PS
: All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Salah
seorang bibi datang ke tempat toko kue beras memberitahu kalau Kimchi lobak air
ini sangat matang dan lezat. Ibu Bo Yeong pun mengucapakan Terima kasih banyak.
Si bibi pikir rumah Bo Yeong hangat jadi meminta agar membuatkan minyak wijen.
“Baik,
aku akan membuatnya, jadi, ambillah besok.” Ucap Ibu Bo yeong. Bibi pun
mengucapkan terimakasih.
“Omong-omong,
kamu sudah dengar? Putri Rumah Hodu datang ke sini.” Kata si bibi
“Putri
keluarga itu selalu tinggal di sana.” Ucap ibu Bo Yeong. Si bibi mengaku bukan
dia. Saat itu Bo Yeong datang
“Kamu
tahu, putrinya... Putrinya yang membunuh suaminya. Bisakah kau memercayainya? Bagaimana
bisa dia kembali ke sini setelah membunuh suaminya? Wanita dari keluarga itu
sangat pendendam. Bahkan ibu mereka kejam.”kata si bibi
“Kedua
putrinya sama seperti dia. Bagaimana bisa orang yang dendam membunuh
suaminya...” ucap si bibi lalu melihat Bo Yeong yang mendengarnya.
“Oh Benar
juga, bukankah kau dekat dengan cucunya?”kata sang bibi. Bo Yeong hanya bisa
diam saja.
“Bo
Yeong, apa yang kau lakukan? Pergilah ke kamarmu.” Kata ibunya. Bo Yeong
bergegas keluar mengaku harus ke akademi.
Bo Yeong
berjalan keluar toko hanya bisa menatap kosong mengingat yang dikatakan Hye Won
terakhir kali.
“Kau berjanji
tidak memberi tahu siapa pun.” Kata Hye Won marah. Bo Yeong mengaku memercayai
Joo Hee.
“Dan aku
memercayaimu.” Kata Hye Won karena Bo Yeong yang membuka rahasianya.
"Toko
Buku Good Night"
Hye Won
melihat laptop menemukan beberapa foto lalu melihat dibagian samping ada
bagian "Pengumuman, Perkenalan,
Daftar Buku Baru, Persyaratan" . Ia tiba-tiba menemukan bagian "Buku Harian Toko Buku" yang tak
terkunci.
Dengan
rasa penasaran, Hye Won membukanya dan melihat postingan tulisan Eun Seob "Surat
cinta pertamaku untukmu, posisi ke-133"
"Malam
ini, aku ingin mengajakmu ke pondok" wajah Hye Won tersenyum membaca
tulisan Eun Seob.
Eun Seob
terbangun dari tidurnya memanggil Hye Won lalu turun ke bawah dan langsung
panik melihat Hye Won sedang membaca laptop dan langsung mengambilnya. Hye Won tertawa memastikan kalau Irene adalah
dirinya padahal Eun Seob bilang itu Hwi.
“Kalau
begitu, gantungan kunci itu sungguh dariku?” kata Hye Won. Eun Seob mencoba
menyangkal
“Berapa...
Berapa banyak yang kamu baca?” kata Eun Seob panik. Hye Won pun ingin tahu apa arti "Selamat malam, Irene"
“Tidak...
Itu hanya dari lirik lagu yang kusukai.” Kata Eun Seob. Hye Won pun ingin tahu
alasan dinggap Irene.
“Itu
karena kau memberiku gantungan kunci itu.” Ucap Eun Seob. Hye Won mengejek
kalau Eun Seob bilang ia yang membuatnya.
“Aku
tidak tahu kamu menulis buku harian, Eun Seop. Manis sekali.” goda Hye Won.
“Tapi berapa
banyak yang kamu baca?” tanya Eun Seo panik. Hye Won mengaku tak tahu.
“Jadi,
kamu yang memberiku serangga itu saat kita masih kecil.” Kata Hye Won
mengingatnya.
Flash Back
Eun Seob
memberikan kumbang ditangan Hye Won, Hye Won ketakutan meminta agar Eun Seob
mengambilnya karena tidak mau. Eun Seob hanya bisa melonggo bingung melihat Hye
Won yang pergi.
Eun Seob
mengaku Itu karena berpikir Hye Won itu anak laki-laki. Hye Won kaget kalau Eun
Seob yang mengira anak laki-laki. Eun Seob mengaku Karena Hye Won yang menutupi wajahnya dengan topi. Hye Won tak
percaya menurutnya Ini luar biasa.
“Selain
itu, kau bahkan tidur di rumahku.” Ucap Hye Won.
Flash Back
Hye Won
menuruni tangga dan melihat sosok anakn yang tertidur di ruang tamu, lalu
bertanya siapa. Eun Seob menatap Hye Won seperti untuk kesekian kalinya jatuh
cinta dengan Hye Won.
“Itu
karena Hwi tiba-tiba sakit. Orang tuaku membawanya ke RS di Seoul, jadi, aku
menginap.” Akui Eun Seob
“Jadi, kau
jatuh cinta lagi dengan peri sepertiku. Ini sangat menyenangkan, Eun Seop.”goda
Hye Won bahai.
“Kau
sudah membaca semuanya?” tanya Eun Seob. Hye Wo mengaku tidak tapi Hampir
semuanya.
“Sekarang
akhirnya aku tahu rahasia insiden Sungai Nakdong. Aku bingung saat bibiku
datang menemuiku. Ternyata Kau yang menghubunginya. Aku bahkan tidak tahu itu
dan hampir mempercayai takdir.” Ucap Hye Won menahan tawa.
“Astaga...
Tidak apa-apa, Eun Seop. Aku tidak akan menggodamu. Bibirku terkunci. Ayolah,
jangan sedih.” Kata Hye Won.
“Habislah
aku.” Ucap Eun Seob langsung menelungkupkan wajahnya. Hye Won memanggilnya
"Hari itu, Irene bertanya. Di sana. "Benda
yang mirip marshmallow. "Apa namanya?" kata Hye Won mengoda
“Kubilang
hentikan... Diam! Tidak, berhenti! “ jerit Eun Seob akhirnya berlari menaiki
tangga.
Saat itu
telp berdering, Hye Won mengangkat telpnya lalu terlihat terkejut.
"Stasiun
Hyecheon"
Bibi Sim
melihat Tuan Cha yang datang lalu mengeluh Sedang apa di sini lagi. Tuan Cha
beralasan kalau Bibi Sim yang memberitahunya tentang jadwal kereta. Bibi Sim
akhirnya mengaku pada Tuan Cha kalau sudah kehilangan harapan.
“Aku tidak
punya apa-apa lagi sekarang. Jadi, jangan mengharapkan apa pun dariku.” Ucap
Bibi Sim lalu melangkah pergi.
“Shim
Myeong Yeo... Rambutmu baunya seperti sampo "Charming" yang biasa
dipakai ibuku.”akui Tuan Cha
Flash Back
Bibi Sim
duduk di perpustakaan, lalu mengingatk rambutnya. Tuan Cha yang duduk
disampingnya langsung menatap terpesona mencium wangi rambut bii Sim dan juga
tatapan matanya.
“Matamu mengingatkanku
pada malam sebelum badai hujan. Aku sangat menyukai hal itu darimu.” Akui Tuan
Cha.
“Jadi apa
Bisa beri tahu aku? Itu semua tidak benar?” ucap Tuan Cha seperti masih tak percaya
“Apa yang
tidak benar?” tanya Bibi Sim. Tuan Cha pikir
Semuanya.
“Apa Rumor
bahwa kakakku membunuh suaminya karena berselingkuh denganku? Manusia bisa
memercayai sesuka mereka. Hasilnya tidak akan berubah. Entah aku berselingkuh dengan
kakak iparku atau tidak, dia sudah mati, dan itu tidak akan berubah.” Jelas
Bibi Sim.
“Entah kakakku
membunuhnya atau tidak, dia dipenjara. Meskipun dia tidak dipenjara, aku akan
tetap menjadi orang yang kacau seperti sekarang. Jadi, itu tidak penting. Yang
kau percaya itu benar.” Ucap bibi Sim.
“Tidak.”
Ucap Tuan Cha. Bibi Sim pikir itu yang sebenarnya, Tuan Cha akhirnya mulai
bicara.
