PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Selasa, 07 April 2020

Sinopsis When the Weather is Fine Episode 11 Part 1

PS : All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 
Tuan Cha mengaku Sungguh kehormatan besar karena Bibi SI yang datang jauh-jauh untuk mengantarnya. Bibi Sim seolah tak peduli. Tuan Cha lalu membahas Bagaimana kalau mengatakannya sekarang. Bibi Sim bertanya tentang apa. Tuan Cha mengatakan Hari itu alasanya putus denganya.
“Aku sudah sering putus denganmu... Mungkin sekitar 1.000 kali?” ucap Bibi Sim.
“Yang terakhir.. Tanggal 5 September 2010, pukul 09.23. Kau mengirimiku pesan, "Kita putus saja." Jelaskan kepadaku, Myeong Yeo. Apa alasannya?” kata Tuan Cha.. 

Flash Back
Bibi Sim terbangun setelah tertidur diperpustakaan, melihat Tuan Cha datang langsung mengajaknya putus. Tuan Cha hanya bisa menangis lalu pergi. Bibi Sim mengikat rambutnya sambil berlari, Tuan Cha mengikutinya dari belakang.
“Kubilang kita putus saja.” Ucap Bibi Sim. Tuan Cha tak percaya dan kembali menangis.
Bibi Sim berbaring diatas meja, Tuan Cha duduk disampingnya membangukanya memberitahu kalau Kelas selesai jadi mereka harus pergi dan semua orang sudah pergi. Bibi Sim menatap Tuan Cha lalu mengeluh karena memakai sweter bergambar anjing. Tuan Cha hanya bisa diam saja.
Di taman, Bibi Sim duduk dibangku ayunan meminta Tuan Cha agar mendorongnya lebih tinggi. Tuan Cha pun menurutinya, Bibi Sim tiba-tiba meminta agar mereka putus. Tuan Cha kaget dan langsung jatuh lemas. Bibi Sim tak peduli meminta agar Tuan Cha tetap harus mendorong.
Tuan Cha menurutinya, sambil menangis mendoron ayunan sementara Bibi Sim bahagia duduk diayunan. Tuan Cha pun jatuh lemas karena harus putus dengan Bibi Sim untuk kesekian kalinya. Bibi Sim menyuruhnya agar  Berhenti menangis. Tapi Tuan Cha mengelak kalau tidak menangis.
Di sebuah stasisun kereta, Tuan Cha berjalan gaya layaknya model. Bibi Sim mengeluh kalau Tuan Cha itu berjalan terlalu lurus. Tuan Cha pun berjalan dengan gaya tak beraturan. Bibi Sim mengeluh kalau kepalanya jadi pusing. 


Dibelakang tumpukan naskah yang tinggi, Tuan Cha tertidur diatas meja lalu menerima pesan di ponselnya "Kita putus saja" Tuan Cha hanya bisa menghela nafas akhirnya membalasnya "Kenapa?" seperti sudah biasa dan kembali tertidur diatas kursi.
Tapi setelah itu tak ada balasan dari Bibi Sim, Akhirnya ia kembali mengirim pesan. “Jawab aku.” Dan Bibi Sim membalas “Tidak apa-apa.” Tuan Cha pun memilih untuk kembali tidur. 

"Episode 11, Dua Kisah Berbeda"
Bibi Sim membaca pesan dari temanya. "Datanglah ke Rumah Sakit Universitas Hyecheon, Kamar 803" dan menunju ke  "Bangsal kanker" Terdengar suara dari dalam ruangan, seorang wanita mengeluh karena temanya itu  selalu membawa jeruk dan hanya membawa untuk dimakan sendiri dan bisa memakannya bersama.”
“Kubilang tidak! Kau selalu memakan semuanya.” Kelu temanya.Bibi Sim melihat Bibi Choi datang sudah duduk dengan temanya.
“Kenapa kamu tidak makan? Itu sedang musimnya.” Ucap Bibi Choi, Temanya mengeluh kalau meminta untuk membawa persik.
“Aku harus membesarkan pohon persik untukmu. Kau dan persikmu.” Kata Bibi Choi
“Aku ingin makan persik yang mirip wajahmu.” Ungkap temanya mengoda. Bibi Choi mengeluh Di mana bisa menemukan persik pada musim ini.

Temanya akhirnya melihat bibi Sim yang sudah berdiri didepan pintu.  Bibi Sim pun masuk dan temanya sendang melihat Bibi Sim membawa Buah persik. Mereka pun makan buah persik walaupun dalam kaleng. Temanya pun mengejek Bibi Sim yang baru datang.
“Apa Kau akhirnya membiarkanku menemuimu setelah aku sekarat? Aku memintamu datang ke reuni, tapi kau tidak pernah muncul.”ucap Temanya.
“Aku di sini sekarang... Itu yang penting, kan?” ucap Bibi Sim. Perawat memanggil nama Choi Sun Yeong untuk minta dipindahkan ke kamar berisi enam. Sun Yeong mengerti. Perawat pun meminta agar menunggu.
“Apa Kau sungguh akan mati?” tanya Bibi Sim. Sun Yeong dengan santai membenarkan kalau itu yang dikatakan dokter.
“Hei. Sebaiknya kalian juga waspada dengan kanker payudara. Jangan lupa diperiksa secara teratur.” Ucap Sun Yeong memperingati. Bibi Choi hanya bisa menangis sambil mengupas buah.
“Ada apa dengannya?” keluh Sun Yeong. Bibi Sim mengaku tak tahu dan terlihat tak peduli.
“Omong-omong, kau benar-benar kolot. Aku tidak percaya kau membawa persik kalengan. Siapa yang membeli persik kalengan sekarang ini?” ucap Sun Yeong mengoda.
Tiba-tiba Bibi Sim membuka kacamata dan memperlihatkan satu matanya yang buta, teman dan Bibi Choi terlihat kaget. Sun Yeong bertanya Matanya kenapa dan bagaiamana bisa terjadi. Bibi Sim pun bertanya Apa ini membuat Sun Yeong merasa lebih baik. Keduanya terlihat bingung.
“Kesedihan bisa dikurangi oleh kesedihan orang lain.” Ucap Bibi Sim. Sun Yeong tak mengerti maksudnya. Bibi Sim pikir temanya itu suka dengan melihat keadaan dia yang sekarang. 


Bibi Choi mengejar Bibi Sim yang keluar dari ruangan ingin tahu apa yang terjadi. Bibi Sim terus berjalan. Bibi Choi terus meminta agar jelaskan apa yang terjadi. Bibi Sim pikir temanya itu sudah melihat keadaanya jadi tak ada yang perlu dijelaskan.
“Benar, tapi apa yang kulihat?” ucap Bibi Choi bingung. Bibi Sim mengaku mengidap glaukoma.
“Apa Kau sudah ke dokter?” tanya Bibi Choi khawatir. Bibi Sim mengeluh dengan sikap Bibi Choi yang membuatnya repot.
“Apa kamu sudah gila?!!” terak Bibi Choi. Bibi Sim meminta temanya agar diam karena di rumah sakit jadi tak boleh berteriak.
“Aku baik-baik saja... Ini tidak sakit... Sama sekali tidak sakit. Hanya itu yang penting, kan?” kata Bibi Sim.
“Ayo. Setidaknya jalani tes... Cepat.” Ucap Bibi Choi menarik temanya. Bibi Sim memberitahu kalau sudah terlambat.
“Kenapa kau bilang sudah terlambat? Lakukan tes saja!” kata Bibi Sim tak peduli.
“Mataku ini sudah tidak bisa melihat... Su Jeong... Aku sudah kehilangan penglihatan di satu mata.” Akui Bibi Sim
“Myeong Yeo... Astaga, kehilangan satu penglihatan bukan masalah besar. Sisanya baik-baik saja.” Kata Bibi Choi
“Kau tidak perlu mengantarku. Jaga saja dia.” Ucap Bibi Sim pergi. Bibi Choi pun tetap mengejar temanya agar mau melakukan tes. 


Hye Won mengangkat telp  lalu melihat Eun Seob datang dan langsun memberikan telpnya. Eun Seob berbicara lalu bertanya apakah Pemilik tanah bilang begitu dan akhirnya bisa mengerti dan menutup telp. Hye Won pun bertanya ada apa.
“Ternyata putri pemilik tanah. Mereka mau aku segera mengosongkan tempat ini jika aku tidak akan membayar uang sewa.” Ucap Eun Seob. Hye Won terlihat kaget mendengarnya. 

Eun Seob memasukan buku ke dalam mobil, Hye Won bertanya apakah Eun Seob akan ke sana sekarang. Eun Seob membenarkan kalau pemilik tanah tinggal di Suncheon jadi harus mengunjungi dan bicara langsung dengan mereka.
“Jadi, Apa mereka membiarkanmu memakai properti ini secara gratis sampai sekarang?” tanya Hye Won. Eun Seob membenarkan.
“Ini rumah yang indah.” Kata Eun Seob dan akhirnya pamit pergi lalu masuk ke dalam mobilnya. 

Hye Won mengunci pintu dan langsung masuk ke dalam mobil mengatakan kalau akan ikut dengan Eun Seob. Eun Seob bingung. Hye Won pikir Toko  bisa tutup sehari karena mereka sudah menjual banyak buku lama di pasar loak. Eun Seob hanya bisa menatapnya.
“Apa? Kau tidak nyaman aku ikut?” tanya Hye Won. Eun Seob mengelengkan kepala mengaku  tidak.
“Ayo pergi bersama.” Ucap Hye Won. Eun Seob pun terlihat bahagia lalu memasang pemanas sampai ke 28 derajat Celsius.

Jang Woo berbicara ditelp dengan ibunya mengaku suah  berjalan ke lantai dua sekarang lalu mencari seseorang, tapi kaget karena ibunya menjadi tampak sangat muda padahla melihat Ibunya pagi ini dan ingin bergegas pergi.
“Seharusnya Ibu memberitahuku soal ini...” ucap Jang Woo dan tiba-tiba si wanita muda langsung menyapanya.
“Halo. Kau Lee Jang Woo, bukan?” kata si wanita. Jang Woo membenarkan.  Si wanita mengaku bernama Jo Young Mi. Jang Woo pun bingung karena sang ibu merencanakan kencan buta. 

Hye Won duduk disampinG Eun Seob ingin tahu alasan adan di kereta pada hari itu dan Eun Seob pikir pasti mengingat kalau Ia berdiri di bawah pohon mapel. Ia pun sudah memikirkannya dan menyadari Eun Seob juga ada di kereta. Eun Seob membenarkan.
“Kalau aku, aku melarikan diri dari rumah. Lalu Bagaimana denganmu? Saat itu hari sekolah. Kenapa kau bolos sekolah dan naik kereta?” tanya Hye Won. 

Flash Back
Eun Seob tertidur dikamarnya, dan terbangun karena telp dirumahnya terus berbunyi akhirnya Ia mengangkatnya, Suara wanita bertanya apakah ia adalah  Jin Ho, karena yang menelp adalah ibunya. Eun Seob hanya bisa terdiam.
Pagi hari Eun Seob hanya duduk didepan kamarnya,  mengingat yan dikatakan oleh ibu kandungnya ditelp “Kim Jin Ho. adalah namamu. Aku memberimu nama itu. Kurasa ayahmu tidak pernah memberitahumu.”
“Namaku Eun Seop... Lim Eun Seop.” Ucap Eun Seo yang sudah menganti nama ayahnya.
“Jin Ho, masalahnya...Aku sakit keras. Jadi... Aku ingin kau mengunjungiku. Begini, aku sangat merindukanmu. Aku berada di Andong. Bisakah kamu mengunjungiku?” ucap Sang ibu.
Eun Seob pun akhirnya keluar dari rumah dan memilih untuk pergi ke sekolah, tapi langkahnya terlihat berat dan akhirnya berdiam diri di depan pintu sekolah. 

“Lalu Apa  Kau bertemu dengannya?” tanya Hye Won. Eun Seob mengaku tidak pergi ke tempat ibunya . Hye Won ingin tahu alasanya.
Flash back
Eun Seob melihat "Karcis Kereta, Hyecheon, Andong" dan duduk dalam ruang tunggu, terlihat masih ragu lalu melihat Hye Won yang berdiri di pinggir rel kereta.
“Aku merasa akan mengkhianati orang tuaku jika ke sana untuk menemuinya. Selain itu, aku melihatmu di peron pada hari itu.” Ucap Eun Seob.
Hye Won hanya menatapnya, Eun Seob bingung bertanya ada apa. Hye Won hanya bisa tersenyum dan mengaku Bukan apa-apa.


Tuan Cha duduk dengan penulis Sim, Pelayan membawakan wine. Penulis Sim berkomentar kala seharusnya pramusaji memakai masker saat ini. Tuan Cha bertanya pakah Penulis Sim Minum di siang hari. Penulis Sim mengaku punya alasan untuk minum.
“Kudengar kau menandatangani kontrak dengan Shim Myeong Yeo.”ucap Penulis Sim. Tuan Cha membenarkan.
“Batalkan saja... Aku tidak menyukainya.” Ucap Penulis Sim yang ingin menuangkan untuk Tuan Cha. Tapi Tuan Cha menolak karena tak ingin minum.
“Kenapa kau tidak menyukainya?” tanya Tuan Cha. Penulis Sim tahu mereka pernah berpacaran Selama 20 tahun.
“Semua orang di industri ini tahu hal itu. Segera batalkan kontraknya, Pak Cha. Jika kau ingin menerbitkan bukuku berikutnya, itu saja.” Kata Penulis Sim sedikit mengancam.
“Aku harus menerbitkan novelnya dan Ada yang harus kucari tahu.” Ucap Tuan Cha.
"Pak Hamil, bisakah orang hidup tanpa cinta?"
Penulis Sim pikir mereka sudah selesai dan akan pergi. Tuan Cha pun bertanya Apa ada yang diinginkan oleh Penulis Sim. Penulis Sim seperti memikirkan yang dinginkan. Penulis Sim pikir sangat membutuhkan penulis Sim  sebagai penulis jadi meminta agar mengatakanya.
“Apa yang bisa kulakukan untuk menerbitkan bukumu berikutnya?” kata Tuan Cha.
"Alih-alih menjawab pertanyaanku, dia meminum teh min yang baik untuk kesehatan seseorang."


Tuan Cha mengantar penulis Sim sampai ke parkiran memberitahu kalau sudah sampai. Penulis Sim terlihat tertidur, Tapi Tuan Cha tahu kalau Penulis Sim itu tidak tidur dan memintanya agar segera turun. Penulis Sim membuka matanya dan mengaku tak mau lalu mendekatkan wajahnya.
"Dia menatapku tanpa berkata-kata Dia mungkin berpikir aku masih terlalu muda dan ada banyak hal di dunia yang sebaiknya tidak kuketahui."

Flash Back
Dibangku taman, Bibi Sim meminta agar Tuan Cha melakukanya. Tuan Cha kebingungan hanya menatapnya. Bibi Sim pun kesal memilih untuk peri saja. Tuan Cha pun menahanya dan berjanji akan melakukanya. Bibi Sim pun mulai memejamkan matanya.
"Pak Hamil, kenapa kamu tidak menjawabku? Pak Hamil, bisakah orang hidup tanpa cinta?"
Tuan Cha mulai mendekat tapi akhirnya tak bisa menyentuh bibi Bibi Sim, tetap hanya menatapnya. Bibi Sim membuka matanya dan melihat jarak mereka sudah sangat dekat, akhirnya ia yang lebih dulu mencium Tuan Cha. Tuan Cha pun kaget. 
Penulis Sim pun akhirnya mencium Tuan Cha lebih dulu seperti mengungkapkan perasaanya. Tuan Cha pikir kalau ini yang diinginkan. Penulis Sim membenarkannya karena ni sangat berarti baginya. Tuan Cha hanya bisa tersenyum.
"'Ya,' katanya."Dia menunduk, terlihat malu. Aku menangis."
Sementara Bibi Sim dirumah melihat buku  "'Semua Pertamaku', Novel oleh Cha Yun Taek" lalu membukanya terlihat tulisan  "Kepada cintaku" Bibi Sim pun hanya bisa diam saja. 

Eun Seob dan Hye Won akhirnya di jamu minuman oleh ibu pemilik rumha mengucapkanTerima kasih sudah datang jauh-jauh kemari  padahal bisa saja bicara di telepon. Eun Seob pikir kalau lebih baik bicara langsung.
“Ternyata putriku kebetulan lewat di toko bukumu belum lama ini. Dia bilang toko bukumu berjalan lancar dan kami seharusnya tidak memberikan rumah itu kepadamu.” Ucap Si bibi. Si kakek hanya bisa berdeham.
“Kami mengadakan acara publik baru-baru ini, dan itu menarik perhatian beberapa orang. Itu pasti membuat dia salah paham.” Kata Hye Won
“ Jika Anda tidak senang dengan situasinya, aku akan mulai membayar uang sewa bulan ini.” Kata Eun Seob
“Lupakan saja...Ikut aku ke ruang kerjaku.” Kata Si kakek. Eun Seob bingung. Si kakek pun langsung pergi dan Eun Seob pun langsung mengikutinya.
“Sudah kuduga dia akan melakukan itu. Dia ingin pamer.” Kata si nenek. Hye Won bingung Memamerkan apa
“Bukunya.. Karena dia mendengar pemuda dari toko buku akan datang,maka dia merapikan buku-buku antiknya seharian.” Cerita si nenek. Hye Won mengerti.
“Apa Ada yang bermain piano?” tanya Hye Won melihat disudut ruangan. Si nenek membenarkan.
“Aku yang memainkannya... Aku baru saja memulainya. Ini cukup menyenangkan.” Ungkap si nenek. Hye Won pun kaget dan ikut senang mendengarnya. 



Eun Seob dibawa ke ruangan buku antik milik si kakek. Kakek  pikir Eun Soeb pasti tidak asing dengan "Deer", koleksi puisi oleh Baek Seok. Eun Seob membenarkan.  Si kakek memberitahu kalau Hanya ada 100 salinan yang dicetak jadi, itu sangat langka.
Eun Seob melihat buku yang dibawakan oleh kakek berjudul "'Deer', Baek Seok" seperti tak percaya. Sang kake mengaku Bahkan penyair Yun Dong Ju gagal mendapatkannya dan harus menyalinnya dengan tulisan tangan. Eun Seob ingin tahu cara mendapatkanya.
“Aku punya caraku sendiri. Itu mungkin hanya salinan yang tidak resmi. Tapi itu membuatku sangat bahagia. Tidak bisa kuletakkan sebentar.” Ucap Si kakek bangga.
"Malam yang gelap gulita" Lampu di kamar sudah mati. Pakaian putih yang tergantung di rak terlihat jauh dan dingin. Aku mendengar suara lonceng kuda dari barat laut. Aku membuka pintunya. Langit malam gelap gulita. Ada aroma jamur pinus di udara." Eu Seob membaca tulisan di dalam buku
“Jangan mengkhawatirkan ucapan putriku.” Ucap si kakek. Eun Seo merasa tak enak hati.
“Aku senang kau mengubah rumah yang kutinggalkan menjadi toko buku.” Kata si kakek. Eun Seob masih tetap tak enak hati.
“Aku membesarkan putriku dengan kasih sayang. Tapi itu tidak berarti begitu uang terlibat. Semua hal di dunia berubah. Semuanya berubah dan pergi. Tidak terkecuali anak-anak kita.” Jelas si kakek
“Tapi buku itu berbeda. Selagi banyak berisi, buku jarang berubah. Teruslah mengelola toko bukumu. Sudah kubilang sejak awal kamu bisa melakukan apa pun dengan rumah itu selama digunakan sebagai toko buku.” Tegas sang kakek. Eun Seob pun menganguk mengerti.
Saat itu Eun Seob masuk ke ruangan lagi dan melihat Hye Won sedang mengajari nenek bermain piona, wajahnya tersenyum dan Hye Won pun menatapnya ikut juga tersenyum. 


Jang Woo akhirnya keluar dari cafe, Young Mi mengaku bersenang-senang hari ini. Jang Woo dengan gugup pun mengaku hal yang sama.  Young Mi bertanya Jang Woo mau ke mana. Jang Woo engaku harus kembali bekerja lalu berpesan agar Jangan lupa makan siang.
“Kita bisa bertemu lagi.” Kata Young Mi. Jang Woo menganguk setuju. Tanpa disadari Hwi diam-diam mengambil gambar keduanya.
“Baiklah. Halo, Kawan... Temanku yang lebih tua dariku.” Sapa Hwi. Jang Woo kaget dan panik melihat Hwi.
“Apa yang kau lakukan tadi?” goda Hwi. Jang Woo panik berpura-pura tak mengerti.
“Sudah kuduga kau akan menyangkalnya.”ucap Hwi. Jang Woo tak mengerti menyangkal apa.
“Apa Kau masih akan menyangkalnya setelah melihat ini? Katakan sesuatu, Kawan. Temanku yang jauh lebih tua dariku.” Ucap Hwi memperlihatkan foto Jang Woo sedang berjabatan tangan dengan seorang wanita.
“Hwi... Aku hanya menyapa sebentar.” Akui Jang Woo. Hwi tak percaya begitu saja.  Jang Woo mengaku bertemu teman lamanya
“Jadi, jika kau bertemu teman lama di jalanan, kau tersenyum hangat dengan wajah malu-malu dan menjabat tangannya? Jang Woo, aku tidak tahu itu tentangmu.” Goda Hwi
“Berikan saja itu kepadaku.” kata Jang Woo ingin mengambil ponsel Hwi. Hwi menolaknya dengan senyuman penuh arti.
“Kenapa kau jahat sekali? Kau sama sekali tidak seperti kakakmu. Kau cepat tanggap... Tidak seperti Eun Seop..” Keluh Jang Woo mengeluarkan dompetnya lalu mengeluarkan selembar uang.
“Ayolah, Kawan.. Aku bahkan membayar 10 dolar untuk informasi yang Kwon Hyun Ji berikan kepadaku.” ucap Hwi. Jang Woo mengeluh dengan Hwi yang meminta bayaran lebih. “
“Astaga, Jang Woo. Aku hanya meminta 10 dolar.” Kata Hwi. Akhirnya Jang Woo pun terpaksa memberikan uang padanya
“Terima kasih! Terima kasih, dan aku akan memperlakukanmu seperti kakakku.” Jerit Hwi bahagia.
“Itu menjijikkan, jadi, panggil saja aku Jang Woo.” Kata Jang Woo kesal. Hwi pun mengodanya akan mengirim foto Jang Woo.
Jang Woo mengeluh  meminta agar jangan mengirimnya tapi akan sangat berterima kasih jika menghapusnya. Hwi pun seperti berpikir-pikir untuk menghapusnya tapi akhirnya menghapus foto Jang Woo denga Young Mi. Jang Woo mengeluh Hwi itu memang benar-benar tega.
“Kenapa kau tidak sekolah?” tanya Jang Woo. Hwi mengaku  Ini jam makan siang, jadi berjalan-jalan.
“Kalau begitu, kau harus berada di kantin dan makan siang.” Kata Jang Woo.
“Ayolah, kau juga tidak makan di kantor dan memakai senyuman konyol itu di sini.” Ucap Hwi
“Itu karena aku datang sebentar untuk makan siang...” kata Jang Woo membela diri. Hw pikir kalau itu sama saja dengan panggilan “Temanku yang jauh lebih tua dariku.”
“Aku harus pergi karena sibuk... Jaga dirimu, Kawan. Sampai jumpa,” ucap Hwi
“Cepatlah pergi..” Ucap Jang Woo siap naik sepedanya. Tapi Hwi malah duduk disepeda Jang Woo.
“Bukankah kau menyuruhku pergi?” keluh Jang Woo. Hwi mengaku menyuruh Jang Woo untuk mengantarnya  ke sekolah dan pergi.
“Jang Woo, aku sedang terburu-buru, jadi, ayo pergi. Jam makan siangku hampir selesai. Atau mungkin sudah selesai. Kamu ingin melihatku mendapat poin hukuman? Kamu tahu berapa banyak poin hukuman yang kuterima akhir-akhir ini karena "The Catcher in the Rye" milik Eun Seop?” ucap Hwi
“Kalau begitu, ayo lah.. Aku juga tidak punya banyak waktu...Ayo, Kawan.” Ucap Hwi. Akhirnya Jang Woo pun mengayuh sepeda sambil mengeluh kalau  Hwi yang berat sekali. Hwi pun mengeluh kaki Jang Woo itu lembahsebagai pria. 
bersambung ke part 2


Cek My Wattpad...  ExGirlFriend

      
Cek My You Tube Channel "ReviewDrama Korea"

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar