PS
: All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Tuan Cha
mengaku Sungguh kehormatan besar karena Bibi SI yang datang jauh-jauh untuk
mengantarnya. Bibi Sim seolah tak peduli. Tuan Cha lalu membahas Bagaimana
kalau mengatakannya sekarang. Bibi Sim bertanya tentang apa. Tuan Cha
mengatakan Hari itu alasanya putus denganya.
“Aku
sudah sering putus denganmu... Mungkin sekitar 1.000 kali?” ucap Bibi Sim.
“Yang
terakhir.. Tanggal 5 September 2010, pukul 09.23. Kau mengirimiku pesan,
"Kita putus saja." Jelaskan kepadaku, Myeong Yeo. Apa alasannya?”
kata Tuan Cha..
Flash Back
Bibi Sim
terbangun setelah tertidur diperpustakaan, melihat Tuan Cha datang langsung
mengajaknya putus. Tuan Cha hanya bisa menangis lalu pergi. Bibi Sim mengikat
rambutnya sambil berlari, Tuan Cha mengikutinya dari belakang.
“Kubilang
kita putus saja.” Ucap Bibi Sim. Tuan Cha tak percaya dan kembali menangis.
Bibi Sim
berbaring diatas meja, Tuan Cha duduk disampingnya membangukanya memberitahu
kalau Kelas selesai jadi mereka harus pergi dan semua orang sudah pergi. Bibi
Sim menatap Tuan Cha lalu mengeluh karena memakai sweter bergambar anjing. Tuan
Cha hanya bisa diam saja.
Di taman,
Bibi Sim duduk dibangku ayunan meminta Tuan Cha agar mendorongnya lebih tinggi.
Tuan Cha pun menurutinya, Bibi Sim tiba-tiba meminta agar mereka putus. Tuan
Cha kaget dan langsung jatuh lemas. Bibi Sim tak peduli meminta agar Tuan Cha tetap
harus mendorong.
Tuan Cha
menurutinya, sambil menangis mendoron ayunan sementara Bibi Sim bahagia duduk
diayunan. Tuan Cha pun jatuh lemas karena harus putus dengan Bibi Sim untuk
kesekian kalinya. Bibi Sim menyuruhnya agar
Berhenti menangis. Tapi Tuan Cha mengelak kalau tidak menangis.
Di sebuah
stasisun kereta, Tuan Cha berjalan gaya layaknya model. Bibi Sim mengeluh kalau
Tuan Cha itu berjalan terlalu lurus. Tuan Cha pun berjalan dengan gaya tak
beraturan. Bibi Sim mengeluh kalau kepalanya jadi pusing.
Dibelakang
tumpukan naskah yang tinggi, Tuan Cha tertidur diatas meja lalu menerima pesan
di ponselnya "Kita putus saja" Tuan Cha hanya bisa menghela nafas akhirnya
membalasnya "Kenapa?" seperti sudah biasa dan kembali tertidur diatas
kursi.
Tapi
setelah itu tak ada balasan dari Bibi Sim, Akhirnya ia kembali mengirim pesan.
“Jawab aku.” Dan Bibi Sim membalas “Tidak apa-apa.” Tuan Cha pun memilih untuk
kembali tidur.
"Episode 11, Dua Kisah Berbeda"
Bibi Sim
membaca pesan dari temanya. "Datanglah ke Rumah Sakit Universitas
Hyecheon, Kamar 803" dan menunju ke
"Bangsal kanker" Terdengar suara dari dalam ruangan, seorang
wanita mengeluh karena temanya itu selalu
membawa jeruk dan hanya membawa untuk dimakan sendiri dan bisa memakannya
bersama.”
“Kubilang
tidak! Kau selalu memakan semuanya.” Kelu temanya.Bibi Sim melihat Bibi Choi
datang sudah duduk dengan temanya.
“Kenapa
kamu tidak makan? Itu sedang musimnya.” Ucap Bibi Choi, Temanya mengeluh kalau
meminta untuk membawa persik.
“Aku
harus membesarkan pohon persik untukmu. Kau dan persikmu.” Kata Bibi Choi
“Aku
ingin makan persik yang mirip wajahmu.” Ungkap temanya mengoda. Bibi Choi
mengeluh Di mana bisa menemukan persik pada musim ini.
Temanya
akhirnya melihat bibi Sim yang sudah berdiri didepan pintu. Bibi Sim pun masuk dan temanya sendang
melihat Bibi Sim membawa Buah persik. Mereka pun makan buah persik walaupun
dalam kaleng. Temanya pun mengejek Bibi Sim yang baru datang.
“Apa Kau
akhirnya membiarkanku menemuimu setelah aku sekarat? Aku memintamu datang ke
reuni, tapi kau tidak pernah muncul.”ucap Temanya.
“Aku di
sini sekarang... Itu yang penting, kan?” ucap Bibi Sim. Perawat memanggil nama Choi
Sun Yeong untuk minta dipindahkan ke kamar berisi enam. Sun Yeong mengerti.
Perawat pun meminta agar menunggu.
“Apa Kau
sungguh akan mati?” tanya Bibi Sim. Sun Yeong dengan santai membenarkan kalau
itu yang dikatakan dokter.
“Hei.
Sebaiknya kalian juga waspada dengan kanker payudara. Jangan lupa diperiksa
secara teratur.” Ucap Sun Yeong memperingati. Bibi Choi hanya bisa menangis
sambil mengupas buah.
“Ada apa
dengannya?” keluh Sun Yeong. Bibi Sim mengaku tak tahu dan terlihat tak peduli.
“Omong-omong,
kau benar-benar kolot. Aku tidak percaya kau membawa persik kalengan. Siapa
yang membeli persik kalengan sekarang ini?” ucap Sun Yeong mengoda.
Tiba-tiba
Bibi Sim membuka kacamata dan memperlihatkan satu matanya yang buta, teman dan
Bibi Choi terlihat kaget. Sun Yeong bertanya Matanya kenapa dan bagaiamana bisa
terjadi. Bibi Sim pun bertanya Apa ini membuat Sun Yeong merasa lebih baik.
Keduanya terlihat bingung.
“Kesedihan
bisa dikurangi oleh kesedihan orang lain.” Ucap Bibi Sim. Sun Yeong tak
mengerti maksudnya. Bibi Sim pikir temanya itu suka dengan melihat keadaan dia
yang sekarang.
Bibi Choi
mengejar Bibi Sim yang keluar dari ruangan ingin tahu apa yang terjadi. Bibi
Sim terus berjalan. Bibi Choi terus meminta agar jelaskan apa yang terjadi.
Bibi Sim pikir temanya itu sudah melihat keadaanya jadi tak ada yang perlu
dijelaskan.
“Benar,
tapi apa yang kulihat?” ucap Bibi Choi bingung. Bibi Sim mengaku mengidap
glaukoma.
“Apa Kau
sudah ke dokter?” tanya Bibi Choi khawatir. Bibi Sim mengeluh dengan sikap Bibi
Choi yang membuatnya repot.
“Apa kamu
sudah gila?!!” terak Bibi Choi. Bibi Sim meminta temanya agar diam karena di
rumah sakit jadi tak boleh berteriak.
“Aku
baik-baik saja... Ini tidak sakit... Sama sekali tidak sakit. Hanya itu yang
penting, kan?” kata Bibi Sim.
“Ayo.
Setidaknya jalani tes... Cepat.” Ucap Bibi Choi menarik temanya. Bibi Sim
memberitahu kalau sudah terlambat.
“Kenapa
kau bilang sudah terlambat? Lakukan tes saja!” kata Bibi Sim tak peduli.
“Mataku
ini sudah tidak bisa melihat... Su Jeong... Aku sudah kehilangan penglihatan di
satu mata.” Akui Bibi Sim
“Myeong
Yeo... Astaga, kehilangan satu penglihatan bukan masalah besar. Sisanya
baik-baik saja.” Kata Bibi Choi
“Kau
tidak perlu mengantarku. Jaga saja dia.” Ucap Bibi Sim pergi. Bibi Choi pun
tetap mengejar temanya agar mau melakukan tes.
Hye Won
mengangkat telp lalu melihat Eun Seob
datang dan langsun memberikan telpnya. Eun Seob berbicara lalu bertanya apakah
Pemilik tanah bilang begitu dan akhirnya bisa mengerti dan menutup telp. Hye
Won pun bertanya ada apa.
“Ternyata
putri pemilik tanah. Mereka mau aku segera mengosongkan tempat ini jika aku
tidak akan membayar uang sewa.” Ucap Eun Seob. Hye Won terlihat kaget
mendengarnya.
Eun Seob
memasukan buku ke dalam mobil, Hye Won bertanya apakah Eun Seob akan ke sana
sekarang. Eun Seob membenarkan kalau pemilik tanah tinggal di Suncheon jadi harus
mengunjungi dan bicara langsung dengan mereka.
“Jadi,
Apa mereka membiarkanmu memakai properti ini secara gratis sampai sekarang?”
tanya Hye Won. Eun Seob membenarkan.
“Ini
rumah yang indah.” Kata Eun Seob dan akhirnya pamit pergi lalu masuk ke dalam
mobilnya.
Hye Won
mengunci pintu dan langsung masuk ke dalam mobil mengatakan kalau akan ikut
dengan Eun Seob. Eun Seob bingung. Hye Won pikir Toko bisa tutup sehari karena mereka sudah menjual
banyak buku lama di pasar loak. Eun Seob hanya bisa menatapnya.
“Apa? Kau
tidak nyaman aku ikut?” tanya Hye Won. Eun Seob mengelengkan kepala
mengaku tidak.
“Ayo
pergi bersama.” Ucap Hye Won. Eun Seob pun terlihat bahagia lalu memasang
pemanas sampai ke 28 derajat Celsius.
Jang Woo
berbicara ditelp dengan ibunya mengaku suah berjalan ke lantai dua sekarang lalu mencari
seseorang, tapi kaget karena ibunya menjadi tampak sangat muda padahla melihat
Ibunya pagi ini dan ingin bergegas pergi.
“Seharusnya
Ibu memberitahuku soal ini...” ucap Jang Woo dan tiba-tiba si wanita muda
langsung menyapanya.
“Halo. Kau
Lee Jang Woo, bukan?” kata si wanita. Jang Woo membenarkan. Si wanita mengaku bernama Jo Young Mi. Jang
Woo pun bingung karena sang ibu merencanakan kencan buta.
Hye Won
duduk disampinG Eun Seob ingin tahu alasan adan di kereta pada hari itu dan Eun
Seob pikir pasti mengingat kalau Ia berdiri di bawah pohon mapel. Ia pun sudah memikirkannya
dan menyadari Eun Seob juga ada di kereta. Eun Seob membenarkan.
“Kalau
aku, aku melarikan diri dari rumah. Lalu Bagaimana denganmu? Saat itu hari
sekolah. Kenapa kau bolos sekolah dan naik kereta?” tanya Hye Won.
Flash Back
Eun Seob
tertidur dikamarnya, dan terbangun karena telp dirumahnya terus berbunyi
akhirnya Ia mengangkatnya, Suara wanita bertanya apakah ia adalah Jin Ho, karena yang menelp adalah ibunya. Eun
Seob hanya bisa terdiam.
Pagi hari
Eun Seob hanya duduk didepan kamarnya,
mengingat yan dikatakan oleh ibu kandungnya ditelp “Kim Jin Ho. adalah
namamu. Aku memberimu nama itu. Kurasa ayahmu tidak pernah memberitahumu.”
“Namaku
Eun Seop... Lim Eun Seop.” Ucap Eun Seo yang sudah menganti nama ayahnya.
“Jin Ho,
masalahnya...Aku sakit keras. Jadi... Aku ingin kau mengunjungiku. Begini, aku
sangat merindukanmu. Aku berada di Andong. Bisakah kamu mengunjungiku?” ucap
Sang ibu.
Eun Seob
pun akhirnya keluar dari rumah dan memilih untuk pergi ke sekolah, tapi
langkahnya terlihat berat dan akhirnya berdiam diri di depan pintu sekolah.
“Lalu
Apa Kau bertemu dengannya?” tanya Hye
Won. Eun Seob mengaku tidak pergi ke tempat ibunya . Hye Won ingin tahu
alasanya.
Flash back
Eun Seob
melihat "Karcis Kereta, Hyecheon, Andong" dan duduk dalam ruang
tunggu, terlihat masih ragu lalu melihat Hye Won yang berdiri di pinggir rel
kereta.
“Aku
merasa akan mengkhianati orang tuaku jika ke sana untuk menemuinya. Selain itu,
aku melihatmu di peron pada hari itu.” Ucap Eun Seob.
Hye Won
hanya menatapnya, Eun Seob bingung bertanya ada apa. Hye Won hanya bisa
tersenyum dan mengaku Bukan apa-apa.
Tuan Cha
duduk dengan penulis Sim, Pelayan membawakan wine. Penulis Sim berkomentar kala
seharusnya pramusaji memakai masker saat ini. Tuan Cha bertanya pakah Penulis
Sim Minum di siang hari. Penulis Sim mengaku punya alasan untuk minum.
“Kudengar
kau menandatangani kontrak dengan Shim Myeong Yeo.”ucap Penulis Sim. Tuan Cha
membenarkan.
“Batalkan
saja... Aku tidak menyukainya.” Ucap Penulis Sim yang ingin menuangkan untuk
Tuan Cha. Tapi Tuan Cha menolak karena tak ingin minum.
“Kenapa
kau tidak menyukainya?” tanya Tuan Cha. Penulis Sim tahu mereka pernah
berpacaran Selama 20 tahun.
“Semua
orang di industri ini tahu hal itu. Segera batalkan kontraknya, Pak Cha. Jika
kau ingin menerbitkan bukuku berikutnya, itu saja.” Kata Penulis Sim sedikit
mengancam.
“Aku
harus menerbitkan novelnya dan Ada yang harus kucari tahu.” Ucap Tuan Cha.
"Pak Hamil, bisakah orang
hidup tanpa cinta?"
Penulis
Sim pikir mereka sudah selesai dan akan pergi. Tuan Cha pun bertanya Apa ada
yang diinginkan oleh Penulis Sim. Penulis Sim seperti memikirkan yang
dinginkan. Penulis Sim pikir sangat membutuhkan penulis Sim sebagai penulis jadi meminta agar
mengatakanya.
“Apa yang
bisa kulakukan untuk menerbitkan bukumu berikutnya?” kata Tuan Cha.
"Alih-alih menjawab
pertanyaanku, dia meminum teh min yang baik untuk kesehatan seseorang."
Tuan Cha
mengantar penulis Sim sampai ke parkiran memberitahu kalau sudah sampai.
Penulis Sim terlihat tertidur, Tapi Tuan Cha tahu kalau Penulis Sim itu tidak
tidur dan memintanya agar segera turun. Penulis Sim membuka matanya dan mengaku
tak mau lalu mendekatkan wajahnya.
"Dia menatapku tanpa
berkata-kata Dia mungkin berpikir aku masih terlalu muda dan ada banyak hal di
dunia yang sebaiknya tidak kuketahui."
Flash Back
Dibangku
taman, Bibi Sim meminta agar Tuan Cha melakukanya. Tuan Cha kebingungan hanya
menatapnya. Bibi Sim pun kesal memilih untuk peri saja. Tuan Cha pun menahanya
dan berjanji akan melakukanya. Bibi Sim pun mulai memejamkan matanya.
"Pak
Hamil, kenapa kamu tidak menjawabku? Pak Hamil, bisakah orang hidup tanpa
cinta?"
Tuan Cha
mulai mendekat tapi akhirnya tak bisa menyentuh bibi Bibi Sim, tetap hanya
menatapnya. Bibi Sim membuka matanya dan melihat jarak mereka sudah sangat
dekat, akhirnya ia yang lebih dulu mencium Tuan Cha. Tuan Cha pun kaget.
Penulis
Sim pun akhirnya mencium Tuan Cha lebih dulu seperti mengungkapkan perasaanya.
Tuan Cha pikir kalau ini yang diinginkan. Penulis Sim membenarkannya karena ni
sangat berarti baginya. Tuan Cha hanya bisa tersenyum.
"'Ya,'
katanya."Dia menunduk, terlihat malu. Aku menangis."
Sementara
Bibi Sim dirumah melihat buku "'Semua
Pertamaku', Novel oleh Cha Yun Taek" lalu membukanya terlihat tulisan "Kepada cintaku" Bibi Sim pun hanya
bisa diam saja.
Eun Seob
dan Hye Won akhirnya di jamu minuman oleh ibu pemilik rumha mengucapkanTerima
kasih sudah datang jauh-jauh kemari
padahal bisa saja bicara di telepon. Eun Seob pikir kalau lebih baik
bicara langsung.
“Ternyata
putriku kebetulan lewat di toko bukumu belum lama ini. Dia bilang toko bukumu
berjalan lancar dan kami seharusnya tidak memberikan rumah itu kepadamu.” Ucap
Si bibi. Si kakek hanya bisa berdeham.
“Kami
mengadakan acara publik baru-baru ini, dan itu menarik perhatian beberapa
orang. Itu pasti membuat dia salah paham.” Kata Hye Won
“ Jika
Anda tidak senang dengan situasinya, aku akan mulai membayar uang sewa bulan
ini.” Kata Eun Seob
“Lupakan
saja...Ikut aku ke ruang kerjaku.” Kata Si kakek. Eun Seob bingung. Si kakek
pun langsung pergi dan Eun Seob pun langsung mengikutinya.
“Sudah
kuduga dia akan melakukan itu. Dia ingin pamer.” Kata si nenek. Hye Won bingung
Memamerkan apa
“Bukunya..
Karena dia mendengar pemuda dari toko buku akan datang,maka dia merapikan
buku-buku antiknya seharian.” Cerita si nenek. Hye Won mengerti.
“Apa Ada
yang bermain piano?” tanya Hye Won melihat disudut ruangan. Si nenek
membenarkan.
“Aku yang
memainkannya... Aku baru saja memulainya. Ini cukup menyenangkan.” Ungkap si
nenek. Hye Won pun kaget dan ikut senang mendengarnya.
Eun Seob
dibawa ke ruangan buku antik milik si kakek. Kakek pikir Eun Soeb pasti tidak asing dengan
"Deer", koleksi puisi oleh Baek Seok. Eun Seob membenarkan. Si kakek memberitahu kalau Hanya ada 100
salinan yang dicetak jadi, itu sangat langka.
Eun Seob
melihat buku yang dibawakan oleh kakek berjudul "'Deer', Baek Seok"
seperti tak percaya. Sang kake mengaku Bahkan penyair Yun Dong Ju gagal
mendapatkannya dan harus menyalinnya dengan tulisan tangan. Eun Seob ingin tahu
cara mendapatkanya.
“Aku
punya caraku sendiri. Itu mungkin hanya salinan yang tidak resmi. Tapi itu
membuatku sangat bahagia. Tidak bisa kuletakkan sebentar.” Ucap Si kakek
bangga.
"Malam yang gelap gulita"
Lampu di kamar sudah mati. Pakaian putih yang tergantung di rak terlihat jauh
dan dingin. Aku mendengar suara lonceng kuda dari barat laut. Aku membuka pintunya.
Langit malam gelap gulita. Ada aroma jamur pinus di udara." Eu Seob membaca tulisan di dalam buku
“Jangan
mengkhawatirkan ucapan putriku.” Ucap si kakek. Eun Seo merasa tak enak hati.
“Aku
senang kau mengubah rumah yang kutinggalkan menjadi toko buku.” Kata si kakek.
Eun Seob masih tetap tak enak hati.
“Aku
membesarkan putriku dengan kasih sayang. Tapi itu tidak berarti begitu uang
terlibat. Semua hal di dunia berubah. Semuanya berubah dan pergi. Tidak
terkecuali anak-anak kita.” Jelas si kakek
“Tapi
buku itu berbeda. Selagi banyak berisi, buku jarang berubah. Teruslah mengelola
toko bukumu. Sudah kubilang sejak awal kamu bisa melakukan apa pun dengan rumah
itu selama digunakan sebagai toko buku.” Tegas sang kakek. Eun Seob pun
menganguk mengerti.
Saat itu
Eun Seob masuk ke ruangan lagi dan melihat Hye Won sedang mengajari nenek
bermain piona, wajahnya tersenyum dan Hye Won pun menatapnya ikut juga
tersenyum.
Jang Woo
akhirnya keluar dari cafe, Young Mi mengaku bersenang-senang hari ini. Jang Woo
dengan gugup pun mengaku hal yang sama. Young Mi bertanya Jang Woo mau ke mana. Jang
Woo engaku harus kembali bekerja lalu berpesan agar Jangan lupa makan siang.
“Kita
bisa bertemu lagi.” Kata Young Mi. Jang Woo menganguk setuju. Tanpa disadari
Hwi diam-diam mengambil gambar keduanya.
“Baiklah.
Halo, Kawan... Temanku yang lebih tua dariku.” Sapa Hwi. Jang Woo kaget dan
panik melihat Hwi.
“Apa yang
kau lakukan tadi?” goda Hwi. Jang Woo panik berpura-pura tak mengerti.
“Sudah
kuduga kau akan menyangkalnya.”ucap Hwi. Jang Woo tak mengerti menyangkal apa.
“Apa Kau
masih akan menyangkalnya setelah melihat ini? Katakan sesuatu, Kawan. Temanku
yang jauh lebih tua dariku.” Ucap Hwi memperlihatkan foto Jang Woo sedang
berjabatan tangan dengan seorang wanita.
“Hwi... Aku
hanya menyapa sebentar.” Akui Jang Woo. Hwi tak percaya begitu saja. Jang Woo mengaku bertemu teman lamanya
“Jadi,
jika kau bertemu teman lama di jalanan, kau tersenyum hangat dengan wajah
malu-malu dan menjabat tangannya? Jang Woo, aku tidak tahu itu tentangmu.” Goda
Hwi
“Berikan
saja itu kepadaku.” kata Jang Woo ingin mengambil ponsel Hwi. Hwi menolaknya
dengan senyuman penuh arti.
“Kenapa
kau jahat sekali? Kau sama sekali tidak seperti kakakmu. Kau cepat tanggap... Tidak
seperti Eun Seop..” Keluh Jang Woo mengeluarkan dompetnya lalu mengeluarkan
selembar uang.
“Ayolah,
Kawan.. Aku bahkan membayar 10 dolar untuk informasi yang Kwon Hyun Ji berikan
kepadaku.” ucap Hwi. Jang Woo mengeluh dengan Hwi yang meminta bayaran lebih. “
“Astaga,
Jang Woo. Aku hanya meminta 10 dolar.” Kata Hwi. Akhirnya Jang Woo pun terpaksa
memberikan uang padanya
“Terima
kasih! Terima kasih, dan aku akan memperlakukanmu seperti kakakku.” Jerit Hwi
bahagia.
“Itu
menjijikkan, jadi, panggil saja aku Jang Woo.” Kata Jang Woo kesal. Hwi pun
mengodanya akan mengirim foto Jang Woo.
Jang Woo
mengeluh meminta agar jangan mengirimnya
tapi akan sangat berterima kasih jika menghapusnya. Hwi pun seperti
berpikir-pikir untuk menghapusnya tapi akhirnya menghapus foto Jang Woo denga
Young Mi. Jang Woo mengeluh Hwi itu memang benar-benar tega.
“Kenapa
kau tidak sekolah?” tanya Jang Woo. Hwi mengaku
Ini jam makan siang, jadi berjalan-jalan.
“Kalau
begitu, kau harus berada di kantin dan makan siang.” Kata Jang Woo.
“Ayolah,
kau juga tidak makan di kantor dan memakai senyuman konyol itu di sini.” Ucap
Hwi
“Itu karena
aku datang sebentar untuk makan siang...” kata Jang Woo membela diri. Hw pikir
kalau itu sama saja dengan panggilan “Temanku yang jauh lebih tua dariku.”
“Aku
harus pergi karena sibuk... Jaga dirimu, Kawan. Sampai jumpa,” ucap Hwi
“Cepatlah
pergi..” Ucap Jang Woo siap naik sepedanya. Tapi Hwi malah duduk disepeda Jang
Woo.
“Bukankah
kau menyuruhku pergi?” keluh Jang Woo. Hwi mengaku menyuruh Jang Woo untuk mengantarnya
ke sekolah dan pergi.
“Jang
Woo, aku sedang terburu-buru, jadi, ayo pergi. Jam makan siangku hampir selesai.
Atau mungkin sudah selesai. Kamu ingin melihatku mendapat poin hukuman? Kamu
tahu berapa banyak poin hukuman yang kuterima akhir-akhir ini karena "The
Catcher in the Rye" milik Eun Seop?” ucap Hwi
“Kalau
begitu, ayo lah.. Aku juga tidak punya banyak waktu...Ayo, Kawan.” Ucap Hwi.
Akhirnya Jang Woo pun mengayuh sepeda sambil mengeluh kalau Hwi yang berat sekali. Hwi pun mengeluh kaki
Jang Woo itu lembahsebagai pria.
bersambung ke part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar