama, terima apa yang kuberikan dan bersembunyilah.” Ucap Jin Hee mengancam
“Aku bukan bank, aku pegadaian... Temui aku dengan nyawa Kakak jika menginginkan uangku... Paham? Jangan sakit atau terluka sebelum aku bebas, paham?” kata Hoo Ja lalu keluar dari ruangan bersama adiknya.
“Kakak akan membunuhmu setelah bebas... Paham? Kalian harus sehat, Adik-adikku, sampai kakak bebas, paham? Kakak akan membunuh kalian begitu bebas!” teriak Jin Hee marah. 


Joo Myung duduk sendirian direstoran sambil mengangkat telp mengaku sedang minum  sendirian, seperti istrinya khawatir tapi menurutnya Tidak ada yang memperhatikan Anggota Majelis yang telah jatuh dan hanya istrinya yang satu-satunya orang yang memperhatikan dirinya.
“Baik. Aku akan segera pulang setelah menghabiskan ini.” Ucap Joo Myung terlihat frustasi.
Jung Kook datang meminta satu porsi sundaeguk dan sebotol soju lalu melihat Joo Myung yang duduk sendirian. Joo Myun mengeluh Jung Kook yang datang padahal Ini kedai langganannya. Jung Koo mengaku menjadi pelanggan tetap sejak itu.
“Makanannya leza Dan sempurna untuk minum sendirian. Jadi Biar kutuangkan segelas untukmu.” Ucap Jung Kook menuangkan minuman.
“Bagaimana dengan istrimu? Sudah kamu selesaikan?” tanya Joo Myung penasaran.
“Entah bagaimana aku berhasil lolos, tapi aku merasa bersalah.” akuiJung Kook
“Dari pengamatanku tadi, dia tampak tangguh. Hati-hati agar tidak ketahuan. Jika masalah timbul sekarang,maka kita semua akan mendapat masalah.” Tegas Joo Myung. Jung Kook menganguk mengerti.
“Omong-omong, aku mendapatkan pemikiran ini saat kita mencoba menganalisis pendirian politikku. Bisakah orang bodoh seperti aku menjadi Anggota Majelis?” ucap Jung Kook
“Sejujurnya, sebaiknya tidak... Tapi apa pilihanku? Aku harus menjadikanmu Anggota Majelis. Lagi pula aku sudah menyetujuinya.” Kata Joo Myung
“Bagaimana caramu melakukan itu?” tanya Jung Kook. Joo Myung bertanya balik lagi apa yang akan harus dilakukan agar Jung Kook terpilih.
“Memangnya Apa lagi? Gunakan keahlianmu... Mari kita tipu mereka.” Kata Joo Myung. Jung Kook kage dan tak mengerti.
“Biar kuselesaikan, Berandal... Apa itu penipuan? Itu mengatakan hal-hal yang ingin didengar orang untuk mendapatkan uang dari mereka. Mari kita lakukan hal yang sama. Kau bisa Pikat hati orang-orang dan dapatkan suara dari mereka alih-alih uang. Tampaknya itu satu-satunya cara, dilihat dari pengamatanku tadi..” Ucap Joo Myung
“Jadi, kau ingin aku menipu orang-orang... Apa Itu strategimu?” keluh Jung Kook. Joo Myung membenarkan.
“Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku kehilangan motivasiku.” Kata Jung Kook bingung
“Apa lagi yang bisa kau lakukan? Kau harus mengikutiku. Ayo Berdirilah.” Ucap Joo Myung. Jung Kook bertanya Joo Myung mau kemana. 




Joo Myung mengajak pergi berendam di kolam air hangat, seperti ingin membuat relax. Ia membahas apakah Jung Kook tahu cara Trump memenangkan pemilihan presiden Amerika. Jung Kook terlihat binggung.
Joo Myung seperti tak percaya kalau  seorang berandal yang menjual tanah dan tampil di TV sambil berkata, "Kau dipecat," menjadi Presiden Amerika. Jung Kook terlihat mendengarnya.
“Tidak banyak. Warga kulit putih Amerika. Mereka yakin mereka menciptakan Amerika, tapi mereka tersingkir oleh orang Afrika Amerika, Hispanik, dan Asia. "Itu tanahku, tapi aku tidak punya rumah untuk tidur." Warga kulit putih Amerika yang seperti itu. Dia menang dengan memikat mereka.” Jelas Joo Myung
“Kita akan menggunakan strategi yang sama. Pertama, mari kita lihat apakah ada yang punya konsep yang sama. Siapa kandidat yang unggul? Kang Soo Il dari Partai Minjin. Dia pasti akan memilih yang negatif. Dia tidak akan mencoba menang dengan suara, tapi mencoba untuk menghancurkan pemimpinnya.” Ucap Joo Myung. Jung Kook menganguk mengerti. 
Tuan Kang melihat berkas, mengetahui kaalu Kakaknya suami bibi Han Sang Jin punya selingkuhan. Anak buahnya membenarkan. Tuan Kang memastikan apakah sudah memeriksanya. Anak buahya mengaku sangat yakin dengan hal itu.
“Lalu apa pekerjaan kakaknya suami tantemu?” tanya Tuan Choi, Si pria mengaku tidak tahu...
“Benar! Apa bedanya? Bagaimana mungkin itu sisi negatifnya? Bawakan sesuatu tentang Han Sang Jin untukku. Sesuatu yang negatif tentang Han Sang Jin!” teriak Tuan Kang marah
“Jadi, Kang Soo Il tidak tumpang tindih dengan kita. Ada siapa lagi di sana? Ya. Berandal yang mengambil tempatku... Han Sang Jin dari Partai Nasionalis.” Kata Joo Myung duduk bersama di ruang sauna
Sang Jin sedang membahas dengan timnya, terlihat sangat trampil. Joo Myung memberitahu Sang Jin tumbuh dengan baik, belajar di universitas yang bagus, dan dididik untuk memiliki pemikiran yang baik, jadi  tampaknya ingin melakukan politik yang positif.
“Tapi orang yang terjun dalam politik yang melihat hutan bisa memenangkan hidup, bukan pemilu. Kau harus melihat pepohonan alih-alih hutan Atau melihat ke rumput di depan.” Ucap Joo Myung
“Apa maksudmu kita tidak membutuhkan kereta bawah tanah?” tanya Sai wanita marah
“Sudah kuberi tahu, Myung Im... Proyek yang membutuhkan infrastruktur harus fokus pada kepentingan publik, alih-alih nilai komersial. Inseo-dong lebih membutuhkan kereta bawah tanah daripada distrik kita. Mereka tidak punya transportasi umum yang mencukupi.” Ucap Sang Jin menjelaskan.
“Hei. Memangnya kau mengikuti pemilu di Inseo? Sadarlah. Kau mengikuti pemilihan di Inbuk 1, 2, 3, Injung-dong. Kenapa kau mengkhawatirkan penduduk Inseo? Apakah kau ingin terpilih?” kata Myung Im terlihat kesal.
“Jadi, kau harus masuk di antara mereka. Nomor Satu akan terobsesi mengadakan kampanye kotor.” Ucap Joo Myung.
Tuan Kang dengan kandidat nomor satu, terlihat marah menurutnya permintaannya berlebihan dan tidak meminta banyak, hanya ingin agar anak  buahnya untuk membawakan sesuatu yang negatif!


“Yang lainnya melihat ke hutan dan tidak tahu pepohonan sudah dicabut.”
Sang Jin menegaskan  Itu terlalu mengutamakan kepentingan pribadi dan mengajak untuk melihat gambaran besarnya. Si wanita terlihat marah dengan ucapan Sang Jin, Sementara  Joo Myung mengajarkan cara pada Jung Kook.
“Kau harus menggaruk rasa gatal warga dan memikat mereka seperti Trump. Politisi memikirkan pemilu berikutnya.” Kata Joo Myung
Poster tertempel di pinggir jalan,  "Satu, Kang Sool Il. Dua, Han Sang Jin, Empat, Cho Young Min. Lima, Yang Jung Gook" Joo Myung menegaskan  politisi hebat memikirkan generasi berikutnya, tapi menurunya Jung Kook bukan keduanya, karena ia adalah penipu.
Poster dan Spanudk Jung Kook tertulis  "Warga Pemberani Akan Dengan Berani Mengubah Keadaan!". Joo Myung menegaskan kalau Jung Kook memilik keahilan yaitu Memikat orang dengan perkataannya. Charles datang membawakan jaket untuk Jung Kook.
“Lakukan kehebatanmu dan mulailah penipuan besar. Kau tidak punya pemilu berikutnya maupun generasi berikutnya. Jadilah penipu sejati, dan hanya pikirkan pemilu ini. Begitulah caramu untuk menang.” Ucap Tuan Choi
Jung Kook sudah merapihkan tatanan rambut dan juga bajunya, Charles dkk sudah mengunakan pakaian yang sama terlihat penuh semangat. Jung Kook pun mengajak mereka segera pergi. 

“Kampanye resmi dimulai hari ini dengan pemilu sela. Para kandidat sudah turun ke jalan di distrik mereka dan kemungkinan akan mengadakan perang kata-kata sampai pemilu mendatang.”
Terlihat beberapa anggota lainya mencoba menyapa semua orang didepan subway atau di tepi jalan dengan orang yang lalu lalang.
“Pada hari pertama kampanye resminya, Kang Soo Il dari Partai Minjin mengunjungi Pemakaman Nasional...” Tuan Kang terlihat berdoa lebih dulu dengan tim suksesnya.
“Han Sang Jin dari Partai Nasionalis pergi ke Injung-dong dahulu. Dia berbagi nasi bungkus dengan murid-murid yang belajar untuk menghadapi ujian nasional dan ingin menghibur para murid yang letih dahulu.”
“Aku terjun ke dalam politik untuk mendengarkan mereka yang kesepian, dikucilkan, dan lemah. Aku menerima energi positif dari semua orang di sini untuk memenangkan pemilu.” Ucap Sang Jin saat diwawancara setelah berkeliling dan makan dengan para mahasiswa
“Kandidat yang menerima perhatian terbanyak mungkin adalah Warga Pemberani, Yang Jung Gook. Bagaimana dia, seorang independen, memulai kampanyenya?”

Jung Kook masuk berita menyapa semua orang memberitahu ia ada diNomor Lima, Yang Jung Gook.
“Kandidat independen Yang Jung Gook memulai kampanye resminya di mata air gunung di Sungyong. Fakta bahwa dia memulai kampanyenya di Gunung Sungyong yang berdekatan dengan kompleks apartemen Inbuk-dong menyiratkan banyak hal.”
“Tampaknya dia ingin menghibur para warga, yang sensitif mengenai kemungkinan perumahan sangat sederhana dan perpanjangan Jalur Sinbundang.”
Jung Kook menyapa semua orang yang lewat, seorang kakek melihat Jung Kook pasti lelah. Jung Kook mendengar suara kakek yang berbeda dan memastikan kalau berasal dari Gyeongsan-do. Si kakek membenarkan, Jung Kook ingin tahu tepatnya ada daerah mana.
“Daegu... Aku juga berasal dari Daegu.” Ucap Jung Kook menyapa semua orang dengan cara pendekatnya seperti seorang penipu. 

Tuan Choi memasukan uang ke dalam tas,setelah penuh Hoo Ja menyuruh agar membagikan semuanya. Tuan Choi mmenganguk mengerti dan berjalan pergi. Seorang wanita sedang bermain go stop lalu berteriak bahagia karena menang.
“Ini dari Nomor Lima... Nomor Lima, Yang Jung Gook.” Ucap seorang pria sengaja memberikan selipan uang.
“Astaga, kau sangat tampan!” puji seorang pria. Jung Kook bisa tahu logat bicara pria itu dari Jeolla-do
“SD-ku di Mokpo... Anda bersekolah di mana?” tanya Jung Kook berusaha agar ramah
Si ibu yang sebelumnya bermain go-stop berkumpul dengan teman-temanya lalu meminta agar mereka untuk memilih nomor lima, karena calonya itu  mengatakan akan mengadakan perubahan dengan berani. Semua dengan bangga kalau akan memilih nomor 5.
“Halo, aku kandidat nomor lima, Warga Pemberani Yang Jung Gook. Senang berjumpa dengan Anda. SMP-ku di Gangwon-do. Jika Anda pergi ke dekat sekolahku, ada seorang pria yang memiliki sebuah restoran luar biasa. Apa masih ada di sana?” ucap Jung Kook.
“Masih.” Kata Si pria. Jung Kook tak percaya kalau pria itu  masih hidup
“Tolong pilih aku, Warga Pemberani... Nomor Lima, Yang Jung Gook!” kata Jung Kook.
Seorang wanita menerima uang sogokan dari anak buah Hoo Ja, senyuman sumringah, lalu berbicara pada anak muridnya agar  memberi tahu orang tua mereka untuk pilih nomor lima. Anak TK yang masih polos, menganguk mengerti untuk memilih nomor lima.
“Aku Nomor Lima, Warga Pemberani, Yang Jung Gook... Astaga. Senang berjumpa dengan Anda..” ucap Jung Gook pergi bertemu dengan pemilik toko.
“Apakah Anda berasal dari Chungcheong-do?” tanya si pemilik toko dengan Wang Goo disamping Jung Gook.
“SMA-ku di Chungcheong-do. Bagaimana aku bisa bertemu kakakku dari kampung halamanku di sini?” ucap Jung Kook menyapa pemilik toko. 
Anak Buah Tuan Choi pergi  menemui peramal, membawa banyak uang bertanya apakah kandidat nomor lima Yang Jung Gook menang. Si peramal menyapanya lalu mengaku bisa melihatnya karena Nomor Lima bersinar dengan terang.
“Kandidat nomor lima, Warga Pemberani, Yang Jung Gook. Jika kalian mengirim aku ke Majelis, aku akan membalas masyarakat Seowon yang luar biasa seumur hidupku!” ucap Jung Kook terus melakukan kampanye. 
“Pilih Nomor Lima, atau kalian tidak bisa menikah.”  Kata peramal memberikan pada klien yang baru datang, Keduanya mengangguk mengerti akan Pilih Nomor Lima.
“Aku meminta masyarakat Seowon yang hebat. Tolong kirim Yang Jung Gook ke Majelis Nasional!” ucap Jung Kook pergi dengan mobil
“Pilih Nomor Lima, atau bisnis Anda akan bangkrut.” Kata peramal. Si wanita menganguk mengerti.
“Aku akan meringankan kesedihan dan penderitaan kalian. Penghuni Apartemen Castle, pilihlah Nomor Lima, Yang Jung Gook.” Ucap Jung Kook
“Pilih Nomor Lima, atau suamimu akan berselingkuh.” Kata Peramal pada seorang ibu-ibu separuh baya, Si wanita menganguk mengerti dengan wajah ketakutan.
“Aku memohon kepada kalian sekali lagi. Bukan Nomor Satu, bukan Nomor Dua, bukan Nomor Tiga, dan bukan Nomor Empat. Nomor Lima.” Kata Jung Kook, Joo Myung pun ikut berkampanye.
“Yang Jung Gook... Dia akan membuat perubahan dengan berani. Dia Warga Pemberani kita. Yang Jung Gook. Berikanlah suara kalian. Itu satu-satunya cara...” ucap Jung Kook.
“ Kamu akan menemukan uang... Jadi Nomor Lima.”ucap Si peramal, wanita muda mengerti akan memilih nomor lima.
Jung Kook terus berkampanye agar memilih Nomor Lima, sambil berteriak-teriak dengan suara lantang dan yakin.  Saat itu Jung Kook menyapa pria lain yang datang dengan memuji kalau topi yang bagus. Hoo Ja dan Sek Park melihat dari pinggir jalan.
“Sejauh apa ketertinggalannya dari Kang Soo Il dan Han Sang Jin dalam survei terakhir?” tanya Hoo Ja. Sek Park menjawab  Lima persen.
“Lima persen... Cukup dapatkan lima persen. Lalu semuanya akan berakhir.” Ucap Hoo Ja yakin lalu akhirnya pergi meninggalkan Jung Kook.
Saat itu Mi Young datang seperti sengaja mengamati suaminya yang berhubungan dengan Hoo Ja, bahkan Tuan Choi yang mencoba menghajarnya. Mi Young melihat foto yang diambilnya, terlihat Jung Kook pergi dengan Seung Yi lalu Hoo Ja mengamati dari kejauhan. 

Wang Goo duduk dibangku belakang, sementara Jung Kook yang mengemudikan mobilnya sediri, lalu bertanya  kenapa tidak punya SIM. Wang Goo pikir sudah memberitahunya, kalau terlalu sibuk belajar. Jung Kook pikir ajudan harus mengemudi.
“Apa ini? Bagaimana mungkin kandidat yang mengemudi? Apa gunanya Harvard? Kau harus mengemudi... Lalu , kenapa kau duduk di belakang?” keluh Jung Koo yang terlihat dirinya seperti supir.
“Ibuku melarangku duduk di kursi depan dalam mobil orang lain. Ada masalah asuransi juga, jadi, aku tidak pernah duduk di kursi depan mobil orang lain...” ucap Wang Goo dan akhirnya Jung Kook menganguk mengerti tak ingin mendengarkan ucapan Wang Goo.
Mi Young menelp mengajak untuk Makan malam nanti. Jung Kook dengan senang hati mengaku punya waktu luang dan akan segera ke sana. Setelah menutup telp memberitahu Wang Goo kalau harus pulang.
“Di perhentian mana aku harus menurunkanmu? Di mana kau naik bus?” ucap Jung Kook penuh semangat karena ingin bertemu dengan Jung Kook.
“Tidak bisakah kau mengantarku pulang? Rumahku dekat. Aku akan sangat berterima kasih.” Kata Wang Goo. Jung kook hanya bisa menghela nafas panjang. 


Jung Kook masuk rumah dengan tergesah-gesah meminta maaf pada Mi Young memberitahu ajudan yang sebelumnya pernah ditemui, tidak bisa mengemudi. Jadi harus mengantarnya pulang, tapi ternyata tinggal di Pocheon... lalu wajahnya binggung melihat Mi Young sedang masak.
“Aku ingin mencoba melakukan apa yang kau lakukan. Menyiapkan makan malam dan menunggu dengan baik. Tapi itu tidak semudah dugaanku.” Ucap Mi Young memperlihatkan foto yang didapatkanya.
Jung Kook kaget sambil menghela nafas. Mi Young ingin tahu apa yang dilakukan Jung Kook dengan beberapa penipu. Jung Kook ingin menjelaskan ,tapi Mi Young terlihat marah ingin tahu apa yang sudah dilakukan suaminya.
Bersambung ke 13

Cek My Wattpad... Stalking 



Cek My You Tube Channel "ReviewDrama Korea"

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar