PS
: All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Eun Seob
mengayuh sepedanya, lalu berhenti tatapan mengarah pada sesuatu. Ternyata Hye
Won sedang memperbaiki sepedanya, Saat itu Jang Woo melihat Eun Seob bertanya
apakah akan pulang sekarang. Eun Seob panik memilih untukpergi.
“Hei,
tunggu aku! Hei! Apa yang salah dengannya?” teriak Jang Woo mengejar Eun Seob.
Hye Won memperbaiki sepedanya sendiri.
Hye Won
sedang melihat tulisan Eon Seob diatas meja saat itu. Bo Young memanggilnya
agar mendekat, saat itu keduanya berpapasan dan Eon Seob terlihat seperti tak
peduli tapi sempat melihat Hye Won keluar.
Pelajaran
musik, semua mulai menyanyi Guru akan menyudahi lalu meminta agar menghafalkan
semua lirik untuk pertemuan selanjutnya. Semua anak murid pun mengeluh. Guru meminta agar merkea tentang karena masih
ada waktu sekitar lima menit lagi.
“Aku
dengar siswa pindahan baru dari Kelas 3 adalah pemain cello yang luar biasa.
Apa kau bisa mencoba dengarkan?” kata sang guru.
“Aku tak
bawa cello-ku hari ini.” Ucap Hye Won. Guru pun bertanya apakah ada yang hal
lain yang bisa dilakukan.
Hye Won
akhirnya duduk di depan piano dan mulai memainkanya, Eon Seob langsung terdiam
mendengar alunan musik Hye Won. Semua anak tak percaya melihat Hye Won. Eon Seob
seperti mengingat semua kenangan dengan Hye Won saat masih sekolah akhirnya
memilih untuk tidur dengan nyenyak.
Pagi hari
Anjing Bibi
Sim makan dengan lahap, Hye Won dan bibinya juga makan di bersama. Hye Won
bertanya apakah bibinya sakit kepala karena datang ke apotek di kota dan apoteker
mengatakan padanya bahwa Bibi Sim mengalami sakit kepala parah.
“Siapa
yang tak sakit kepala? Dari di atas itu selalu menuntut , asal kau tahu, aku
seorang penulis.” Kata bibi Sim
“Kau tak
menulis apa pun sekarang.” Komentar Hye Won. Bibi Sim mengeluh kalau menulis
begitu banyak jadi kepalanya masih sakit.
“Kau
harus pergi ke rumah sakit.” Ucap Hye Won. Bibi Sim mengaku sudah. Hye Won
ingin tahu Apa kata mereka. Bibi Sim menjawab tak ada masalah.
“Omong-omong,
apa kau akan terus bawel seperti ini?” keluh Bibi Sim. Hye Won mengaku tak
akan.
“Benarkah?
Syukurlah., Kau Kembali ke Seoul minggu depan.” Ucap Bibi Sim,
“Tidak,
aku berniat tinggal di sini dan bekerja paruh waktu. Aku yakin dapat menemukan
seseorang yang ingin mengambil pelajaran musik.” Kata Hye Won.
Bibi Sim kaget
dan menurutnya itu Tak ada karena sudah tinggal di sini selama 20 tahun, dan
belum pernah melihat orang yang ingin mengambil pelajaran musik bahkaan sama
sekali. Hye Won terdiam mendengarnya. Bibi Sim pikir Entah kalau piano tapi tak
ada yang memainkan cello.
“Aku
pandai memainkan piano juga dan menari.” Ucap Hye Won percaya diri. Bibi Sim
seolah tak peduli mendengarnya.
Hye Won
pergi keluar rumah melihat papan pengumuman [MENCARI PEKERJA PARUH WAKTU, JAM
KERJA BISA NEGO] Sementara di toko buku Eon Seob terlihat bahagia menyeduh
kopinya lalu keluar rumah. Hye Won tiba-tiba datang membawa selembaran.
Eun Seob
bingung, Hye Won menunjuk dirinya kalau ingin berkerja. Eon Seob tak percaya
kalau Hye Won ingin berkerja. Akhirnya Mereka pun pergi ke “ARENA SELUNCUR
SAWAH BUKHYEONRI dan juaga da TEMPAT PARKIR ARENA SELUNCUR SAWAH BUKHYEONRI
“Jadi,
kau mencari seseorang yang handal berseluncur.” Kata Hye Won bingung melihat
banyak orang yang berseluncur diatas sawah yang membeku.
“Apa kau
andal berseluncur?” tanya Eon Seob. Hye Won mengelengkan kepala dan terlihat
sedih.
“Apa
mungkin, kau butuh seseorang yang bisa bermain piano?” tanya Hye Won. Eon Seob
menjawab Tidak. Hye Won pun akhirnya akan pamit pergi.
“Tunggu...
Lalu, Apa kau mau bekerja di toko buku? Dan aku akan bekerja di sini.” Ucap Eon
Seob. Hye Won bingung dan ingin tahu alasanya.
“Karena...
Karena aku andal berseluncur. Bagaimana?” kata Eon Seob seperti tak ingin
berpisah dengan Hye Won.
Di toko
buku, Hye Won melihat buku dalam rak. Eon Seob memberitahu kalau Tak banyak
pekerjaan, karena hampir tak ada tamu. Hye Won pun ingin tahu bagaimana Eon
Seob mencari nafkah. Eon Seob memberitahu kalau menjual buku secara online
juga.
“Aku
harus mengirimkan buku-buku ini hari ini. Meski begitu, terkadang datang
beberapa tamu.” Kata Eun Seob mengeluarkan buku yang siap di kirim.
“Jadi, Apa
aku hanya harus menjaga tempat ini?” tanya Hye Won. Eon Seob menganguk.
“Lalu, aku
akan pergi ke arena seluncur. Beritahu aku jika ada pertanyaan.” Kata Eon Seob
lalu bergegas pergi.
Hye Won
membaca buku tapi terlihat jenuh akhirnya membuka jendela, lalu melihat Eon
Seob sedang di tempat selunjur dipanggil oleh ibunya. Sang ibu memakai syal
menyuruh anaknya pulang dan ambilkan sesuatu serta meninggalkan serpihan cabai
merah di rumah.
Hwi
melihat kakaknya naik sepeda meminta untuk ikut, Ibu Eon Seob mengelu kalau Hwi akan membuat
kakaknya lelah, Hwi yakin kakaknya akan segera kembali. Saat itu Tuan Im datang
menyuapi Eon Seob kacang kastanye mentah.
Ia juga
menyuapi istrinya, Hwi tak mau kalah
mengambil semua kacang dari tangan sang ayah lalu berlari kabur. Hye Won
melihat kebahagian keluarga hanya bisa tersenyum, seperti sangat senang bisa
berada didesa.
Eon Seob
masuk ke dalam toko, Hye Won berkomentar kalau Eon Seob adalah tamu pertama
hari ini. Eon Seob tersenyum mengau terkadang, ada hari-hari saat tak ada yang
datang. Hye Won mengejek dengan kata "Kadang"
“Sebenarnya
hampir setiap hari.... Kerja bagus. Kau boleh pulang.” Kata Eon Seob. Hye Won
pun akan pamit pulang.
“Hei, mau
kemana? Jangan pergi.. Kita baru saja mulai. Aku membawa ini.” Ucap Jang Woo
datang membawa bir tapi menjatuhkan semuanya.
“Astaga,
aku merasa hal seperti ini hanya terjadi padaku.” Keluh Jang Woo. Hye Won dan
Eon Seob akhirnya membantu mengambilnya.
Jang Woo mulai
menarik nafas panjang dan membuangnya, seperti ingin merelaxkan tubuhnya. Ia
lalu mengaku Perutnya mual setiap kali membicarakan hal in dan ibunya menjadi
gila. Ia menceritakan ibunya karena ingin cucu secepatnya, maka menekannya untuk menikah padahal harus berkencan dulu.
“Maksudku,
siapa yang akan menikah pada usia 30 jaman sekarang? Dan aku masih berusia
20-an. Aku baru berusia 27 tahun.” Ucap Jang Woo
“Ji Yeon
memberitahuku bahwa orang-orang di sini cenderung menikah muda.” Kata Hye Won
“Ya,
benar. Dan itu masalahnya. Aku ingin tahu siapa yang memulai tren laknat itu.
Siapa? Ibumu? Apa ibumu?” keluh Jang Woo pada Eon Seob.
“Bukan,
ibuku ingin aku menikah selambat mungkin.” Kata Eon Seob bangga.
“Baik. Ibu
Eun Seop sangat mencintainya. Dia selalu memanggilnya, "Anakku
sayang." Astaga, pecundang sekali. Apa kau akan mengisap cumi itu
sepanjang malam? Ini kaleng keempatku.” Keluh Jang Woo.
“Baik,
aku akan meminumnya.” Kata Eon Seob mulai minum sebelum dicekoki temanya. Jang
Woo pun memujinya.
“Hye
Won.. Siapa yang paling membuatmu gelisah di sekolah? Sedangkan aku, orang ini.
Bagaimana aku harus mengatakannya? Dia selalu tampak menyendiri dan acuh. Orang-orang
seperti itu paling membuatku jengkel, dan memang begitulah dia.” Keluh Jang Woo
“Kau Tahu
sendiri, aku harus belajar dan bekerja sangat keras untuk membuat orang tuaku
bahagia. Kalian mungkin berpikir bahwa nilai bagusku dan semua pencapaianku
dicapai dengan mudah, tapi aku belajar sepanjang malam dan melakukan segala
upaya untuk menyenangkan semua orang di sekolah.” Kata Jang Woo
“Dan
semua kerja keras itu menjadikanmu 1 dari 3 teratas.” Kata Hye Won.
Jang Woo
membenarkanya kalau semua kerja kerasnya terbayar. Eon Seob hanya bisa tertawa
mendengarnya. Jang Woo kesal kalau Eon Seob yang berani menertawainya lalu
memitingnya. Eon Seob lalu mengaku menyesal dan mengaku salah.
“Oh Ya.
Bukankah aku sudah bicara denganmu soal Kim Bo Yeong tempo hari? Dia ingin
berbicara denganmu. Dia bilang ada kesalahpahaman di antara kalian berdua. Dia
ingin melepas kesalahpahaman.” Kata Jang Woo
“Aku
sangat benci kata itu, "kesalahpahaman.". Apa artinya? Jika kau
melakukan sesuatu yang salah, akui saja bahwa kau membuat kesalahan, dan minta
maaf. Tampaknya itu hanya alasan.” Kata Hye Won dingin
“Alasan
untuk apa?” tanya Jang Woo dengan wajah serius. Hye Won mulai menjelaskan.
“Menyiratkan
bahwa kau tak melakukan kesalahan. Artinya, "Aku tak melakukan kesalahan.
Kau salah paham. Karena kemampuan komunikasimu yang tak cukup peka, kau salah
mengerti sikapku." Artinya mereka akan terus menyalahkanmu. Alasan yang
konyol.” Kata Hye Won marah
“Astaga.
Benar, kurasa itu alasan konyol... Dia sangat jujur.” Bisik Jang Woo yang
merubah suasana jadi tegang.
“Aku tak
tahu apa yang dia maksud dengan kesalahpahaman. Aku tak salah mengerti apa pun.
Yang kutahu adalah dia salah dan tak pernah meminta maaf.” Ucap Hye Won
terlihat masih sangat marah.
Jang Woo
mengerti dengan wajah gugup lalu terdengar suara klakson, Ia langsung berdiri
memberitahu kalau Taksinya sudah tiba untuk menyelamatkanku dari situasi
canggung ini. Ia merasa Waktu yang tepat
jadi sangat berterima kasih kepada supir
taksi ini.
“Hae Won,
kau benar-benar menakutkan saat kau marah... Aku pergi.” ucap Jang Woo bergegas
pergi. Hye Won dan Eon Seob bingung.
“Bo Yeong
meminta nomormu, aku memberi nomor Hodu House. Jadi,... Dia mungkin menelpmu...
Sampai jumpa.” Teriak Jang Woo sebelum keluar dari toko. Eon Seob hanya bisa
berteriak memanggilnya.
“Apa ada
lagi yang ingin kau katakan?” tanya Eon Seob gugup hanya ditinggal berdua saja.
Flash Back
Hye Won
sedang duduk sendirian, seoran wanita
mendekatinya lalu menyapa dan memberitahu namanya Kim Bo Yeong. Hye Won pun
membalas memberitahu namanya. Bo Yeong pun membahas Hye Won yang pandai bermain
cello. Hye Won membenarkan.
“Ini
sangat keren.. Aku tak tahu apa-apa soal musik. Bisakah kau tunjukkan padaku
kapan-kapan? Aku belum pernah melihat orang bermain cello.” Kata Bo Yeon. Hye
Won menganguk.
“Di mana
kau tinggal? Aku tinggal di dekat kantor pos di Bukhyeon-ri.”tanya Bo Yeong.
“Aku
tinggal di Rumah Hodu.” Kata Hye Won . Bo Yeong mengaku tahu tempat itu.
“Tempat
itu sangat terkenal. Bukankah ini sanggarloka yang sangat bagus? Dan aku
mendengar bahwa putri pemilik adalah seorang novelis Yang sangat terkenal. Apa
dia kakakmu?” tanya Bo Yeong.
“Bukan,
dia bibiku.” Ucap Hye Won. Bo Yeong melihat kalau Hye Won sangat keren.
“Bibimu
seorang novelis, dan kau pandai memainkan cello. Kau dan aku sangat berbeda.” Komentar
Bo Yeong. Hye Won ingin tahu apanya yang berbeda?
“Kita
sangat berbeda. Keluargaku menjalankan pabrik. Kami membuat kue beras.” Kata Bo
Yeong
“Apa sebuah
pabrik dan sebuah sanggarloka berbeda?” tanya Hye Won bingung. Tapi Bo Yeong
malah melihat Hye Won itu sangat manis.
Pelajaran
olahraga, Guru menyuruh mereka berpasngan melakukan pemanasan. Hye Won hanya bisa
terdiam terlihat kebingungan. Bo Yeong akhirnya mendekat bertanya apakah ingin
berpasangan denganya. Hye Won membuang sampah melihat hujan turun sangat deras.
“Hujan
sangat deras, 'kan? Kau bisa pakai ini. Aku dekat, jadi bisa berlari pulang.” Ucap
Bo Yeong memberikan payung dan berlari dengan menutupi mengunakan tas.
“Sampai
jumpa besok, Hae Won!” teriak Bo Yeong. Hye Won bingung memanggil Hye Won.
Setelah itu
mereka pun terlihat selalu menghabiskan waktu bersama disekolah dan terlihat
sangat dekat. Hye Won
membersihkan lab, lalu tak sengaja menjatuhkan sesuatu. Ketika sedang
berjongkok, tiga orang temanya masuk karena berpikir tak ada orang. Mereka
membahas Mok Hye Won yang Orang yang pandai bermain cello.
“Kau tahu,
kenapa dia tinggal bersama bibinya? Aku dengar bahwa dia tinggal bersama nenek
dan bibinya.” Ucap Si anak pertama.
“Di Rumah
Hodu, 'kan?” kata anak kedua. Anak pertama pikir mereka tadi melihat Hye Won
duduk
“Bukankah
aneh kalau dia tak tinggal bersama ibunya?” kata Anak pertama. Anak kedua yakin
ada alasannya.Anak pertama tiba-tiba kebingungan mencari ponselnya.
“Apa kau
tak ingin tahu alasannya?” ucap anak pertama. Keduanya pikir temanya tahu
sesuatu dan ingin tahu.
“Mok Hae
Won... Ibunya adalah seorang pembunuh.” Ucap teman yang pertama. Hye Won yan
mendengarnya hanya bisa terdiam.
“Lebih
buruk lagi, dia membunuh suaminya sendiri.” Kata teman pertama. Semua atak percaya
kalau itu ayah Hae Won.
“Ya. Itu
sebabnya dia ada di sini. Ibunya ada di penjara.” Ucap Teman yang pertama. Semu
“Tidak
mungkin. Itu sangat menyeramkan. Apa kau mengada-ada? Siapa yang memberitahumu
itu?” kata temanya tak percaya.
“Kau pikir
siapa lagi? Kim Bo Yeong.” Kata Anak pertama. Keduanya kaget. Hye Won hanya
bisa terdiam terlihat sangat shock.
“Pantas
saja. Selalu ada kegelapan di sekitar Hae Won. Sekarang semuanya masuk akal.” Komentar
Teman yang kedua
“Bukankah
Bo Yeong dan Hae Won dekat? Benar, yang artinya itu pasti benar.”kata temanya.
Hye Won
mencoba berdiri tapi tanganya lemah malah menyentuh tabung di bekukan, dan tak
sengaja menjatuhanya. Ketiganya ketakutan akhirnya bergegas keluar ruangan
karena berpikir hantu. Hye Won keluar dari sekolah kebingungan akhirnya pergi
ke kolam renang yang kosong dan hanya bisa menangis.
“Itulah
kenapa kesalahpahaman... hanyalah omong kosong. Aku... Eun Seop, apa kau tidur?”
ucap Hye Won tersadar melihat Eon Seob hanya menopang dagu.
“Kau
mabuk sesudah dua kaleng bir. Kau benar-benar tak pandai minum alkohol... Aku
pergi.” ucap HyeWon
“Tunggu,
aku tak mabuk.”kata Eon Seob terbangun tapi Hye Won memastikan dan tahu kalau Eon Seob jelas
mabuk.
“Aku benar-benar
tak bisa minum banyak.”akui Eun Seob. Hye Won mengejek kalau Eon Seob bahkan
lebih buruk darinya.
Ia lalu
melihat hujan yang cukup deras, lalu pamit pergi akan pulang sekarang. Eon Seob
yang mabuk tiba-tiba memanggil Irene. Hye Won terlihat bingung. Eob Seob mengaku pada Irene sangat senang ada
di sini. Hye Won terdiam mendengarnya.
Ditelp
rumah Hye Won terus berdering tapi tak ada yang datang. Pagi hari Hye Won
terbangun dan wajahnya terlihat bahagia dibalik selimut dengan hujan yang masih
turun. Akhirnya Hye Won menuruni tangga lalu memastikan wajahnya dicermin.
Tapi Hye
Won berlari ke lantai atas, Bibi Sim melihat keponakanya bingung. Hye Won mulai
berdandan mengunakan bedak dan lipstik, lalu berlari menuruni tangga bertanya
pada bibinya apakah punya pensil alis. Bibi Sim heran kemana mau pagi-pagi
sekali. Hye Won mengaku Bekerja paruh
waktu.
Di toko
buku, Eon Seob membuat kopi dengan sangat santai, lalu keluar dari toko untuk
meminumnya. Hye Won datang menyapa Eon
Seob Selamat pagi dengan senyuman bahagia. Eon Seob melihat Hye Won datang
lebih awal. Hye Won mengaku bangun pagi-pagi.
“Apa kau
mau kopi?” tanya Eon Seob. Hye Won menganguk.
Eon Seob pun memberikan cangkir kopinya. Hye Won pun mengucapkan Terima
kasih.
“Kau
benar-benar tak bisa minum, ya?” komentar Hye Won. Eon Seob membenarkan.
“Kau
langsung tertidur sesudah beberapa teguk.” Komentar Hye Won. Eon Seob mengaku ingat semua sebelum tertidur, tapi tak bisa mengingat
setelahnya.
“Kau
kedinginan... Bukankah katamu kau mengidap insomnia?” ejek Hye Won. Hye Won
pikir harus terus minum.
“Omong-omong,
kau bilang sesuatu yang lain. "Aku sangat senang kau ada di sini,
Irene." Kata Hye Won. Eon Seob kaget mendengarnya.
Kau
bilang, "Aku sangat senang kau ada di sini." Kata Hye Won
mengulanginya. Eon Seob tak percaya kalau mengatakan hal itu.
“Ya,
benar... Kau memanggil namanya dengan penuh kasih sayang.” Ucap Hye Won
terlihat sangat senang, tapi tiba-tiba suasana berubah.
“Bagaimana
kabarmu, Hae Won? Senang melihatmu... Aku Bo Yeong... Sudah lama sekali.” sapan
Bo Yeong datang.
Hye Won
terdiam seperti masih sangat marah, Eon Seob hanya bisa diam saja ditengah-tengah
keduanya.
TOKO BUKU GOOD NIGHT, BLOG PRIBADI
[Irene
meminjam buku "Angin yang Menghembus Pohon Willow"" Aku harap
dia menikmati buku itu, tapi jika tidak, biarlah. Versi favoritku dari buku itu
memiliki ilustrasi Patrick Benson.]
[Tapi aku
tak seharusnya mengatakan ini dengan keras di sekitar buku. Karena buku dan
ilustrasi memiliki telinga juga. Malam semakin pekat, dan aku sudah berbicara
terlalu banyak. Karena malam hari adalah waktu yang tepat untuk berbicara.]
Bersambung ke episode 3
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar