Joo Hyuk
masih terlihat binggung dan melihat di kalender, bulan Juni tahun 2006,wajahnya
masih terlihat binggung. Lalu ia keluar dari rumah karena terlambat dan
akhirnya terkena siraman air, si bibi menjerit panik.
“Kau
seharusnya bilang akan lewat.” Keluh bibi. Joo Hyuk bergumam kalau kejadian
sama Persis...
“Persis
seperti hari itu.” Gumam Joo Hyuk masih mengingatnya
“Matahari
bagus, jadi akan cepat kering.” Kata Si bibi. Joo Hyuk masih mengira kalau
dirinya sedang bermimpi.
“Tapi ini
terlihat begitu nyata.” Gumam Joo Hyuk masih kebingungan.
“Apakah
kau tidak pergi? Tidakah kau terlambat?” ucap Si Bibi menyadarkan lamunan Joo
Hyuk
Joo Hyuk
turun dari bus tak sengaja tersandung tempat koran, Dua pelajar mengeluh
pasangan artis yang menikah dan hidup bahagia, menurutnya itu tidak adil.
“Aku
tidak tahu apakah ini mimpi atau kenyataan. Bagaimanapun, ini tahun 2006. Pada
hari itu 12 tahun yang lalu. Jika seperti ini, maka aku akan segera bertemu...”
gumam Joo Hyuk lalu melihat sosok Hye Won sedang membawa cello.
“Itu Hye
Won dari 10 tahun yang lalu. Dia adalah cinta pertamaku dari surga...dengan senyum
cerah seperti bunga.” Gumam Joo Hyuk.
Hye Won
memanggil Joo Hyuk karena mengetahui akan masuk kelas selama periode pertama
dan pasti terlambat. Joo Hyuk hanya terdiam,Hye Won mengaku sedang dalam perjalanan
ke ruang latihan. Joo Hyuk mengangguk mengerti
“ Joo
Hyuk-Sunbae, apakah kau senggang malam ini? Seorang pemain cello akan
menampilkan resital solo, dan aku punya dua tiket.” Kata Hye Won
“Iya...
Aku senggang.”ucap Joo Hyuk dengan gugup
“Aku akan
menemuimu di pintu masuk jam 8 malam. Jangan terlambat.” Kata Hye Won lalu
melangkah pergi.
“Benar,
Hye Won. Jadi kau meminta untuk pergi karena suatu alasan... Kau juga...Kau
juga...” gumam Joo Hyuk lalu ditabrak oleh motor kurir makanan.
Joo Hyuk
terbangun dari tidurnya, terjatuh dari tempat tidurnya. Woo Jin membereskan tas
anaknya heran melihat Joo Hyuk hanya diam, padahal sudah terlambat masuk
kantor. Joo Hyuk masih bingung bertanya sekarang hari apa.
“Tidak.
Tahun berapa sekarang?” ucap Joo Hyuk masih bingung. Woo Jin heran Joo Hyuk
menanyakan hal itu.
“Sekarang
hari rabu 29 Agustus 2018.” Kata Woo Jin, Joo Hyuk kaget karena berpikir kalau
hari Jumat
Ini hari
Rabu. Mengapa kau berbicara omong kosong lagi? Apakah kau bermimpi?” keluh Woo
Jin
“Benar...
Itu hanya mimpi... Ya, itu mimpi. Apa lagi yang bisa terjadi?” gumam Joo Hyuk
lalu bertanya bagaimana caranya pulang kemarin.
“Apa
maksudmu? kau berjalan pulang. Aku sudah bilang. kamu harus berhenti minum
begitu banyak. Itu mungkin benar-benar membunuhmu.” Kata Woo Jin lalu keluar
kamar.
Joo Hyuk
bertanya mau kemana istrinya, Woo Jin mengatakan akan mengajukan asuransi jiwa.
Lalu akan mengantarkan anak-anak dan langsung menuju kantor jadi tak peduli Joo
Hyuk akan pergi kerja atau tidak.
“Ini
sangat aneh, aku ingat mengemudi di mobil, tapi aku tidak ingat yang lainnya. Apakah
karena aku terlalu banyak minum akhir-akhir ini? Tunggu sebentar.... Rasanya
terlalu nyata untuk menjadi mimpi... Apakah karena terlalu banyak yang terjadi
kemarin?” gumam Joo Hyuk kebingungan dan terlihat ada sebuah goresan
ditanganya.
[Episode 2 - Life is a maze full of choices]
Joo Hyuk
akhirnya berangkat pergi ke kantor. Jong Hoomembeli sandwich pada bibi dalam
truk untuk Joo Hyuk juga. Ia pikir
seorang pria yang makan sarapan di rumah hanyalah mitos adn sangat ingin makan
masakan ibunya
“Ayah ku
sangat beruntung bisa makan masakannya setiap hari.” Keluh Jong Hoo
“Hei,
Jong Hoo.. Pernahkah kau bermimpi yang terasa begitu nyata? Mimpi yang begitu hidup sehingga terasa begitu
nyata.” Ucap Joo Hyuk yang masih kebingungan.
“Tentu
saja aku punya. Suatu waktu dalam mimpiku, aku berpacaran dengan Han Hyo Joo.
Tapi itu sangat jelas... Setelah setiap aku melihat Han Hyo Joo di TV, dia
tampak sangat akrab, seperti mantan pacar. Dan adegan ciumannya membuatku
sangat marah sehingga aku tidak bisa menontonnya. Itu sangat aneh.” Cerita Jong
Hoo
“Tidak,
bukan seperti itu.” Kata Joo Hyuk. Jong Hoo pikir itu bukan masalah yang besar.
“Itu
hanya karena kau begitu stres akhir-akhir ini. Dan karena kau begitu stres,
ingin memainkan beberapa permainan setelah bekerja? Aku sudah menyiapkannya.
“GameStation
ku rusak. Jadi aku mempostingnya untuk mendapatkan yang baru, tapi belum
terjual juga.” Cerita Joo Hyuk, Jong Ho memuji kalau itu usaha yang
bagus.
“Aku
berharap aku bisa membeli yang baru.” Kata Jong Hoo iri dengan temanya.
Joo Hyuk
tiba-tiba tersadar dengan luka ditanganya, karenatidak pernah mengalami ini
sebelumnya. Jong Hoo heran dengan Joo Hyuk padahal sudah memilikinya sejak mulai
bekerja. Joo Hyuk malah tak mungkin kalau
tidak tahu tentang bekas luka di tubuhnya sendiri.
“Siapa
lagi yang tahu, kalau bukan kau? kau sangat aneh hari ini. Bukankah seharusnya
kau pergi ke dokter? Mereka mengatakan tanda awal Alzheimer adalah penyakit
yang lagi trend.” Kata Jong Hoo. Joo Hyuk masih saja terdiam kebingungan.
Dua orang
pegawai wanita melihat Joo Hyuk dan Jong Hoo baru datang, sambil menyapa
bertanya apakah mereka ingin minum kopi. Jong Hoo seperti tahu trik pegawai
wanita lalu berpura-pura menerima telp dan bergegas pergi. Joo Hyuk yang
menahanya pun tak bisa menahanya.
"Tentu,
aku akan membeli... Wah.. Dompet ku terasa sempit.” Kata Joo Hyuk mengeluarkan
kartunya menyuruh dua pekerja untuk membelinya.
"Terima
kasih, Asisten Manager.. Ngomong-ngomong, apakah cuma untuk kami berdua aja? Bagaimana
dengan yang lain?” kata pegawai wanita,
‘Tentu,
aku yakin itu tidak akan banyak biaya. Beli beberapa untuk semua orang Tapi Maaf,
apa mereka menerima kartu debit di sana ?” ucap Joo Hyuk. Keduanya pun
menganguk, Joo Hyuk pun tak bisa berkata apa-apa lagi.
Dua
pekerja kembali memberitahu kalau Joo Hyuk membeli kopi untuk semua orang
dengan membaagikan semua es americanos. Semua mengucapkan terimakasih, Jong Hoo
pun ikut tersenyum bahagia. Hwan mengaku suka dengan minuman dingin jadi
meminta Joo Hyuk membelikan di waktu berikutnya.
“Itulah
mengapa kau harus berhati-hati terhadap kopi gratis. Jika mereka memintamu
untuk membelikan mereka kopi,maka uang belanja mu untuk minggu ini akan hilang
dalam sekejap.” Ucap Jong Hoo, saat itu Tuan Cha baru saja masuk kantor.
“Selamat
pagi semuanya Apa ini? Apakah ini "Coffee Time"? Baguslah.... aku
juga ingin. Cepat beri dia satu.” Kata Tuan Cha. Dua pegawai binggung karena
lupa membelikannya.
“Tidak
apa-apa, aku hanya akan minum kopi instan di ruang istirahat. Dokter ku bilang
untuk menghindari makanan manis sehingga arteri ku tidak akan tersumbat tapi
satu cangkir kopi manis tidak akan membunuhku seketika.” Kata Tuan Cha
menyindir.
Semua
terdiam akhirnya, Joo Hyuk maju mendekati Tuan Chan memberikan kopi yang belum
diminum. Tuan Cha menolak karena Joo
Hyuk yang membelikanya. Joo Hyuk beralasan tidak bisa tidur nyenyak di malam
hari jika minum kopi.
“Yang ini
milikmu. Aku sungguh..” kata Joo Hyuk, Tuan Cha pun dengan senang hati
menerimanya.
“kau
adalah satu-satunya yang memperhatikan ku, Ass Manager Cha... Terima kasih.”
Kata Tuan Cha langsung menghabiskan setengah gelas kopi.
“Es
Americano adalah yang terbaik untuk hari yang panas. Di sini, aku punya kuis
untuk kalian. Jam berapa di India? Kalian tidak tahu, kan?< Saat ini, jam 4
pagi di India. Atau, seperti yang kita katakan di Korea,
"Indonesia"!” kata Tuan Cha berusaha melucu.
Semua orang
berusaha untuk tertawa sambil tepuk tangan, begitu juga Joo Hyuk dan Jong Hoo.
Jong Joo mengeluh Tuan Cha itu jadi
pemarah, tapi Tuan Chan akan berurusan dengan kemarahannya selama seminggu jika
bukan karenanya. Joo Hyuk yang kesal menendang kaki temanya lalu melangkah
pergi.
Joo Hyuk
masuk ke dalam ruang penyimpanan, kotak berangkas besar dibuka satu persatu
lalu melihat memasukan semua uang sambil memikirkan kalau hanya akan makan
kimbab selama seminggu. Ia pikir Akan sangat menyenangkan jika semua uang itu
adalah uangnya.
“Haruskah
aku mengambil semua ini dan kabur? Haruskah?” kata Joo Hyuk
Ia lalu
menerima balas dari forum “Mencari sebuah GameStation!” kalau ada yang menjual
GameStation terbaru seharga 400 dolar, keadaanya mulus no minus. Wajah Joo Hyuk
langsung sumringah dan bergegas menutup semua pintu untuk segera keluar.
Joo Hyuk
kembali duduk merasa tuhan memberkati
karena sudah membeli kopi hari ini, lalu menyuruh Jong Hoo agar melihat
ponselnya. Jong Hoo melonggo kaget melihatnya, Joo Hyuk senang karena tak perlu
membayar kontan.
"Hei,
cepat hubungi mereka, sebelum orang lain mengalahkan mu untuk itu.” Kata Jong
Hoo, Joo Hyuk pun bergegas mengetik di ponselnya dengan tenang.
“Ya, aku akan
membelinya dari mu.” Tulis Joo Hyuk. Si pemilik ingin tahu apakah Joo Hyuk Bisa
bertemu hari ini?
“Ya,
dimana dan kapan?” tanya Joo Hyuk, Si pemilik meminta agar bertemu di pintu Exit
1 dari Yeouido Station sekitar jam 6 sore.
“Mereka
ingin bertemu jam 6. Apakah kamu pikir aku akan bisa keluar saat itu?” tanya
Joo Hyuk ragu.
“Cukup
beri tahu mereka jawaban “ya” untuk saat ini. Kau harus mengatakan ya tidak
peduli apa” ucap Jong Hoo
Joo Hyuk
pun memutuskan untuk bertemu jam 6 sore. Keduanya terlihat bahagia karena
berhasil membeli games. Saat itu Tuan Byun sudah ada didepan counter menyindir
keduanya tidak akan bekerja, dengan memperingatkaa agar Berhenti bermain-main
selama jam kerja.
“Kami
hanya memeriksa nomor kami untuk mata uang yang dipertukarkan.” Kata Jong Hoo
lalu menjauh dari meja Joo Hyuk.
Woo Jin
bertemu pelangan Nyonya Soo Mi menyapa dengan ramah yang akan perawatan wajah
hari ini. Nyonya Soo Mi mengatakan ingin pijat bahu hari ini, karena masih
lelah dari perjalanan ke Bali minggu lalu. Woo Jn terlihat senang kalau pelangganya pergi ke Bali.
“Aku tahu
kamu mempunyai kesehatan yang luar biasa. Tolong ganti baju. aku akan segera
kembali setelah siap-siap.” Kata Woo Jin
“Dan Juga,
berikan aku satu cangkir air hangat.” Ucap Nyonya Soo Mi, Woo Jin menganguk
mengerti lalu keluar dari ruangan.
Woo Jin
masuk ruangan membantu Nyonya Soo Mi
minum air hangat tapi pelannganya seperti merasakan panas dan mulai
mengomel. Woo Jin meminta maaf karena merasa sudah mencampurnya jadi akan
mengambilkan yang lain.
“Itu
baik-baik saja. Aku tidak menginginkannya. Nyalakan AC.” Kata Nyonya Soo
Mi. Woo Jin pun dengan menahan amarah
menyalakan AC.
“Kami
akan mulai dengan pijat penuh. Wahh, kau memiliki kulit yang bagus... Bali
pasti menyenangkan, aku belum pernah ke Bali.” Ucap Woo Jin lalu tiba-tiba
terbatuk dan meminta maaf pada pelangganya.
“kau tahu
bahwa kau harus merawat kulit kecokelatan dengan lebih baik, kan? Perawatan
"sun care line" klinik kami juga bagus. Kami menggunakan produk dari
Perancis. Ini baik untuk regenerasi kulit, dan...” ucap Woo Jin yang lain
dihentikan oleh Nyonya Soo Min
“kau
membuatnya terlalu jelas bahwa kamu berpromosi. Apakah bos mu menginstruksikan
mu untuk melakukan ini?” komentar Nyonya Soo Mi, Woo Jin mengaku tidak
“Apakah kamu mendapatkan semacam komisi jika
kamu menjualnya kepada ku? Aku akan mempertimbangkannya. Berikan aku contoh
saat aku keluar... Yahhh... Benar juga... aku yakin sulit untuk memenuhi
kebutuhan hanya dengan gaji mu. Aku yakin kau harus menjual sesuatu, apakah itu
mungkin kosmetik atau hati nurani mu. ACnya kurang dingin sedikit lagi. Sangat
panas.” Komentar Nyonya Soo Mi.
Woo Jin
pun menahan diri dengan kembali menyalakan AC,
lalu melihat ada pemilik rumah yang nelp. Lalu pamit untuk keluar dari
ruangan. Ia meminta maaf pada pemiik terlihat kebingungan.
Jong Hoo
dan Joo Hyuk melayani pelanggan bank
yang mengajukan pinjaman pribadi premium.. Joo Hyuk membaca formulir dan juga
tanda terimakarena menahan pajak dan bukti pekerjaan, lalu meminta ID cardnya.
Si wanita mencarinya di dalam dompetnya.
“Sudah
berapa lama kau hamil?” tanya Joo Hyuk dengan wajah sumringah.
“Sudah
sekitar lima bulan.” Jawab si wanita, Joo Hyuk mengaku punya dua anak juga dan
mengucapkan selamat.
“Tapi
Kenapa tidak di sini?” kata Si wanita kebingungan. Joo Hyuk pun ikut panik
karena tidak membawa kartu Idnya.
“Aku
mengeluarkannya ketika membereskan barang-barang dan lupa membawanya. Apa yang
harus aku lakukan? aku benar-benar harus menyelesaikannya hari ini. Haruskah
aku pulang dan kembali? Ini mungkin akan
kembali lewat jam 6 sore. Jika kau menunggu ku sedikit, aku akan kembali
secepat mungkin.” Kata Si wanita
“Kau
bilang Jam 6 sore?” ucap Joo Hyuk teringat dengan janjinya akan bertemu di Exit 1 dari Yeouido Station sekitar jam 6
sore.
“Aku akan
melanjutkan dengan pinjaman untuk saat ini. Jadi Bawalah padaku besok. kau
adalah pelanggan reguler lama dari bank kami.” Ucap Joo Hyuk. Si wanita
bertanya apakah Joo Hyuk melakukan itu.
“Pada
prinsipnya tidak diperbolehkan, tapi aku harus melakukannya untukmu karena rumahmu
jauh dari sini.” Bisik Joo Hyuk
“Terima
kasih. Maka aku akan membawanya besok pasti.” Kata si wanita. Joo Hyuk pun
tersenyum bahagia bisa menyelesaikan masalah.
Joo Hyuk
bergegas mencari Tuan Cha dalam ruangan, tapi tak ada. Ia lalu bertanya padah Hyang
Sook, di mana manajer cabang. Hyang Sook mengatakan Tuan Cha keluar untuk
berkunjung ke markas beberapa waktu yang lalu dan akan segera kembali.
Akhirnya
Joo Hyuk kembal ke ruangan mencoba masuk ke website karyawan lalu membuka “Buku
Darurat” dengan password, setelah itu mengklik “Persetujuan Pinjaman” dan
terlihat tanda tangan Tuan Cha keluar. Wajah Joo Hyuk tersenyum bahagia
melihatnya.
Joo Hyuk
menemui Tuan Byun dengan wajah sedih mengaku memiliki urusan keluarga, meminta
izin untuk pulang kerja lebih awal. Tuan Byun mengejek Joo Hyuk punya 10
saudara atau sesuatu. Jong Hoo seperti gugup mendengarnya.
“Mengapa
kamu memiliki begitu banyak urusan?” keluh Tuan Byun.
“Ini
cukup serius. Aku ingin menghapus nama ku dari daftar keluarga juga, Tapi
kurasa aku tidak bisa.” Ucap Joo Hyuk.
Tuan Byun
akhirnya mempersilahkan Joo Hyuk pergi, wajah Jong Hoo pun ikut tersenyum
melihatnya. Joo Hyuk bisik bertanya pakah ia bisa sampai di Stasiun Yeouido
dalam 30 menit. Jong Hoo pikir Joo Hyuk punya cukup waktu jika cepat-cepat
sekarang. Joo Hyuk berjalan dengan wajah sedih padahal hatinya sangat bahagia.
Woo Jin
berjalan ke sebuah apartemen, wajahnya sedih melihat ibunya yang kena marah
seorang bibi yang sudah memberitahu untuk membersihkannya. Ibu Woo Jin
mengatakan akan segera melakukannya.
“Jadi
kapan kau akan melakukannya? Apa Setelah aku meninggal?” teriak si bibi.
Akhirnya Woo Jin mendekati ibunya.
“Aku senang
kamu ada di sini... Coba Lihatlah semua barang ini. Apakah ini tempat
pembuangan atau rumah? Aku menabrak salah satu sampah itu dalam perjalananku
kemarin. Coba Lihatlah memar ini di jari kakiku.” teriak si bibi sambil
mengeluh bau.
“Aku
minta maaf.... Aku sangat menyesal.” Ucap Woo Jin tak bisa berkata-kata.
“Lupakan
permintaan maafnya. Dia menumpuk ini di depan rumah orang lain. Apa maksudnya
kekacauan ini? Tidak bisakah dia menjadi gila dengan cara yang layak?” teriak
si bibi marah dan berjalan pergi.
Woo Jin
mengeluh pada ibunya meminta agar membuang semua barang-barang yang ada diluar
rumah. Ibu Woo Jin langsung melarang dengan wajah ketakutan, karena menurutnya
masih bisa digunakan. Woo Jin menghela nafas melihat sikap ibunya yang suka
menumpuk barang.
“Di
negara ini, semua orang hanya berpikir membuang barang bukannya berhemat.” Kata
Ibu Woo Jin
“Untuk apa
kau menggunakannya? kau menumpuknya karena tidak punya tempat untuk
menggunakannya. Apakah ini rumah bagi orang?” kata Woo Jin
“Tentu
saja. Apa kau pikir ini adalah rumah untuk babi dan anjing?” ucap Ibu Woo Jin
masuk rumah. Woo Jin merengek pada ibunya agar mau membuangnya.
“Minumlah
secangkir air sebelum kamu pergi... Atau haruskah aku membuatkan multi-grain
shake?” kata Ibu Woo Jin mencari di dalam lemari es.
Woo Jin
menatap seluruh ruangan seperti terasa sempit. Ibu Woo Jin kebingungan karena
tak menemukan lalu memanggil suaminya. Woo Jin kaget karena ayahnya sudah lama
meninggal, lalu memanggil ibunya. Ibu Woo Jin menatap anaknya pun terlihat
binggung
“Kapan
kau datang? Kenapa aku membuka kulkas? Apakah aku mencari sesuatu?” ucap Ibu
Woo Jin. Woo Jin menatap ibunya dengan wajah sedih karena lupa.
Woo Jin
berjalan dengan wajah sedih teringat kembali yang dikatakan dokter “Dia semakin
memburuk. Dia terus keluar di malam hari juga. Bukankah seharusnya kau berpikir
untuk mengirimnya ke panti jompo demi ibumu, bukankah begitu?”
Joo Hyuk
berlari keluar dari stasiun mencari orang yang akan janjian, lalu seorang pria
datang memastikan nomor telp Joo Hyuk lebih dulu. Joo Hyuk terlihat
bersemangat. Si pria meminta maaf karean harus pergi ke kamar kecil. Joo Hyuk
mengakubaru saja tiba juga.
“Kau bisa
periksa kondisinya dulu.” Kata Si pria. Joo Hyuk pun meminta izin untuk bisa
mengeluarkan ini. Si pria pun memperbolehkanya.
“Astaga,
ini benar-benar mulus no minus... Kelihatannya baru.” Komentar Joo Hyuk melihat
PS ditanganya.
“Ini
memang baru. Aku tertangkap oleh istri ku pada hari aku membelinya. Dia bilang akan
menyingkirkanku jika aku tidak segera menyingkirkannya.” Cerita si pria dengan
wajah sedih, Joo Hyuk mengaku sangat mengerti.
“kau tahu
sangat sulit untuk mendapatkan model ini. Aku bahkan menyewa pekerja paruh
waktu untuk mengantre hanya untuk membeli orang ini. Tapi istriku menyuruhku
memilih antara dia dan ini seperti permainan bertahan hidup. kau lihat, aku
tidak bisa mempertaruhkan hidup ku.” Cerita Si pria sedih
“Aku
mengerti... Jangan khawatir aku akan membelinya.” Kata Joo Hyuk memberikan
uangnya dalam amplop. Si pria menghitungnya lalu mengucapkan terimakasih.
Sang Sik
mengosok kartu undian tapi kembali gagal. Joo Eun berlari-lari ditempat
mengeluh Tingkah laku Sang Sik yang
memuakkan setiap kali melihatnya. Menurutnya semua yang dilakukan Sang
Sik tidak berguna, jdai menurutnya itu adalah pemborosan uang.
“Donasi uang
mu sebagai gantinya agar kau dan keluarga mu diberkati.” Komentar Joo Eun
“Tingkah
lakumu tidak berbeda. Bekerja paruh waktu, belajar, atau keluar untuk berlari.
Lakukan satu hal sekaligus. Bagaimana kau bisa belajar sambil melakukan itu?”
ejek Sang Sik
“Itu
bukan urusanmu... apakah aku belajar atau melakukan roll ke depan sambil
berlari. Aku sedih karena tidak bisa bekerja banyak hari ini. Apakah kau akan
bertanggung jawab jika berat badan ku bertambah lagi?” keluh Joo Eun.
“Kau
bilang Tanggung jawab? Bagaimana kau bisa mengatakan hal yang mengerikan tanpa
berkedip mata mu?” keluh Sang Sik. Joo Eun pun meminta maaf.
“Aku
merinding mendengar ucapan ku sendiri juga. Maaf.” Kata Joo Eun lalu melihat
Woo Jin datang dengan wajah lesu.
Joo Eun
bertanya kenapa kakak iparnya datang disiang hari. Woo Jin mengaku ada
pekerjaan disekitar sini dan memutuskan untuk mampir, lalu menyapa Sang Sik.
Sang Sik mengaku baik dengan senyuman lebar. Joo Eun mengejek Sang Sik melakukan hal yang terlalu baik, jadi itulah
masalahnya.
“Dia
datang ke sini untuk menghabiskan waktu setiap hari.” Komentar Joo Eun. Sang
Sik pun memilih untuk pamit pergi
“Aku akan
membiarkan kalian bicara. Sudah saatnya aku harus membuka toko ku.” Ucap Sang
Sik melangkah pergi.
“Bukankah
ini melelahkan? Untuk melakukan pekerjaan paruh waktu sambil mempersiapkan
ujian?” kata Woo Jin
“Memang
melelahkan, tapi apa yang bisa aku lakukan? Aku tidak bisa meminta uang kepada
orang tua ku ketika sudah berumur 30 tahun. Selain itu, orang tuaku pasti
hampir tidak cukup untuk mempertahankan hidup.” Cerita Joo Eun. Woo Jin pun
hanya bisa terdiam.
“Ngomong-ngomong,
ini sangat sulit untuk melihat Joo Hyuk hari ini. Apakah dia sibuk?” tanya Joo
Eun. Woo Jin mengangguk. Joo Eun lalu menawarkan untuk kopi.
“Ahh...
Kau tidak suka kopi... Haruskah kita pergi minum?” kata Joo Eun
“Aku
tidak akan punya waktu untuk itu hari ini. Ngomong-ngomong, bukankah kau bilang
temanmu bekerja di rumah sakit untuk orang tua? Berapa biayanya dalam sebulan
untuk tinggal di sana?” tanya Woo Jin
“Aku
tidak yakin. Dari apa yang aku dengar, tapi aku pikir itu sekitar 1.200 dolar.
Mengapa?” tanya Joo Eun
“Seseorang
ingin tahu Tapi Apakah rumah sakit lain akan semahal itu?” ucap Woo Jin
“Sebagian
besar harganya sama. Itu sebabnya anak-anak biasanya membagi biaya. kau perlu
memiliki uang untuk menjadi baik kepada orang tua mu. Begitulah cara dunia gila
ini berjalan.” Keluh Joo Eun. Woo Jin terdiam karena sebagai anak tunggal.
“ Ngomong-ngomong,
Woo Jin-Eonni Apakah kau tidak dandan? kau terlihat terlalu kuyu. Bagaimana bisa
kau menemukan pacar seperti itu? Mereka mengatakan setiap wanita yang sudah
menikah memiliki pacar akhir-akhir ini.” Kata Joo Eun mengoda. Woo Jin hanya
terdiam memegang wajahnya.
“Aku hanya
bercanda, tapi kau tidak tertawa. Aku sudah selesai belajar untuk hari ini.”
Kata Joo Eun membereskan bukunya. Woo Jin tetap terdiam.
Joo Hyuk
memeluk PS barunya, lalu melihat jendela rumahnya kalau lampu sudah
menyala. Akhirnya Ia mencari kantung
plastik berkas di tempat sampah dan memasuka Psnya. Woo Jin sedang memandikan
anaknya. Joo Hyuk berjalan menutupi PSnya dan bergegas masuk ke dress room.
Ia
mencari tempat untuk menyembunyikan Psnya, lalu melihat tumpukan pampers. Joo
Hyuk mengeluarkan semua pampers dan menaruh PS dibagian dalam agar tak terlihat.
Woo Jin memanggil Joo Hyuk agar memegang anak kedua. Jo Hyuk pun bergegas pergi
menghampiri istrinya.
Joo Hyuk
berbaring di tempat tidur melihat istrinya sudah tidur lalu berusaha turun,
tapi Woo Jin membuka mematanya memanggil suaminya. Joo Hyuk menyahut
berpura-pura kembali tidur. Woo Jin ingin bicara tapi terlihat ragu menyuruh
suaminya untuk tidur saja
Beberapa
saat kemudian, Joo Hyuk berusaha agar bangun, Woo Jin kembali ingin bicara,
akhirnya Joo Hyuk menatap istrinya yang sedang tertidur. Woo Jin membahas Joo
Hyuk bilang akan dipromosikan segera.
“Apakah
kau yakin bahwa akan dipromosikan sebagai Manager Tim segera?” kata Woo Jin. Joo Hyuk terlihat
binggung.
“Jawab Ya
atau tidak?” ucap Woo Jin. Joo Hyuk mengaku tidak bisa 100 persen yakin.
“Ngomong-ngomong,
aku belum mengunjungi ibumu dalam waktu yang lama. Benarkan? Dia baik-baik
saja, kan? Dia sering memasak kimchi hijau mustard. Tapi Kenapa dia tidak
memasaknya belakangan ini?”kata Joo Hyuk
“Jika kau
ingin memakannya, kau bisa memasaknya sendiri.” Keluh Woo Jin kesal membalikan
badanya.
“Apakah aku
minum terlalu banyak?” ucap Joo Hyuk kebingungan lalu bangun dari tidurnya.
Joo Hyuk
pergi kebalik gantungan baju, mulai memaikan gamesnya, wajahnya terlihat
bahagia karena Grafisnya tidak bisa dipercaya. Ia memegang PSnya merasa kalau perlahan-lahan
akan saling mengenal satu sama lain dan menghentikanya permainanya.
“Mari
kita akhiri di sini... Bukan karena aku malu... Tapi Tidak ada salahnya
berhati-hati. Mari kita bertemu seperti ini lain kali... mengerti?” ucap Joo
Hyuk dengan wajah bahagia memainkan gamesnya.
Joo Hyuk
terbangun dengan deringan ponselnya. Hwan menelp kalau sekarang adalah keadaan
darurat, karena Tim audit datang. Joo Hyuk kaget karena Mereka datang bulan
lalu dan Kenapa mereka datang lagi?.
“Aku tidak
tahu. Pokoknya, kau harus cepat kesini.” Ucap Hwan menutup telpnya.
“Apakah
mereka menganggapnya menyenangkan? Kenapa mereka datang sepanjang waktu?” keluh
Joo Hyuk kembali tertidur.
Ia lalu
teringat saat bertemu dengan pelanggan yang menanyakan ID Cardnya tapi
memprosesnya juga dan meminta datang besok. Ia langsung bergegas keluar dari
kamar karena tidak melampirkan salinan ID Card.
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar