PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Keduanya
melihat ke arah sungai dan melihat lentera yang menyangkut di rumput, Je Yoon
bergegas turun ke pinggir sungai kalau akan masuk ke air dan akan melepaskan
baju, sepatu dan beberapa aksesoris dibadanya. Hong Shim tak bisa menahan diri
akhirnya masuk ke dalam sungai lebih dulu.
“Apa kau
siput? Kau sangat lamban.” Ejek Hong Shim bisa mengambil Lentera yang
menyangkut di rumput.
“Wahh..
Berani sekali kau membohongiku? Kau menulis harapanmu sendiri, bukan harapanku.”
Keluh Hong Shim membaca tulisan di lentera.
“Tidak.
Jangan salah paham.”jelas Je Yoon. Hong Shim membaca tulisan di lentera "Bantulah
agar aku bisa bertemu lagi dengan wanita itu di Desa Songjoo."
“Coba Di
sini. Lihatlah bagian belakang lentera... "Kuharap wanita itu segera
bertemu dengan kakaknya" Aku menulis harapanmu dahulu... Karena masih ada
banyak tempat kosong, maka aku juga menuliskan harapanku untuk mengisi tempat
itu.” Jelas Je Yoon akhirnya ikut turun ke sungai.
“Aku
menulis harapanmu dengan huruf besar dan menuliskan harapanku dengan huruf
kecil.” Ungkap Je Yoon banga
“Kenapa
kau bersikap baik kepadaku?” tanya Hong Shim binggung.
“Sejak
masih kecil, aku tidak pernah bisa mengenali wajah orang. Mereka menyebut kondisi
itu sebagai prosopagnosia. Bagiku, wajah orang selalu tampak samar seperti
lukisan yang dilelehkan.”cerita Je Yoon
“Tapi
Wajahmu berbeda, Aku bisa melihat jelas mata jernih dan bibir merahmu. Awalnya
tampak aneh, kemudian terasa menarik. Jika dipikir-pikir, mungkin ini takdir.”
Jelas Je Yoon. Hong Shim tak ingin terbawa perasan mengajak untuk mengapungkan
lentera saja.
“Kurasa
ini tidak akan mengapung dengan baik karena sungainya dangkal akibat
kekeringan. Jadi Mari kita lihat. Tempat itu seharusnya cukup baik.” Kata Je
Yoon mencari sisi sungai yang sedikit dalam.
Je Yoon
berjalan ke tengah sungai tak sengaja malah jatuh dan mengenai lentera lain,
Saat itu tiga orang pria datang memarahi Je Yoon karena menjatuhkan lentera
majikan mereka dan itu artinya merusak harapan majikan.
“Maaf.
Jika dikeringkan dengan baik, lenteranya akan baik-baik saja.” Kata Je Yoon. Si
pria akan mencengkram baju Je Yoon tapi Je Yoon bisa mendorongnay kembali.
“Jabatanku
tinggi, tidak seperti penampilanku. Jadi Jangan memakai kekerasan.” Tegas Je
Yoon.
“Benarkah?
Tapi majikan kami melarang membedakan orang berdasarkan jabatan.” Ucap si pria
“Kalian melayani
majikan yang terhormat.” Komentar Je Yoon mengejek lalu mendorong tiga pria
sampai terjatuh lalu menarik Hong Shim kabur.
Keduanya
berlari menghindari kejaran tiga orang pria,
Je Yoon terengah—engah karena ternyata Hong Shim berlari lebih cepat
darinya, Hong Shim sudah pergi jauh. Je Yoon memanggilnya, tapi Hong Shim sudah
tak terlihat.
“Apa Aku harus
menunggu satu bulan lagi?”kata Je Yoon sedih akhirnya kembali ke jembatan dan
terlihat sebuah kertas diatas jembatan dengan batu diatasnya.
“Terima
kasih atas lenteranya... Sudah lama aku tidak menerima hadiah yang menyentuh
dari seseorang. Sekalipun harapanku tidak terwujud, aku sudah cukup senang. Aku
sudah mendatangi jembatan itu selama 10 tahun untuk menemui kakak yang terpisah
denganku. Aku penuh pengharapan dalam beberapa tahun pertama. “
“Tapi aku
menderita seiring berjalannya waktu. Pada tanggal 15 setiap bulannya, aku
terpaksa mengakui bahwa dia sudah meninggal. Berhentilah pergi ke jembatan itu
untuk menemuiku karena aku tidak akan ke sana lagi.”
Je Yoon
membaca surat yang ditulis Hong Shim, sementara Hong Shim berjalan pulang
seperti wajahnya terlihat kebingungan.
Won Deuk
pergi menemui Kkeut Nyeot memberitahu kalau Hong Shim tidak pulang selama
beberapa hari. Kkeut Nyeot yakin kalau Hong Shim kabur dari rumah, karena kala
itu dirinya pasti akan melakukannya hal yang sama kalau suaminya seperti Won Deuk. Won Deuk terdiam
melihatnya.
“Aku
bercanda... Itu Pasti karena tanggal 15... Dia pergi ke Hanyang sekitar waktu
itu setiap bulan.” Kata Kkeut Nyeot. Won Deuk binggung kalau istrinya pergi ke
Hanyang.
“Dia ke
sana untuk membantu sepupunya yang mengelola kios buku. Tapi Bagaimanapun juga,
dia akan pulang hari ini untuk menghadiri pesta. Tunggulah dia di rumah
kalian.” Kata Kkeut Nyeot lalu masuk ke dalam rumah
Goo Dul
melihat Won Deuk akan pergi dari rumahnay mengaku kalau baru pulang dari rumah
Won Deuk tadi. Won Deuk tak peduli memilih untuk pergi. Goo Dul menahannya
berpikir kalau Won Deuk itu kesal.
“Kau
bukan temanku. Bahkan Kau menyebutku bodoh di depan orang lain.” Kata Won Deuk
kesal
“Makanlah
ini dan segera pulih... Aku melakukan semua itu demi kau. Kupikir akan baik
jika kau tidak harus membayar utang.” Jelas Goo Dul menyuapi gorengan ke muut
Won Deuk.
Won Deuk
terlihat kesal tapi setelah mengunyahnya wajahnya berbinar-binar. Goo Dul yakin
kalau rasanya pasti lezat dan sengaja membelinya untuk temanya. Won Deuk akan
mengambilnya, tapi Goo Dul melarang karena Sisanya untuk Kkeut Nyeo.
“Di mana
aku bisa membeli panekuk daging itu?” tanya Won Deuk penasaran menahan Goo Dul
sebelum masuk rumah.
Goo Dul
pergi ke rumah Tuan Park bersama dengan Won Deuk, untuk menerima upahnya. Tuan
Park mengeluh melihat Goo Dul yang datang mengajak Won Deuk. Won Deuk
mengatakan kalau sengaja datang untuk makan panekuk daging.
“Astaga.
Apa Kau pikir panekuk daging itu gratis? Kau tidak pandai dalam hal apa pun.”
Ejek Tuan Park
“Berilah
dia tugas... Dia tidak meminta upah, tapi hanya untuk makan panekuk daging.”
Jelas Goo Dul mencoba merayu
“Tugas
apa yang harus kuberikan kepada TAG?” ucap Tuan Park. Goo Dul mengeluh karean
Tuan Park berani mengatakan hal itu padanya.
Goo Dul
dan Won Deuk akhirnya berjalan sambil membawa kendi besar. Won Deuk ingin tahu hari
spesial apa hingga semuanya sibuk. Goo Dul memberitahu kalau Hari ini Tuan Park
mengadakan pesta ulang tahunnya yang ke-60. Won Deuk tak mengenal Tuan Park.
“Dia
orang yang sangat berpengaruh di desa ini... Pria tua yang menyombongkan soal
menjadikan Hong Shim sebagai selirnya.” Kata Goo Dul menunjuk pada Tuan Park
Sun Doo
Beberapa
orang sibuk menata meja dan makanan, Tuan Park di sebuah ruangan menerima
hadiah dari para teman dekatnya mengucapkan harapan semoga sehat dan panjang
umur. Won Deuk terus menatap dari kejauhan.
“Jangan
menatapnya terlalu lama. Dia bisa melihatmu.. Jadi Bergeraklah dengan cepat.
Kau tidak akan bisa makan panekuk zukini, apalagi panekuk daging.” Ucap Goo Dul
dan Won Deuk pun mengikuti dengan membawa kendi.
Won Deuk terdiam
melihat sosok wanita yang dicarinya, Hong Shim sedang membersihkan lantai
tersenyum bahagia melihat sepasang anak bangsawan, seperti sang kakak sayang
dengan adiknya menyuruh makan yang banyak.
Flash
Back
Seol Ha
mengejek adikanya yang dihukum lagi. Yi Seo mengangkat dua tanganya hanya bisa
cemberut. Seol Ha mengeluh pada adiknya yang terus memainkan pedang Ayahnya
karena seharusnya bermain dengan jarum, bukan pedangnya.
“Kubilang
aku tidak suka hal semacam itu.” Ucap Yi Seo kesal
“Kakak
menyiapkan jarum besar karena tahu kau akan bilang begitu.” Ejek Seol Ha
memperlihatkan pedang maninan.
Hong Shim
seperti sangat bahagia mengingat kenangan dengan kakaknya, tapi wajahnya
cemberut saat melihat Won Deuk menatap kearahnya. Keduanya akhirnya berpisah,
Won Deuk selesai menaruh kendi, saat berjalan menemukan sesuatu.
“Bahkan
istana melarang rakyat untuk membunuh sapi. Siapa yang menjatuhkan panekuk
berharga ini?” ucap Won Deuk akan melihat pancake daging yang terjatuh di
tanah. Saat itu Hong Shim sudah ada
didepanya.
“Aku
tidak hendak memakannya.” Kata Won Deuk menyangkalnya melhat tatapan wajah Hong
Shim yang menakutkan.
“Kenapa
kau ada di sini?” tanya Hong Shim marah, Won Deuk mengeluh karena Hong Shim
malah menanyakan hal itu setelah menghilang beberapa hari.
“Bisa-bisanya
kau meninggalkan rumah tanpa pamit? Apa Kau tahu betapa aku merasa tidak
nyaman?” ucap Wo Deuk dengan gayanya.
“Aku
merasa sangat tidak nyaman karena ada kau di sekitar sin. Cepat pulanglah.”
Ungkap Hong Shim khawatir
“ Ada apa denganmu? Aku juga kemari karena ada
urusan.” Tegas Won Deuk.
Goo Dul
datang mengeluh dengan sikap Hong Shim karena ia yang memang mengajaknya. Hong Shim mengumpat pada Goo Dul yang membawa
Won Deuk karena Semua barang di tempat Tuan Park itu mahal, tapi malah harus
mengajak pembuat onar.
“Karena
dia merengek ingin makan panekuk daging.” Kata Goo Dul. Won Deuk menyangkalnya.
“Apa Kau
tidak akan memakan ini? Jadi Makanlah pancake daging itu dan pulanglah,
Suamiku” sindir Hong Shim lalu bergegas pergi.
“Benarkah
kau akan memakan ini?” kata Goo Dul tak percaya Won Deuk melihat pancake yang
sudah jatuh ditanah. Won Deuk yang kesal menyuruh Goo Dul saja yang makan.
Akhirnya
acara perayaan dimulai, Tuan Park dan Hakim Park duduk di meja depan dengan
petinggi lainya, Beberapa bangsawan duduk didepan merkea. Hakim Park mengaku
sulit kupercaya usia Tuan Park sudah 60 tahun karena seperti masih berusia 50
tahun.
“Itu
omong kosong... Dia tampak berusia 40 tahun.” Komentar petinggi lainya memuji
“Sekalian
saja suruh aku menikah lagi.” Komentar Tuan Park, mereka minum sambil tertawa
bahagia.
“Aku
berfirasat bahwa aku seharusnya duduk di sana.” Kata Won Deuk melihat dari
kejauhan tempat Tuan Park dkk menyantap makanan enak.
“Aku
berfirasat bahwa kau tidak akan mendapat panekuk daging. Itulah sebabnya kau
disebut bodoh, jadi Kembali bekerja.” Kata Tuan Park mendekati Won Deuk sambil
mengumpat sedikit memberikan kepalanya. Won Deuk pun seperti ingin membalasnya
melihat Tuan Park yang pergi.
Hakim
Park melihat Tulisan yang dibuat Tuan Park sambil memuji dan membacanya
"Byeonhwang byeonhwang yo. Hongsek jeokhong yo." Namnam jeok
cheongcheon, jinhoa hoa." Ia merasa kalau Tuan Park itu penyair sejati.
“Ini akan
membuat penyair Du Fu dari Dinasti Tang menangis.” Komentar Hakim Park bangga.
“Tuan,
sup sarang burungnya sudah siap.”ucap Tuan Park memberitahu Hakim Park. Hakim
Park pun meminta agar segera membawanya.
“Aku
menyiapkan sesuatu untuk membantu mengurangi usia Anda... Itu sangat langka.”
Kata Hakim Park bangga.
Saat itu
seorang pelayan datang membawa mangkuk, seorang bangsawan seperti tak suka
sengaja menyelengkat kaki sipelayan dan akhirnya mangkuk yang dibawanya pun
terjatuh.
“Kenapa
kau menumpahkannya di hari istimewa ini?” teriak Hakim Park marah. Pelayan
meminta maaf dan akan menyiapkan lagi.
“Kau
bilang Menyiapkannya lagi? Makanan itu sangat sulit ditemukan. Aku mendapatkannya
dari pedagang Ming. Harga mangkuk yang kau tumpahkan setidaknya senilai 100
yang. Bagaimana kau mampu menyiapkannya lagi?” ucap Hakim Park marah. Si
pelayan hanya bisa tertunduk meminta maaf.
“Cepat
ikat dan pukul dia... Ayo Tunggu apa lagi... Bawa dia keluar!” teriak Hakim
Park marah. Hong Shim melihat dari kejauhan bergegas menemui Hakim Park
“Tuan...Anda
tidak perlu menyakiti orang rendahan di hari yang indah. Tolong tunjukkan belas
kasihan.” Ucap Hong Shim memohon
“Tahukah
kau, dia menumpahkan semangkuk sup sarang burung?” ucap Hakim Park marah
“Mana mungkin
dia tahu harganya mahal? Dia tidak sengaja...” kata Hong Shim ingin membela
tapi Hakim Park kembali berbicara.
“Tidak
sengaja? Berdasarkan logikamu, jika kau membunuh orang dan menyatakan itu tidak
sengaja, maka kau pantas dimaafkan.” Ucap Hakim Park
“Logika
itu tidak bisa diterapkan untuk kedua situasi.”balas Hong Shim. Hakim Park
makin marah karena Hong Shim Berani sekali terus membantah.
“Bawa
mereka berdua keluar dari sini!” teriak Hakim Park marah tapi Tuan Park menyuruh Hakim Park membiarkan
saja.
“Ini hari
ulang tahunku. Jadi Maukah kau kemari dan menuang minuman untukku? Jika kau
menyajikan minuman untukku, maka aku akan menganggap sup itu sudah dimakan.
Jika kau mengizinkanku menyentuh pergelangan tanganmu, maka aku akan menganggap
sikapmu tidak keterlaluan.” Ucap Tuan Park memberikan penawaran.
“Jadi
Bagaimana menurutmu? Apa Kau mau kemari dan menyajikan minuman untukku atau
diseret keluar dan dipukuli?” Aku tidak suka menunggu.” Kata Tuan Park. Hakim
Park pun menyuruh agar setuju saja.
Pelayan
tak enak hati dengan Hong Shim, Tuan Park makin mendesak kalau Hong Shim itu sudah
merusak sebuah pesta jadi harus menerima akibatnya. Hong Shim pikir melihat
Tuan Park sangat mengagumi pergelangan tangannya membuat tidak tahu harus
berkata apa dan akan berjalan tapi saat itu Won Deuk yang hanya melihat menarik
tangan Hong Shim.
“Jangan
melangkah lagi tanpa seizinku.” Ucap Won Deuk memperingati Hong Shim
“Pria keturunan
bangsawan seperti kalian seharusnya tidak mengejek wanita bersuami. Sepertinya
kalian tidak punya sopan santun.” Kata Won Deuk dan mengajak Hong Shim pergi .
“Berani
sekali si Bodoh itu pergi begitu saja? Apa Kau menunjukkan keberanian karena
kamu sendiri seorang pria? Menurut rumor, kau tidak ada gunanya... Menurutku
konyol jika kau ingin pamer di hadapan wanita.” Ejek Tuan Park
“Kau
memamerkan puisi yang bisa ditulis anak delapan tahun dan Apa aku yang konyol?”
balas Won Deuk.
Tuan Park
makin marah dianggap puisinya Anak delapan tahun dan berani sekali orang yang orang buta huruf
mengatakan itu Won Deuk dengan mudah menyebut kalimat Puisi yang sama dituliskan
Tuan Park dengan arti
"Warnanya
kuning, kuning. Warnanya merah, merah. Biru, biru adalah langit... Menyenangkan,
sungguh menyenangkan." Apa Kau menyebut itu puisi?” ejek Won Deuk.
“Tentu
saja, dasar orang rendahan. "Warnanya kuning. Warnanya merah." Duhai
langit biru." Betapa indahnya itu? Kalau begitu, tulislah sesuatu... Jika
puisimu lebih buruk daripada puisiku, maka kau dan istrimu akan mati.” Kata Tuan
Park mengancam.
“Kenapa
repot melakukan itu? Bawa mereka berdua dan...” kata Hakim Park, Won Deuk
langsung mengatakan puisinya
"Cheukseosukyeong
saseoui, anshinmiyak gwanchanghee. Jisumanbok gengmusa, jitapcheonkyeong shinshiwi."
Kata Won Deuk. Tuan Park tak mengerti yang diucapkan Won Deuk, Hong Shim pun
melonggo.
“Apa Aku
juga harus menerjemahkannya?!! Tikus toilet mudah takut dan tikus terpelajar
mencurigakan. Tikus mencuri biji-bijian dari peti di Biro Hakim. Mereka ingin
memuaskan ketamakan mereka dan makan lahap. Namun, saat bumi terbelah dan
langit runtuh, mereka akan berada dalam bahaya.” Kata Won Deuk.
“Berani
sekali kau menghina bangsawan dengan puisi yang pernah kau dengar? Apa Kau
tidak tahu betapa berat kejahatan menghina atasan?” ucap Tuan Park marah
“Anda
membahas moral terkait status dan keturunan... Anda menyuruhku membaca puisi
dan aku melakukannya.” Kata Won Deuk.
Hakim
Park menyuruh agar keduanya dibawa ke Biro Hakim, Tiba-tiba seorang pengawal
datang mengatakan kalau Ada kabar buruk. Hakim Park dan Tuan Park mengeluh
dengan keributan yang datang. Pengawal memberitahu Wakil Perdana Menteri menemukan
jasad dan bergegas kembali.
Keduanya melonggo
kaget dan akhirnya menyuruh semua mereka akan bubar karena tidak ada waktu.
Hong Shim pun ditarik Won Deuk untuk pergi keluar dari rumah Tuan Park.
Hong Shim
meminta Won Deuk melepaskan tanganya,
Won Deuk pun melepaskan tanganya. Hong Shim ingin tahu apa yang terjadi dan Di
mana mendengar puisi itu, bahkan Bagaimana tahu soal moral. Ia pun ingin tahu
Apa yang dilakukan suaminya selama wajib militer.
“Andai aku
tahu, maka aku tidak mungkin mengalami amnesia.” Ucap Won Deuk
“Apa Kau
tahu yang terjadi jika menantang kaum bangsawan? Kita pasti dipukuli sampai
mati.” Kata Hong Shim khawatir.
“Kita
berdua keluar dalam keadaan hidup.” Ucap Won Deuk santai, Hong Shim pikir benar
dan ingin menyela tapi Won Deuk lebih dulu bicara.
“Apa
rencanamu? Apa Kau akan menyajikan minuman untuk pria tua itu? Kau datang untuk
bekerja di rumah pria tua yang ingin menjadikanmu selirnya. Lalu Kenapa kau
memakai lipstik?” ucap Won Deuk marah
“Agar dia
terkesan” kata Hong Shim. Won Deuk makin marah
“Itu
adalah pesta dan kami disuruh berdandan rapi. Dengan begitu, aku bisa bekerja
dan dibayar... Kau menyuruhku menjadi selirnya... Kenapa? Apa Sekarang kau
cemburu?” ejek Hong Shim
“Jika
rasa tidak nyaman ini adalah rasa cemburu, mungkin aku memang cemburu. Jangan
masuk ke gerbang rumah pria itu lagi dan kecuali untukku, jangan memakai
lipstik.” Ucap Won Deuk menghapus lipstik di bibir Hong Shim dengan jarinya.
Hong Shim terlihat gugup.
“Aku
tidak ingat tentangmu dan itu membuatku frustrasi, tapi aku tahu satu hal...
Aku bukan orang bodoh... Aku tahu tentang puisi... Panekuk daging itu.... Aku
tidak bisa memakannya... Semua itu sia-sia.” Ungkap Won Deuk.
Raja
akhirnya datang melihat mayat yang sudah ditutup kain putih. Tuan Kim tertunduk
dengan rendah diri meminta agar membunuhnya,
Raja tak percaya menurutnya tidak mungkin itu Putra Mahkota.
“Dia tidak
mungkin mati seperti ini... Aku harus melihat wajahnya.” Ucap Raja akan
mendekat.
“Jangan,
Yang Mulia.” Kata Mentri menahan Raja, tapi Raja tetap ingin melihat dan
menyuruh untuk menyingkir.
“Aku
sudah memeriksanya dan memastikan itu dia, Yang Mulia. Jasadnya sudah mulai
membusuk. Anda tidak akan sanggup melihatnya.” Kata mentri
“Kubilang
menyingkirlah!”teriak Raja ingin melihat, Tuan Kim memberikan kode agar
membiarkan Raja melihatnya.
Raja
membuka kain dan melihat jasad yang sudah menghitam dan kembung tak bisa di
kenali tapi bajunya mengunakan pakaian Putra Mahkota. Kakinya pun langsung
lemas, semua panik melihat Raja.
Hong Shim
memberikan semangku makanan untuk suaminya. Won Deuk hanya menatapnya. Hong
Shim pikir kalau Won Deuk tidak mau, jadi lebih baik bekerja untuk Tuan Park
dan mengambil panekuk daging. Won Deuk mengaku kalau Jika itu cara mendapatkan
pancake itu maka tidak mau memakannya.
“Rasanya
sangat tidak enak.” Komentar Won Deuk saat mulai memakanya. Hong Shim cemberut
mendenganyr.
“Sepertinya
ini menyehatkan... Konon makanan pahit bagus untuk kita.” Komentar Won Deuk
mulai memakan masakan istrinya.
Hong Shim
dkk berkerja dengan menjahit kain, temanya berkomentar kalau tadi Won Deuk
sangat romantis dengan memegang tangan Hong Shim dan mengatakan "Jangan melangkah lagi tanpa
seizinku." Hong Shim hanya bisa tersipu mau tapi Kkeut Nyeo mengeluh kalau
itu tak romantis.
“Dia akan
terlibat masalah besar jika tidak berhati-hati.. Dia pembuat onar.” Komentar
Kkeut Nyeo.
“Bagiku,
itu sangat memuaskan... Maksudku, sangat tidak adil jika kita harus selalu
patuh dan membungkuk untuk kaum bangsawan.” Komentar teman lainya. Hong Shim
tak bisa menutupi rasa bahagianya.
“Omong-omong,
kupikir Won Deuk orang bodoh... Tapi sepertinya dia bisa membaca.” Kata
temanya.
“Tidak
mungkin... Dia mungkin mendengar satu atau dua puisi selama masuk militer.”
Ucap Kkeut Nyeo
Hong Shim
menutupi wajahnya dengan buku , meminta agar Won Deuk membacanya. Won Deuk bisa
tahu judul bukunya "50 Bayangan Orang Rakus" lalu berkomentar Kenapa
orang rakus punya 50 bayangan. Hong Shim kaget karena Won Deuk bisa membaca
huruf ini.
"Gembala
Sapi dan Gadis yang Jujur". Itu pasti novel roman yang ditulis dengan
buruk.” Kata Won Deuk membaca sampul buku yang ditunjukan Hong Shim.
“Siapa
yang bilang kau tidak berguna? Won Deuk, kau lebih dari berguna. Kau luar
biasa!” kata Hong Shim tersenyum bahagia memeluk Won Deuk. Won Deuk melonggo
bingung
“Senyummu
membuatku merasa sangat tidak nyaman.” Kata Won Deuk. Hong Shim seperti tak
peduli karena menemukan sesuatu yang bisa dimanfaatkan dari suaminya.
Di ruang
Raja, terasa sangat tegang. Tuan Kim masuk membawa surat dari raja karena saat
ini Raja merasa sangat hancur, jadi akan menyampaikan titahnya kepada para
menteri.
"Membunuh
Putra Mahkota sama artinya dengan membunuhku, sang Raja. Jelas ini tindakan
pengkhianatan yang tidak termaafkan. Segera bentuk Biro Penyelidikan Khusus. Tangkap
semua pelaku kejahatan pengkhianatan dan hukum mereka untuk menetapkan contoh
pencegahan.”
“Aku
ingin Wakil Perdana Menteri Kim Cha Eon memimpin Biro Penyelidikan Khusus. Hanya
sedikit asisten autopsi yang boleh menyiapkan jasadnya. Aku tidak mau orang
lain melihat kondisi jasadnya yang mengenaskan. Selain itu, sederhanakan prosedur
pemakamannya. Aku sangat khawatir semua ini bisa menimbulkan keresahan
publik."
Tiga
mentri temasuk Tuan Jung berbicar bersama, salah satu mentri merasa ini sangat
aneh, karena Raja melarang kerabat kerajaan masuk sebelum pemakaman. Tapi
Mentri lain berpikri aklau itu akan
menguntungkan mereka karena dengan Menyederhanakan proses pemakaman akan
membantu mempercepat pelantikan putra mahkota baru.
“Yang lebih
penting, kita harus mencegah Wakil Perdana Menteri menjadi kepala Biro
Penyelidikan. Jelas dia akan menahan kita, dan Ratu bertanggung jawab untuk
menyingkirkan kita.” Kata Mentri lain.
“Ini
tidak akan mudah... Wakil Perdana Menteri tanpa Putra Mahkota bagaikan macan
tanpa gigi. Bahkan pengikutnya akan mulai mengkhianati dia.” Kata Tuan Jung
yakin.
“Dasar
bodoh.... Apa Kau tidak tahu betapa seram dan liciknya dia? Dia pasti akan
memakai tipuan. Kita harus melakukan hal serupa untuk melawannya.” Ungkap
Mentri lainnya.
“Lihat
saja... Raja akan segera meninggalkan dia dan berpihak kepada kita. Kita punya
pewaris tunggalnya, yaitu Pangeran Seowon.” Ungkap Tuan Jung yakin.
Ratu
menemui akanya kalau tak percaya mereka
berhasil dan memang sungguh terjadi. Ia memberitahu anaknya kalau akan
menjadi raja di negeri ini dan Istana Putra Mahkota akan segera menjadi
miliknya.
“Apa
terjadi hal buruk kepada Yul?” tanya Pangeran Seowon panik. Ratu membenarkan.
“Ada apa
lagi? Putri Mahkota...” ucap Pangeran Sewon. Ratu mengeluh pada sikap anaknya
agar sadar.
“Ada
banyak pengintai di dalam istana ini. Jika ada yang tahu soal perasaanmu, kau
dan ibu akan mati.” Ucap Ratu. Pangeran Seowoo hanya terdiam.
Je Yoon
membuka pintu penjara dan menyuruh si pria untuk pergi. Si pria binggung kenapa
tiba-tiba disuruh pergi, tapi akhirnya bergegas pergi. Ketua ingin tahu alasan
Je Yoon yang berpikir rpai itu bukan pembunuhnya. Je Yoon mengingat yang
dikatakan pria itu yang mengaku memakai
panah itu selama sekitar dua tahun.
“tapi aku
yakin dia memegangnya untuk kali pertama di hari itu... Bukan begitu cara
memegang panah jenis itu... Mungkin dia tidak menyangka aku akan menyuruhnya
menembakkannya.” Cerita Je Yoon.
“Aku juga
tahu dia jarang pergi ke Gunung Baegak. Aku menggeledah rumahnya dan ada tanah
hitam di semua sepatunya.” Kata Je Yoon
“Jika
benar seseorang menyuruhnya menyerahkan diri, kita harus menyiksanya agar tahu
siapa orangnya. Kenapa kau harus melakukan ini? Kenapa melepasnya dengan mudah?”
keluh Ketua
“Menyiksa
orang itu tidak manusiawi... Cara lebih cepat untuk mencari tahu penyuruhnya
adalah membuntutinya.” Kata Je Yoon bangga
“Lantas
kenapa kau masih di sini?” ucap Ketua. Je Yoon tersadar
Je Yoon
mengikutinya sampai ke pasar tapi kehilangan jejak dan mengeluh dengan pikiran yang tak fokus
akhir-akhir ini. Saat membalikan badan Je Yoon tak sengaja malah bertabrakan
dengan seorang wanita. Ia meminta Maaf dan bertanya apakah melihat pria
berjubah hitam yang baru saja melintas di dekatnya. Si wanita hanya diam
melihat Je Yoon.
“Sepertinya
kau tidak melihatnya.” Ucap Je Yoon akan pergi.
“Aku
hanya berspekulasi, tapi sekarang cukup yakin kau tidak bisa mengenali wajah.”
Komentar si wanita.
“Kau Ae
Wol.” Kata Je Yoon setelah melihat pakaian dari si wanita.
“Kau
pasti mengenali orang berdasarkan suaranya. Benar, kan? Omong-omong, mulai
sekarang kau harus berhati-hati... Kudengar Putra Mahkota sudah wafat... Artinya
akan segera ada pertumpahan darah di istana.” Ucap Ae Wol
“Kau
bilang Putra Mahkota sudah wafat?!!!” ucap Je Yoon kaget. Ae Wol binggung
melihat Je Yoon yang tidak tahu soal itu
“Ada
pemberitahuan di depan Biro Distrik Ibu Kota.” Ucap Ae Wol.
Moo Yeon
datang menemui Tuan Kim yang menccarinya. Tuan Kim langsung menaruh pedang di
leher Moo Yeon karena sudah melakukan kesalahan yang bisa mengancam nyawanya
karena Jasad itu bukan Putra Mahkota. Moo Yeon yakin melihat Lee Yeol terjatuh
setelah tertembak panahnya
“Dia
pengawalnya, Mereka pasti bertukar pakaian... Misi itu sangat penting, tapi kau
gagal. Apa Kau berharap aku menyelamatkan nyawamu?” kata Tuan Kim memberikan
bukti kancing baju.
“Permainan
berburu ini belum berakhir, jadi, terlalu cepat bagi Anda untuk membunuh
pesuruh Anda, Tuan.” Ucap Moo Yeon.
“Ingatlah
akibat dari kesalahanmu. Jadi Cepat pergi ke Gunung Chunwoo dan cari jasadnya.
Jika Putra Mahkota masih hidup, pastikan kau membunuhnya. Kau harus
membawakanku kepalanya.” Kata Tuan Kim memberikan sedikit goresan pedang di
leher Moo Yeon.
Je Yoon
menemui Kwon Hyuk di tempat tersembunyi ingin tahu Apa yang terjadi, karena
tidak melihatnya beberapa hari dan ingin tahu apakah meninggalkan istana
untuk... Kwon Hyuk membenarkan kalau diam-diam
mencari Putra Mahkota.
“Dia
memberiku ini saat pergi untuk ritual hujan.” Kata Kwon Hyuk memberikan amplop.
“Kenapa
kau memberikan ini kepadaku?” tanya Je Yoon binggung
“Dia
menyuruhku memberikan ini kepadamu pada tanggal 15. Aku bertanya-tanya kenapa dia
menyuruhku menyerahkan ini, bukannya menyerahkannya langsung kepadamu. Setelah
kupikir-pikir, dia pasti bermaksud menyerahkan ini kepadamu jika tidak berhasil
kembali.” kata Kwon Hyuk.
“Bukankah
ini huruf Mandarin untuk "siku"?” ucap Je Yoon membaca surat yang
ditulis Lee Yeol.
Tumpukan
buku ditaruh diatas meja, Won Deuk kaget karena Hong Shim yang menyuruh untuk
menulis semua ini. Hong Shim mengaku hanya membawa buku terlaris dan
mendapatkan bayaran dua jeon per buku jadi mereka bisa mendapat banyak uang.
“Ini Buku
"Kisah Pria Gagah"? Apa anehnya pria yang gagah?” komentar Won Deuk
melihat sedikit bagian buku
“Itu
bacaan wajib di kalangan wanita bersuami.” Kata Hong Shim. Won Deuk pun mulai
membacanya.
"Aku
ingin menjadi kekasihmu Peluk erat diriku, sebelum aku melompat ke
arahmu." Aku tidak mau membaca cerita yang menjijikkan seperti itu.” Kata
Won Deuk menolak.
“Kalau
begitu, jangan membacanya.” Ucap Hong Shim penuh semangat.
Won Deuk
menulis sementara Hong Shim membacakan cerita,
"Kedua orang itu masuk ke paviliun untuk menghindari hujan. Wajah
Yeon Hee bersinar karena cahaya bulan. Dia cantik. Seob memegang tangannya. Dan..."
“Dan Apa ?”
tanya Won Deuk karena tak mendengar istrinay bicara.
“Kau
Tulis saja sendiri... Penglihatanku kabur karena membaca dalam waktu lama.”
Kata Hong Shim
“Lanjutkan
membaca jika kau ingin mendapat dua jeon... Dimulai dari kata "dan".”
Perintah Won Deuk.
“"Dia
melepas tali di branya. Lalu Kulit tubuh Yeon Hee akhirnya terlihat. Dia melepaskan
semuanya, Tubuhnya sangat indah... Seob membelai wajahnya dan menciumnya.. Bibir
lembutnya..." kata Hong Shim terbata-bata dan membuat Won Deuk terdiam.
“Cukup...”
ucap Won Deuk seperti tak bisa menahan imaginasinya. Hong Shim heran karena Won
Deuk yang menyuruh melanjutkannya?
“Itu
tidak masuk akal... Mereka baru bertemu di hari itu.” Keluh Won Deuk
“Itu bisa
terjadi jika mereka jatuh cinta pada pandangan pertama. Kenapa itu tidak masuk
akal?” balas Hong Shim
“Apa Kau
juga jatuh cinta kepadaku pada pandangan pertama? Apa yang sangat kau sukai
dariku? Aku sudah tahu kau menyukai pahaku. Jadi Katakan yang lain.” Ucap Won
Deuk ingat pertama kali Hong Shim melihat bagian pahanya.
“Kaulah
yang menyukaiku lebih dahulu... Karena kau sangat ingin berpacaran denganku,
jadi, aku hanya membantumu.” Ucap Hong Shim menyangkal.
“Tapi kau
tidak tampak seperti orang yang akan kudekati.” Ejek Won Deuk
“Siapa
yang bilang? Coba Perhatikan aku...Jika melakukannya, maka kau akan langsung
menyukaiku.” Ucap Hong Shim mendekatkan wajahnya.
“Dari
dekat, kau tampak... Bukan apa-apa...” komentar Won Deuk seperti menutupi
perasaanya.
Pemilik toko
buku kaget karena mereka, menulis semua
buku ini dalam semalam. Ia pun memuji Hong Shim mengesankan lalu memberikan
bayaranya dengan sekantung uang. Won Deuk mengaku kalau dirinya yang
mengesankan, bukan Hong Shim.
“Aku yang
mengerjakannya.” Kata Won Deuk bangga. Si paman pun berkomentar kalau keduanya pasti
pasangan serasi.
“Mulai
sekarang, jika ada pekerjaan, serahkan kepada kami. Kami bisa membuat salinan
baru tanpa kesalahan tulis dengan tulisan tangan bagus dalam waktu singkat.”
Kata Hong Shim. Si paman pun menganguk mengerti.
“Sebagai
gantinya, jadikan tiga jeon per salinan.” Kata Won Deuk. Hong Shim dan si paman
langsung berpadangan.
Hong Shim
tersenyum bahagia memegang uang ditanganya, karena tak percaya Won Deuk sekarang
bisa menawar. Won Deuk tak suka dengan ucapan istrinya seperti mengejek. Hong
Shim mengaku kalau mengatakan ini hanya kerena bangga kepada Won Deuk.
“Apa Kau
begitu senang?” tanya Won Deuk melihat Hong Shim terus tersenyum.
“Tentu
saja... Aku belum pernah mendapatkan uang sebanyak ini.” Kata Hong Shim
“Aku akan
makan gukbap dan membeli sepatu kulit.” Ucap Won Deuk.
“Tidak
bisa. Kita harus membayar utang.” Kata Hong Shim. Won Deuk mengeluh kalau Sebagian
uang itu adalah milikknya.
“Lupakan
sepatu kulit... Kita akan memesan seporsi gukbap dan berbagi.” Kata Hong Shim.
“Kupikir
kau wanita berkaliber tinggi. Tapi Kau lebih payah daripada keliahatannya.”komentar
Won Deuk.
“Kau pasti
bisa makan panekuk daging seandainya tidak punya utang.” Balas Hong Shim.
Hong Shim
berjalan lebih dulu lalu melihat Ma Chil didepanya, lalu bergegas menarik Won
Deuk pergi. Won Deuk binggung karena
Kedai gukbap ada di depan mereka. Hong Shim mencari tempat persembunyian karean
Ma Chil akan lewat didepanya.
“Namanya
Ma Chil. Dia tampak baik, tapi sebenarnya sangat kejam. Dia sering memukuli orang
tanpa memandang gendernya. Kau juga harus berhati-hati kepadanya. Jika bertemu
dengannya, pastikan kau lari. Mengerti?” ucap Hong Shim berbisik
“Aku
merasa sangat tidak nyaman.” Kata Won Deuk. Hong Shim tahu karean Ini karena
tempatnya sempit jadi meminta agar menunggulah sebentar.
“Bukan
karena itu.” Ucap Won Deuk. Hong Shim binggung karena apa.
“Apa yang
membuatmu merasa tidak nyaman?” tanya Hong Shim lalu tersadar kalau sudah
memegang tangan Won Deuk dan langsung melepaskanya.
“Sepertinya
ingatanku telah kembali.” ungkap Won Deuk menatap Hong Shim yang ada
didekatnya.
Bersambung ke episode 5
Cek My You Tube Channel "Review Drama Korea"
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
FACEBOOK : Dyah Deedee TWITTER @dyahdeedee09
INSTAGRAM dyahdeedee09 FANPAGE Korean drama addicted
Terima kasih mbk dyah deedee
BalasHapusDi tunggu ep. Selanjutnya 😉
makac y mbak aq suka sinopsisnya. d tunggu kelanjutannya
BalasHapus