[Episode 12 - Jika Impian Menghilang Saat
Dewasa, Maka Aku...]
Dong Man
menunggu ayahnya di halte dan langsung membawakan barang bawaan saat ayahnya
turun. Tuan Ko mengeluh Dong Man yang harus menjemputnya dan apakah ia tidak
bekerja. Dong Man mengaku sedang
istirahat.
“Apa Dengan
berpakaian begitu?” ejek Tuan Ko. Dong Man membenarkan dan melihat ayahnya
pergi lebih dulu, lalu memanggil ayahnya agar menunggunya karena bukan orang
asing.
Dong Man
mengeluarkan semua kotak makan yang dibawakan oleh ibunya, Ayahnya berkeliling
rumah lalu mengeluh anaknya hanya tahu minum miras lalu menyuruh membuang
barang –barang rongkos yang masih disimpan. Dong Man bertanya apakah tidak akan
bekerja menurutnya Ini perjalanan bisnis. Tuan Ko mengejek anaknya yang tak
berkerja.
“Kenapa
kau memakai celana olahraga seharian? Kau tidak bekerja, Kau di rumah saja, kan?”
ejek Tuan Ko. Dong Man berusaha menyakinkan kalau bekerja.
“Apa
pekerjaanmu hingga memakai celana olahraga? Kenapa kau ada di rumah saat tengah
hari?” ejek Tuan Ko
“Aku
datang untuk menjemput Ayah. Karena kau belum pernah datang jadi pasti tidak tahu
lokasinya.” Jelas Dong Man
Tuan Ko
bertanya apakah Dong Man tidak akan menikah. Dong Man mengeluh karena ayahnya
kembali Mulai lagi. Tuan Ko pikir kalau Dong Man ingin menikah dan memberi
makan keluarganya maka akan melakukan berbagai macam pekerjaan, sementar Usia
Dong Man semakin bertambah bahkan Berpikir
atau berencana pun tidak.
“Ayah,
aku tidak akan menikah. Jadi, jangan pikirkan yang tidak penting.” Tegas Dong
Man. Tuan Ko heran kenapa Dong Man tidak menikah
“Aku tidak
punya rumah atau pekerjaan. Siapa yang mau menikahi pria yang tidak bijak? Tidak
ada orang yang memulai dengan rumah besar.” Tegas Dong Man menahan amarahnya
“Di zaman
ayah dulu, saat pemalas sepertimu, mengeluhkan hidupnya, aku menjadi kuli
bangunan dan menata batu bata.” Ejek Ayahnya.
“Ayah
pasti begitu sungguh-sungguh dan tidak malas, tapi kau tidak pernah membayar
biaya pendidikan atau sewa kamarku. Jangan suruh aku hidup seperti Ayah Tapi,
tetap saja, ayah tidak punya uang dan masih membesarkan anak-anak dengan
segenap tenaga. Haruskah aku hidup seperti itu dan punya anak sepertiku? Aku
ragu.”.” Tegas Dong Man dengan nada tinggi.
“Ternyata Anakku bisa membenciku karena miskin.
Kata siapa kau miskin?.” Ucap Tuan Ko dengan nada tinggi pula.
Joo Man
pulang ke rumah dan melihat kotak bertuliskan
"Dari Baek Sul Hee" dan isinya Ekstrak akar bunga lonceng
organik" Ia pun hanya bisa menangis sedih karena malah membuat Sul Hee
kecewa. Lalu bel rumah berbunyi, Sul Hee sudah ada didepan rumah. Joo Man
langsung memeluk Sul Hee.
“Sul Hee,
maafkan aku.” Ucap Joo Man. Sul Hee dengan tatapan dingin meminta agar Joo Man
mengemasi barang-barangnya.
“Sul Hee,
aku membuat kesalahan tempo hari. Itu hanya kesalahan.” Kata Joo Man
menyakinkan.
“Itu
bukan kesalahan dan bukan hanya satu hari. Kau mengubah ponselmu ke mode getar setiap
malam. Setiap dia mengirim SMS dan ponselmu menyala, dan aku merasa sangat ketakutan. Aku tahu kau
akan menemuinya, tapi aku masih membiarkanmu. Jadi Kamu pikir bagaimana
perasaanku?” ucap Sul Hee.
“Dia
kecelakaan dan setelah itu, dia mabuk.” Jelas Joo Man
“Kau memikirkannya
dan tidak bisa mengabaikannya. Joo Man... Kau.. melepaskan tanganku.” Ucap Sul
Hee.
Joo Man
memohon agar Sul Hee tak melakukana. Sul Hee merasa Joo Man berpikir dirinya
akan selalu ada meskipun melepaskan tangannya sejenak, tapi sekarang enggan
melakukan itu lagi. Ia megira kalau keadaan ini
akan berlalu bagaikan angin Tapi angin tetaplah angin.
“Ini
tentang ya atau tidak, Bukan tentang sebesar apa masalahnya. Aku memang bodoh.”
Ungkap Sul Hee.
“Kenapa
kau melakukan ini? Tidak biasanya kau seperti ini. Kenapa kau sangat tegas? Kau
seperti ini karena marah. ” ungkap Joo Man menahan tangisnya.
“Selama
enam tahun berpacaran, aku tidak pernah meminta kita putus saat marah. Kuperlakukan
dirimu sebaik mungkin, jadi, aku tidak punya penyesalan. Kau akan menyesalinya.
Letakkan barang-barangku di luar.” Kata Sul Hee lalu berjalan pergi. Joo Man
hanya bisa menangis tersedu-sedu karena
sikapnya membuat Sul Hee meninggalkanya.
Sul Hee
sedang mencuci piring, tiba-tiba lampu ruangan mati. Ae Ra datang dengan
membawa sebuah kue dan lilin. Sul Hee binggung apa maksudnya. Ae Ra mengucapkan
selamat karena Ini hari pertama kebebasan temanya dan menyuruh agar meniup
lilin. Sul Hee hanya menatapnya.
“Tiuplah
dan lupakan semuanya.” Kata Ae Ra. Sul Hee malah menangis tersedu-sedu.
“Jangan
lakukan hal seperti ini. Aku.. tidak sanggup meniupnya. Seharusnya kau tidak
melakukan ini.” Ucap Sul Hee.
“Sul
Hee... Joo Man... Dia... Teganya dia melakukan ini padamu?
“ kata Ae Ra kesal sendiri.
“ kata Ae Ra kesal sendiri.
“Dia
menangis.... Dia mulai menangis.” Ucap
Sul Hee terbata-bata sambil menangis.
Dong Man
dan Joo Man minum bersama di kamar. Dong Man pun ingin tahu alasan Joo Man
melakukan itu, padahal tahu kalau temanya itu tidak mudah goyah, bahkan begitu
mencintai Sul Hee. Joo Man ingin
menuangkan Soju. Dong Man mengambil botol dan akan menuangkanya.
“Kenapa
kau membuat Sul Hee menangis?” ucap Dong Man. Joo Man tak banyak bicara memilih
untuk kembali minum menghilangkan rasa frustasinya.
“Memohonlah
kepadanya.” Kata Dong Man pada temanya.
Dong Man
menerima telp ibunya di luar rumah, lalu kaget menyebut angka 1.200 dolar dan mengetahui Ayah menghabiskan
1.200 dolar di bar. Ibunya membenar bahkan suaminya juga tidak menjawab
ponselnya dan membuatnya penasaran apa yang terjadi, karena tahu suaminya tidak
pernah minum alkohol semahal itu.
“Apa ada
yang mencuri dompetnya?” pikir Dong Man
“Ibu, apa
nama barnya di SMS? Bisa kirimkan kepadaku?” kata Dong Man pada ibunya. Ibu pun
akan mengirimkan pada anaknya.
Dong Man
masuk ke dalam bar dan terlihat ayahnya sedang berbicara dengan seseorang. Pria
itu berkata pada Tuan Ko kalau harus sadar. Tuan Ko merasa atasanya itu terlalu
mabuk jadi membayar dengan kartunya. Si atasan mengatakan agar memasukan pada ke
pengeluaran. Dong Man terus mendengar perkataan ayahnya.
“Pak Ko.
Tahukah kau kenapa aku memecat semua pemuda dan membawamu masuk? Kau sudah 30
tahun bekerja di bidang ini, Maka kau harus memanfaatkan koneksimu. Tapi Harga dirimu
masih terlalu tinggi. Kau sangat terpisah dari segala-galanya.” Ucap Atasanya.
Tuan Ko hanya diam saja.
“Pak Ko
Hyung Shik. Apa Kau tidak menjawabku?” kata Atasanya. Tuan Ko mengangguk
mengerti danAkan memperbaiki.
Dong Man
seperti mengingat saat terpaksa berkerja yang tak disukainya, lalu ditekan oleh
atasan menyuruh berhenti dan tak memaksanya untuk tetap bertahan. Dong Man pun
menuruti perkataan manager berjanji tak akan mengulanginya.
“Katamu
kau harus menikahkan putramu, jadi Sadar dirilah. Paham?” ucap Atasanya. Dong
Man hanya bisa menahan tangis melihat ayahnya.
Dong Man
menatap ayahnya yang berjalan didepan dengan membawa kantung plastik, wajah
sedihnya terlihat.
“Ayahku
tidak pernah berjalan beriringan dengan keluarganya.” Gumam Dong Man
Flash Back
Tuan Ko
bergegas berjalan lebih dulu, Ibu Dong Man membawa anaknya meminta agar
menunggunya, terlihat berjalan dibelakang. Tuan Ko mengatakan kalau mereka
harus bergegas agar dapat kursi, lalu saat naik bus buru-buru duduk disatu
tempat duduk dan istrinya pun naik, Ia langsung memberikan tempat duduk pada
Dong Man yang masih kecil karena mabuk darat.
Ayah Dong
Man mengendong anaknya berlari sampai didepan Klinik, mengedor pintu agar
membuka pintu karena Anakknya demam dan bisa meninggal.
Dong Man
memanggil ayahnya, lalu memperlihatkan kantung belanja dan mengajak minum
dengan putranya. Mereka sampai didepan rumah, Tuan Ko binggung kemana akan
dibawa semua makanan itu. Dong Man meminta agar sang ayah mempercayakan dan
ikut denganya.
Tuan Ko
binggung dibawa ke lantai atas dan masuk ke dalam lemari pakaian, lalu terlihat
sesuatu di jatuh. Dong Man pun mengajak ayahnya pergi ke Bar Namil.
Tuan Ko
pikir mereka bukan anjing jadi Kenapa minum-minum di luar. Dong Man menyuruh
ayahnya duduk saja karena Tidak ada
tempat lain yang seperti di atap rumahnya di Seoul. Tuan Ko tak percaya melihat
anaknya yang bisa memasak telur goreng. Dong Man dengan bangga kalau pasti bisa
dan sudah tinggal sendiri selama 10
tahun lalu menyuapi ayahnya kuning telur.
“Apa kau
baru saja minum-minum di tempat lain?” ejek Tuan Ko melihat sikap anaknya.
“Jangan
merusak suasana, Coba saja.” Keluh Dong Man. Tuan Ko pun menerima suapan dari
anaknya dan meminta Jangan menyuapinya karenajuga punya tangan.
“Ayah.
Apa impianmu ?” tanya Dong Man, Tuan Ko merasa pertanyaan itu hanya omong
kosong dan merasa tidak pernah mendengar itu.
“Aku
yakin pasti Ayah sempat memiliki impian.” Pikir Dong Man, Tuan Ko merasa Tidak
juga.
“Ayah
punya, aku tahu. Jadi Apa itu? Katakan. Apa impian Ayah?” kata Dong Man
“Aku
ingin jadi Pilot... Ada film berjudul "The Red Scarf". Seharusnya aku
tidak menontonnya, aku sangat menderita karena itu. Dahulu ayah begitu ingin
menjadi pilot.” Cerita Tuan Ko. Dong Man memuji kalau itu Keren sekali.
“Seharusnya
Ayah mencobanya. Kenapa tidak mengejarnya?” tanya Dong Man
“Kami
tidak mampu membayar pendidikan di Akademi Angkatan Udara. Tapi kini, kalianlah
impian ayah.” Kata Tuan Ko.
“Ayah...
Kukira.. Kau hanya seorang ayah. Kini setelah aku tahu Ayah punya impian,
rasanya agak aneh. Entah kenapa aku merasa bersalah.” Kata Dong Man. Tuan Ko
tak suka anaknya tiba-tiba bicara omong kosong menyuruh agar mengisi gelasnya
yang kosong saja.
“Aku membanting
tulang untuk membesarkanmu, kini akhirnya kau menuangkan minuman untukku. Kau
sama saja seperti ayah. Kau juga sangat kaku.” Ejek Tuan Ko
“Ayah...
Tunggu saja... Aku tidak bisa membantu Ayah menjadi pilot, tapi akan kuajak
Ayah naik pesawat kelas satu kelak. Kursinya paling dekat dengan kokpit.” Ucap
Dong Man yakin.
Tuan Ko
mengejek anaknya gila, saat itu Ae Ra
datang menyapa Tuan Ko. Tuan Ko membalas dengan senyuman karena berpikir tidak
bisa bertemu dengannya. Dong Man mengeluh pada ayahnya yang tak bisa tersenyum
seperti itu padanya.
“Apa Ayah
lebih suka Ae Ra daripada putra ayah?” keluh Dong Man kesal
“Dua pria
membosankan minum bersama tidaklah seru. Aku harus bergabung untuk memeriahkan
suasana.” Kata Ae Ra
“Sebenarnya,
dia bahkan menyendokkan kuning telur untukku.” Bisik Tuan Ko. Ae Ra tak percaya
mendengarnya.
“Omong-omong,
Apa kalian berdua sudah melakukannya?” ucap Tuan Ko, Keduanya panik
mendengarnya, Dong Man pun bertanya melakukan apa maksudnya.
“Aku menyuruh
kalian berdua dan Sul Hee untuk mulai menabung. Siapa yang butuh bank? Itu cara
terbaik untuk menabung.” Ucap Tuan Ko. Dong Man seperti bisa bernafas lega akan
mulai Menabung...
"Gelanggang
Hwang Jang Ho"
Tuan Ko
bertanya apakah gedung ini, Dong Man mengaku melakukan sesuatu di sini. Tuan Ko
membaca namanya dan itu adalah Jang Ho adalah pria itu. Pelatih Hwang datang
menyapa Tuan Ko memberitahu kalau ia yang
membujuknya untuk melakukannya dan bukan salah Dong Man. Tuan Ko agak binggung.
Mereka
pun masuk ke dalam ruangan, foto Dong Man sudah dipajang pada dinding. Pelatih
Hwang menawarkan cemilan, dan menawarkan kalau bisa menonton beberapa videonya
serta pasti terkejut. Tuan Ko pikir akan segera pergi saja.
“ Jadi Kau
selalu mengenakan baju olahraga karena selalu kemari.” Kata Tuan Ko keluar dari
gedung.
“Ayah,
mungkin kini aku belum menghasilkan uang, tapi jika Ayah yakin padaku...”ucap Dong
Man.
“Dong
Man... Aku tidak hidup seperti ini. Aku bekerja pagi-pagi sekali dan pulang
larut malam. Aku bekerja dan tidur. Hanya itu yang aku lakukan.” Kata Tuan Ko
“Aku tahu
selama ini Ayah bekerja keras. Ayah pasti tidak suka karena cara hidupku tidak
sama dengan Ayah” kata Dong Man
“Tapi...
Jangan hidup seperti ayah.” Kata Tuan Ko, Dong Man melonggo mendengarnya.
Keduanya
duduk ditaman. Tuan Ko mengaku kalau sudah memikirkannya, kalau Dong Man ingin
hidup seperti dirinya maka tidak akan menyukainya. Ia mengaku kalau sudah
terlambat untuk menjadi pilot, tapi Dong Man cukup muda untuk mencoba sesuatu
satu kali.
“Jadi... Hiduplah
sesuai keinginanmu.” Ungkap Tuan Ko, Dong Man tak percaya mendengar ucapan
ayahnya.
“Benarkah
aku bisa hidup sesuai keinginanku, Meski Ayah terus menghela napas? “ ucap Dong
Man mendengar ayahnya menghela nafas.
“Itu
karena aku ini menyedihkan. Kau tidak bisa melakukan hal yang selama ini ingin
kau lakukan dan itu membuatku sedih” ungkap Tuan Ko.
“Kenapa
Ayah bersedih? Aku selalu bersenang-senang Ayah tahu sifatku.” Ucap Dong Man
“Karena
bisnis ayahmu gagal, maka kau menyia-nyiakan masa mudamu yang berharga. Kau
mengurus Dong Hee. Ayah merasa kau menanggung semua beban dan merelakan hidupmu
sendiri. Saat ayah melihatmu, perasaan ayah...” ucap Tuan Ko mencoba menahan
tangisnya. Dong Man yang mendengarnya meminat ayahnya agar Berhentilah bersikap konyol.
“Tapi
melihatmu melakukan ini, aku seakan bisa bernapas lagi. Ayah begitu bersemangat
hingga jantung ayah berdebar.” Ungkap Tuan Ko tak bisa menahan tangisnya.
“Aku
tidak merelakan impianku karena Ayah. Jangan Ayah bahas lagi soal itu.” Tegas
Dong Man
“Dong
Man... Keluargamu tidak miskin... Ayahmu akan menghasilkan uang untuk 20 tahun
ke depan. Ayahmu akan mendukungmu. Jadi, terbanglah yang tinggi.” Kata Tuan Ko
yang mempercayai anaknya.
“Biarkan
aku terbang dengan tiket kelas satu berkat putra ayah. Lagi pula, kau tidak bisa
menyelamatkan masa mudamu. Bertarunglah. Terimalah tantangan. Meski kondisimu hancur,
hiduplah sesuai keinginanmu, paham?” pesan Ayahnya. Dong Man mengangguk sambil
menangis.
Sul Hee
kembali berbicara dengan pelanggan di telp, dalam hati bergumam “Pada Karakter dalam
drama TV, perasan sakit setelah putus hubungan maka berbaring di kamar
seharian. Kalau aku, kemarin aku putus, walaupun Di luar panas, Tetaplah di
tempat sejuk. tapi hari ini aku tersenyum.”
“Semoga
harimu luar biasa dan membahagiakan.” Ucap Sul Hee dengan ramah, si Pelanggan
menyuruh Sul Hee juga.
“Aku
berharap kau juga akan bahagia.” Ucap Si pelanggan. Sul Hee terdiam lalu air
matanya mengalir dan saat itu Ye Jin sudah berdiri didekatnya.
Keduanya duduk dicafe dengan Sul Hee hanya meminum air putih, Ye Jin mengatakan sungguh minta maaf dan
mengaku kalau perasaannya tulus pad Dong Man serta sangat ingin berkencan
dengannya. Ia merasa sangat menyesal dan merasa bersalah.
“Lakukan
saja sesukamu...Aku dan Joo Man belum menikah. Dia bisa mengencanimu setelah
putus denganku dan Kau Tidak perlu memberitahuku.” Ucap Sul Hee seolah tak
peduli
“Tetap
saja, aku sangat menyesal.” Kata Ye Jin merasa tak enak. Sul Hee lansung
menyiram wajah Ye Jin dengan segelas air.
“Tapi Ye
Jin... Aku boleh menyirammu dengan air, kan? Tidak masalah jika kau tidak tahu,
tapi kali ini kau sudah tahu. Jadi, itu menjadikanmu jahat. Dan Tetap saja...
Semoga suatu hari, kau akan berada di posisiku. Semoga air mata mengalir dari
mata yang mengaku tidak tahu apa-apa dan polos.” Ucap Sul Hee.
“Meski kau
marah, bagaimana bisa kau berkata begitu kejam?” keluh Ye Jin marah
“Apa Kau
tahu, Joo Man sangat menyukaiku. Itu bukan kegembiraan samar yang kini dia rasakan
kepadamu. Dia sangat menyukaiku dan tergila-gila kepadaku. Momen-momen saat aku
belum dewasa dan manis sepertimu... Momen-momen penuh gairah itu... Joo Man
mengingat semuanya. Jika kau benar-benar berkencan dengannya, aku sungguh
berharap momen-momen itu akan selalu menghantuimu.” Ungkap Sul Hee yang
mengingat semua kenangan saat pertama kali berciuman, dan di dalam ruang rapat
dan mengodanya setelah menerima hadiah. Setelah itu Sul Hee pun meninggalkan
cafe.
Tuan Ko
sudah menunggu di halte mengeluh Dong Man yang menyuruh agar menunggu tapi
belum datang. Dong Man berlari membawa
kantung dan memberikan pada ayahnya meminta agar menelp saat tiba di rumah dan Sesekali
bicara. Tuan Ko mengangguk dan buru-buru masuk lalu duduk. Dong Man ingin
melambaikan tangan tapi Tuan Ko tak menatapnya, Ia pun hanya mengeluh Tuan
Ko yan tidak mau menoleh bahkan sekali
pun.
Tuan Ko
sempat melonggo melihat anaknya yang sudah pergi, lalu melihat isi bungkusan,
ada sebuah amplop dan berisi uang. seperti menahan rasa sedihnya, lalu melihat
isi amplop lembaran uang 50ribu won. Lalu mengejak anaknya yang begitu payah
dan bertanya-tanya Sifat siapa yang diwarisi.
Dong Man
pulang kerumah dan melihat seperti ayahnya yang membersihkan rumah ini dan
kapan melakukanya. Lalu melihat uang 50ribu won diatas baju yang sudah dilipat
dan bertuliskan pesan “Belilah kursi baru.” Dong Man sambil menangis haru
mengejek ayahnya yang begitu payah.
Ia
mengingat kembali Pesan ayahnya “Bertarunglah. Terimalah tantangan. Meski kondisimu kacau, hiduplah
sesuai keinginanmu, paham?”
Dong Man
menemui Pelatih Hwang yang sedang berjualan, Pelatih Hwang heran melihat raut
wajahnya membuatnya sangat takut. Dong
Man menegaskan kalau akan berhenti berpura-pura dewasa dan ingin melakukannya
dengan caranya. Pelatih Hwang tak mengerti maksudnya.
“Apa Kau
tahu, selama 10 tahun terakhir, setiap hari aku memikirkan soal insiden 3
November 2007. Saat melihat Tak Su si Berengsek itu berhasil, maka aku
menyesalinya dan menahan kemarahan. Setiap hari aku menggila di sini. Jadi,
jangan menyuruhku untuk menunggu lagi atau menempuh jalan panjang.” Kata Dong
Man
“Hei, katamu
kau tahu alasan dia melakukan itu.” Ucap Pelatih Hwang menyadarkanya.
“Pelatih.
Mungkin aku tidak bisa memukul Doo Ho saat aku terluka, tapi akan kubunuh Tak
Su meski pergelangan kakiku terkilir. Mungkin aku menyerah saat berlatih
tanding melawanmu tapi aku akan bertarung sampai mati saat melawan Tak Su.
Jadi, tolong biarkan aku terbebas dari insiden 10 tahun yang lalu. Tolong
biarkan aku melakukannya.” Kata Dong Man yakin.
“Sebaiknya
kau melakukannya dengan benar... Kalahkan Tak Su dengan benar.”pesan Pelatih
Hwang.
Dong Man
berteriak memanggil Ae Ra yang menunggunya ditaman, Ae Ra binggung melihat Dong
Man menurutnya wajahnya sangat menakutkan dan terlihat emosi lagi. Dong Man
menegaskan akan melakukannya. Apa pun yang terjadi, akan melawan Tak Su. Ae Ra pikir Dong Man akan
kalah, karena Tak Suk pasti tahu.
“Lalu
kenapa jika aku kalah? Tujuanku bukan mengalahkannya. Akhirnya aku melakukan
hal yang selama ini ingin kulakukan. Aku hanya akan terbang. Orang yang
bersenang-senang tidak bisa dikalahkan. Jika tumbuh dewasa berarti impian akan
pudar, aku tidak mau tumbuh dewasa..” Ucap Dong Man menyakinkan.
“Tidak
perlu berpura-pura menjadi dewasa untuk orang lain Kau tidak bisa selalu
berhasil Karena itu, aku mendatangimu sambil berlari seperti ini..” Ungkap Dong
Man
Ae Ra
bertanya apalagi sekarang, Dong Man mengatakan Agar tidak basa-basi dan mengatakan keinginannya.
Ae Ra ingin tahu mengatakan apa. Dong
Man mengutarakan perasaanya “Aku mencintaimu... Aku sungguh mencintaimu.”
“Seperti
anak yang belum dewasa... Aku mencintaimu... Aku mencintaimu, Ae Ra.” Ungkap Dong
Man tak ingin menahan perasaanya lagi.
“Aku
juga... Aku juga mencintaimu... Dasar berandal yang belum dewasa.” Ejek Ae Ra.
Dong Man mendekat dan langsung memberikan ciuman.
[Epilog]
Sebuah
tutup botol jatuh saat tuan Ko aka masuk ke atap gedung, ternyata Bibi Ganako
baru saja keluar dari rumahnya dan bersembunyi dibalik tirai lalu terlihat
gemetar melihat wajah Tuan Ko dan memanggilnya seperti memiliki sebuah kenangan
dengan ayah Dong Man,
Bersambung ke episode 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar