PS
: All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Di depan
restoran, teman pria Eun Seob mengajak untuk
babak kedua? Teman yang lainya megeluh kalau akan memberi tahu berapa
utang mereka semua. Semua langsung mengejeknya mengucapkan terimakasih karena
sudah ditraktir.
“Sebaiknya
kalian semua mentransfer uang kepadaku!” teriak si wanita dengan kesal
“Bagaimana
jika lain kali kita pergi ke tempat lain? Kumohon?” kata si tema lainya.
“Cobalah kamu
memesan tempat? Kamu tahu betapa sulitnya ini?” saran Jang Woo kesal
“Hei... Berhentilah
bertengkar. Ada apa dengan kalian berdua Tapi Kenapa Hae Won tidak datang? Aku
sangat merindukannya.” Ucap Seorang wanita.
“Aku
juga... Haruskah aku meneleponnya?” kata teman lainya. Jang Woo pun merasa tak
enak hati dengan Eun Seob
“Tidak,
jangan telepon dia. Dia kembali ke Seoul... Lupakan saja. Jangan telepon dia.”
Kata Jang Woo dan mengajak pergi.
“Mari
kita mulai babak kedua.” Ucap seorang pria. Sang istri menarik suaminya kalau Ronde
kedua dimulai di rumah.
Mereka
semua pun berpisah, Jang Woo berjalan dengan Eun Sil serta Eun Seob pulang ke
rumah.
Eun Seob
berjalan sendirian pulang ke rumah terlihat sedikit sedih karena tak bisa
bertemu dengan Hye Won. Saat masuk rumah pun, Eun Seob terlihat tak punya
gairah hidup ketika kembali.
Bibi Sim
sibuk mencari gunting kukunya dan bertanya pada kakaknya karena tidak bisa
menemukannya. Saat itu Hye Won datang, Bibi Sim kaget melihat keponakanya yang
datang. Hye Won heran bibinya belum pergi.
“Aku
datang karena kupikir Bibi sudah pergi.” ucap Hye Won acuh lalu berjalan
menaiki tangga. Bibi Sim bingung melihat keponakanya.
Di sebuah
restoran, Salah satu pria mengeluh kalau tidak bisa memberikanya telur goreng
gratis lagi. Sementara Nyonya Sim terlihat asik akan jajangmyun dengan telur
setengah matang lalu bertanya Kapan Hye Won berencana kembali kali ini
“Entahlah,
sekitar sepekan lagi?” kata Hye Won. Nyonya Sim pun ingin tahu Bagaimana dengan wawancara akademinya.
“Aku
gagal semuanya. Jadi, aku berniat menyewa studio dengan teman sekelasku untuk
membuka institusi. Tidak ada hal lain yang aku kuasai selain mengajar
anak-anak.” Ucap Hye Won yakin
“Kau
bilang kau tidak berhak mengajari seseorang.” Komentar Bibi Sim. Hye Won
membenarkan. Bibi Sim pun ingin tahu alasanya.
“Begini, aku
masih tidak tahu apakah aku berhak, tapi saat kucoba lagi, aku merasa
perbuatanku tidak seburuk itu.” Jelas Hye Won. Bibi Sim mengeluh kalau tidak
mengerti maksud keponakanya.
“Maksudku,
hidupku di Seoul sangat sepi dan penuh tekanan, jadi, kurasa aku mulai membenci
pekerjaanku. Tapi setelah pemanasan dan mencobanya lagi, aku mulai melihat
jelas bagaimana jalan hidupku.” Jelas Hye Won. Bibi Sim ingin tahu seperti apa.
“Begini...
Aku menyadari ternyata tidak seburuk itu. Terkadang aku bahagia. Semacam itu.”
Kata Hye Won.
“Itu
bagus... Kapan kau akan membuka institusi?” tanya Nyonya Sim. Hye Won menjawab Itu
belum pasti.
“Lalu apa
Ibu akan tinggal di sini secara permanen?” tanya Hye Won. Bibi Sim membenarkan
kalau sudah menjual rumah di Paju. Hye Won pun memujinya.
“Lalu apa
Ibu tinggal di sana?” tanya Hye Won. Nyonya Sim membenarka kalau sudahmemperbaiki
rumah itu dan menjualnya dengan harga bagus.
Saat itu
Jang Woo masuk berpikir mungkin tidak ada kursi di tempat ini lalu kaget
melihat Hye Won dan bertanya Kapan datang. Hye Won mengaku Baru saja dan datang
untuk makan. Jang Woo gugup berpikir tidak melihat kursi kosong.
“Kami
punya banyak kursi kosong.” Kata si paman. Jang Woo menolak karena ingin makan
di bawah sinar matahari.
“Cuacanya
indah hari ini... Hye Won, sampai nanti... Telepon aku nanti... Halo. Selamat
menikmati. Aku suka kacamata hitam kalian.” Ucap Jang Woo menyapa dua bibi dan
bergegas pergi.
“Tidak
ada kursi tersisa di tempat ini.” Kata Jang Woo berjalan pergi, temanya bingung
berpikir masih ada kursi kosong.
“Tidak,
aku sudah melihat ke dalam... Ayo pergi. Tidak ada tempat duduk.”kata Jang Woo
Saat itu
Hye Won melihat Eun Seob yang menunggu diluar dengan seorang wanita. Ia ingin
mendekat tapi Jang Woo sudah mengajak Eun Seob pergi.
Bibi Sim
membawa keluar barang-barangnya, saat itu Tuan Cha sudah menunggunya. Hye Won
pun mengucapkan selamat tinggal pada bibinya. Bbi Sim pun menyuruh Tuan Cha
agar membawakan barang-barangnya. Tuan Cha bingung kalau Bibi Sim yang hanya
membawa satu koper.
Bibi Sim
menganguk lalu berjalan pergi ke mobil. Tuan Cha bingung dengan keluarga Sim
terlihat santai tanpa ada pelukan lalu pamit pergi pada keduanya. Tuan Cha
memasukan koper kedalam mobil sambil berkomentar tentang keluarga Bibi Sim.
“Kurasa
kalian bukan tipe keluarga yang akur.” Kata Tuan Cha. Bibi Sim hanya hanya diam
saja lalu masuk ke dalam mobil.
Hye Won
sempat melambaikan tangan pada bibinya,Tuan Cha pergi mengantar Bibi Sim pergi
meninggalkan desa lalu mengeluh kalau berpamitan seperti itu. Bibi Sim pikir
kalau Itu sudah cukup. Tuan Cha pun
bertanya apakah Bibi Sim akan kembali?
“Tidak.. Aku
tidak akan kembali seumur hidupku.” Kata Bibi Sim yakin.
Jang Woo
berjalan keluar dari gedung sedang membahas makan siang hidangan kukus yaitu
Semur. Tiba-tiba matanya tertuju pada sosok wanita yang ada diseberang
jalan. Jang Wo pun memutuskan akan akan
menyusul mereka nanti.
“Heii... Ji
Eun Sil.” Teriak Jang Woo tapi Eun Sil tak mendengar sampai akhirnya datang
mendekatinya. Eun Sil kaget melihat Jang Woo sambil melepaskan earphonenya.
“Dari
mana kau muncul?” kata Eun Sil kaget. Jang Woo menjawab dari gedung dan
bertanya Apa yang dilakukannya.
“Aku
pengangguran. Aku keluar karena merasa bersalah di rumah. Bagaimana denganmu?”
tanya Eun Sil
“Aku? Aku
tidak melakukan apa pun.”kata Jang Woo. Eun Sel bingung karena tadi keluar dari
gedung.
“Aku akan
mengambil cuti.” Kata Jang Woo cepat. Eun Sil menganguk mengerti.
“Aku akan
melakukannya sekarang.” Ucap Jang Woo akan kembali ke kantor. Eun Sil pun
mempersilahkan.
“Apa
rencanamu setelah berjalan?” tanya Jang Woo. Eun Sil mengaku tidak punya rencana dan punya banyak waktu
luang.
“Kenapa
kau bertanya? Kau ingin melakukan sesuatu?” tanya Eun Sil . Jang Woo pikir
mereka bisa pikirkan.
“Apa Mau
ke bioskop? Kalau begitu, kamu mau mendaki? Bagaimana kalau kita ke pasar dan
makan bersama?”tanya Jang Woo
“Bagaimana
dengan toserba? Aku sudah makan, jadi, aku kenyang sekarang.” Kata Eun Sil.
Jang Woo mengaku sudah kenyang juga
“Tapi aku
menginginkan sesuatu sekarang. Aku mau milkshake. Tapi kau tidak bisa minum itu
di area ini. Ini Sungguh, sudah hilang. Jadi, bagaimana jika kita mencoba
mencari es krim yang terasa seperti millk shake?” kata Eun Sil.
Jang Woo
pun langsung setuju, Eun Sil berteriak gembira dan langsung memuji Jang Woo
memang luar biasa. Jang Woo bingung apa yang dilakukan sampai Eun Sil bahagia.
Eun Sil tak mau membahasnya dan meminta Jang Woo Berhenti tersipu.
“Serahkan
benda itu... Aku akan menunggu di sini.” Ucap Eun Sil. Jang Woo mengerti akan
mengambil cuti.
Bibi Sim
duduk disamping Tuan Cha mengucapkan Terima kasih, Karena telah mengantarnya,
lalu mengejek kalau memastika kalau Tuan Cha itu tidak akan menangis.Tuan Cha
menegaskan tidak akan menangis lagi.
“Hei,
Shim Myeong Yeo... Apa Kau sungguh tidak akan kembali?”kata Tuan Cha seperti
masih berharap.
“Ya, aku
tidak akan pernah kembali.” ucap Bibi Sim yang sudah brani membuka kacamatanya.
“Kamu
bahkan tidak bisa berkunjung? Kapan saja. Kamu bisa berkunjung jika sangat
merindukan tempat ini.” Ucap Tuan Cha.
“Begini...
Aku tidak mau melakukan itu... Tidak akan.” Tegas Bibi Sim. Tuan Cha pun tak
bisa berkata-kata lagi.
Jang Woo
akhirnya datang, Eun Sil dengan senyuman bahagia melambaikan tangan menyuruh
agar berlari. JangWoo tak mendengarnya, Eun Sil bertriak agar Jang Woo berlari
dan mengeluh karena hanya berdiri di sana.
“Kenapa
kau terburu-buru, Eun Sil? Baiklah, aku datang.” Ucap Jang Woo
“Sebaiknya
kau lari kecuali kamu ingin kuberi pelajaran.” Kata Eun Sil mengancam. Jang Woo
pun segera menyeberang jalan.
“Apa Kau
tidak mendengarku?” keluh Eun Sil. Jang Woo berpura-pura kalau tidak bisa
mendengar apa pun.
“Dasar
kau..... Astaga, kamu bilang akan segera kembali.” ucap Eun Sil marah memukul
Jang Woo. Jang Woo bingung.
“Kau
bilang akan segera kembali. Kau membuatku menunggu begitu lama.” Kata Eun Sil
kesal
“Manajerku
agak pemarah. Ayo... Aku akan membelikanmu es krim.” Kata Jang Woo berjanji.
Eun Sil terlihat bahagia mendengarnya lalu berjalan pergi.
Jang Woo
keluar dari minimarket membawa es krim. Eun Sil pun mengucapkan Terima kasih
sambil memakanya dan membahas Jang Woo yang lulusan Universitas Nasional Seoul
dan ingin tahu alasanya kembali ke desa. Jang Woo pikir itu Pertanyaan yang
tidak terduga.
“Aku
tidak pernah bisa memahaminya. Tinggal di tempatku lahir dan dibesarkan itu
menyenangkan. Aku juga suka di sini. Tapi bukankah kebanyakan lulusan UNS mendapatkan
pekerjaan di perusahaan besar di Seoul?” kata Eun Sil
“Orang
tuaku yang menyarankannya. Mereka menyuruhku kembali dan bekerja di Balai
Kota.” Ucap Jang Woo
“Kukira
kau lebih ambisius” komentar Eun Sil. Jang Woo pikir itu Impiannya yang kecil. Eun Sil membenarkan.
“Tapi
bagiku, itu menjamin kebahagiaan.” Ucap Jang Woo. Eun Sil bingung Jang Woo
yakin dengan itu menjamin kebahagiaan
“Jadi,
maksudmu, kamu dengan senang hati mengikuti jalan yang ditentukan orang tuamu dengan
mengabaikan keinginanmu?” ucap Eun Sil tak percaya.
“Kau
belajar sangat keras, dam selalu menjadi murid terbaik di seluruh sekolah
selama masa sekolah. Kau bahkan masuk ke Universitas Nasional Seoul.” Ucap Eun
Sil heran.
“Tapi
alih-alih melanjutkan melihat dunia yang lebih besar di luar sana, kau kembali
ke kampung halaman, mengikuti ujian PNS karena orang tuamu dan lulus. Sekarang,
kamu duduk saja di kantor pengap di Balai Kota dari pukul 9.00 hingga 18.00, lalu
pulang untuk tidur. Kehidupan seperti itu...” ucap Eun Sil yang langsung disela
oleh Jang Woo
“Eun
Sil... Begini... Kau mungkin berpikir aku di roda hamster yang membosankan. Kau
mungkin juga berpikir bahwa pekerjaanku tidak istimewa. Tapi begini, aku
menyebut kehidupan biasa itu "kebahagiaan".” Ucap Jang Woo. Eun Sil
tak mengerti maksudnya.
“Mungkin
beberapa lulusan UNS bermimpi untuk menjelajahi alam semesta. Tapi ini
pendapatku... Tentu, aku lulusan UNS. Tapi aku ingin membangun dan menjalani
hidupku melakukan hal yang biasa tiap hari. Itu impianku.” Ucap Jang Woo
“Bekerja
keras dan menjalani hidup biasa membuatku bahagia. Aku tahu itu cocok untukku.”
Jelas Jang Woo yakin
“Kenapa
kau tidak menulis itu di suratmu?” keluh Eun Sil. Jang Woo terlihat bingung
“Alih-alih
bercerita tentang kau yang dipukuli. "Aku tahu apa yang membuatku
bahagia." Jika kau menulisnya di suratmu, maka aku akan lebih menyukaimu.”
Ucap Eun Sil
“Apa
menurutmu... Apa itu keren?” tanya Jang Woo bingung. Eun Sil menganguk.
“Tidak
banyak orang yang tahu apa yang membuat mereka bahagia.” Kata Eun Sil
“Kalau begitu, mungkin kau sedikit terpesona dengan perkataanku tadi.” Kata Jang Woo bahagia. Eun Sil tiba-tiba merasa lapar.
“Aku
membelikanmu es krim karena kau bilang kau baru makan. Apa Kau sudah lapar?
Berapa besar perutmu, Eun Sil? Kali terakhir kita makan bersama, kita pergi ke
lima restoran berbeda. Aku tidak tahu kau suka makan.” Ucap Jang Woo heran.
“Kau
benar-benar tipeku... Aku jatuh cinta kepada Lee Jang Woo.” Kata Eun Sil. Jang
Woo kaget mendengarnya.
“Aku
sudah jatuh cinta kepadamu, Lee Jang Woo.” Kata Eun Sil akhirnya berdiri depan
Jang Woo. Jang Woo terdiam.
“Astaga,
kamu tersipu lagi... Dasar kamu.” Ucap Eun Sil mengoda lalu berjalan pergi.
Jang Woo menahanya dan langsung menciumnya, lalu berjalan pergi.
“Kau
bilang kamu lapar. Ayo pergi” ucap Jang Woo berjalan pergi dengan wajah gugup.
“Kalau
begitu, kita akan bermesraan mulai hari ini?” ucap Eun Sil bahagia. Jang Woo
mengeluh dengan kata
"Bermesraan"
“Maksudku...
Jadi, sekarang kita pasangan?” ucap Eun Sil. Jang Woo setuju kalau mereka bisa
bermesraan.
“Tapi
seperti yang kamu tahu, ibuku mau aku segera menikah. Kau mungkin belum
tertarik untuk menikah.” Ucap Jang Woo. Eun Sil pikir Itu yang harus dipikirkan...
Eun Seob
keluar dari toko buku membawa buket bunga, saat itu terdengar suara “Apa Kau
mau pergi?” Eun Seob melihat Hye Won yang kaget dan mencoba untuk datar
menjawab kalau akan pergi ke suatu tempat.
“Ini hari
peringatan kematian ibuku.” Kata Eun Seob. Hye Won mengerti dan hanya diam
saja. Eun Seob akhirnya pergi dengan mobilnya.
Tapi saat
dijembatan, Eun Seob melihat dari kaca spion Hye Won berlari mengejarnya. Ia
pun langsung menginjak rem dan turun dari mobil lalu bertanya Ada apa. Hye Won
mengaku Tidak apa-apa lalu menatap Eun Seob.
“Aku
ingin... Aku ingin memelukmu sekali saja... Bolehkah?” kata Hye Won. Eun Seob
terdiam dan Hye Won langsung berlari memeluk Eun Seob.
Hye Won
mengingat saat Eun Seob mengantarnya pulang dengan alasan kalau jalan gelap.
Eun Seob pun mabuk mengatakan “Aku senang kamu di sini, Irene.” Saat reuni
sekolah, orang yang dilihat Hye Won sebelum lampu padam adalah Eun Seob.
Eun Seob
mengingat saat didepan toko buku, Hye Won menciumanya dan mereka berpelukan.
Akhirnya Hye Won melepaskan pelukanya dan langsung meminta maaf pada Eun Seob.
“Aku akan
berpura-pura tidak melihatmu, tapi saat melihat wajahmu, aku tidak bisa
menahannya. Maafkan aku. Aku akan pergi sekarang.” Ucap Hye Won lalu melangkah
pergi.
“Berapa
lama kau tetap di sini kali ini? Kapan kau akan pergi kali ini?” ucap Eun Seob.
Hye Won hanya bisa terdiam karean Eun Seob seperti terbiasa dengan ia yang
pergi dan datang dimusim yang berbeda.
Hye Won
masuk ke toko buku sendirian menatap semua sudut tempatnya pernah dihabiskan
dengan Eun Seob.
“Kukira aku akan melupakanmu...
Tentu saja... Lagi pula, kita hanya menghabiskan satu musim dingin bersama...
Tentu saja... Aku akan benar-benar melupakanmu... Tapi aku sangat bodoh... Kau
berbeda.”
Hye Won
seperti baru tahu kalau Eun Seob yang memperbaiki lampu jalan agar tak gelap.
Hye Won pun tersenyum melihat lampu yang terang didepanya.
“Kau akan melekat di hatiku seperti
salju musim dingin dan tidak pernah meninggalkanku. Aku sempat lupa.”
Tertulis
didepan sebuah toko "Perjalanan Bunga Musim Semi Danau Hyecheon" Tuan
Park sedang mengocok rokok melihat Nyonya Sim keluar toko langsung memberikan
rokoknya. Nyonya Sim seperti sudah berhenti merokok mengeluarkan permen
lolipop.
“Apa kau
pria yang menulis surat itu?” ucap Nyonya Sim. Tuan Park membenarkan.
“Aku yang
mengirimkan surat-surat itu kepadamu.” Kata Tuan Park. Nyonya Sim pikir Akhirnya bisa bertanya
kepadanya.
“Kenapa
kau mengirimiku surat itu selama tujuh tahun?” tanya Nyonya Sim penasaran.
“Begini...
Membaca sesuatu yang bagus bisa menghiburmu.” Ucap Tuan Park. Nyonya Sim
seperti tak percaya mendengarnya.
Di sebuah
tempat, sudah banyak ibu-ibu yang memilih baju. Si kakek pemilik rumah menatap
ke arah langit kalau menurutnya musim semi telah tiba dan Cuacanya menjadi
sangat indah.
“Tentu
saja, ini musim semi.” Ucap seorang bibi. Bibi lainya pun senang karena Musim
semi jelas sudah tiba.
“Bunga
forsythias sudah mekar.” Kata bibi lainya dan mereka sibuk mengambil baju untuk
musim semi dengan model bunga karena
akan melihat bunga musim semi.
Di pasar
juga terlihat keriuhan dengan menu makana yang berbeda yang cocok dimakan saat
musim semi datang.
Di pasar,
Ibu Hwi pergi ke toko ibu Bo Yeong memilih satu kue beras. Ibu Bo Yeong
melihatny dan menyuruh Ambil yang hangat lalu bertanya apakah ini untuk putranya
sambil mengejek kalau ibu Hwi itu yang sangat menyayanginya
“Aku bisa
melihatnya di matamu. Putri kandungmu akan merasa iri.” Kata Ibu Bo Yeong
“Aku
menampungnya.” Ucap Ibu Hwi. Ibu Bo Yeong seperti tak masalah dengan hal itu.
“Aku
menampungnya, dan aku tidak ingin lebih mengutamakan anak kandung. Jadi, aku
berusaha menyayanginya lebih dari menyayangi putriku.: jelas Ibu Hwi. Ibu Bo
Yeong pun ingin tahu apa yang akan dilakukan tetangganya itu.
“Akhirnya
aku lebih menyayanginya... Apa yang bisa kulakukan?” akui Ibu Hwi. Ibu Bo Yeong
tak percaya mendengarnya.
“Coba
lihat ini.. Putraku membuatkan ini
untukku.” Ucap Ibu Hwi menunjukan tulisan "Untuk ibuku tersayang, Yun Yeo
Jeong"
“Apa
tulisannya?” tanya Ibu Bo Yeong yang tak bisa menjawabanya. Ibu Hwi memberitahu
kalau tertulis "Ibuku tersayang." dengan wajah bangga. Keduanya hanya
bisa tertawa bahagia.
Di
ladang, beberapa petani sedang menanam kentang, salah nenek mengeluh pada pekerja lainya karean mau
bekerja semalaman jadi meminta agar Bantu menanam kentangnya. Si pria mengeluh
punggungnya mulai sakit , Tuan Im mengeluh bertanya kapan akan selesai.
“Masih
banyak yang tersisa.” Ucap temanya. Tuan Im memberitahu kalau Teman-teman
mereka bermain biliar malam ini.
“Apa Menurutmu,
kita bisa pergi?” tanya Tuan Im. Temanya yakin bisa pergi.
“Aku akan menyelesaikan ini meski harus
bekerja semalaman.” Kata temanya.
“Jika
kamu bekerja semalaman, tidak ada gunanya. Cepatlah.”ucap Tuan Im. Temanya
menganguk mengerti.
Hye Won
duduk di toko buku sambil menulis sesuatu dibukunya "Sepotong Hatimu
Bertahan Sampai Akhir - Tiap musim semi, tawa, napas, dan kata-kata"
“Hye Won
pernah membicarakan kebahagiaan. Dia bilang kebahagiaan sulit diketahui. Meskipun
kamu mengetahuinya, butuh usaha keras untuk menjadikannya milikmu. Dia benar.”
Hye won
mulai menuliskan dibuku "Kami mengobrol dan tertawa, duduk di bawah pohon.Pohon
itu penuh dengan napas, tawa, dan kata-kata"
“Kita
semua berusaha untuk bahagia. Kebahagiaan sulit untuk didapatkan jika tidak bersamamu
dalam waktu yang lama... Meskipun bekerja keras untuk waktu yang lama, kamu
mungkin tidak akan bahagia.”
Saat itu
Eun Seob datang dengan senyuman, Hye Won langsung berlari dan melompat di
pelukan Eun Seob. Ia lalu memeluknya dari belakang dan meminta agar membuatkan
kopi. Eun Seob menganguk mengerti dan
memberitahu kalau akan melepas jaketnya dahulu.
Hye Won
pun melepaskan pelukan dan menghitung selama tiga detik dan kembali memeluk Eun
Seob. Eun Seob pikir harus mengambil cangkir. Hye Won terus mengikutinya
dibelakang tak mau melepaskan Eun Seob.
Keduanya pun bertatapan sambil meminum kopi, lau keduanya berciuman
tanpa henti
“Tapi tidak ada yang bisa
meramalkan masa depan kami.”
Dibagian
rak sudah ada buku dengan judul "'Selamat Malam, Irene' oleh Lim Eun
Seop"
Hwi
tersenyum bahagia mengayuh sepedanya seperti biasa menyuruh semua orang
minggir, disampingnya ada Lim Hwi yang mencoba menghindar tapi Hwi bisa
mengejar dengan sepedanya dan mengajak untuk berteman.
“Jika kita terus melangkah maju... Jika
kita terus berusaha...”
Bo Yeong
berjalan keluar dari tempat kerjanya lalu tersenyum melihat pesan dari
seseorang "Cuacanya hari ini indah, Bo Yeong"
“Jika kita terus menjalani hidup, aku yakin hari itu akan datang... Ya.
Aku juga percaya.”
Hye Won
menatap langit dengan melihat sinar matahari didepanya, seperti tak percaya
menghabiskan musim semi di rumah neneknya. Eun Seob keluar memanggilnya,
keduanya saling menatap dengan senyuman. Keduanya seperti sangat bahagia hidup
di desa.
“Aku yakin hari itu benar-benar
akan datang... Seperti ini”
"Unggahan Blog Pribadi Toko Buku Good
Night"
"Aku bertemu Irene lagi setelah sekian
lama. Aku menunggu dan sangat ingin bertemu dengannya lagi. Tapi aku berusaha
menyembunyikan perasaanku dan berpaling darinya. Saat dia berlari ke arahku dan
datang ke pelukanku"
"Dia meluluhkan lagi hatiku yang
beku. Aku menghabiskan siang dan malam
tanpa bisa tidur. Tapi aku tidak percaya aku kembali ke masa lalu
sekarang"
"Ini sudah larut malam, dan dia tertidur
di pelukanku. Dia ringan dan beraroma seperti rumput dari angin musim sem. Kawan-kawan,
aroma akasia memenuhi tempat ini lagi. Sekian"
"NB. Dia terbangun dari tidurnya dan
mencium hidungku. Lalu tertidur lagi dengan kepala terbenam di dadaku. Aku
tidak tahu berciuman itu menyenangkan"
THE END
"When the Weather is Fine"
"Seperti itulah kebahagiaan. Itu hal yang sulit, Tapi bahkan
saat kau. Membuka mata di pagi hari untuk memulai harimu. Dan menjalani hidupmu
dengan tenang hari ini. Kamu bisa mencapai hal sulit itu. Dan membuat
seseorang, Bahagia saat ini”
Bagi sebagian orang, kamu patut disyukuri, Kamu mungkin tidak
menyadarinya. Tapi hanya dengan hidup seperti ini. Kamu harus tahu kamu telah
bekerja dengan baik. Kami berterima kasih kepadamu.. "Dan selamat malam...Dan
selamat malam"
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar