PS
: All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Eun Seob
berlari keluar rumah menaiki mobilnya sampai di tempat pemberhentian bus
mencari sosok Hye Won lalu bertanya pada seorang petugas apakah melihat seorang
wanita muda di sini. Si petugas menunjuk kalau wanita itu duduk di sisi gedung.
Akhirnya
Eun Seob menemukan Hye Won duduk sendirian dengan wajah tertunduk, lalu
memanggilnya. Hye Won menatap Eun Seob dan terlihat air mata yang mengalir. Eun
Seob memberikan jaketnya dan Hye Won pun menangis di pelukan Eun Seob.
Akhirnya
keduanya menaiki mobil, Hye Won mengaku takut sekali dan tidak tahu lagi sifat
asli orang-orang. Ia merasa seperti ditipu dan tidak bisa memercayai apa pun.
Eun Seob hanya diam mendengarkan sambil menatap Hye Won.
“Hal yang
kulihat... Hal yang dahulu kupercayai.” Ucap Hye Won terlihat sangat frustasi.
“Apa Kau
mau pulang?” tanya Eun Seob. Hye Won menjawab tidak. Eun Seob pun bertanya Hye Won mau kemana
sambil melajukan mobilnya.
Diatas
meja, Bibi Sim melihat naskah novel "Labirin Sisterfield" Nyonya Sim
baru pulang dengan wajah sedikit gugup. Bibi Sim lalu memberitahu kalau Eun
Seop baru saja menelepon dan bilang akan mencari Hae Won Jadi meminta agar
jangan khawatir dan tidurlah.
Nyonya
Sim melihat naskah adiknya "Labirin Sisterfield, "Shim Myeong
Yeo" akhirnya duduk dimeja makan.
“Myeong
Yeo... Inikah alasanmu menulis ini?” ucap Nyonya Sim tak percaya.
“Aku tahu
ini sudah terlambat, tapi aku ingin menebus perbuatanku. Dan pada akhirnya, aku
harus memberi tahu hal itu kepada Hae Won.” Ucap Bibi Sim
“Lalu? Kau
mau menyerahkan diri? Lalu kakak ini apa? Kakak menghabiskan tujuh tahun di
balik jeruji. Untuk apa itu?” ucap Nyonya Sim marah
“Kakak seharusnya
tidak menanggungnya.” Balas Bibi Sim. Nyonya Sim kesal karena sudah berapa kali
bilang Karena itu bukan salah adiknya.
“Kakak...
Apa Kakak sungguh berpikir itu salah Kakak?” ucap Bibi Sim. Nyonya Sim
membenarkan.
“Menurut
Kakak, kenapa itu salah Kakak? Aku yang membunuhnya.” Ucap Bibi Sim
“Dengar,
jika bukan karena kakak, kau tidak akan melakukan itu. Andai kakak tidak pernah
menikahi pria yang kasar, kau tidak akan melakukan hal seperti itu. Dan jika
bukan karena kakak,maka kau tidak perlu menginjak pedal gas.” Tegas Nyonya Sim.
“Jika
kamu menyerahkan diri, kakak akan merasa harus menjalani semua hukuman lagi.”
Ucap Nyonya Sim
“Lalu
bagaimana denganku? Haruskah aku terus hidup seperti ini?” balas Bibi Sim
“Apa ini
sulit bagimu?”tanya Nyonya Sim. Bibi Sim mengaku sangat sulit.
“Aku
merasa harus mengungkapnya dan dihukum untuk melanjutkan hidup. Jika ada yang
menamparku, aku akan merasa lebih baik.”ucap Bibi Sim
“Kalau
begitu, tulis buku tentang itu dan katakan bahwa itu fiksi!” teriak Nyonya Sim
“
Tidak... Aku menjadi serakah saat menulis buku itu. "Ya. Karena ini telah
terjadi, aku harus menyerahkan diri...” ucap Bibi Sim dan Nyonya Sim mulai
berteriak histeris.
“Kakak...
Aku... Aku bermimpi tiap malam.” Akui Bibi Sim sambil menangis. Nyonya Sim
ingin tahu tentang apa.
“Tentang
Ju Hong.” Akui Bibi Sim. Nyonya Sim bertanya Apa dia muncul dalam mimpinya dan
menyalahkan Bibi Sim.
“Tidak...
Dia selalu baik kepadaku.” cerita Bibi Sim merasa sangat bersalah.
Di dalam
mimpi, bibi Sim duduk dengan wajah dingin. Sementara Tuan Mok tersenyum
menyuruh adik iparnya agar minum kopi karena tahu kalau suka dengan kopi.
“Dia
selalu baik kepadaku. Dan itu... Itulah yang sungguh membuatku gila.” Ungkap
Bibi Sim. Nyonya Sim hanya diam diam saja.
“Episode 15, Sampai Kita Bertemu Lagi”
Pagi
hari, Hye Won terbangun dari tidurnya dan melihat kalau sudah pagi dan ia masih
didalam mobil. Ia melihat Eun Seob sudah berdiri didepan sebuah rumah dan
menatapnya, Hye Won bisa mengenal rumah yang didatangi Eun Seob.
Hwi
mengayuh sepeda dengan wajah bahagai, Young Soo disampingnya ikut mengayuh
sepeda, mereka seperti pasangan yang pergi bersama ke sekolah. Tiba-tiba dari
arah belakan terdengar teriakaan “berhenti! Hwi, berhenti!”
Hwi
melihat Jae In yang datang dengan sepeda, dan akhirnya memilih untuk kabur. Jae
In pun mencoba mengejarnya, Young Soo yang melihathnya hanya bisa mengelengkan
kepalanya.Sementara Jang Woo pergi ke kantor menuntun sepedanya.
“Aa Kamu
makan bersama Eun Sil kemarin?” ucap petugas menyapu jalan. Jang Woo mengaku
tidak lalu bergegas pergi.
“Kami ke
tempat yang tidak bisa dilihat orang. Bagaimana dia tahu?” keluh Jang Woo
bingung dan melihat sosok bibi yang akan menyebrang jalan.
Sang bibi
senang karena bertemu Jang Woo karean ingin mengajukan keluhan yaitu Seseorang
terus membuang sampah di depan rumahnya.
Jang Woo pun ikut sedih mendengarnya. Sang bibi mengaku itu sering
terjadi, Jang Woo pikir Tapi tidak ada yang bisa dilakukan.
“Jang
Woo. Kau tahu Eun Sil akan pergi hari ini, bukan?” ucap si bibi. Jang Woo kaget
memastikan siapa yang pergi.
“Liburannya
telah berakhir, jadi, dia akan kembali ke Gangneung.” Ucap Sibibi
“Aku
makan dengannya kemarin dan dia tidak pernah mengatakannya.” Balas Jang Woo
“Dia
pergi. Aku melihat ibunya menyiapkan lauk untuknya.” Ucap Si bibi. Jang Woo
mencoba santai dan menganguk mengerti.
“Tapi
kenapa kau memberitahuku ini?” tanya Jang Woo. Sang bibi tahu kalau Jang Woo menyukainya.
“Apa?
Bagaimana kau bisa tahu?” ucap Jang Woo panik. Si bibi mengaku tahu semuanya.
“Aku
bahkan tahu kau menyukainya sejak SMA. Kudengar dia naik bus. Ucap Si bibi
sambil menyebrang jalan.
“Pukul
berapa busnya?” tanya Jang Woo. Tiba-tiba seorang bibi menyebrang dari arah
berlawanan menjawab. “Dia bilang pukul 15.00.”
“Busnya
berangkat pukul 15.00. Apa Kau tidak ikut?” ucap si bibi melihat Jang Woo hanya
diam saja.
“Kalau
begitu, aku akan masuk lebih dahulu. Astaga, aku harus memasang kamera pengawas
atau semacamnya.” Kata sang bibi terus mengoceh. Sementara Eun Seob hanya
terdiam.
Bibi Sim
masuk ke ruang makan dikagetkan dengan kakaknya yang sedang membersihkan lantai
lalu mengeluh Kenapa harus di sana. Nyonya Sim tiba-tiba menyuruh agar Bibi Sim
melakukanya. Bibi Sim bingung melakukan apa maksudnya.
“Serahkan
dirimu. Jika itu sangat menyiksamu, lakukan saja. Aku salah. Kukira jika aku
pergi seperti itu...” ucap Bibi Sim mengingat saat di penjara.
Flash Back
Petugas
penjara melihat surat untuk Nyonya Sim "Dari "Mok Hae Won, Park Hin
Dol". Dan bertanya apakah ingin
mengembalikannya kepada pengirimnya. Nyonya Sim membenarkan. Petugas melihat
Ada satu lagi.
“Ini "Shim
Myeong Yeo"? Kamu juga ingin mengembalikan ini?”tanya petugas. Nyonya Sim
menjawab tidak. Nyonya Sim pun membaca surat dari adiknya.
“Kakak mengira kamu akan bahagia di sini.”
“Hai,
Kakak. Ini aku. Bagaimana kabar Kakak? Hae Won baik-baik saja. Aku juga
baik-baik saja.” Bibi Sim menuliskan surat tapi akhirnya diulang lagi.
"Aku
juga baik-baik saja" tapi Bibi Sim
menangis meangku tidak baik-baik saja dan tidak bisa.”
“Kakak mengira kau akan melupakan
semuanya dan melanjutkan hidup.”
“Kakak
juga baik-baik saja. Hae Won bersikap dewasa soal itu dan menyesuaikan diri
dengan baik. Hal itu membantuku merasa tenang. Semua orang di lingkungan ini
juga sangat baik kepada kami.”
“Kemarin,
tetangga sebelah mengantar sekotak jeruk. Kami baik-baik saja di sini, Kakak. Kakak
tidak perlu mengkhawatirkan aku dan Hae Won lagi. Jaga diri Kakak baik-baik. Hanya
itu yang kuminta.”
Akhirnya
Nyonya Sim membaca surat dari sang adik tapi tidak pernah mengira bibi Sim akan
semenderita ini jadi sungguh minta maaf. Bibi Sim hanya diam saja.
Eun Seob
masuk ke dalam mobil, Hye Won menceritakan
Dahulu tinggal di rumah ini dan Hari di mana Ayah mengalami
kecelakaan...
Flash Back
Sebuah
mobil amblance pergi meninggalan rumah, Hye Won yang baru pulang bingung
melihat didepan rumahnya sudah ramah dan dibagian bawah garasi sudah banyak
darah.
“Itu hari
terakhir. Seharusnya sudah kosong sekarang” ucap Hye Won. Eun Seob bertanya
apakah Hey Won ingin masuk.
“Lagi
pula, tidak ada orang di sini.” Kata Eun Seob. Hye Won akhirnya mencoba mencari
kunci diatas kotak pos dan menemukanya.
“Aku
tidak tahu ini masih di sini.” Kata Hye Won akhirnya masuk rumah melihat ayunan
kayu yang sudah usang dan taman yang tak terawat.
Ia
melihat ada surat "Tagihan Listrik, Shim Myeong Ju" lalu
mengingat-ingat saat ibunya datang bertanya apakah meninggalkan sesuatu dan
Seharusnya bisa memberitahuk karena bisa mengirimnya agar terhindar dari
masalah.
“Aku
bahkan tidak tahu alamat rumah Ibu.” Ucap Hye Won juga tapi melihat kembali
kalau "Tagihan Listrik" kedalam rumahnya, jadi kemungkinan ada yang
tingal dirumah lamanya.
Bibi Sim
melihat kakaknya keluar rumah dan bertanya apakah mau pergi. Nyonya Sim
mengaku harus pergi. Bibi Sim bertanya
Bagaimana dengan Ju Hong karena Kakak datang untuk ulang tahunnya. Nyonya Sim
emgaku tidak bisa merayakan hari peringatan kematiannya.
“Jaga
dirimu... Telepon kakak saat kamu menyerahkan diri.” Ucap Nyonya Sim. Bibi Sim
mengerti.
“Omong-omong,
di mana kakak tinggal? Di mana kakak benar-benar akan tinggal?” tanya Bibi Sim
“Di
rumahku di Paju.”jawab Nyonya Sim. Bibi Sim kaget dan ingin tahu Sejak kapan
“Sejak
aku dibebaskan dari penjara. Begini... Lagi pula, aku tidak punya tempat
tinggal... Sampai jumpa.” Ucap Nyonya Sim lalu keluar dari rumah.
Hye Won
keluar dari rumah lalu memberitahu Eun Seob yang menunggu kalau merasa Ibunya
masih tinggal di sini lalu mengeluh kalau ibunya itu Teganyamelakukan ini. Ia
tak percaya kalau Satu hal lagi yang disembunyikan darinya.
“Bagaimana
bisa mereka...” ucap Hye Won tak percaya. Eun Seob pikir ibu Hye Won mungkin
berpikir sebaiknya Hye Won tidak tahu.
“Jika kau
tahu, maka kamu akan sangat menderita. Dia mungkin ingin mengatasinya sendiri
sampai dia tidak sanggup lagi.” Ucap Eun Seob menenangkanya.
“Tapi aku
keluarganya. Apakah adil jika aku tidak dilibatkan?” kata Hye Won marah
“Tapi kau
akan menderita. Dia pasti memilih untuk menderita sendirian sampai sekarang
agar kau tidak perlu menderita, Hae Won. Aku yakin itu.” Ucap Eun Seob. Hye Won
hanya bisa terdiam.
Hwi pergi
ke parkiran sepeda terlihat bangga dengan “Sadel”nya. Jae In tiba-tiba datang
memanggil Hwi lalu berkomentar kala cukup pandai mengendarai sepeda. Hwi dengan
nada menyindiri meminta mara karena meminata agar Jae In berhenti bicara
dengannya.
“Jauh di
lubuk hatiku, aku masih kesal kepadamu. Kulit kepalaku masih sangat sakit
karena kau menjambak rambutku.” Ucap Hwi.
“Sampai
jumpa besok.”kata Jae In yang ingin pergi bersama lagi. Hwi langsung
menolaknya.
“Tidak,
terima kasih. Aku akan berkencan dengan Young Soo.” Kata Hwi
“Hei,
Young Soo adalah milikku... Omong-omong, Lim Hwi, kudengar kau orang buangan.”
Ucap Jae In.
“Ya. Ada
masalah dengan itu?” tanya Hwi santai. Jae In menjelaskan kalau ia akan segera
lulus
“tapi aku
bisa memujimu di depan teman-teman angkatanmu. Jadi, jangan khawatir. Anggap
dirimu beruntung. Aku berbaik hati untuk mengabaikan hal ini karena Young Soo
memintaku.” Ucap Jae In. Hwi hanya terdiam dan bigung
“Ayo
berfoto karena kita berbaikan. Satu, dua.....Itu bagus. Jangan khawatir, kau
tidak perlu berterima kasih.” Ucap Jae In bangga setel ah mengambil foto lalu
berjalan pergi.
“Tapi aku
tidak berterima kasih kepadamu... Sungguh, tidak sama sekali. Aku tidak takut
kepadamu... Astaga, harga diriku terluka. Harga diriku terluka..Harga diriku
terluka parah.” Keluh Hwi kesal lalu mengayuh sepedanya.
Jang Woo
berdiri membawa setangkai bunga, lalu
melihat di halte bus dan mencoba berlatih dibalik dinding “Hai, Eun Sil. Aku
menemukan ini di jalanan.” Lalu mengeluh kalau kalimatnya itu Bodoh sekali. Ia
lalu mencoba yang lainya.
“Kau
bahkan lebih cantik daripada bunga ini... Ya, kedengarannya lebih baik.” Ucap
Jang Woo lalu mengintip tapi Eun Sil sudah tahu dan menyuruh Jang Woo agar
mendekat.
“Hai, Eun
Sil. Apa kabar? Kamu mau ke mana? Kamu mau kuantar? Kamu bisa menurunkanku di
mana? Aku bisa mengantarmu sampai ke Gangneung.” Ucap Jang Woo mencoba
menghilangkan rasa gugupny.
“Apa
maksudmu? Kau bahkan tidak punya mobil.” Kata Eun Sil. Jang Woo mengaku punya.
“Mobil
ayahku.” Ucap Jang Woo. Eun Sil pikr kalau Ini hari keberuntungannya dan
memberikan koper lalu mengajak pergi.
“Di mana
mobilnya?”tanya Eun Sil. Jang Woo bertanya apakah EunS eil hanya membawa satu koper. Eun Sil menganguk.
Jang Woo
pun menukar dengan memberikan buket bunga, mengaku Dalam perjalanan ke sini...
lalu bingung dengan tatapan Eun Sil dan bertanya dapa. Eun Sil melihat Jang Woo
tidak merona lagi. Jang Woo tak mengerti maksudnya.
“Maksudku
wajahmu.. Sebelumnya, tiap kali kau melihatku, wajahmu akan langsung memerah. Tapi
sekarang... Kamu merona lagi.” Ejek Eun Sil. Jang Woo langsung membalikan
badanya. Eun Sil pun mengajak pergi.
“Jadi, di
mana mobilmu?” tanya Eun Sil akhirnya berdiri depan Jang Woo. Jang Woo bingung
Eun Sil itu makan apa.
“Kue
beras... Ini dari festival kue beras. Ini sangat lezat.” Ucap Eun Sil yang
mencoba memakan kue beras
“Apa Kau
membawa kue beras di sakumu?” ucap Jang Woo tak percaya.
“Aku
tidak bisa mengikatnya di pergelangan kakiku, bukan? Apa Kamu mau?” tanya Eun
Sil. Jang Woo langsung menolaknya.
“Bolehkah
kita berhenti di area peristirahatan dan membeli makanan nanti? Aku belum
sarapan. Ibu mengusirku.” Kata Eun Sil
“Tentu,
aku akan mentraktirmu makanan.” Ucap Jang Woo bahagia. Eun Sil pun mengucapkan
terimakasih dan bertanya dimana mobilnya. Mereka pun berjalan bersama.
“Omong-omong,
kudengar kau putus dengan pacarmu.” Ucap Jang Woo. Eun Sil membenarkan.
“Bagaimana
semua orang tahu? Mereka semua menanyakan itu. Apa ada yang mengunggah di
internet bahwa aku putus? Seolah-olah ada tanda di suatu tempat. Semua orang
tahu.” Ungkap Eun Sil heran
“Ibuku
mau aku cepat menikah. Dia ingin mendapatkan cucu.” Kata Jang Woo
“Kenapa
kamu memberitahuku?” ucap Eun Sil. Jang Woo berpura-pura tak mengeri memberi
tahu apa.
Eun Seob
mengantar Hye Won bertanya Apa yang ingin dilakukan. Hye Won mengaku bisa
masuk. Eun Seob ingin menyarankan sesuatu tapi Hye Won pun langsung menyela.
Hye Won pikir harus menanyakannya.
“Aku akan
bertanya kepada Bibi kenapa dia tidak memberitahuku. Kenapa hanya aku yang
tidak pernah diberi tahu selama ini? Apa benar itu karena dia tidak mau aku
terluka? Jika perkataanmu benar, aku mungkin bisa memahaminya.” Jelas Hye Won.
Eun Seob menganguk mengerti lalu memeluk Hye Won
“Aku
sangat iri kepadamu.” Ucap Hye Won sambil menangis. Eun Seob bingung menanyakan
alasanya.
“Karena kau
sehangat ini.” Ucap Hye Won. Eun Seob pun memeluk Hye Won dengan erat.
***
Bersambung ke part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar