PS
: All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Eun Seob
sibuk membuat sesuatu lalu memanggil Hye Won. Hye Won langsung melonggo dari
belakang. Eun Seo memberitahu kalau harus membungkuk dan mengambilnya. Hye Won
pun mempersilahkan. Eun Seob bingung karena posisinya yang tak tepat.
“Ya, kau
bisa membungkuk.” Ucap Hye Won. Eun Seob pun menncoba tapi posisinya yang
sangat memepet tak bisa membungkuk. Hye Won hanya bisa tertawa.
“Kau
menggodaku, bukan?” ucap Eun Seob. HyeWon menyangkal karena hanya ingin dekat
dengannya.
“Aku
tidak sebodoh itu.” Kata Eun Seob. Hye Won sudah tahu dengan menahan
senyumanya.
“Jang Woo
adalah orang cerdas.” Ucap Hye Won. Eun Seob juga berpikir seperti itu.
Keduanya pun saling menatap dan bibir mereka akan saling menempel tapi terikan
Hwi membuat keduanya langsung mendorong dengan wajah panik.
Hwi
bergegas masuk memanggil kakaknya tapi melihat Eun Seob dan Hye Won seperti
gugup setelah melakukan sesuatu. Hye Won pun mencoba tenang menyapa adik dari
Eun Seob. Tapi Hwi melihat keduanya bertanya Apa-apaan itu tadi, Apa yang
terjadi di sini. Hyun Ji pun datang bertanya apa maksud ucapnya.
“Hyun Ji,
kurasa aku baru saja melihat sesuatu yang aneh.” Ucap Hye Won. Hyun Ji ingin
tahu apa yang dilihat oleh Hwi.
“Eun Seop
dan Hae Won...”ucap Hwi. Eun Seob langsung menyangkalnya dengan wajah panik.
“Kurasa
mereka makan sesuatu... Aku mencium sesuatu.” Ucap Hwi. Euns Seob dan Hye Won
hanya bisa menahan senyuman.
“Aku
tidak mengerti maksudmu. Tapi Kak Eun Seop, Hwi diusir dari toko sepeda hari
ini.”kata Hyun Ji.
“Hei,
jangan beri tahu dia.” Keluh Hwi. Tapi Hyun Ji tetap membahas kalau Eun Seob
pasti tidak tahu betapa bodohnya Hwi itu.
“Dia
pikir sadel 300 dolar hanya seharga 30 dolar.”ucap Hyun Ji. Hwi menyuruh
temanya untuk tetap diam. Eun Seob hanya bisa tersenyum melhat tingkah adiknya.
“Apa yang
kita lakukan di sini?” tanya Hyun Ji. Hwi mengaku ingin mencuri dompet Eun Seop, tapi karena
kakaknya di sini, jadi tidak bisa lagi.
Eun Seob
menganguk dengan senyuman, Hyun Ji mengerti dan mengajak pergi saja. Hwi setuju
karena sangat lapar mereka juga harus makan lalu keluar toko. Hye Won pun
mengajak Eun Seob duduk dipangkuanya untuk melanjutkan yang tadi. Eun Seob
hanya bisa tertawa.
"Episode 10, Mari Mengadakan Acara"
Di depan
"Terminal Bus Hyecheon" beberapa orang turun dan akhirnya seorang
pria berjalan dikota dan melihat beberapa orang sedang mengobrol lalu bertanya Apa
tahu di mana Pak Lim Jong Pil tinggal. Si pria memastikan namanya. Lim Jong Pil
“Lim Jong
Pil... Apa Maksudnya, Jong Pil?” kata Si pria. Pria lain pun merasa memang oran
itu yang dicari.
“Kenapa
kamu ingin menemuinya?”ucap Si pria. Pria yang wajahnya seperti ayah Eun Seob
hanya menatapnya.
Di sebuah
toko pekakas yang memberitahu kalau mereka punya segala macam sekrup, saat itu
ponsel berdering. Si pemilik pun
mengangkatnya, pria diseberang telp memberitahu Ada yang mencari Jong Pil. Si pemilik kaget ada yang mencari Tuan Im.
“Jong
Pil? Bukankah itu... Nama ayah Eun Seop? Siapa yang mencarinya?” ucap si pria.
Pengunjung toko mendengarnya seperti merasakan sesuatu.
Tuan Im
sedang bermain billiard dengan teman-temanya dan bolanya tak masuk, salah
seorang pria sedang mencatat dibukunya kalau Kosmos... Harganya 17 dolar lalu
meminta agar memberikan tanda tangan pada pemilik billiard.
“Hei,
ambil kotak pengantaranmu dari meja biliar.” Kata si Pemilik. Si kurir pun
mengerti.
“Hei..
Bedebah... Cepat sodok.” Teriak Tuan Im kesal melihat temanya yang tak mulai
juga memainkan bola
“”Tunggu
sebentar. Aku harus menghitung sudutnya.” Kata si pria yang sebelumnya sangat
marah pada Tuan Im.
“Apa yang
harus dihitung? Sodok saja.” Keluh Tuan Im. Si pemilik melihat kurir yang
menatap orang yang adu mulut menyuruh agar mengambilnya dan pergi
“Bukankah
itu Jong Pil? Seseorang mencarinya.” Ucap si kurir jajangmyung. Tuan Im dan
temanya masih saja terus adu mulut.
Si
pemilik kaget mengetahuinya, akhirnya memanggilnya Jong Pi agar mendekatinya.
Tuan Im pun diberitahu kaget kalau Seseorang mencarinya. Si pemilik membenarkan
kalau orang itu Di terminal bus. Tuan Im ingin tahu siapa.
“Mereka
menyebutkan dia terlihat seperti pria itu. Kau tahu, Eun Seop...” ucap Si pria
dan terhenti karena temanya keluar dari billiard.
“Hei,
jangan berpikir kau bisa kabur. Kita akan pergi ke kedai Jin Ju untuk minum
lagi.” Kata si pria dan mengajak Tuan Im agar pergi.
Tuan Im
hanya bisa diam saja lalu bergegas pergi sambil mengucapkan terimakasih.
Hyun Ji
menunggu didepan rumah, memanggil Hwi tapi belum juga keluar rumah. Ia mengeluh Hwi yang lama sekali keluar dan
kembali memanggilnya sambil membuat puisi singkata “Lim seperti dalam
"limbo". Hwi seperti dalam "siulan"!
“Hei,
Kwon Hyun Ji!” panggil Hwi akhirnya keluar saat Hyun Ji akan pergi sambil
mengeluh kalau dingin sekali.
“Hei...
Siapa pria itu?”tanya Hyun Ji melihat sosok pria seperti ayah Eun Seob yang
berjalan dengan wajah dingin.
“Astaga,
apa kau menyukaiku? Hei...tu tidak bagus.” Ejek Hwi mencoba mengalihkan lalu
menatap si pria yang merasa kalau wajahnya pernah dilihatnya. Hyun Ji bertanya
ada apa. Hwi mencoba tak mengubrisnya.
“Bukankah ini kali pertama kita mengunci
lengan seperti ini?” ejek Hwi. Hyun Ji mengeluh agar temanya diam saja.
Hye Won
terbangun di pagi hari menatap wajahnya dicermin lalu membuka perhiasanya untuk
dipakai. Sesampai ditoko buku melihat Eun Seob masih tertidur pulas disofa,
lalu mencoba membangunkanya. Eun Seob masih saja tak membuka matanya.
“Eun
Seop... Bangunlah dan bermain denganku... Aku bosan. Kumohon?” ucap Hye Won.
Eun Seob masih saja terdiam.
Hye Wo
akhirnya bermain-main dengan rambut Eun Seob membela tengah rambutanya dan
membuatnya tertawa. Eun Seob masih saja tertidur lelap.
Akhirnya
Hye Won pun mengusili Eun Seob dengan memakain tangan Eun Seob menyentuh lubang
hidung lalu menyentuh ke arah mulutnya. Eun Seob akhirnya terbangun. Hye Won
pun tertawa melihatnya. Eun Seob kaget melihat Hye Won sudah ada ditoko.
“Apa itu
enak? Bagaimana rasanya?” ucap Hye Won dengan tawa bahagia. Eun Seob mengeluh
apa yang dilakukan tapi ikut tertawa sambil mengelus kepala Hye Won.
“Rasanya
aneh.” Ucap Eun Seob. Hye Won masih saja tertawa menyuruh bangun. Eun Seon
mengeluh Hye Won itu jahat tapi hanya bisa tertawa.
Eun Seob
membuat kopi melihat Hye Won yang sedang berlatih jarinya yang memainkan musik
klasik dari depan laptop. Ia lalu berkomentar kalau Hye Won memang bersinar.
Hye Won tak mendengarnya. Eun Seob pun malu tak mau membahasnya.
“Eun
Seop. Apa Mau kumasakkan sesuatu?” ucap Hye Won. Eun Seob tak percaya Hye Won
akan masak.
“Kenapa
reaksimu seperti itu? Aku pandai memasak. Setidaknya aku lebih baik daripada bibiku...
Aku serius. Aku tidak memasukkan ham ke doenjang-jjigae...” ucap Hye Won
Sementara
bibi Sim masih saja memasak seperti sedang belajar dan melihat kalau masakan
itu terlalu amis dan bertanya-tanya Apa yang salah. Saat itu telp rumahnya
berdering, Tuan Cha berbicara kalau Hampir
mustahil mendapatkan nomor teleponnya.
“Kau
jelas sangat serius ingin melindungi kehidupan pribadimu.” Ucap Tuan Cha.
“Jangan
basa-basi, Cengeng.”ejek Bibi Sim. Tuan Cha mengaku menelepon soal kontraknya dan bertanya Apa
yang akan dilakukan
“Aku
tidak bisa menunggu terus.” Ucap Tuan Cha. Bibi Sim mengerti dan Tuan Cha ingin
tahu keputusan Bibi Sim seperti sedang mengetes saja.
“Apa kamu
akan melakukannya atau tidak?” ucap Tuan Cha. Bibi Sim langsung memutuskan akan
melakukanya. Tuan Cha kaget mendengarnya.
“Tidak
perlu jika kau keberatan.” Ucap Bibi Sim. Tuan Cha mengaku bukan seperti itu dan tidak keberatan.
“Kirimkan
kontraknya lewat surat tercatat, Cengeng.. Dalam sepekan.” Ucap Bibi Sim.
“Hei,
tunggu.. Begini, biasanya kami tidak mengirim kontrak lewat surat tercatat.”
Jelas Tuan Cha.
“Lalu apa
yang kau pakai? Pos merpati?” ucap Bibi Sim. Tuan Cha menjelaskan Budaya perusahaan mereka
“Kami
semua suka bertemu dengan orang-orang. Itu sebabnya aku selalu bertemu
langsung. Bagaimana kalau kau... Mampirlah ke kantorku kapan pun kamu sempat. Aku
sangat sibuk, tapi akan meluangkan waktu untukmu. “ ucap Tuan Cha.
“Ada di
Hoedong-gil di Paju... Pukul 6.18 pagi. Pukul 9.18,12.18, 15.18, 18.18, dan
21.18. Itu waktu kereta menuju kotaku.” Kata bibi Sim dingin
“Hei,
maksudmu... Apa Aku harus datang ke tempatmu?” kata Tuan Cha tak percaya.
“Kurasa
kau tidak mengerti. Orang yang meminta bantuan yang seharusnya pergi.” ucap
Bibi Sim dan langsung menutup telp. Tuan Cha tak percaya Bibi Sim langsung
menutup telpnya.
Saat itu
Hye Won datang bertanya apakah Bibi menandatangani kontrak untuk buku. Bibi Sim
kaget bertanya kapan Hye Won masuk. Hye
Wo mengaku Baru saja dan bertanya lagi Bibi menandatangani kontrak untuk buku.
Bibi Sim membenarkan.
“Tapi
Bibi bersikeras tidak ingin menulis lagi. Bibi bilang tidak bisa memikirkan apa
pun untuk ditulis. Bibi terus bicara soal kreativitas Bibi mengering. Ada apa
dengan Bibi?” ucap Hye Won heran.
“Saat kau
terpuruk, satu-satunya cara adalah naik. Bibi pernah dilanda kemiskinan.
Omong-omong, kenapa kau mengambil itu? Bibi melihat kamu memegang wortel, kentang,
dan tomat milik Bibi. Itu sangat mengganggu Bibi.” Ucap Bibi Sim curiga.
“Ohh.. Ini?
Aku membeli ini.” Kata Hye Won mencoba menutupi bahan makanannya. Bibi Sim tak
percaya Hye Won membeli bahan makananya.
“Aku
membelinya saat tinggal di tempat Eun Seop. Ini milikku.” Kata Hye Won. Bibi
Sim bisa mempercayai kalau Hye Won membelinya.
“Harus
kuakui, aku sangat penasaran dengan buku baru Bibi. Terlepas dari hal lain, aku
adalah penggemar novel Bibi. Saat buku itu terbit, mari kita...” ucap Hye Won.
Bibi Sim pun menyela.
“Hei... Musim
dingin akan segera berakhir Bukankah seharusnya kau bangun dari hibernasi?
Bukankah awalnya kau bilang akan kembali saat musim semi?” ucap Bibi Sim. Hye
Won hanya diam saja.
Ibu Hwi
kaget bertanya siapa. Tuan Im menjawab Ayah
kandung Eun Seop. Ibu Hwi terlihat shock. Saat itu Hwi keluar kamar berteriak
bertanya di mana kaus olahraganya. Ibu Hwi langsung menjawab Ada di laci bawah agar Hwi tak mendengarnya.
“Tapi dia
sudah mati... Lalu siapa lagi?Apa Pamannya?” ucap Ibu Hwi. Tuan Im rasa seperti
itu.
“Tapi
semua orang di desa menggosipkan kembalinya ayah kandung Eun Seop.” Ucap Tuan
Im
“Apa?
Mereka menggosipkan itu? Astaga... tempat sialan ini. Aku tidak pernah menyukai
tempat ini... Kota kecil ini... Saat sesuatu terjadi, orang-orang berkumpul dan
bergosip.” Keluh Ibu Hwi marah
“Mereka
bergosip tentang gelandangan yang tinggal di gunung. Saat dia datang ke kota
untuk bekerja, mereka juga bergosip tentang hal itu. Entah pria itu punya anak
laki-laki atau tidak, itu juga menjadi topik gosip mereka.” Ungkap Ibu Hwi
makin emosi.
“Begitu
pula jika kita menerima anak itu atau tidak. Mereka bergosip tentang segalanya!
Maksudku, pria itu sudah mati bertahun-tahun lalu. Aku tidak percaya
orang-orang ini masih ingat wajah pria itu. Astaga, aku muak dan lelah dengan
hal ini.” Ucap Ibu Hwi.
“Omong-omong,
kenapa pria itu mencarimu?” kata Ibu Hwi. Tuan Im pikir Sepertinya dia ingin bertanya di mana Eun
Seop.
“Tapi dia
belum datang... Jadi, mungkin dia sudah pergi ke toko buku.” Kata Tuan Im.
“Untuk
apa dia ke sana? Kenapa? Mau apa dia di sana? Apa lagi sekarang? Apa Untuk memeras
uang dari Eun Seop lagi? Bahkan kali terakhir, dia mengambil banyak uang dari
Eun Seop, dengan alasan dia ingin membeli perahu.” Kata Ibu Im kembali emosi.
“Saat
kakinya terluka, dia butuh uang untuk membayar rumah sakit. Alasan apa yang
akan dia berikan kali ini?.. Astaga, Eun Seop bahkan tidak punya banyak uang.
Kenapa dia terus muncul?” ucap Ibu Hwi.
“Astaga,
tidak mungkin... Aku yakin dia tidak akan begitu lagi.” Kata Tuan Im yakin
“Baiklah.
Uang tidak penting. Tapi dia terus... Dia terus mengajak Eun Seop ke laut
bersamanya...” ucap ibu Hwi terhenti karena Hwi datang untuk pamit berangkat ke
sekolah. Ibu Hwi pun mempersilahkan agar pergi.
Hwi
mengayuh sepedanya lalu berhenti sejenak dan mengingat yang dikatakan ibunya.
“Apa maksudmu? Tapi dia sudah mati. Lalu siapa lagi? Pamannya?” Ia lalu
mengingat saat melihat pria yang mirip dengan ayah Eun Seob dimalam hari jadi
merasa yakin pasti orang itu.
"Toko
Buku Good NIght"
Hye Won
datang melambaikan tanganya pada Eun Seob yang menunggu didepan tko. Senyuman
Eun Seob pun terlihat, melihat Hye Won datang dengan bahan makanan. Tapi saat
itu si pria datang dengan tatapan dingin memanggil Eun Seob.
Eun Seob
langsung berubah wajahnya, seperti tak suka melihatnya. Hye Won pun heran
melihat Eun Seob yang menatap pria yang tak dikenalnya dan sangat dingin.
Eun Seob
pun membuat kopi untuk pamanya. Sang paman berpikir sudah lima tahun yaitu
sebelum Eun Seob menjalani wajib militer dan iytu kali terakhir mereka bertemu,
Eun Seob berpikir seperti itu.
“Apa sudah
membeli kapal?” tanya Eun Seob. Si pria mengaku belum. Eun Seob terlihat
menahan rasa kecewa.
“Tapi...
Aku menemukan ini... Apa Kau punya ini juga? Foto itu diambil pada hari yang
sama...Aku yang mengambil foto ini.” Ucap Paman Eun Seob. Eun Seob mengeluarkan
foto dengan ayahnya juga yang masih disimpan.
“Ikutlah
denganku sekarang.” Kata si paman. Eun Seob bertanya Ke mana. Si paman mengaku
itu agak jauh dari sini.
“Jika
kita harus berlayar, aku...” ucap Eun Seob yang langsung disela oleh pamanya.
“Begini...
Kurasa hal seperti itu. Jadi Sadarlah, Nak. Hanya aku keluargamu.. Apa Kau
tidak lihat? Darah yang mengalir di nadimu sama dengan darah yang mengalir di
nadiku. Karena itulah kita terhubung.” Ucap Paman Eun Seob. Eun Seob pun hanya
diam.
“Kau
kembali demi ibumu... Kau merawatnya selama tiga tahun, bukan? Kau tahu apa
artinya? Pada akhirnya, yang penting adalah keluarga. Apa Kau mengerti? Kau
tetap bersikap sopan dan dengan hormat kepada orang tuamu, kan?” ucap Paman Eun
Seob.
“Kau seperti
itu karena mereka bukan keluarga aslimu. Karena mereka bukan keluarga aslimu.”
Ucap Paman. Eun Seob hanya diam saja.
Di depan
toko, Hwi mencoba menguping ingin tahu"Asli" apa maksudnya. Lalu
berteriak kesal pada anjing yang menggonggong. Hye Won datang melihat Hye Won.
Hwi kaget melihat Hye Won yang sudah ada di belakangnya.
“Sedang
apa kau di luar?” tanya Hye Won dan saat itu paman dan Eun Seob keluar dari
toko. Hwi panik langsung bergegas pergi.
“Apa Anda
sudah selesai bicara?” tanya Hye Won menyapa dengan ramah, tapi si pria
langsung menatap dingin.
“Hye
Won.. Aku...” ucap Eun Seob ragu. Hye Won meminta Eun Seob agar mengatakan
saja.
“Aku
harus pergi ke suatu tempat.” Ucap Eun Seo. Hye Won bertanya Ke mana
“Hanya ke
suatu tempat... Aku mungkin tidak akan kembali hari ini. Apa Tidak apa-apa?”
ucap Eun Seob. Hye Won menjawab tidak boleh. Si paman langsung menatap sinis.
“Tapi
silakan.” Kata Hye Won ketakutan. Eun Seob pikir mereka juga harus bersiap
untuk pasar loaknya.
“Aku akan
mencoba menyiapkannya sendiri.” Ucap Hye Won akhirnya mempersilahkan pergi.
“Lim Eun
Seop! Jangan pergi, tidak boleh pergi! Tetap di sana! Tamatlah riwayatmu jika
pergi!” teriak Hwi lalu bergegas pergi. Hye Won bingung Ada apa dengannya.
“Dia
tampak cukup kesal.” Ucap Eun Seob. Hye Won pun hanya bisa diam saja.
Hwi
bergegas masuk kedalam rumah memanggil ibunya, Ibu Hwi melihat anaknya pulang
langsung memarahi anaknya yang kembali
dari sekolah dan bolos sekolah lagi. Hwi mengaku bukan dan meminta agar ibunya
bisa mendengarnya.
“Sudah
ibu bilang... Setidaknya rajin di sekolah jika nilaimu tidak bagus. Apa yang kau
pikirkan?” ucap Ibu Hwi. Hwi memohon agar ibunya menunggu sebentar.
“Eun Seop
akan kabur.” Ucap Hwi. Ibu Hwi kaget dan ingin tahu memastikanya.
“Paman itu,
atau siapa pun dia, datang dan menyuruh Eun Seop ikut dengannya.” Ucap Hwi
“Apa Dia
tidak meminta uang?” tanya Ibu Hwi. Hw mengeluh ibunya membahas Uang apa.
“Ini
lebih gawat daripada uang. Dia akan membawa Eun Seop ke suatu tempat. Mereka
membahas keluarga dan darah.” Ucap Hwi dan saat itu Tuan Im datang
“Apakah
Eun Seop benar-benar mengikutinya?” tanya Ibu Hwi. Hwi mengaku Eun Seob mengikutinya
tanpa ragu.
“Akan
lebih baik jika dia mengambil uang dari kita. Aku kesal sekali!” ucap Hwi kesal
lalu keluar dari rumah. Tuan Im hanya
bisa diam saja mengetahui keadaanya sekarang.
Eun Seob
akhirnya mengikuti pamanya pergi naik bus "Hyecheon, Gangneung” Di halte bus, datang sebuah bus jurusan “Bukhyeon-ri,
Pusat Kota Hyecheon, Desa Seohyeon" Beberapa orang melihat selembaran yang
tertempel yang membahas tentang Pasar loak yang Kedengarannya menyenangkan.
Flash Back
"Beberapa hari lalu"
Bibi Choi
mengusulan untuk mengadakan acara. Tuan Bae ingin tahu acara apa. Bibi Choi
menjawab Pasar loak. Jang Woo mendengar "Pasar loak" berpikir kalau
memberikanya ide untuk acara balai kota. Bibi Choi mengaku memikirkan skala yang lebih
kecil.
“Apa itu
"pasar loak"?” tanya Seung Hoo. Hwi mengaku tahu kalau Ini seperti berbagi, bertukar, dan
menggunakan barang bekas.
“Tidak,
bukan itu, Hwi.” Ucap Hyun Ji. Hwi langsung terlihat cemberut.
“Su
Jeong, pasar loak menjual barang yang tidak kau pakai.” Jelas Tuan Bae. Nyonya
Choi membenarkan.
“Itu
tidak bagus. Aku menggunakan semua yang kumiliki.” Kata Bibi Choi mulai memikirkanya.
“Kau juga
bisa menjual barang yang bisa kamu buat. Bukan begitu, Eun Seop?” kata Hye Won
mengoda. Eun Seob membenarkan dengan senyuman.
Spanduk
bertuliskan "Sampai musim semi datang setelah musim dingin,” dan juga ada
“Pasar Loak Toko Buku Good Night" Sudah banyak orang yang berkumpul dan
cukup ramai dalam tenda. Jang Woo sibuk mengambil gambar dengan cameranya.
Seung Ho
dan kakeknya menjual makan yang dibakar dan juga permen. Hyun Ji duduk di bawah
tenda dengan wajah cemberut. Jang Woo mengeluh dengan Hyun Ji terlihat sangat
marah jadi meminta agar bisa cerita sedikit.
“Bagaimana kalau menjual pai atau
selimut, Bibi Su Jeong? Kurasa banyak orang akan membelinya.”saran Hye Won
Bibi Choi
pu menjaul makanan dengan harga Lima
dolar saja. Hyun Ji pun ingin tahu apa yang akan dijual nanti saat pasar loak
itu. Hwi langsung menyarankan temanya pilih kaligrafi saja karena pandai
melakukan itu.
Ji Yeon
datang ke tenda Hyun Ji dengan wajah sumringah. Hyun Ji ingin tahu apa yang
harus dituliskanya. Ji Yeon meminta agar Hyun Ji menuliskan untuk putranya
yaitu "Jun Yeong, ibu menyayangimu."
“Apa Ayahnya
tidak menyayanginya?” tanya Hyun Ji dingin. Ji Yeon terlihat bingung. Akhirnya
Hyun Ji menuliskan"Jun Yeong, ibu menyayangimu, Ayah tidak menyayangimu"
Seung Ho
pun ingin tahu apa yang akan dilakukan dengan kakeknya dan bertanya pada Hye
Won. Di pasar loak Seung Ho menjual makanan
yang dibakar dan kakeknya membuat permen. Seung Ho memberitahu kalau ia juga
membuat bubur kacang merah dan juga daun
bawang panggang.
“Aku bisa
menjual lampu yang ada di gudang dengan harga murah.” Ucap Tuan Bae.
Tuan Bae
membawa semua jenis lampu dalam tenda lalu memberitahu kalau akan memberi
diskon apabila membelinya. Hwi disudut tenda hanya diam saja dengan wajah
ditekuk. Seorang wanita bertanya ingin tahu harganya. Hwi tak mengubrisnya.
“Ada apa
dengannya? Kenapa dia diam saja?” ucap dua orang wanita akhirnya memilih untuk
pergi.
“Hwi,
berapa banyak yang sudah kau jual?” tanya Jang Woo mendekat. Hwi meminta agar
Jang Woo menjaganya karena akan pergi ke
toko buku
“Apa Kamu
mau ke toko buku, dan aku harus mengambil alih? Hwi!” teriak Jang Woo bingung
akhirnya terpaksa menjada tenda buku.
Saat ada
pembeli bertanya harganya, Jang Woo terlihat binggung memberikan hargnya.
“Aku
tidak pernah merencanakan acara sesempurna ini seumur hidupku. Itu membuatku
bertanya-tanya...”
Jang Woo
melihat seseorang turun dari mobil, si Pria memuji Jang Woo kalau sudah bekerja
dengan baik. Jang Woo pun mengucapkan Terima kasih.
“Bagaimana
jika Wali Kota terkesan dan mempromosikanku menjadi wakil wali kota?” ucap Jang
Woo dengan wajah bahagia.
“Halo,
Pak... Meski 50 juta orang di negara ini menghadiri acara itu,kurasa itu tidak
akan terjadi.” Ejek Hyun JI
“Hyun Ji,
apa kau membenciku, kan? Kita harus bicara... Kita harus bicara serius.” Ucap
Jang Woo kesal. Hyun Ji pikir tidak dan semua pun tertawa.
“Apa
semuanya sudah ditentukan?” tanya Eun Seob. Hyun Ji pikir belum karena mereka belum
memutuskan apa yang akan dijual Hae Won.
“Begini.....Aku
akan menjual buku karena bekerja di toko buku.” Ucap Hye Won.
“Dengan
siapa?” Hwi. Hye Won pikir Siapa lagi sambil menatap Eun Seob. Hwi dan Seung Ho
terlihat bingung.
Ditoko
buku terlihat sangat ramai, beberapa orang melihat buku-buku yang tampak
menarik. Mereka melihat bagian buku yan uni muliai dari "Buku untuk orang
modern yang depresi" lalu ada "Buku untuk dibaca di kamar
mandi", "Buku untuk direkomendasikan kepada mantanmu" Bahkan ada
"Buku untuk dibaca sambil minum kopi panas di hari musim dingin"
“Berapa
harga yang ini?” tanya salah satu pembeli. Hye Won memberika harganya.
“Ada yang
bisa kubaca saat butuh istirahat dari sekolah?” tanya pembeli yang lain. Hwi
yang sedari tadi dia saja langsung memberikan buku dengan harga 4 dolar 20 sen.
“Kau
pandai melakukan ini.” Puji Hye Won dengan senyuman. Hwi dengan tatapan kosong
mengajak Hye Won bicara.
“Apa
menurutmu Eun Seop akan kembali?” tanya Hwi. Hye Won pikir tidak.
“Hae Won
Unnie... Eun Seop akan pergi... Dengan pria itu. Ke tempat yang sangat jauh.”
Ucap Hwi terlihat frustasi.
“Tidak.
Dia bilang akan pulang malam ini. Katanya, dia menelepon ibumu untuk
mengabarinya... Jadi, kamu tidak perlu khawatir...” ucap Hye Won seperti tak
begitu khawatir.
“Unniie..
Eun Seop agak berbeda kali ini. Kurasa dia tidak akan kembali lagi. Aku yakin
itu.” Ucap Hwi. Hye Won pun hanya bisa terdiam.
Di tepi
pantai, Paman Eun Seob mengatakan akan tinggal bersama Eun Seob mulai sekarang.
Eun Seob hanya bisa terdiam. Sang Paman mengaku ingin berhenti bekerja di kapal nelayan dan
merasa mereka memang sudah lama tak bertemu.
“Kau
sudah dewasa sekarang. Mereka membesarkanmu, dan kau tetap bersama mereka
selama ini. Aku yakin kau sudah cukup berusaha.” Ucap si paman. Eun Seob ingin
bicara tapi pamanya lebih dulu menyela,
“Apa Kau
lihat gedung kecil di sana? Sewaktu kecil, kau adalah kutu buku. Tiap kali aku
mengunjungimu, aku akan membawa buku, dan kau akan berkata...” ucap Pamanya
Di dalam
rumah terlihat seorang wanita yang membacakan buku pada anaknya. "Pada suatu hari, ada gunung yang besar,
seorang anak laki-laki... Dan ibunya."
“Mereka
sama seperti kita... Kau akan senang sekali. Karena itulah aku membelinya.”
Ucap Paman. Eun Seob melhat papan nama yang akan dipasang "Toko Buku Good
Night"
“Dengan
uang yang kau kirimkan kepadaku selama bertahun-tahun, dan uang yang kuhasilkan
untuk bekerja di kapal.” Cerita Paman
“Apa Kau
membelinya? Bangunan itu?” tanya Eun Seob. Pamanya langsung berkata seperti
sang ayah.
“Beberapa
orang ditakdirkan hidup sendirian dari lahir sampai mati. Ayahmu adalah salah
satunya. Dan Aku juga. Lalu Kamu juga.” Ucap Paman menyakinkan.
Saat itu
Eun Seob melihat sang ayah yang duduk sendirian didepan rumah, seperti hanya
hidup sendiri. Si ibu yang membacakan buku untuk anaknya akhirnya hanya duduk
sendirian seperti sangat frustasi dan menatap sang anak yang lucu tapi wajahnya
tak bisa tersenyum.
“Masalahnya,
kita tidak bisa tinggal dengan siapa pun... Di sini... Pada akhirnya, ibumu menyerah
dan pergi juga.” Ucap sang paman. Ibu Eun Seob seperti tak bisa tinggal dihutan
akhirnya meninggalkan anaknya yan masih balita.
“Sifat
itu mengalir di darah kita... Darah kita. Kita ditakdirkan hidup sendirian
seumur hidup kita. Kita ditakdirkan seperti itu. Itu sebabnya aku ingin tinggal
bersamamu sekarang. Pada akhirnya, kita berdua akan pergi. Bukankah kita harus
tetap bersama sampai saat itu?” Ucap sang paman. Eun Seob hanya diam saja.
“Dengan
begitu, kita tidak perlu terluka.Apakah menurutmu kamu berbeda?” kata sang
paman.
Bersambung
ke part 2
Cek My Wattpad... ExGirlFriend
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar