PS
: All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Di malam
hari, di dalam toko diberikan hiburan musik klasik, semua sangat menikmatinya
termasuk Hye Won. Saat itu Jang Woo
berbisik kalau mereka luar biasa dengan bangga kalau Kota Hyecheon mendidik
anak-anak yang sangat berbakat itu.
“Anak-anak
yang sangat berbakat... Hei.. Dengarkan aku. Mereka belajar memainkan instrumen
itu di sekolah.” Ucap Jang Woo penuh semangat. Pada Hye Won. Hyun Ji mengeluh
pada Jang Woo kalau berusaha fokus di
sini.
“Tentu,
aku juga berusaha fokus.” Ucap Jang Woo. Hyun Ji meminta agar Jang Woo untuk
diam. Jang Woo menganguk mengerti.
“Apa Kalian
menikmatinya?” tanya Ji Yeon menjadi pembaca acara. Smeua mengaku sangat
menikmatiny.a
“Bisakah
kau bermain untuk kami?” ucap Hyun Ji. Hye Won terlihat bingung.
“Kau juga
pemain selo, bukan? Bermainlah untuk kami.” Kata Seung Ho. Hye Won menolanya.
“Kumohon,
Hae Won. Aku ingin mendengarnya.” Kata Hyun Ji. Hye Won tak ingin melakukanya
karena malu walaupn keduanya sudah memohon.
“Ji
Yeon... Hye Won juga ingin bermain. Ayolah. Dia bermain selo.” Bisik Jang Woo.
Hye Won meminta mereka agar diam dan meminta agar mengambaikan saja.
“Dia
ingin bermain untuk kita, Hye Won pandai bermain selo..” Bisik Jang Woo. Hye
won mengeluh meminta agar Ji Yeon mengabaikan ucapan Jang Woo.
Eun Seob
akhirnya pulang ke rumah dengan menaiki bus sendiri, kepalanya disandarkan ke
jendela seperti mengingat saat bersama
dengan Hye Won.
Flash Back
Hye Won
yang panik mencarinya sampai ke hutan lalu memegang wajahnya, tapi ia malah
menatap Hye Won penuh amarah karena tak ingin masa lalunya diketahui oleh
temanya. Ia pun mengingat yang dikatakan oleh pamannya.
“Beberapa
orang ditakdirkan hidup sendirian dari lahir sampai mati. Aku juga. Sifat itu
mengalir dalam darah kita. Dalam darah kita. Kita ditakdirkan hidup sendirian
seumur hidup kita. Kita ditakdirkan seperti itu.”
Tapi Eun
Seob mengingat saat Hye Won dengan senyuman sumringah melambaikan tangan
padanya, lalu mereka berciuman untuk memastikan kembali cintanya. Hye Won mengaku
kalau menatap Eun Seob berpikir kalau Eun Seob tiba-tiba menghilan.
Hye Won
pun memeluk Eun Seob untuk mematahakan ucapan sang ayah. Eun Seob hanya diam
saja kembali mengingat ucapan pamanya “Apakah menurutmu, kau berbeda?” dengan
bus yang melaju kencang ke "Hyecheon, Gangneung"
Tuan Cha
bertemu dengan Bibi Sim di cafe mengaku Perjalanan kereta itu membawaya dalam
perjalanan menyusuri jalan kenangan karena Dahulu mereka sering naik kereta.
Bibi Sim membenarkan kalau Tuan Cha selalu
menangis.
“Kau
bilsang "Aku mencintaimu, Myeong Yeo. Maafkan aku, Myeong Yeo." Lalu Mengendus.
Terisak dan menangis.” Ejek Bibi Sim
“Aku
bersungguh-sungguh dengan semua ucapanku kepadamu.” Akui Tuan Cha. Bibi Sim tak
percaya sambil terus membaca surat kontrak.
“Pasal
ini.. Kau bisa Keluarkan ini, dan aku akan menandatangani kontraknya. Ucap Bibi
Sim menunjuk pasal "Buku ini harus berdasarkan pengalaman pribadi"
“Aku
tidak bisa mengeluarkannya. Itu menjadi aspek paling menarik.” Kata Tuan Cha.
“Tidak.
Bagiku, ini tidak akan menarik sama sekali.” ucap Bibi Sim. Tuan Cha mengeluh
Apa hak Bibi Sim yang memutuskan ini
“Aku yang
menentukan karena aku kepala redaksi.” Ucap Tuan Cha sedikit merasa memiliki
kekuatan.
“Coba Dengar.
Saat rumah mengalami kebakaran, orang-orang mungkin terhibur saat menontonnya, tapi
itu mimpi buruk bagi mereka yang terkunci di dalam rumah. Kenapa kau tidak
tahu? Aku tidak bisa menulis tentang mimpi buruk seperti itu.” Jelas Bibi Sim
“Kalau
begitu, kenapa kamu tidak mencampurnya? Mencampur fiksi dengan nonfiksi. Siapa
yang peduli? Aku tidak tahu bagian mana yang fiksi dan nonfiksi.” Ucap Tuan
Cha. Bibi Sim memikirkanya.
“Aku
tidak akan pernah bertanya bagian mana yang berdasarkan fakta dan bagian mana
yang fiksi. Jadi semua Beres, kan? Aku butuh tanda tanganmu di sini.”ucap Tuan
Cha memberikan kontrak baru. Bibi Sim tak percaya dengan yang dilakukan Tuan
Cha.
“Aku tahu
kau akan menyalahkanku, jadi, kubawakan versi alternatif. Kontrak ini
menandakan apa yang baru saja kita bahas. Ini yang dilakukan kepala redaksi
yang kompeten.” Ucap Tuan Cha bangga lalu merobeknya.
“ Itu
yang baru saja kau keluarkan.” Kata bibi Sim. Tuan Cha terlihat bingung lalu
mencoba memastikanya.
“Apa Kau
percaya itu? Aku menipumu lagi.” Ucap Bibi Sim. Tuan Cha tak percaya Bibi Sim
masih mengajaknya bercanda.
Semua
anggota club membereskan semua barang, Seung Ho mengaku kalau ini sangat
menyenangkan. Hyun Ji pun mengakuinya walaupun dengan nada dingin. Tuan Bae
mengaku memang menjualnya murah. Tapi membuang
banyak persediaan lama Jadi, semuanya bagus.
“Aku
sudah memutuskan... Aku akan membuka toko pai dan akan menyebutnya Pai Kristal.”
Kata Bibi Choi bahagia.
“Tapi
harus kuakui, aku sangat terkesan dengan penampilan selo Hae Won.” Kata Tuan
Bae. Semua pun menyetujuinya.
“Aku
juga. Aku pernah melihat teman sekelasku bermain selo, tapi Hae Won jelas lebih
hebat.” Kata Hyun Ji. Hwi menyetujuinya dengan wajah tertunduk lesu.
“Aku juga
ingin mempelajari hal seperti itu, Kak Hae Won.”kata Seung Hoo. Hye Won dengan
senang hati mendengarnya.
“Omong-omong,
Paman Eun Seop belum datang.” Ucap Seung Hoo sedih. Bibi Choi berharap Eun Seob
bersama mereka.
“Astaga,
sudah kubilang dia tidak akan datang.” Ucap Hwi terlihat kesal. Jang Woo
memberitahu Hwi kalau bajunya nanti terbakar yang duduk dekat perapian.
“Ini
sudah larut. Kita semua harus pergi. Di sini terasa sepi tanpa dia.” Kata Tuan
Bae.
“Kalian
mau ke mana? Kita belum selesai.” Ucap Jang Woo akhirnya mengajak mereka
berfoto bersama. Semua terlihat tak bisa foto dengan gaya yang bagus sampai
akhirnya diulang beberapa kali.
Hye Won
menyuruh Jang Woo sebaiknya pergi karena bisa merapikan sisanya sendiri Jang
Woo pikir Tidak apa-ap karena akan menyelesaikan ini dan juga Eun Seop
berbicara tegas kepadanya jadi tidak bisa pergi begitu saja. Hye Won hanya bisa
tersenyum.
“Hei, Hae
Won.. Bagaimana kabarmu belakangan ini? Sepertinya, banyak yang kau pikirkan.”
Kata Jang Woo. Hye Won membenarkan.
“Aku
merasa sedikit frustrasi, tapi sekarang aku baik-baik saja.”ucap Hye Won.
“Tinggal
di Seoul melelahkan, bukan? Aku juga sering merasa frustrasi. Aku merasa tidak
bisa mencerna apa pun saat harus makan sendirian. Berkumpul dengan teman tidak
menghilangkan rasa kesepianku.” Ungkap Jang Woo
“Tapi
begini, setelah berlalu, kini kenangan itu menjadi kenangan indah.” Ucap Jang
Woo. Hye Won bingung dianggap "Kenangan"
“Ya, sama
seperti kau membangun kenangan di sini. Aku ingat pengalamanku di Seoul dengan
sangat baik.” Akui Jang Woo lalu bertanya
Di mana harus meletakkan buku-buku ini. Hye Won hanya terdiam dengan
wajah sedih.
“Hae
Won.. Di mana aku harus meletakkan ini?” tanya Jang Woo yang kedua kalinya. Hye
Won pun meminta Eun Seob agar meletakkannya di gudang.
“Ohh...
Aku datang dari sana tadi... Andai kamu memberitahuku lebih awal.” Ucap Jang
Woo seperti kerja dua kali.
“Apa Kau
bisa menaruh bohlamnya di halaman depan?” ucap Hye Won. Jan Woo pikir harus
memisahkannya sambil mengeluh kalau Hye Won itu bisa memberitahunya lebih awal.
“Kau bisa
Bawa buku-buku itu kembali.”kata Hye Won. Jang Woo mengerti. Hye Won pun
mengucapkan terima kasih.
Di rumah
Ibu Hwi
menegaskan kalau tidak bisa
melepaskannya, bahakn tidak mau jadi akan menghentikannya serta akan
melarangnya pergi. Ia pun kaau perlu akan memohon kepadanya. Tapi Tuan Im pikir
mereka harus merelakannya jika Eun Seob ingin pergi.
“Bagaimana
kau bisa mengatakannya semudah itu?” ucap Ibu Im marah.
“Eun Seop
bukan... Dia bukan putra kita.” Ucap Tuan Im. Ibu Im mengingatakan kalau
suaminya membawa Eun Seob pulang
“Kau melarangku
terlalu dekat dengannya karena dia bukan anak kita, tapi aku tidak bisa
melakukannya. Bagaimana mungkin? Dia makan dengan kita dan tidur di samping
kita. Anak kecil itu selalu tertidur di pelukanku. Jadi, bagaimana mungkin kuanggap
dia seperti orang asing? Dia putraku. Kau setuju, bukan?”kata Ibu Im
“Kini
berbeda... Semua orang di kota ini mengatakan itu.” Kata Tuan Im
“Dengar, saat
dia meninggalkan kita tiga tahun untuk merawat ibunya dan mendampinginya di
saat-saat terakhirnya, maka aku memercayainya. Aku Sungguh... Bahwa dia akan
kembali suatu hari nanti. Bahkan saat Eun Seop tidak pernah menelepon kita
selama tiga tahun itu.” Kata Ibu Im
“Kau
berkali-kali mengatakan bahwa Eun Seop tidak akan kembali. Tapi Aku tidak
begitu. Aku sangat memercayainya. Lalu dia kembali kepada kita. Kau lihat
Kembali kepada kita... Dia bersama kita sekarang.” Ucap Ibu Im
“Tapi
tetap saja, keluarga... Darah lebih kental daripada air.”kata Tuan Im
“Kau
bilang "Darah"? Apa kau juga begitu? Begitukah caramu mendefinisikan
keluarga? Apa memiliki keluarga sedarah sepenting itu bagimu? Jadi, apa kau
hanya menyayangi Hwi sebagai anakmu?” teriak Ibu Im marah
“Tidak!..
Itu tidak benar.” Tegas Tuan Im. Akhirnya Nyonya Im memilih untuk masuk kamar.
Tuan Im
pun keluar dari rumah untuk menenangkan diri dan kaget melihat Eun Seob
ternyata ada didepan rumah. Eun Seob seperti bisa mendengar pembicaran mereka.
Flash
Back
Eun Seob
meliha foto seorang ibu dan duduk didalam sebuah rumah yang cukup gelap. Ibunya
terlihat harus duduk dikursi roda karena sakit lalu meminta Eun Seob sekali
saja memberitahunya. Eun Seob terlihat bingung.
“Aku ingin memberitahumu bahwa aku
mencintaimu Bahwa aku sangat mencintaimu.”
Eun Seob
yang masih kecil datang membawakan sesuatu pada ibu Hwi. Ibu Hwi melihat Eun
Seob pasti lapar sambil mengendong anaknya. Eun Seob membuka tanganya dan
memberikan kumbang besar pada Ibu Hwi. Ibu Hwi terlihat tak takut
“Ini
favoritku... Ini kumbang badak, bukan? Apa Kau membawa ini untuk diperlihatkan
kepadaku? Astaga, ini jenis yang langka. Sudah lama aku tidak melihatnya.” Ucap
Ibu Hwi terlihat sangat sumringah.
“Tunggu
sebentar... Kau pasti lapar. Akan kurapikan mejanya untukmu... Hwi, lihat.
Kakakmu membawa kumbang langka untuk menunjukkannya kepada ibu.” Ucap Ibu Hwi
mengendong anaknya dan tak ngangap Eun Seob menjadi kakaknya.
Eun Seob
melihat Hwi dalam box lalu menyentuhnya sambil berkata kalau namanya Hwi dengan
senyuman bahagia dan menurutnya Hwi seperti dalam "siulan". Ibu Hwi
meliha Euns Seob tak percaya kalau sudah
di sini selama dua jam.
“Apa Kau
sangat menyukainya?” tanya Ibu Hwi terlihat sangat sayang kepaada ibu dan adik
barunya.
Dimeja
terlihat foto keluarga dengan Eun Seob menjadi bagian dari keluarga. Tuan Im
berbicara didepan kamar bertanya apakahbaik-baik saja. Nyonya Im mengaku
menangis karena sedang menonton drama.
“Aku ingin bilang bahwa aku
merindukanmu. Bahwa aku menyesal. Tapi aku tidak bisa memberitahumu.”
Saat itu
Hwi baru saja pulang melihat Eun Seob ada didepan rumah dan langsung melempar
sepeda, terlihat sangat marah. Eun Seob memanggilnya Hwi kesal karena Eun Seob tetap akan pergi
jadi menurutnya pergi saja. Eun Seob memegang sepeda Hwi yang terjatuh.
“Jangan
sentuh sepedaku... Jika kamu akan pergi, jangan tinggalkan sidik jarimu. Naiklah
kapal dan berlayar melintasi Samudra Pasifik, ya? Siapa yang peduli jika aku
berlayar dengan kapal atau menghilang?” teriak Hwi marah
“Kau
tidak pernah menyukaiku.” Ucap Eun Seob. Hwi berteriak kalau Sejak lahir sudah
menyukai Eun Seob.
“Saat aku
masih bayi yang menangis. Saat aku melihat dunia untuk kali pertama. Aku
menyukaimu sejak itu, Bodoh!” teriak Hwi menahan tangisnya
"Jangan menangis... Aku tidak akan pergi. Kenapa sulit sekali
mengucapkan kalimat ini?"
Eun Seob
hanya menatap sang adik tiri dengans senyuman ingin tahu alasanya. Hwi mengaku
karean Eun Seob itu adalah kakaknya dan Karena Eun Seob sudah menjadi kakaknya
saat lahir dan tak ada alasan kalau sudah menyukai Eun Seob sejak awal.
“Aku
membenci Lim Eun Seop... Aku sangat membencimu, Eun Seop. Pergilah, naik kapal
itu! Terserah. Aku bahkan tidak tahu...Aku akan memberi tahu Ibu dan Ayah
semuanya.” Teriak Hwi kesal akan masuk rumah memanggil orang tuanya.
“Yang ini
mahal.” Ucap Eun Seob sudah menganti tempat duduk sepeda adiknya. Hwi yang
menangis akhirnya keluar lagi ingin tahu Seberapa mahal
“Aku
ingin mentraktirmu dan membeli ini di pusat kota.” Ucap Eun Seob dengan bangg
“Sudah
lama kau tidak menghabiskan uang untukku.
Ini yang kuinginkan. Kukira harganya 30 dolar, tapi harganya 300 dolar.
Sepertinya kau kaya. Lain kali, berikan saja secara tunai. Seorang siswa tidak
butuh sadel yang semahal itu. Banyak sekali yang bisa kau lakukan dengan 300
dolar.” Ucap Hwi menangis. Eun Seob tertawa mendengarnya.
“Jangan
tertawa, dasar gila! Kau mengejekku jika tertawa saat aku menangis... Ayo Minggir!”ucap
Hwi mencobanya dan bahagia karena sepedanya sekarang terlihat bagus. Eun Seob
pun bahagia melihat adiknya.
Di jalur
kereta "Tujuan Jecheon, Cheongnyangni" Tuan Cha pikir sungguh
kehormatan besar karena Bibi Sim datang jauh-jauh untuk mengantarnya. Bibi Sim
hanya diam saja. Tuan Cha pikir Kenapa tidak memberitahunya sekarang. Bibi Sim
bertanya tentang apa itu.
“Hari
itu... Kenapa kau memutuskanku?” tanya Tuan Cha. Bibi Sim pikir kalau sering
memutuskanmnya Mungkin sekitar 1.000 kali.
“Yang
terakhir... Tanggal 5 September 2010, pukul 09.23. Kau mengirimiku pesan, "Kita
putus." Jelaskan kepadaku, Myeong Yeo.” Ucap Tuan Cha. Bibi Sim hanya
tetap diam.
“Aku
mengingat semuanya bukan karena aku masih menyukaimu. Jangan salah paham. Aku
hanya mengingatnya karena sangat tercengang. Berapa kali pun aku memikirkannya,
aku tidak mengerti kenapa kita harus putus hari itu. Aku tidak melakukan
kesalahan. Jadi Apa alasannya?” tanya Tuan Cha penasaran.
“Entahlah...
Aku tidak ingat apa pun.” Akui Bibi Sim. Tuan Cha tak percay kalau Bibi Sim tidak
ingat apa pun
“Ayolah. Apa
Kau pikir aku akan mengingatnya? Sudah lebih dari 10 tahun. Bagaimana aku tahu?”
kata Bibi Sim. Saat itu dari pengeras suara memberitahu kalau Kereta akan
mendekati stasiun jadi meminta untuk mundur.
Tuan Cha
pun pamit untuk naik kereta dan meminta menghubunginya saat draf pertama
keluar. Bibi Sim tak mengubrisnya menyuruh enyah saja Cengeng lalu berjalan pergi setelah kereta
meninggalkan stasiun.
Bibi Sim
mengingat ucapan Tuan Cha “Kenapa kau tidak memberitahuku sekarang? Hari itu.
Kenapa kamu memutuskanku? Tanggal 5 September 2010, pukul 09.23. Kamu mengirimiku
pesan, "Kita putus." Jelaskan kepadaku, Myeong Yeo.”
Flash Back
Saat itu
Bibi Sim sedang duduk di kantor polisi, Tuan Cha mengirimkan pesan "Di
mana kau?" tapi terlihat ragu untuk membalasnya. Hye Won duduk sendirian
masih dengan baju seragamnya. Seoran polisi keluar dari ruangan ingin
memastikan pada seniornya.
“Jadi
intinya, dia dipenjara atau tidak?” ucap si Junior. Seniornya mengatakan Surat
penangkapan ditolak jadi mana mungkin memenjarakannya
“Astaga,
ini membuatku gila. Aku akan memenjarakan bedebah itu bagaimanapun caranya.” Ucap
si polisi. Seniornya ingin tahu apakah ada bukti. Si junior mengaku ada banyak
sekali.
Bibi Sim akhirnya
memutuskan menuliskan pesan pada Tuan Cha “Kita putus.” Seperti tak ingin Tuan
Cha tahu tentang kehidupan keluarganya.
“Entahlah.
Aku tidak ingat apa pun. Sudah lebih dari 10 tahun. Bagaimana aku tahu?” Akui
Bibi Sim berbohong dan mengingat kenangan pahitnya
Flash Back
Bibi Sim
menaiki tangga rumah dan mendengar suara terikan dari atas. Ayah Hye Won
memukul istrinya yan menganggap berani meremehkanya. Ibu Hye Won sudah jatuh
tersungkur, bersama dengan adiknya akhirnya keluar masuk ke dalam mobil
menyelamatkan diri.
Bibi Sim membuka
kacamata hitamnya, terlihat salah satunya berwarna abu-abu seperti sudah ada
selaput yan menutupi matanya.
"Toko Buku Good Night"
Hye Won
sudah selesai membereskan buku lalu melihat sekeliling seperti berharap Eun
Seob datang. Akhirnya Ia keluar dan melihat Eun Seob datang, mereka pun jalan
bersama dengan Eun Seob yang mengantar Hye Won pulang.
“Pria
yang datang kemarin... Apa dia pamanmu?” tanya Hye Won. Eun Seob membenarkan.
“Hwi
bilang kau akan segera pergi dari sini. Itu tidak benar, bukan?” ucap Hye Won
“Kau juga
pergi saat musim semi tiba, bukan? Saat cuaca menjadi bagus dan tempat ini
menjadi hangat, kau akan kembali, bukan?” balas Eun Seob.
“Eun
Seop... Entah apa yang akan terjadi pada kita di masa depan. Tapi untuk kali
pertama, aku penasaran apa yang terjadi selanjutnya. Aku sangat penasaran apa
yang terjadi selanjutnya. Eun Seop. Bagaimana denganmu?” gumam Hye Won melihat
pungung Eun Seob yang berjalan didepanya.
"Unggahan Blog Pribadi Toko Buku Selamat
Malam"
"Toko Buku Selamat Malam mengadakan acara
publik pertamanya. Irene sudah seperti pemimpin kami. Terima kasih atas kerja
keras semua anggota klub buku. Di foto-foto yang menangkap kenangan mereka. Mereka
semua terlihat bahagia hingga membuatku hampir iri"
"Irene menjadi jauh lebih ceria. Sejak
datang ke sini pada akhir tahun lalu. Mungkin hanya perasaanku saja, tapi dia
lebih sering tertawa. Dan kegelapan pada dirinya memudar. Tiap kali dia
tersenyum, itu pemandangan yang memesona"
Bersambung
ke episode 11
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar