PS : All images credit and content copyright : TVN
Layar
besar di Kota Seoul “Berikutnya adalah berita sains. Tipe bintang X, bintang
tetap Off,yang berjarak 68 tahun cahaya dari Bumi, dengan cepat menjadi lubang
hitam karena kini bintang itu
terdisipasi. Komunitas astronomi terkejut dengan kecepatan proses disipasi bintang itu.
“Mereka memantau dampaknya pada
gaya tarik gravitasi antara bulan dan Bumi. Mereka yang mengawasi perubahan
gaya tarik gravitasi mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya gempa bumi atau
tsunami.”
Sebuah
mobil berjalan menuju "Jangwon" lalu masuk ke sebuah pintu tol dengan
membayar 500 won. Mobil itu berjalan dengan cepat di jalan yang lurus.
Pagi hari
sebuah mobil berjalan menyalip ke kanan dan kiri, Cha Joon Hyuk mengemudikan
mobilnya dengan cepat.
“Dunia ini penuh hal-hal aneh.
Stroberi musim dingin yang tumbuh di rumah kaca lebih enak daripada stroberi
musim panas. Bunga forsythia bermekaran di tengah musim dingin. Pembuatan koin
satu sen biayanya tiga sen. Jumlah aset nonaktif yang tidak diklaim mencapai
lebih dari 1,4 miliar dolar.”
Joo Hyuk
melirik ponselnya yang terus berdering, teringat kembali yang dikatakan
temanya Mobil nomor 4885 telah memasuki
Bandara Incheon dan Ponselnya tidak aktif. Joo Hyuk berusaha mengambil
ponselnya, tapi malah membuatnya kecelakaan. Dan ponselnya tetap berdering
dengan mata setengah sadar melihat papan nama "Bandara Incheon"
“ Di antara
semua hal-hal aneh di dunia, hal teraneh adalah cinta. Kita menikah karena
mencintai pasangan. Tapi pasangan bisa menjadi musuh yang menyebalkan. Dan
Lebih lagi, kita bertemu banyak musuh dalam hidup kita. Tapi hal terkuat dan
paling mengerikan adalah... “ gumam Joo Hyuk menatap ponselnya nama "Istri"
terlihat dilayar.
Menurutnya
yang paling mengerikan adalah istrinya, lalu Joo Hyuk pun tak sadarkan diri.
[Episode 1 - "Ada monster di ranjangku
yang memukuliku"]
[16 jam sebelum kecelakaan]
Joo Hyuk
tidur dengan dua anak dan istrinya. Satu anak bayinya menangis, Sang istri Seo
Woo Jin dengan setengah sadar menganti popok anaknya. Jam setengah empat pagi,
Woo Jin tersadar kalau anak pertamanya tak ada disampingnya.
“Hei,
jaga anak-anak.... Jangan tidur...” ucap Woo Jin mengendong anaknya yang
terjatuh lalu menaruh di samping pelukan Joo Hyuk.
Joo Hyuk
kembali tidur, Woo Jin mendorong wajah Joo Hyuk agar Jangan mendengkur. Jam
empat kurang, posisi Joo Hyuk sudah berbalik arah. Anak keduanya kembali
menangis, Woo Jin membangukan Joo Hyuk agar memberikan susu. Joo Hyuk pun
dengan mata tertutup memberikan susu untuk anaknya.
Keduanya
akhirnya bisa tidur pulas, jam 8 pagi mereka membuka mata dan terlihat panik.
Keduanya panik karena terlambat, Woo Jin bergegas menganti pakain anaknya, Joo
Hyuk masuk ke dalam kamar mandi mencari kemeja. Woo Jin sambil mempersiapkan
semua perlengkapan anaknya menyuruh Joo Hyuk mencari di lemari.
“Tidak
ada kemeja.” Kata Joo Hyuk, Woo Jin menyuruh agar mencari di teras. Joo Hyuk
berlari mencari pakaianya dan ternyata tak menemukan.
“Apa Tidak
bisa pakai yang kotor?” kata Woo Jin.
Joo Hyuk mengeluh istrinya yang belum mencuci
“Aku
tidak sempat!” ucap Woo Jin mempersiapkan anaknya. Joo Hyuk kesal istrinya yang
selalu saja begini lalu mencoba mengambil parfum.
Woo Jin
melihat jam, meminta Joo Hyuk agar mengantar anak mereka karena sudah ketinggalan
bus. Joo Hyuk menolak karena sudah terlambat. Dan bisa dipecat. Woo Jin kesal
kalau dia juga terlambat. Joo Hyuk meminta maaf dengan bergegas pergi lebih
dulu.
“Ada
rombongan yang akan pijat nanti. Apa Kau bisa menjemput anak-anak?” ucap Woo
Jin
“Entahlah.
Coba Lihat nanti” kata Joo Hyuk lalu bergegas mencari ponselnya.
“Kau
harus Kabari aku. Aku harus beri tahu guru jika kau tidak bisa menjemput... Paham?”
kata Woo Jin. Joo Hyuk berlari mengaku tidak dengar.
“Kabari
aku nanti... Jangan lupa kabari aku!” teriak Woo Jin dengan nada tinggi.
Joo Hyun
panik berlari masuk ke dalam kantor, lalu menaruh tas dan jas nya di luar dan
berpura-pura sedang minum kopi dengan mengambil bekas gelas kopi dari tempat
sampah. Yoon Jong Hoo melihat Joo Hyuk datang sengaja mengeluarkan kotak uang,
tapi Saat akan duduk, Tuan Byun Sung Woo menghentikan Joo Hyuk.
“Tetap di
situ, jangan bergerak.” Ucap Tuan Byun lalu menyuruh Joo Hyuk agar berbalik.
“Jadi,
kau bertingkah seolah sudah mengisi daftar hadir dan menyempatkan diri membeli
kopi, ya?” sindir Tuan Byun. Joo Hyuk membenarkan.
“Baiklah.
Minggir.... Tapi aku tidak melihat tasmu Atau jasmu. Lalu kenapa kau
berkeringat? Tapi kotak koinmu sudah di luar.” Kata Tuan Byun curiga.
“Yoon
Jong Hoo.... Pasti kamu yang mengeluarkannya, kan?” ucap Tuan Byun. Jong Hoo
terlihat kebingungan.
“Baiklah...
Kau sudah melanggar tiga kali, Pak Cha... Aku sudah bilang akan mengurangi
nilai evaluasi pegawaimu jika kau terlambat tiga kali. Bahkan Kau juga berusaha
mengakalinya. Jadi, kukurangi satu poin lagi.” Kata Tuan Byun. Joo Hyuk hanya
bisa tertuduk
“Dan aku
akan mengurangi lagi satu poin karena ingin... Pasti itu akan sangat menurunkan
nilaimu. Apa Kau keberatan?” ucap Tuan Byun, Joo Hyuk mengaku tak keberatan.
“Tentu saja...
Tidak boleh keberatan.” Kata Tuan Byun, Saat itu datang Tuan Cha Bong Hee
menyapa semua pegawainya.
“Kenapa
suasana di sini? Pak Cha si pengacau kita! Kesalahan apa lagi yang kau buat?”
ucap Tuan Cha
“Dia
terlambat datang terus-menerus.” Kata Tuan Byun. Joo Hyuk hanya bisa tertunduk
dengan sedikit senyuman.
“Ayolah,
kenapa kau seketat itu pagi-pagi.. Ini masalahmu, Manajer Byun, adalah terlalu
perfeksionis. Kau harus memiliki cela agar tampak manusiawi, sepertiku. Benar, kan?”kata
Tuan Cha.
Tuan Byun
tak bisa berkata-kata akhirnya memilih untuk bicara dengan Manajer Jang ingin tahu apakah sudah memeriksa
presentasi itu hari ini. Joo Hyuk bisa tersenyum bahagia karena bisa
diselamatkan oleh Tuan Cha.
“Sudah
kubilang... Jika ingin bertahan di tempat kompetitif ini, jangan menarik
perhatian para pemangsa. Apa kau Mau bermain boling sepulang kerja nanti?” ucap
Tuan Cha. Joo Hyuk menyanggupinya dan memuji Tuan Cha.
“Tapi Kenapa
bajumu basah sekali?” kata Tuan Cha memegang baju Joo Hyuk. Akhirnya Joo Hyuk
bisa bernafas lega duduk di meja kerjanya, Jong Hoo langsung mengipas temanya
yang kelelahan.
Keduanya
pun pergi ke atap, Joo Hyuk berpikir mereka
punya musuh di kehidupan sebelumnya, karena Tuan Hyun sangat keras
kepada mereka. Jong Hoo meminta Joo Hyuk agar memakluminya, karena Tuan Byun
hampir mencapai puncak, tapi gagal mendapatkan promosi.
“Seharusnya
dia menjadi asisten manajer cabang.” Ucap Jong Hoo.
“Itu
bukan salah kita, tapi salahnya.” Keluh Joo Hyuk, Jong Hoo pikir kalau temanya
itu memiliki orang yang membantu
“Walau
dia kurang bisa diandalkan.” Komentar Jong Hoo. Joo Hyuk mengeluh kalau masih
pagi dan tapi sudah lelah.
“Apa Kau
kurang tidur karena anakmu lagi? Kelak kau akan merindukan masa-masa mereka membuatmu
terjaga dengan menangis. Setelah mereka bisa berbicara, itu penyiksaan yang
lebih berat. Mereka akan berkata "Apa ini? Apa ini?" Anakku kembar.”
Cerita Jong Hoo.
“Hidup
itu perjuangan tanpa akhir.” Kata Joo Hyuk. Jong Hoo akhirnya berdiri.
"Hari
yang tepat untuk mati." "Jika kamu meletakkan pistolmu, kubiarkan
kamu hidup." Kata Jong Hoo mengeluarkan pistol dengan nada seperti aktor.
“Jangan
meracau.” Keluh Joo Hyuk. Jong Hoo meminta agar temanya bermain.
"Manusia
yang hanya hidup demi masa depan akan mati oleh manusia yang hanya hidup demi
masa kini. Aku hidup demi masa kini. Berapa yang kamu mau?" kata Jong Hoo
terus mengikuti suara aktor.
Ia lalu
memberikan tembakan. Keduanya pun bermain tembakan seperti film Matrix yang
menghindar. Jong Hoo memuji temanya yang memang hebat.
“Hei,
cita-citaku saat SD adalah menjadi penari balet. Apa kau mau melihat
kebolehanku?” ucap Joo Hyuk. Jong Hoo mempersilahkan.
Joo Hyuk
memulai melebarkan kakinya melakukan split, Jong Hoo terpana karena tak bisa
melakukanya. Joo Hyuk terus melebarkan kakinya, lalu tiba-tiba terdengar suara,
wajahnya langsung panik. Jong Hoo ingin tahu apa yang terjadi. Joo Hyuk meminta
agar tak mendekat karena Celananya sobek. Jong Hoo makin mengodanya ingin
melihat celana Joo Hyuk.
Joo Hyuk
berkerja memanggil Nasabah nomor 324 ke konter 6, tapi tak ada yang datang,
beberapa kali memanggil Nasabah 324, akhirnya memanggil Nasabah 325. Seorang wanita mengatakan ingin mengajukan pinjaman untuk apartemennya.
“Permisi.
Nomorku 324... Aku dipanggil saat berada di toilet tadi.” Ucap Paman datang ke
kounter Joo Hyuk
“Mohon
tunggu sebentar... Aku akan melayani dia dahulu sebelum Anda.” Kata Joo Hyuk
sopan
“Hei,
sudah kubilang nomorku 324... Kenapa aku harus menunggu?” ucap paman dengan
nada penuh amarah
“Masalahnya,
tadi Anda pergi sejenak, jadi...” balas Joo Hyuk tapi malah dibalas dengan
teriakan.
“Tapi aku
butuh ke kamar kecil! Aku ingin buang air kecil karena tidak kunjung dipanggil!
Antreannya panjang, tapi konter itu kosong sejak tadi! Aku tidak pergi untuk
bermain. Apa kamu meremehkan kami?” teriak Si paman
“Dia
sedang makan siang. Kami makan sesuai...” ucap Joo Hyuk
“Kenapa
butuh sejam penuh untuk makan siang? Aku pun sangat kelaparan! Astaga,
menyebalkan. Protes membuatku makin kesal. Hei, di mana manajernya? Suruh dia
keluar.” Teriak si paman
Tuan Byun
malah sengaja menutup wajahnya, si paman akhirnya dibawa petugas untuk menjauh
dari counter. Semua pegawai dan pengunjung hanya bisa menatap bingung, si pria
tetap berteriak “Hei, Apa kau tahu siapa aku? Kalian akan merasakan akibatnya!”
Jong Hoo
mengeluh kalau kalimat "Kamu tahu siapa aku" slogan populer baru. Joo
Hyuk melayani custumer yang ingin membahas peminjaman untuk apartemen. Akhirnya
Joo Hyuk menyelesaikan semua tugasnya, seorang pegawai memebritahu Terlalu
banyak nasabah di bagian transaksi tunai jadi meminta agar membantunya. Joo
Hyuk mengeluh karena harus dirinya lagi yang berkerja.
“Hwan,
tangani beberapa nasabah di bagian transaksi tunai.” Kata Joo Hyuk pada
juniornya. Hwan mengeluh kalau dirinya.
“Siapa
lagi? Kau juga harus mempelajarinya.” Ucap Joo Hyuk, Hwan mengaku kalau harus
pergi.
“Jangan
beralasan... Apa Kau tidak melihat mereka kewalahan?” ucap Joo Hyuk
“Lalu
kenapa tidak kau bantu? Kalau begitu, aku akan pulang cepat. Ada kursus bahasa
Mandarin nanti.” kata Hwan dengan wajah kesal lalu memanggil Nasabah 786.
Di tempat
kerja Woo Jin, sebuah grup dari jepang datang. Manager eminta agar pegawainya
menangani satu klien dari Tim Relaksasi. Woo Jin pun sedikit menyingkir
mengirimkan pesan pada suaminya. “Apa Kau bisa menjemput anak-anak atau tidak?”
Joo Hyuk
yang sedang berkerja tak membaca pesan istrinya, Tuan Byung mengajak mereka
segera pulang ingin tahu apakah belum
menemukannya dari Tim Investasi. Jang Mang Ok mengatakan telah memeriksanya
tiga kali dan Semuanya benar.
“Mana
mungkin tidak ada yang berbuat salah jika ada masalah?” teriak Tuan Byun
“Kenapa
kau hanya meneriaki kami? Mungkin timmu yang salah. “ kata Nyonya Jang
“Ini
karena bukan kerugian kita. Angkanya tidak sesuai!” ucap Tuan Byun.
“Ayo...Dengar,
Rekan kerja... Sebaiknya gunakan bahasa formal selama jam kerja.” Kelu Nyonya
Jang, Tuan Byun pikir kalau ini kerugian
Tunggu,
aku meminta Tim Pinjaman mengurus beberapa pekerjaan karena kita kewalahan. Itu
nasabah yang ingin menukar uangnya.” Ucap tim pinjaman.
“Itu Kuberikan
itu ke Kim Hwan.” Kata Joo Hyuk, Hye Jung mencari dan akhirnya bisa menemukannya.
“Penanggung
jawabnya Hwan....Astaga, bagaimana ini? Kurasa dia keliru menganggap 10 dolar
sebagai 100 dolar.” Kata Hye Jung
“Ternyata
begitulah kejadiannya, Manajer Byun dari Divisi Pinjaman.” Sindir Nyonya Jang
“Sudah
kuduga Kim Hwan akan mengacau lagi! Omong-omong, ke mana dia?” kata Tuan Byun
“Dia
pulang cepat karena ada kursus Mandarin.” Kata Joo Hyuk
“Apa?
Siapa yang mengizinkan? Kata siapa dia boleh pulang?” ucap Tuan Byun, Joo Hyuk
mengaku dirinya yang memperbolehkan pulang.
“Kau
sungguh luar biasa. Kau datang terlambat dan pegawai baru mengacau. Kau
menyebabkan masalah dan memberi contoh buruk! Kerja sama tim yang hebat! Jadi Pak
Cha. Tolong perbaiki kesalahan Kim Hwan... Sekarang. Cepat!” ucap Tuan Byun.
Joo Hyuk
bergegas mencari nama "Park Young
Rye" tapi ponselnya tak aktif. Ia lalu melapor kalau Ponselnya tidak
diangkat. Wajah Tuan Byun sinis, Joo Hyuk mengatakan Akan menghubungi
kantornya. Jong Hoo pun ikut panik melihat rekan kerjanya.
“Halo,
ini Agen Wisata Banana? Apa Ada pegawai bernama Park Young Bye di sana?” ucap
Joo Hyuk
“Dia baru
saja pergi ke bandara. Jadi Aku harus bagaimana?” tanya Joo Hyuk. Tuan Byun
berteriak menyuruh agar mengejarnya.
Joo Hyuk
pun bergegas pergi dan mengambil mobil Tuan Byun untuk mengejar
nasabahnya. Akhirnya Joo Hyuk
mengemudikan mobilnya dengan cepat, menyalip ke kanan dan diri. Sementara Woo
Jin kelaur dari ruangan menerima telp sambil meminta maaf karena Pekerjaannya
belum selesai.
“Seharusnya
aku meneleponmu lebih awal. Suamiku bilang mungkin tidak bisa datang.” Kata Woo
Jin, lalu kaget kalau di sekolah ada Acara keluarga lalu memberitahu akan
menghubungi sekolah anaknya lagi.
Ia menelp
suaminya, tapi tak diangkat. Joo Hyuk sedang berusaha untuk mengejar nasabahnya
dengan mobil Tuan Byun. Akhirnya Woo Jin
menemui managernya meminta izin, Si pegawai memarahi Woo Jin yang ingin keluar
di tengah jam kerja.
“Maaf.
Tidak ada lagi yang bisa menjemput anak-anak.” Ucap Woo Jin
“Aku
sudah bilang kita akan kedatangan rombongan. Seharusnya kau mengatur waktumu. Klien
sudah berbaring di sana. Tapi kau malah pergi. Ini tidak bisa diterima.” Kata
Manager kesal
Woo Jin
kebingungan, mencoba kembali menelp
Suaminya dan saat Joo Hyuk mengalami kecelakaan dan tak sadarkan diri.
Joo Hyuk
tertidur pulas di ruang IGD, Hwan
membangunkan Joo Hyuk sambil menendang ranjang. Joo Hyuk terbangun dengan wajah
panik, Hwan mengeluh dengan Joo Hyuk yang masih bisa tidurpada saat seperti
ini. Joo Hyuk mengaku kalau kurang tidur belakangan ini.
“Bagaimana
kau bisa kemari?” tanya Joo Hyuk. Hwan memberitahu kalau Tuan Yoon memanggilnya.
“Aku
mengirim mobilnya ke bengkel dan membayar biaya pelayanan dengan kartu
kreditmu.” Kata Hwan. Joo Hyuk mengeluh mendengarnya.
“Kartu
kreditku sudah mencapai limit.” Jelas Hwan. Joo Hyuk ingin tahu dengan klien
yang dikejarnya.
“Dia berhasil
lari... Dia pasti terbang di atas Tionghoa atau di sekitar sana... Beruntung
sekali dia.” Komentar Hwan. Joo Hyuk terlihat makin kesal.
“Kenapa
kau mengizinkan aku menukar mata uang? Aku belum terbiasa dengan pekerjaan
itu.” Keluh Hwan
“Apa Kau
menyalahkanku?”balas Joo Hyuk kesal, Hwan pun menceritakan apa yang akan
dilakukan.
“Aku akan
bermain boling dengan teman kuliah nanti. Wanita yang kusukai juga berada di
sana.” Cerita Hwan. Joo Hyuk menyuruh Hwan agar
Jangan berisik.
“Manajer
cabang bilang dia akan tutupi selisihnya dengan dana sekuritas.” Kata Hwan. Joo
Hyuk menyuruh diam.
“Manajer
timnya marah.” Kata Hwan. Joo Hyuk pikir itu tidak heran.
“Kau
menyebabkan kerugian dan menabrakkan mobil yang masih cukup baru.” Kata
Hwan. Joo Hyuk ingin tahu apa yang
dikatakan Tuan Byun.
"Bodoh.
Aku tidak akan puas walau menghajarnya hingga babak belur. Akan kubunuh dan
kugantung kepala mereka di depan bank." Kata Hwan.
Joo Hyuk
menyuruh berhenti dan Tutup mulut. Hwan memmberitahu kalau Tuan Byun menyuruh
agar melapor setelah tiba jadi meminta Joo Hyuk menghubunginya. Joo Hyuk
teringat dengan ponselnya lalu mencari dalam tasnya lalu membaca semua pesan
istrinya
“Kau tidak
lupa menjemput anak-anak, kan? Kau harus tiba pukul 19.00. Apa kau sudah
berangkat? Kau di mana? Sudah di jalan? Kenapa kau tidak mengangkat telepon? Hei,
angkat telepon!”
Joo Hyuk
panik langsung bergegas menuruni ranjangnya,
Hwan binggung melihat Joo Hyuk pergi karena harus dirawat sampai besok.
Joo Hyuk tak peduli memilih untuk segera berlari. Hwan meminta agar Joo Hyuk
menelepon sebelum pergi.
Joo Hyuk
sampai didepan rumah sambil bergumam dalam hati “ Socrates pernah berkata, "Jika
mendapatkan istri yang baik, engkau menjadi bahagia. Jika mendapatkan yang
tidak baik, engkau akan menjadi filsuf." Ia pun mengaku dirinya
sebagai filsuf lalau masuk ke dalam rumah
“Beraninya
kau masuk! Kenapa kau masuk? Keluar...” teriak Woo Jin marah. Joo Hyuk ingin
menjelaskan tapi Woo Jin yang murka tetap mengusir suaminya.
“Aku muak
melihat wajahmu... Keluar.” Teriak Woo Jin, Joo Hyuk berusaha membujuk.,
“Apa Tidak
mau? Kalau begitu Apa Aku saja yang pergi?” kata Woo Jin, Joo Hyuk tetap ingin
menjelaskan yang terjadi.
“Kau
Diam... Jika bicara lagi, akan kujepit mulutmu dengan staples.” Ucap Woo Jin.
Joo Hyuk tak percaya istrinya tega mengatakan hal itu.
“Diam
kataku... Aku tidak mau dengar... Jangan bicara dan diamlah!” teriak Woo Jin
“Sadarkah
kau bagaimana aku berlarian tadi? Jalanan macet, jadi Aku turun dari taksi di
tengah jalan ke sana. Aku melepas sepatu dan berlari pontang-panting. Sementara
itu Guru prasekolah meneleponku tiada henti. Bahkan Kau juga tidak mengangkat
telepon, sementara pelangganku siap untuk dipijat. Aku harus bagaimana? Jawab.”
Teriak Woo Jin meluapkan semua amarahnya.
“Sulitkah
mengirim pesan satu pun? Sulitkah menelepon sekali saja? Apa hanya aku orang
tua dari anak-anak? Kenapa aku memikul semua tanggung jawab?” teriak Woo Jin.
“Sayang,
maaf.. Tenanglah... Aku terkejut saat melihat panggilan tidak terjawab beberapa
saat lalu.” Ucap Joo Hyuk
“Kau
bilang Beberapa saat lalu? Apa Kau baru memeriksanya? Aku meneleponmu dengan gelisah
dan berusaha menghubungimu sepanjang hari. Tapi Apa kau baru menyadarinya?”
teriak Woo Jin. Joo Hyuk meminta maaf,
“Beraninya
kamu mengatakan itu! Dasar sampah!” teriak Woo Jin menyuruh Joo Hyuk keluar.
Woo Jin
mengambil kaki kepiting dan langsung melemparnya, Joo Hyuk panik dan akhirnya
kaki kepiting tertancap di bundaran panah, tapi pipinya terkena goresan.
[Bar Akal Sehat]
Joo Hyuk
makan semangkuk mie dengan lahap, Jong Hoo datang bertanya kenapa meneleponnya
semalam ini dan memberitahu kalau Waktunya hanya 30 menit karena mengaku akan
membeli permen karet kepada istrinya lalu menyuruh Joo Hyuk agar makan perlahan
saja.
“Dia
kenapa?” tanya Oh Sang Sik binggung melihat tingkah Joo Hyuk. Jong Hoo menyuruh
membiarkan saja.
“Ada
pegawai baru yang mengacau hari ini. Lalu Dia tidak sengaja menabrakkan mobil
seniornya saat mengejar klien Semuanya kacau tadi.” Cerita Jong Hoo
“ Dalam
hal itu, mengelola usaha swasta jauh lebih ringan.” Komentar Sang Sik
“Itu
impian para pegawai kantoran. Apa usahamu
sukses?” tanya Jong Hoo
“Jika ya,
aku tidak duduk di sini.” Ucap Sang Sik melihat restoranya yang sepi tanpa
pengunjung.
“Aku
menyerah.... Yang pasti usaha macam ini untuk orang biasa sepertiku. Aku juga
tidak berdaya terhadap resesi.” Kata Sang Sik
“Aku
hanya berharap bisa segera dipromosikan. Kapan aku menjadi pegawai utama di
kantor ini?” ucap Jong Hoo
Sementara
Joo Hyuk panik melihat ada kaki kepiting dalam mangkuknya mengingat yang
dilakukan istinya. Sang Sik pikir Ibarat bisbol, tidak bisa menang dengan
pelempar bola andal saja jadi butuh
penangkap bola yang bisa mengawasi permainan dan pelari depan yang berlari
sekuat tenaga. Tiba-tiba Joo Hyuk menaruh kaki kepiting diatas meja.
“Kenapa? Apa
rasanya tidak enak?” tanya Sang Sik binggung
“Apa Karena
kejadian hari inikah Lupakanlah. Itu sudah telanjur.” Jelas Jong Hoo
“Aku
ingin bercerai...” ucap Joo Hyuk marah, keduanya kaget dan ingin tahu alasanya.
“Apa Dia
berselingkuh?” tanya Sang Sik, Joo Hyuk mengaku tidak tapi hanya terlalu takut.
“Aku terlalu
takut dengan perubahannya. Dia bukan wanita yang periang dan manis lagi. Seolah-olah
aku seranjang dengan semacam monster.” Cerita Joo Hyuk ketakutan.
“Setiap
wanita mengalaminya setelah menikah. Istriku yang dahulu lemah kini menggendong
anak kemba dan menggelindingkan karung beras dengan kakinya. Itu brilian, kan?”
kata Jong Hoo
“Bukan
perubahan seperti itu. Tapi Dia berubah menjadi orang lain. Sebelum menikah,
dia mengunci kamar mandi untuk mandi. Kini dia melepaskan celana di depanku
tanpa ragu.” Cerita Joo Hyuk sambil mengingat saat dirumah
Flash Back
Joo Hyuk
sedang mandi, Woo Jin masuk begitu saja dan langsung duduk di atas toilet tanpa
malu. Joo Hyuk panik langsung menutupi dadanya. Woo Jin menatap sinis menyuruh
Joo Hyuk menatap dirinya saja.
“Itu
tidak masalah jika dia terburu-buru.” Komentar Jong Hoo santai
“Ya, itu
masih wajar. Aku paham jika hanya sampai di situ. Tapi dia benar-benar jorok.”
Kata Joo Hyuk mengingat saat Woo Jin meludah didepanya.
“Anggaplah
itu manusiawi dan kita mengabaikannya.”komentar Jong Hoo
“Tapi
belakangan ini, dia tidak pernah memasak untukku. Aku pulang setelah bekerja
lembur, kelaparan, tapi dia tidak menyisakan nasi untukku.” Cerita Joo Hyuk
Flash Back
Joo Hyuk
pulang kerja melihat rice cooker yang kosong, lalu memanggil istrinya yang ada
dikamar. Woo Jin terlihat kesal menyuruh Joo Hyuk jangan berisik, lalu bertanya
ada apa. Joo Hyuk mengatakan belum makan malam.
“Lantas?
Apa Kau menyuruhku memasak?” ucap Woo Jin sinis. Joo Hyuk dengan tertunduk
mengaku hanya bertanya.
“Baiklah,
akan kuurus sendiri... Kau Tidurkan mereka.” Kata Joo Hyuk.
“Coba
periksa di dalam kulkas.” Ucap Woo Jin, Akhirnya Joo Hyuk pergi ke dapur
sendiri.
Joo Hyuk
melihat ada bungkus nasi dalam kulkas, lalu memanaskan dalam microwave, sambil
berdiri makan malam dengan sebungkus nasi sendirian.
“Kucing
liar pun diberi makan orang lain... Tapi aku manusia... Aku bukannya ingin
makanan dengan lauk melimpah. Aku hanya ingin masakan rumahan. Haruskah aku
merasa bersalah karena ingin masakan rumahan?” keluh Joo Hyuk.
“Hei... Begitulah
kehidupan semua pria di Korea... Pria umur 30-an yang telah menikah katanya
paling miskin. Lalu Apa alasannya? Para istri mereka terlalu sibuk. Mereka
harus mengantar anak-anak ke pusat budaya untuk kursus.” Kata Jung Hoo
“Mereka harus
bangun pagi dan mengantre untuk memasukkan nama anak mereka ke daftar antrean
TK. Mereka harus bertemu para ibu lain untuk memperoleh informasi. Mereka juga
harus mencari nafkah.” Jelas Jong Hoo, Sang Sik pikir kalau Negara ini sudah
gila.
“Istrimu
pasti juga stres... Dia pasti berdiri seharian di klinik perawatan kulit dan
mengurus anak-anak sendirian. Jadi Mana sempat dia merawat diri dan memasak?”
jelas Jong Hoo
“Aku
tahu. Aku merasa iba, jadi, berniat memahami segalanya. Lagi pula, dia
menderita karena aku kurang kompeten. Tapi aku tidak tahan lagi.” Ucap Joo Hyuk
“Kau
Tidak tahan kenapa?” tanya Jong Hoo, Joo Hyuk mengatakan kalau “Gangguan
eksplosif intermiten.” Temanya terlihat binggung.
“Saat dia
tiba-tiba marah, kemarahannya meledak-ledak di mana pun dan kapan pun.” Jelas
Joo Hyuk.
Flash Back
Di
supermarket, Joo Hyuk mengantri di kasir bersama istrinya. Woo Jin mengeluh
karena harus menunggu lama sekali. Joo Hyuk mengingat kalau lupa membeli gel cukur dan akan segera
kembali. Woo Jin pikir Lain kali saja.
“Ini
giliran kita. Kita harus bergegas menjemput anak.” Kata Woo Jin. Joo Hyuk Nanti
habis dan ingin segera pergi.
“Beli
besok saja saat pulang.” Ucap Woo Jin. Joo Hyuk menunjuk kalau kumisnya sudah
mulai tubuh.
“Kau
tidak pernah menurut.” Keluh Woo Jin. Joo Hyuk bergegas akan segera kembali.
Antrian
mulai berjalan, Woo Jin panik melihat suaminya yang belum juga datang. Saat
sampai didepan kasir, Joo Hyuk belum
juga datang akhirnya Woo Jin berjalan mundur untuk mengantri dari belakang dan
wajahnya langsung berubah merah karena marah.
“Sayang....
Ini beli satu, gratis satu. Bagus, kan?” ucap Joo Hyuk berlari dengan wajah
bahagia ke depan kasir.
“Sudah
kubilang itu giliran kita. Dasar...” teriak Woo Jin dengan semua umpatan. Joo
Hyuk hanya bisa melonggo dengan semua orang menatap ke arahnya.
Kedua
temanya tak percaya kalau Woo Jin
mengumpat di depan banyak orang. Joo Hyuk menegaskan kalau Woo Jin yang
pandai mengumpat dan sudah lama melakukannya. Jong Hoo pikir itu kejamnya, tapi
menurutnya setidaknya Woo Jin tidak
memukulinya.
“Temanku
selalu dipukuli hingga dirawat di rumah sakit selama empat pekan.” Cerita Jong
Hoo
“Kata
siapa dia tidak kasar?” kata Joo Hyuk menunjuk wajahnya yang diplester. Sang
Sik kaget kalau Woo Jin sudah melukai wajah temanya.
“Nyawaku
sering terancam. Sejujur, menyinggung perceraian pun aku takut. Apa aku harus hidup dengannya seumur hidupku?”
keluh Joo Hyuk. Jong Hoo mengeluh pundak temanya agar bisa sabar.
Pagi Hari
Joo Hyuk
masuk ruangan dengan wajah tertunduk, Tuan Byun melirik sinis dan ingin
mengomel tapi Tuan Cha lebih dulu datang.
Tuan Cha memberikan semangat agar mereka sukseskan hari in dan lupakan
kejadian kemarin.
“Ini hari
yang baru... Kalian tahu moto kita, kan? Jika ada pencuri masuk, jangan
pertaruhkan nyawa kalian. Serahkan saja semua uangnya. Kenapa? Di brankas itu,
ada uang lebih banyak. Cabang kita tidak akan bangkrut walau kehilangan uang
itu.” Jelas Tuan Cha
“Nanti
kita akan makan malam bersama. Biayanya ditanggung oleh pimpinan. Tim Pinjaman,
pastikan kalian menyusun dokumen pinjaman agar tidak selesai malam.” Ucap Tuan
Cha. Tuan Byun ingin bicara tapi Tuan Chan lebih dulu berteriak agar mereka
mengatakan slogan mereka.
“Dengan
keyakinan dan hati, mari mengawali era perbankan baru.” Teriak pegawai. Tuan
Cha mengucapkan terimakasih lalu berjalan pergi.
Tuan Byun
memanggil Tim Pinjaman, berkumpul. Joo Hyuk dan Jong Hoo berjalan menemui Tuan
Byun, Hwan sibuk dengan cermin di mejanya.
Joo Hyuk memanggil Hwan harus ikut dengan mereka. Hwan dengan kesal
akhirnya ikut berdiri dengan temanya.
“Kau sudah mengacau, tapi tidak gentar sama
sekali. Apa Kau tidak takut?” sindir Tuan Byun
“Aku
menyadari kesalahanku.” Kata Hwan. Tuan Byun mulai mengumpat kesal
“Maafkan
aku... Akan kupastikan untuk meningkatkan performa hari ini.” Kata Joo Hyuk.
“Benar.
Maka itu, aku ingin berbicara dengan kalian... Apa Kalian bisa melihatnya? Berapa
peringkat cabang kita dalam hal performa pinjaman?” kata Tuan Byun. Jong Hoo
melihat "Ketujuh di Seoul"
“Angka
tujuh keberuntungan.” Kata Jong Hoo. Tuan Byun membenarkan peringkat ketujuh.
“Peringkat
kita anjlok.” Ucap Tuan Byun lalu membawakan brosur agar bisa membagikan dan
selempang yang harus dipakai
“Bank
juga usaha... Jika kita tidak menghampiri, nasabah tidak akan datang. Jadi
Masing-masing bertugas membagikan 500 brosur. Selesaikan saat jam makan siang.”
Kata Tuan Byun. Semua pun membagi lembaran brosur, dengan wajah ditekuk.
Bersambung
ke part 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar