PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Kamis, 21 Maret 2019

Sinopsis The Light In Your Eyes Episode 12 Part 2

PS : All images credit and content copyright : JBTC

Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 

Hye Ja bertemu dengan senior teman Joon Ha. Senior mengaku  Kemarin, mendengar reporter dari surat kabar lain dibebaskan jadi, bertemu dengannya dan bertanya tentang Joon Ha. Hye Ja ingin tahu apa yang dikatakan tentang suaminya.
“Apa yang dia katakan? Apa Joon Ha baik-baik saja?” tanya Hye Ja penasaran.
“Situasinya tidak terlihat bagus.” Ucap senior. Hye Ja ingin tahu kenapa seperti itu dan Apa yang Joon Ha lakukan?
“Intinya, pemimpin redaksi kami telah mengajukan permintaan, jadi, mari kita tunggu saja. Pemimpin redaksi memohon kepada mereka agar setidaknya membiarkan keluarganya menemuinya. Kau harus mempersiapkan mentalmu sebelum menemuinya.” Ucap Seniornya. 

Hye Ja berjalan ketakutan masuk ke kantor polisi denga spanduk "Membasmi Komunis dan Mata-Mata, Demi Kesadaran Diri dan Integritas" Si Polisi yang terlihat bengis mengantar Hye Ja sampai ke ruang pertemuan. Hye Ja melihat suaminya sudah mengunakan pakaian tawanan bahkan wajahnya babak belur.
“Sayang... Kenapa kemari? Pulanglah.” Ucap Joon Ha. Hye Ja menangis melihat suaminya.
“Kenapa...Kenapa kau harus ada di sini? Kenapa wajahmu? Apa Mereka memukulimu?” kata Hye Ja melirik pada polisi. Si pria hanya menaikan bahunya.
“Pasti ada kesalahpahaman. Aku akan segera dibebaskan, jadi, pulang saja dan tunggu.” Ucap Joon Ha.

“Apa yang suamiku lakukan? Kenapa kalian memukulnya? Apa dia mencuri sesuatu Atau membunuh seseorang? Kenapa kalian memukulnya?” teriak Hye Ja memarahi polisi
“Lihat suamimu dan pergi dengan tenang jika itu tujuanmu datang ke sini.” Kata Si polisi terlihat licik
“Hye Ja..... Hye Ja, aku baik-baik saja.” Kata Joon Ha. Hye Ja tak terima karena suaminya yang tak bersalah tapi ada dipenjara.
“Jangan menangis. Aku akan dibebaskan.” Ucap Joon Ha. Hye Ja menyuruh Joon Ha agar keluar dari sana sekarang.
“Hye Ja, aku akan segera keluar. Jaga Dae Sang sampai aku keluar... Tidak, kita pulang bersama. Ayo melihat Dae Sang bersama.” Ucap Joon Ha menyakinkan.
“Aku tidak akan pergi... Pokoknya, kita harus pulang bersama.” Kata Hye Ja.

Keesokan harinya, Seorang pria masuk ke rumah memberikan surat. Ibu Hye Ja menerimanya lalu membaca dan langsung jatuh pingsan. Hye Ja panik melihat ibunya bertanya apa yang terjadi dan Ibunya memegang surat "Pemberitahuan Kematian"
Akhirnya Hye Ja pergi ke kantor polisi dengan ayahnya. Polisi menjelaskan Joon Ha menunjukkan gejala pneumonia selama investigasi jadi memindahkannya ke rumah sakit dan meminta dirawat tapi malah meninggal. Hye Ja mencoba menahan rasa sedihnya.
“Aku turut berduka cita. Terimalah belasungkawaku.” Ucap Polisi. Ayah Hye Ja tak bisa terima karena terjadi seperti itu pada suaminya sambil menahan anaknya agar tak pingsan.
“Kami juga turut berduka. Ini barang-barang miliknya.” Kata polisi. Hye ja melihat barang-barang suaminya
“Arlojinya tidak ada di sini.” Kata Hye Ja teringat dengan hadiah saat melamar Joon Ha.
Si pria polisi memakai jam tangan Joon Ha hanya diam. Hye ja memberitahu kalau Arloji suaminya hilang dan mengaku pada Ayah, arloji Joon Ha tidak ada. Polisi mengatakan kalau Tidak ada arloji dalam daftar ini.
“Itu tidak mungkin... Dia selalu memakainya... Arlojinya hilang!” ucap Hye Ja histeris. Si polisi pencuri mulai sedikit panik
“Mungkin dicuri sebelum dia dibawa ke stasiun kami. Jangan membuat keributan di sini. Pergi dan ajukan laporan. Beraninya kau membuat keributan di sini.” Teriak si polisi pencuri
“Jelaskan ini.. Apa yang kau lakukan pada Joon Ha?” teriak Hye Ja. Tapi si polisi malah mengeluh dengan yang dilakukan Joon Ha.
“Arloji ini.. Arloji ini... Itu miliknya. Itu arloji suamiku! Kenapa aku harus memakai arloji orang mati? Dasar gila... Kau membunuhnya. Kau memukulinya sampai mati!” teriak Hye Ja mencari jam tangan ditangan si pria.
Tapi si pria menyuruh anak buahnya agar membawa Hye Ja keluar. Hye Ja yang berusaha mengambil jam tangan milik suaminya membuat tangan si pria polisi terluka lalu menjerit histeris karena ingin mengambil jam tangan milik suaminya. Tuan Kim mengajak Hye Ja seger pergi juga.


"Panti Wreda Hyoja"
Tuan Kim menemani ibunya di kamar, seorang perawat datang lalu bertanya Ada yang bisa dibantu. Si perawat mengaku kalau sudah terus memberitahunya bahwa ini tidak diperbolehkan, tapi kakek ini bersikeras lalu bertanya apakah Hye Ja mengenalnya
“Entahlah.. Biarkan dia menemuinya karena dia sudah ada di sini.” Ucap Tuan Kim.

Akhirnya si kakek polisi yang mengambil jam tangan Joon Ha mendekati Hye Ja sambil mengembalikan jam tangan dan meminta maaf sambil menangis. Hye Ja seperti sudah bisa ikhlas mengembalikan jam tangan, tapi Si pria terus menangis.
“Aku selalu berpikir bahwa hidupku dahulu dirusak oleh kemalangan. Aku pikir itu tidak adil, tapi melihat ke belakang sekarang, aku menyadari semua ingatanku, dari saat kami bahagia hingga saat kami bersedih, semua kenangan masa laluku telah membantuku bertahan sampai sekarang.” Gumam Hye Ja. 

Semua sudah menyiapkan makanan untuk peringatan, Foto Joon Ha yang masih mudah ditaru diatas meja. Cucu Hye Ja duduk disamping neneknya lalu berkomentar Setiap melihat foto-fotonya, berpikir kakeknya itu  sangat tampan.
“Kenapa aku tidak mewarisi itu?” keluh Cucu Hye Ja. Hye Ja melihat cucunya itu  juga tampan.
“Berpikir akan kehilangan kenangan itu saja sudah membuatku takut. Yang lebih menakutkan daripada hari kau mati adalah pikiran aku mungkin melupakanmu. Aku tidak akan sanggup melakukannya.”gumam Hye Ja.
“Mungkin kita seharusnya menggunakan foto lain.” Kata Tuan Kim
“Kenapa? Ayah akan selalu muda dan tampan.” Kata Nyonya Lee. Tuan Kim mengucapkan Terima kasih atas semua kerja kerasnya.
“Ayo Beri hormat... Ibu pasti lelah.... Min Su.” Kata Nyonya Lee akhirnya Min Soo dan ayahnya memberikan hormat.
“Apa Nenek mau mengatakan sesuatu kepada Kakek?” kata Min Soo membantu Neneknya berjalan.
“Ibu tidak perlu membungkuk.” Kata Tuan Kim. Hye Ja pun duduk mendekat sambil menatap foto suaminya yang masih muda.
“Waktu berlalu, tapi kau tidak pernah menua. Kau terlihat tampan. Bagaimana kabarmu di sana? Kau tidak pernah mengunjungiku dalam mimpiku. Aku yakin keadaanmu sangat baik. Apa Kau ingat arloji yang sangat kau sukai itu?” ucap Hye Ja
“Aku ingin mendapatkannya kembali, tapi aku menyerah. Apa Kau kecewa? Maafkan aku karena tidak mendapatkannya kembali. Selain itu, maaf aku membiarkanmu pergi sendiri setelah kesepian sepanjang hidupmu. Maaf aku membiarkanmu pergi sendiri setelah kesepian sepanjang hidupmu.” Ucap Hye Ja
Semua hanya bisa diam dan terlihat ikut sedih dengan ucapan Hye Ja yang masih mengingat tentang mending suaminya. 




Hye Ja kembali ke panti makan siang tapi seperti nafsu makanya berkurang. Si nenek yang memakain tongkat berpikir kalau sepertinya sebentar lagi turun salju sambil mengeluh Lututnya sakit.
Tuan Kim berkerja di ruangan, temanya memberitahu kalau  Akan turun salju semalaman jadi mengajak untuk menyapu salju sebelum menumpuk. Tuan Kim menganguk setuju. Temanya ingin tahu keadaan Tuan Kim tapi Tuan Kim tak bisa menjelaskan karena sedih.
“Pastikan saja salju tidak menumpuk... Jika tidak, warga akan mengeluh.” Kata temanya. Tuan Kim menganguk mengerti. 

Flash Back
Dae Sang melihat tangan tangga menuju rumahnya di penuhi salju, lalu jalan menyamping karena kakinya yang pincang. Tetangganya memberitahu kalau   Hari ini licin jadi meminta agar berHati-hati.
Tuan Kim mengingat semua kenangan buruknya saat salju turun karena membuatnya bisa terjatuh dan susah untuk berjalan menuruni tangga. Sat itu telp dari rumah sakit membuatnya panik. 

Tuan Kim bertemu dengan perawat yang panik. Perawat  memberitahu kalau Hye Ja tidak ada di kamarnya dan juga tidak menemukannya dan sebelumnys sedang mengukur suhu tubuhnya tadi. Tuan Kim pikir ibunya mungkin ada diluar.
“Beberapa perawat sedang mencarinya di luar.” Kata Perawat. Tuan Kim menganguk mengerti. 

Tuan Kim mencari diluar panti dan merasa kelelahan mencari ibunya akhirnya duduk ditaman. Tapi Hye Ja terlihat tak jauh sedang menyapu lantai. Tuan Kim  bertanya apa yang dilakukan ibunya lalu memberikan jaket.  Hye Ja melihat anaknya yang datang.
“Aku menyapu salju... Salju turun... Putraku tidak bisa berjalan dengan baik. Dia harus pergi ke sekolah dan jalanannya terlalu licin.” Ucap Hye Ja terus menyapu.
Tuan Kim terlihat kaget karena teringat dengan ibunya yang ketus tak ingin membantunya berdiri bahkan menyuruh untuk bangun sendiri agar bisa menjalani hidup. Dae Sang yang malu tak ingin ikut tidur dan berpura-pura sakit.
“Apa Kau malu? Kalau begitu, hiduplah sendirian seumur hidupmu.” Ucap Hye Ja marah
“Anak Ibu tidak akan tahu.” Ucap Tuan Kim tak percaya. Hye Ja pikir tak masalah selama anaknya tidak terpeleset.
“Kau pasti kedinginan...” kata Hye Ja melihat anaknya memberikan jaket. Tuan Kim menangis memeluk ibunya.
“Ibu bisa berhenti menyapu sekarang.” Ucap Tuan Kim. Hye Ja menolak karena masih turun salju.
“Anak Ibu tidak pernah jatuh. Bahkan pada hari-hari bersalju, dia tidak pernahjatuh, tidak sekali pun.” Ucap Tuan Kim. Hye Ja mengucap syukur. Tuan Kim hanya bisa menangis.
“Kenapa kamu menangis? Tidak. Jangan menangis.” Kata Hye Ja menghapus air mata anaknya.
Perawat datang memberikan selimut untuk Hye Ja agar pasti dekat dan mengajak untuk masuk. Nyonya Lee datang melihat suaminya, Tuan Kim memberitahu Nyonya Lee kalau itu ibunya, Orang yang menyapu salju selama ini. Nyonya Lee mengusap punggung suaminya. Tuan Kim menangis dibahu suaminya.
“Teruskan menangis... Tidak apa-apa menangis... Jangan ditahan, menangislah.” Ucap Nyonya Lee sambil menepuk bahunya. 



Tuan Kim dan Nyonya Lee akhirnya duduk diruangan melihat Hye Ja yang tertidur pulas. Nyonya Lee tak percaya kalau Ini pertama kalinya  Tuan Kim memandangi Ibunya dengan wajah yang hangat. Tuan Kim seperti bisa tersenyum melihat ibunya sekarang.
“Sepanjang hidupku, kakiku yang membatasi hidupnya seperti belenggu dan hidupku kini hilang dari ingatan Ibu. Aku tidak bisa marah padanya lagi.” Kata Tuan Kim. 

Saat itu terjadi suasana genting meminta agar memanggil keluarganya. Perawat bergegas, dan saat itu juga terdengar suara tangisan anak yang memanggil ibunya. Si nenek yang hanya diam saja sudah ditutup kain dan didorong oleh perawat.
Tuan Kim melihat dari kejauhan, Sang anak terus memanggil ibunya. Beberapa kakek dan nenek memberikan hormat sebagai tanda duka cinta.  Sang anak terus menangisi ibunya lalu mengadu pada ayahnya yang hanya diam saja.
“Tidak apa-apa.. Kau sudah banyak menderita selama ini karena ibumu sakit. Kau bisa istirahat sekarang. Ayah senang dia pergi. Dia seharusnya pergi lebih cepat... Ayah senang dia sudah pergi. Sekarang Ayah bisa hidup lebih nyaman” ucap Si kakek
“Apa Kau tahu betapa sulitnya merawat wanita tua itu? Astaga, Ayah muak dan lelah karenanya. Sekarang dia sudah pergi, Ayah bisa melakukan yang Aku mau dan hidup lebih nyaman.” Ucap Kakek seperti ingin menenangkan anaknya.
“Bagaimana dengan Ji Yoon? Apa Kau sudah mengantarnya ke sekolah sebelum ke sini?” tanya si kakek. Si cowo pun menganguk.
Salah satu petugas melihat Ibu Ji Yoon sebagai anak dari pasien yang baru meninggal lalu meminta agar bicara di kantor. Si kakek berjalan ke ruang rawat melepaskan nama "Yoon Hyeon Sook" didepan pintu lalu memegang tempat tidur istrinya dan akhirnya menangis. Tuan Kim melihatnya seperti kasihan. 


Tuan Park dan Hee Won berada di lobby. Hee Won menagku A sering mengalami ini, tapi tidak pernah terbiasa. Tuan Park mengeluh  karena tak mungkin  bisa terbiasa dengan kematian. Hee Won pikir Setiap kali seseorang meninggal, yang lain menjadi sangat tertekan.
“Aku bingung harus berbuat apa. Apa yang harus kita lakukan?” kata Hee Won akhirnya hanya bisa menangis.
“Jangan menangis... Kau laki-laki... Kau mengerikan, tapi kau benar-benar menangis.” Ucap Tuan Park dan dua-duanya sambil menangis. 


Semua kakek dan Nenek menghias pohon natal, semua terlihat bahagia karena sangat cantik sekali. Setelah itu mereka melakukan foto bersama saat natal. Semua terlihat bahagia tanpa terlihat mereka punya sakit.
**
"Salon Happy"
Tuan Kim membawa makanan dan juga sprite lalu merasa bersalah karean sudah berusaha bergegas, tapi sudah dingin. Nyonya Lee mengaku Ini masih renyah dan enak walaupun sudah dingin. Tuan Kim mengaku ingin berhenti dari pekerjaannya sebagai penjaga apartment.
“Bagus... Aku juga takut tidur sendiri di rumah kecil ini setiap dua hari. Kau membuat keputusan yang tepat.” Ucap Nyonya Lee
“Bukan tentang itu... Aku ingin pindah ke pedesaan dengan Ibu. Setelah melihat salah satu orang tua meninggal kemarin, aku terus bertanya-tanya apakah tepat bagi Ibu untuk tetap terbaring di sana sampai saat-saat terakhirnya.” Kata Tuan Kim
“Baiklah... Aku akan memberi tahu makelar bahwa kita akan menjual ruko ini.” Ucap Nyonya Lee
Tuan Kim kaget bertanya apakah istrinay akan ikut. Nyonya Lee menganguk dan berpikr kalau Tuan Kim ingin tak ingin dirinya ingin ikuta karean ingin tahu temanya tinggal nanti. Tuan Kim memastikan kalau istrinya tak masalah karena tidak perlu...
“Astaga, yang benar saja... Apa kau akan terus berusaha memisahkan aku dari kalian berdua? Aku sudah bilang aku takut tidur sendirian.” Ucap Nyonya Lee. Tuan Kim gugup lalu memberikan ayam
“Kau Makan saja. Aku tidak suka sayap ayam.” Ucap Nyonya Lee. Tuan Kim merasa tak enak lalu berpikir anaknya, Min Su yang suka sayap ayam?
“Kau kenapa? Aku terkejut kau ingat itu.” Kata Nyonya Lee. Tuan Kim mengaku selalu ingat.
“Lain kali saat Min Su datang, kalian harus minum bir dan makan ayam goreng.” Ucap Nyonya Lee. Tuan Kim membenarkan lalu kedauanya pergi ke "Kantor Makelar"



Panah di Panti bertuliskan "Jalan Hyoja, Panti Wreda Hyoja, Mata Air Mineral". Hye Ja sedang duduk ditaman, Tuan Kim mendekati ibunya melihat kalau hari ini yang indah, Tuan Kim membenarkan.  Hye Ja bertanya kapan Tuan Lee pindah ke panti. Tuan Kim bingung. Hye Ja ingin tahu sudah berapa lama.
“Bagaimana dengan Ibu? Kapan Ibu pindah ke sini?” ucap Tuan Kim. Hye Ja bingung kapan pindah ke panti dan mencoba mengingatnya.
“Tidak perlu memaksakan diri untuk mengingat.. Kau Ingat saja saat-saat ketika Ibu bahagia.” Ucap Tuan Kim. Hye Ja tersenyum mengingat Saat-saat bahagia.
“Ibu, sejauh ini, kapan saat paling bahagia dalam hidup Ibu?” tanya Tuan Kim ingin tahu
“Aku tidak akan menyebutnya hari istimewa. Kau tahu, hari-hari biasa itu membuatku bahagia. Saat seluruh desa dipenuhi dengan aroma beras sedang ditanak, aku pun mulai menanak nasi di atas kompor.” Cerita Hye Ja. 


“Saat itu, putraku baru belajar berjalan. Aku akan memegang tangannya dan ke halaman depan bersamanya. Lalu kami melihat matahari terbenam dari kejauhan.” Cerita Hye Ja.
Flash Back
Hye Ja mengandeng tangan Dae Sang, saat itu Joon Ha baru saja pulang. Hye Ja bertanya Di mana ayah Dae Sang lalu melihat Joon Ha yang berjalan pulang. Dae Sang akhirnya melihat sosok pria didepanya.
“Dae Sang, siapa itu? Siapa itu? Siapa dia?” kata Hye Ja. Dae Sang berlari pada ayahnya. Keduanya melihat matahari terbenam bersama. Joon Ha mengendong anaknya.
“Matahari terbenam yang indah... Benarkan? Aku tidak pernah bosan dengan pemandangan ini. Menurutku matahari terbenam lebih indah daripada bunga.” Cerita Hye Ja. Tuan Kim membenarkan.
“Itu adalah saat-saat paling membahagiakan... Hari-hari itu.”kata Hye Ja bisa membayangkan dirinya. 


“Ibuku menderita penyakit Alzheimer. Tapi mungkin, dia hanya menghidupkan kembali saat-saat paling bahagia dalam hidupnya.” Gumam Tuan Kim
"Saat itu kelopak bunga mawar jatuh, Hye Ja kaget melihatnya lalu seperti bisa melihat Joon Ha yang masih muda menyapanya dan berjalan mendekat. Mereka akhirnya bertemu ditepi pantai. Hye Ja kembali muda bertemu dengan Joon Ha. Keduanya berpelukan."
“Sekarang, tetaplah bersamaku di sini. Jangan ke mana-mana.” Ucap Joon Ha.
“Adakalanya, hidupku suram oleh kemalangan, tapi ada juga saat-saat bahagia. Orang bilang hidup hanyalah mimpi, tapi aku masih bersyukur atas hidupku.” Gumam Hye Ja.
“Udara dingin dan menusuk saat fajar, angin sejuk tepat sebelum bunga mulai bermekaran, dan aroma senja di udara saat matahari terbenam. Setiap hari sangat indah.”
Musim terus berganti dari panas, hujan, salju dan bunga bermekaran.
“Walaupun kini kau sedang berjuang, semua orang hidup berhak menikmati semua ini setiap hari. Bahkan jika hari-hari yang terasa hambar diikuti oleh hari hambar lainnya, hidup masih layak dijalani.”
Terlihat salon milik Hye Ja yang kosong karena akan pindah ke desa. Semua para wajah para nenek, lalu Hye Ja saat muda dan Hye Ja yang sudah tua, semua tersenyum bahagia.
“Jangan buang waktu sekarang dengan menyesali masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan. Jalani hari ini dengan indah. Kau layak mendapatkannya. Untuk kalian para ibu, saudara perempuan, putri, dan dirimu sendiri.”
THE END



BONUS.. Kim Hye Ja kayanya sayang disayangi dan Sunbaenim yang sangat dihormati... 


2 komentar:

  1. Ini drakor awalnya aku pikir ceritanya fiksi ilmiah bisa menembus waktu gara2 arloji ternyata pas episode 10 kita semua dibuat kaget, pantesan aja kenapa Hye Ja kok ga kembali muda, ternyata Hye Ja memang sudah menjadi nenek2 dan menderita Alzhaemer penyakit yang menyebabkan seseorang kehilangan daya ingat/memory, disini Nenek HJ ingatannya tumpang tidih kemasa lalu dan masa kini ..dan sebenarnya dia tidak bisa menerima kalau suaminya tewas di penjara dan diperlakukan tidak adil oleh kepolisian, dengan salah satunya kehilangan arloji kesayangan keduanya...cerita drama psikologi yang sangat bagus..bener2 sangat terkesan dan tidak terduga

    BalasHapus
  2. Dari episode awal Sampek akhir
    Aku nangis 😂😂
    Recommended banget ini drama..

    BalasHapus