“Meskipun
itu benar, kau seharusnya memberitahuku bahwa itu tidak benar. Setidaknya itu
yang bisa kau lakukan untukku. Apa aku salah?” kata Tuan Cha.
“Maafkan
aku... Aku tidak pengertian.” Kata Bibi Sim lalu melangkah pergi. Tuan Cha
memanggilnya.
“Aku...
Aku sudah layu.” Kata Bibi Sim. Tuan Cha pikir mereka semua seperti itu.
“Hanya
aku yang benar-benar layu... Hanya aku yang benar-benar mati, Yun Taek.” Ucap
Bibi Sim membuka kacamatanya. Tuan Cha melotot kaget. Bibi Sim pun akhirnya
melangkah pergi.
"Aku akan memotong ujung lima
jariku dan menggambar dengan darahku. Aku akan sendirian malam ini, tapi tidak
akan kesepian. Dan akan menangis. Gelas pertama untukmu, yang meninggalkanku.”
“Gelas kedua untukku, yang sudah
sangat menyedihkan. Segelas lagi untuk cinta abadi kita. Dan gelas terakhir
untuk Tuhan yang meramalkan dan memutuskan semuanya lebih dahulu."
"Toko
Buku Good Night"
Jang Woo
terlihat gugup, Eun Sil menyapa semua anggota dengan senyuman lebar mmberitahu
kalau bekerja di Balai Kota Gangneung. Da sedang cuti kerja karena acara it
jadi itu alasanya datang lalu meminta semua agar memberikan Tepuk tangan
“Astaga,
beberapa anggota baru bergabung dengan kita belakangan ini.” Kata bibi Choi.
Tuan Bae mengaku Itu membuat semangat.
“Jang
Woo, kau tampak agak bingung hari ini.” Komentar Hyun Ji. Jang Woo menyangkalnya.
“Jang
Woo... Apa Kau minum minuman panas?” tanya Tuan Bae. Jang Woo mengaku hanya minum
es Americano sambil menahan malu
"Saat
aku sadar belum sempat memberitahumu bahwa aku mencintaimu sepenuh hati, kau
sudah jatuh cinta dengan orang lain. Aku membungkam serenade bergairah di dalam
hatiku saat kamu menjauh dariku.” Ucap Eun Sil
“Kau
menyuruhku melupakan semuanya sebelum senyum manismu hilang dan hanya mengingat
kecantikanmu, tapi bagi seorang pria, seorang wanita menandakan kebahagiaan
atau kesedihan." Kata Eun Seil
"Cinta"
oleh Cho Chi Hun.” Ucap Young Soo. Hwi bertanya
Apa itu. Young Soo menjawab Ini puisi.
“Hatiku
sakit tiap kali mendengarnya.” Ucap Bibi Choi. Seung Ho beranya Kenapa hati
Bibi sakit
“Apa
cinta menyakitkan?” tanya Seung Ho. Eun
Sil mengaku kalau dirinya tak seperti itu tapi tak tahu dengan yang lainya.
“Jang Woo,
apa cinta menyakitkan bagimu? Apa pujaan hatimu yang menolakmu menghancurkan
hatimu?” ucap Eun Sil
Jang Woo
yang sedang minum langsung tersedak, lalu meminta Eun Seob agar mengambilkan
tissue. Hye Won pikir kalau ia saja yang mengambilkanya.
Akhirnya
Hye Won ke lantai atas mengambil kotak tissue lalu melihat laptop Eun Seob
terbuka. Ia pun kembali membaca
"Buku Harian Toko Buku" dibagian "Kisah ke-130" dengan
judul "Toko Buku di Laut"
"Hae
Won, aku mengerti kau akan meninggalkan tempat ini suatu hari"
Wajah Hye
Won langsung berubah membaca tulisan Eun Seob. Saat itu Hwi memanggil kalau ada
telepon. Hye Won bingung bertanya Siapa. Hwi hanya mengatakan kalau dia bilang
namanya Bo Yeong. Hye Won kaget dan akhirnya mengerti.
“Begini...
Kurasa Jang Woo mungkin...” ucap Eun Seob. Jang Woo langsung menyela kalau itu Tidak
mungkin.
“Tidak,
aku tidak pernah patah hati karena cinta. Aku bersumpah demi jalan sawah yang
kulewati tiap hari.” Ucap Jang Woo terbata-bata. Semua pun hanya bisa tertawa
mendengarnya.
“Tapi
cinta bertepuk sebelah tangan itu menyedihkan.” Kata Seung Hoo. Semua bersorak
mendengarnya.
“Itu yang
kupelajari dari buku.” Akui Seung Ho. Semua langsung mengoda kalau tahu banyak
hal.
“Seung
Ho, kamu punya pacar?” ejek Bibi Choi. Seung Ho mengaku tidak. Tapi bibi Choi pikir Seung Ho mengatakan hal
itu. Seung Ho mengaku itu tak benar.
“Siapa
gadis ini? Wajahmu memerah.” Ejek Tuan Bae. Seung Ho mengaku - tidak punya pacar.
Pagi hari
Hwi sudah
bersolek menunggu seseorang di pinggir jalan, saat itu Young Soo datang dengan
sepedanya lalu Hwi pun langsung duduk di kursi belakang. Young Soo dengan wajah
terpaksa akhirnya mengayuh sepeda. Hwi menyuruhnya agar lebih cepat lagi
mengayuhnya.
Saat
dijalan, Hwi pun meniupkan bunga terlihat seperti pasangan idaman remaja.
Sesampai disekolah, Hwi pun penuh dengan semangat meminta agar semua memberikan
jalan padanya. Beberapa anak terkena hukuman dan Hwi menyapa gurunya. Sang guru
hanya bisa melonggo meihat Hwi berboncengan dengan Young Soo.
Sebuah
bus berhenti di "Pertigaan Bukhyeon" terlihat jurusan "Bukhyeon-ri,
Pusat Kota Hyecheon, Desa Seohyeon" Hye Won duduk dibangku belakang lalu
berkomentar kalau belum pernah meminta orang untuk bertemu di bus.
“Apa yang
ingin kau bicarakan denganku?” ucap Hye Won melihat Bo Yeong yang duduk diujung
bus.
“Aku
memikirkan ucapanmu... Tentang betapa gila aku... Kau benar. Aku seperti itu...
Aku sangat membencimu... Maksudku, pikirkanlah. Kau memutuskan hubungan denganku
setelah satu serangan.” Ucap Bo Yeong
“Karena
satu kesalahan... Kau bahkan tidak mau mendengarkanku.” Kata Bo Yeong
mengingatnya.
Flash Back
Bo Yeong
mencoba mengejar Hye Won agar bisa menjelaskanya, Hye Won tak peduli meminta agar melepaskan
tanganya.
“Sekeras
apa pun usahaku, kau bahkan tidak mau menatapku. Saat kudengar kau di sini, aku
pergi menemuimu.” Akui Bo Yeong.
Flash Back
“Lalu..
Maksudmu kau masih tidak bisa memaafkanku?” ucap Bo Yeong saat mengejar Hye Won
keluar dari cafe.
“Jadi,
aku mulai menunggu.” Ucap Bo Yeong. Hye Won ingin tahu Menunggu apa
“Menunggu
berakhirnya pengampunanmu. Lalu kau akan menjadi orang yang picik dan dingin, dan
aku akan menjadi orang yang menyedihkan, yang dikasihani semua orang” ucap Bo
Yeong
“Kau
bilang "Satu serangan"? Bo Yeong... Mungkin hanya satu serangan
bagimu, tapi bagiku, itu fatal. Aku memberitahumu rahasia terbesar dalam
hidupku, dan kau tidak merahasiakannya.” Tegas Hye Won
“Kau
mungkin mencoba membela diri dengan mengatakan kau hanya memberi tahu Joo Hee,
tapi karena kau bilang bahwa satu orang...” ucap Hye Won
“Aku
tidak berpikir seperti itu... Maafkan aku... Tapi aku terus berpikir bahwa itu
hanya satu kesalahan. Jadi, aku membencimu. Aku yakin kamu tidak membenciku. Kau
hanya tidak menyukaiku.” Ucap Bo Yeong
“Apakah
berbeda?” tanya Hye Won. Bo Yeong mengaku itu berbeda.
“Kau bisa
tidak menyukai siapa pun, tapi kau hanya bisa membenci seseorang yang kamu
sukai. Aku sangat menyukaimu.” Akui Bo Yeong.
Flash Back
Bapak
guru memberitahu kalau Ada murid pindahan baru yang namanya Namanya Mok Hae Won
dari Seoul. Bo Yeong langsung menyukai sosok Hye Won saat datang pertama kali
ke kelas memujinya cantik.
“Penggilingan
dan penginapan berbeda?” tanya Hye Won saat pertama kali berbicara dengan Bo
Yeong.
“Kau
sangat manis. Pasti karena itu, aku terus berusaha keras dan menemuimu. Meski
kamu memutuskan untuk tidak menyukaiku dan tidak pernah memberiku kesempatan
kedua karena kamu hanya begitu peduli kepadaku.” ucap Bo Yeong lalu akhirnya
menuruni bus membiarkan Hye Won sendiri.
Flash Back
Bo Yeong
pun mengajak kenalan pertama kali pada Hye Won. Ia pun mengajak Hye Won satu
tim bersama saat olahraga. Bo Yeong pun memberikan payung untuk Hye Won karena
tinggal di dekat sini, jadi bisa langsung pulang.
Hye Wo
memanggilnya, tapi Bo Yeong sudah berjalan dengan menutupi kepalanya dengan tas
memlambaikan tangan akan bertemu esok.
"Toko
Buku Good Night"
Eun Seob
mengangkat telp di toko lalu terlihat kaget mendengar nama Jung Gil Bok. Ia bergegas pergi ke rumah
sakit pergi recepitionist mengaku datang
untuk menemui Pak Jung Gil Bok lalu melihat Seung Ho berdiri sendirian.
Akhirnya
Eun Seob pergi menemui Seung Ho dan melihat Tuan Jung berbaring dengan alat
bantu nafas. Perawat memberitahu kalau
Tetangganya menemukan Tuan Jung di jalan dan membawanya kemari.
“Ini
bukan masalah serius, tapi dia harus dirawat beberapa hari. Tapi dia bersikeras
untuk pulang Kurasa dia mengkhawatirkan biaya rumah sakitnya.” Ucap Perawat.
Eun Seob menatap Tuan Jung.
Seung Ho
hanya bisa tertunduk di ruang tunggu. Eun Seob meminta agar Seung Ho Jangan
terlalu khawatir karena kakeknya akan segera sembuh. Seung Ho bercerita kalau
pernah punya kelinci di sekolah.
Flash Back
Semua
teman-teman Seung Ho bermain dilapangan, tapi Seung Ho sibuk memberikan makan
kelinci yang ada dikandang.
“Mereka
manis sekali... Tapi mereka sudah mati. Bagaimana jika hal yang sama terjadi kepada
kakekku?” ucap Seung Ho menangis sedih
“Dia akan
baik-baik saja... Aku berjanji... Aku akan membantumu...” Ucap Eun Seob memeluk
erat Seung Ho.
Eun Seob
mengantar Seong Ho ke rumah Hye Won, Seung Ho terdiam didalam mobil. Eun Seob
pun menyakinkan akhirnya keduanya pun turund dari mobil lalu mengantarkanya
pada Hye Won.
Di malam
hari, Hye Won dan Seung Ho memakai krim bersama-sama. Seung Ho terlihat bahagia
bisa bermain dengan Hye Won dengan menepuk wajahnya. Keduanya akhirnya turun ke
lantai bawah. Ji Yeon menyiapkan piring meminta agar bibi Sim mengeluarkan
selimut nanti
“Ya, Ji
Yeon, tapi aku bukan Bibi. Aku Kak Myeong Yeo.” Ucap Bibi Sim.
“Itu
benar... Panggil Kak Myeong Yeo dengan nama depannya. Jangan panggil dia
Bibi.”kata Seug Ho
“Dewasalah.
Apa salahnya dipanggil Bibi?” keluh Hye Won kesal. Bibi Sim berkomentar kalau Orang
tua Eun Seop masih memperlakukan Hye Won
seperti gadis SM padahal lulus SMA beberapa tahun lalu.
“Itu karena
aku masih seperti gadis SMA.” Ucap Hye Won bangga. Ji Yeon mengeluh Hye Won itu
masih punya kulit gadis SMA dan ingin tahu rahasianya.
“Seung
Ho, buku apa itu?”tanya Ji Yeon. Seung Ho menjawab "Burung Hantu di
Rumah". Ji Yeon pun meminta izin agar bisa melihatnya. Seung Ho pun
memberikanya.
“Itu kisah
tentang Teh Tetes Air Mata.” Ucap Hye Won. Seung o membenarkan.
“Tiap
kali burung hantu memikirkan hal sedih dan menangis, dia mengumpulkan air
matanya dalam cerek dan membuat Teh Air Mata. Ini cerita tentang cara burung
hantu melupakan kesedihannya.” Cerita Seung Ho
“Kalau
begitu, apa kita buat Teh Air Mata juga?” ucap Bibi Sim. Seung Ho tak percaya
bibi Sim sungguh punya Teh Air Mata. Bibi Sim mengaku punya.
“Tunggu.
Kamu menyebut Eun Seop sebagai paman, tapi memanggil Bibi Myeong Yeo
"Kakak"?” ucap Eun Sil heran
“Tepat
sekali... Aku merasa jauh lebih baik sekarang... Bibi, kami sangat risih.”
Keluh Hye Won
“Sekali
teman, tetap teman. Benar kan?”kata Bibi Sim. Seung Ho menganguk setuju.
“Seung
Ho, bukankah tidak nyaman memanggilnya "Kakak"?” kata Hye Won. Seung
Ho mengaku tidak.
“Kamu
harus jujur... Matamu gemetar.” Kata Hye Won. Bibi Sim pikir kalau Seung Ho
hanya takut pada kacamata hitamnya.
“Kami
akan memanggilmu "Kakak" juga.” Ejek Ji Yeon. Mereka akhirnya minum
teh bersama dan meminta agar Jangan ganggu Seung Ho.
Bibi Sim
duduk didepan laptopnya seperti ingin mulai menulis lalu teringat dengan yang
dikatakan Tuan Cha sebelumnya.
Flash Back
“Apa Bisa
beri tahu aku? Itu semua tidak benar?” ucap Tuan Cha.
“Jadi,
itu tidak penting. Apa pun yang kamu percaya itu benar.” Kata Bibi Sim. Tuan
Cha pikir bukan seperti itu.
“Ya. Itu
yang sebenarnya, Cha Yun Taek.” Kata Bibi Sim.
Pagi hari
Eun Seob
menjemput Seung Ho dirumah Hye Won. Hye Won pun mengantarnya lalu melambaikan
tanganya. Ji Yeon berteriak dari dalam agar memanggil bibi Sim karena saatnya
sarapan.
Hye Won
mengetuk pintu kamar bibinya, lalu masuk ke dalam karena tak ada sahutan. Ia
kaget melihat bibinya yang sudah tergeletak dilantai. Ia pun mencoba
membangunkan bibinya.
Bibi Sim
membuka sedikit matanya dan Hye Won melihat satu mata bibinya yang buta. Hye
Won histeris mencoba membangunkan bibinya yang tak sadarkan diri.
“Aku mengerti kau akan meninggalkan
tempat ini suatu hari nanti. Aku sudah siap menghadapi apa pun yang mungkin
terjadi. Namun, saat kau meninggalkan tempat ini, Kuharap kau tidak pergi
dengan berat hati. Kuharap kau bisa pergi sambil tersenyum bahagia. Kuharap... Kuharap
kamu tidak terluka sama sekali. Kuharap begitu.”
"Unggahan Blog Pribadi Toko Buku Good
Night"
"Irene melihat buku harian pribadiku. Sial..
Kurasa dia melihat kategori buku harian toko buku. Aku tidak yakin seberapa
banyak yang dia baca. Karena dia mengejekku soal kisah marshmallow”
“Kurasa dia membacanya sampai bagian dia tiba
di Bukhyeon-ri. Berapa banyak yang dia baca setelah itu?. Tidak akan ada yang
terjadi meski dia membaca semuanya. Tapi aku hampir gila karena malu"
Bersambung
ke episode 14
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar