PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Hye Jun
dan Hae Hyo bergaya didepan kamera. Wajah Hye Jun seperti sangat tegang dan tak nyaman. Di dalam hatinya bergumam “Hanya
satu yang bisa bertahan... Bukan. Seperti "Aku harus membunuhmu untuk
bertahan."
“Mari
mulai. Lakukanlah dengan profesional... Tatap lebih intens.” Ucap Fotographer.
Hye Jun terus memperlihatkan aura modelnya walaupun terlihat masih kaku
“Hye-jun,
coba lebih rileks... Lebih alami.” Kata Fotographer. Hae Hyo merasa temanya
yang tegang meminta agar memperbaiki riasan Hye-jun.
“Temanmu
baik... Harusnya ini wawancara tunggal Hae-hyo.” Komentar salah satu wanita.
Hye Jun
yang mendengarnya hanya bisa terdiam dan tak percaya ternyata semua karna Hae
Hyo. Hae Hyo pun tak ingin membahasnya meminta agar segera memulai lagi
pemotretan.
Keduanya
masuk ruang ganti, Hae Hyo memberitahu kalau Ji-hun selesai wajib militer dan
Semua akan berkumpul jadi mengajak Hae Jun untuk ikut. Hye Jun bertanya Pukul berapa.
Saat itu manager datang menyuruh Hye Hyo agar memakai baju pilihanya.
“Apa Tak
boleh pakai ini saja?” ucap Hae Hyo mengeluh. Manager memberitahu kalau Hye Hyoakan
jumpa sutradara.
“Baju itu
terlihat seperti bandit.” Komentar Manager. Hye Jun membela kalau Hae-hyo tak mungkin terlihat seperti bandit.
“Ya,
'kan? Terkadang dia berlebihan... Jadi Apa Hye-jun bisa ikut?” ucap Hae Hyo
mengajak temanya pergi.
“Cepat
pakai baju ini.” Ucap manager seperti tak suka dengan kehadiran Hae Jun. Hye
Jun pun menyuruh Hae Hyo ganti baju dan pamit pergi.
“Nanti
pukul 20.00, ya.” Kata Hae hyo. Hae Jun akhirnya membalikan badanya menegaska
kalau tak bisa pergi.
“Apa Kau
ada janji?” tanya Hae Hyo bingung. Hye Jun menjawab tidak tapi tak ingin pergi.
“Kenapa?”
tanya Hae Hyo. Hye Jun menjawab tak mau memberi tahu. Hae Hyo pun heran dengan
sikap temanya belakangan ini?
“Kenapa
tak mau beri tahu? Sebelumnya kau seperti ini juga.” Ucap Hye Hyo heran.
“Aku tahu
kau berusaha membantuku.” Ucap Hye Jun. Hae Hyo mengejek kalau tahu Hae Jun
seharusnya bersikap baik padanya.
“Tapi… Hari
ini terasa sangat… Aku tak bisa menjelaskannya. Rasanya muncul sesuatu dari
dalam hatiku.” Ungkap Hye Jun dengan nada dingin.
“Benar.
Sudah lama kita tak bertengkar.” Kata Hae Hyo santai. Hye Jun pikir temanya tak
salah.
“Masalahnya
diriku. Aku tak bisa mengendalikannya. Kepercayaan diriku runtuh.” Ucap Hye Jun
“Apa Karena
aku ajak jumpa sutradara? Atau soal pemotretan?” tanya Hae Hyo. Hye Jun
menjawab keduanya dan juga ayahnya
Nyonya
Han sedang menyentrika baju. Nyonya Kim pulang sambil mengeluh kalau ini Tak
menyenangkan karena tak bisa kenai bolanya, tapi harus melakukan demi bisnis.
Nyonya Han hanya bisa bergumam dengan tingkah majikanya.
“Dulu
katanya bermain golf paling menyenangkan.”gumam Nyonya Han tak menanggapi.
“Apa aku
sendirian di sini? Katakan sesuatu!” keluh Nyonya Kim kesal
“Bukankah
kau bilang bermain golf paling menyenangkan?” ucap Nyonya Han terpaksa.
“Memang
menyenangkan, tapi bisa jadi memuakkan jika dilakukan terus. Betapa senang bisa
melakukan hal yang disukai sampai muak.” Keluh Nyonya Kim kesal
“Jika aku
jadi kau, aku akan bersyukur.” Komentar Nyonya Han. Nyonya Kim makin kesal
karena Nyonya Jung berpikir mereka itu sama.
“Karena
Hae-hyo dan Hye-jun berteman, bukan berarti kita juga seperti itu. “ ucap
Nyonya Kim
“Kita
bukan teman. Aku lebih muda darimu. Ini bukan Amerika.” Kata Nyonya Kim yang
tahu tentang sopan santun.
“Meski begitu,
kenapa harus dipertegas? Ikuti aku.” Kata Nyonya Kim malu lalu bergegas pergi.
Nyonya
Kim pergi ke ruang pakaian dan memilih beberapa baju. Nyonya Han yang melihatnya
hanya bergumam majikanya itu selalu seperti ini jadi tak bisa membencinya.
Nyonya Kim memilih satu celana dan berpikir tak bisa dipakai.
“Tak
apa-apa. Bisa dipendekkan.” Ucap Nyonya Han. Nyonya Kim menegaskan kalau tak
membuangnya.
“Ini tak
kupakai karena sudah bosan.” Ucap Nyonya Kim. Nyonya Han mengaku Baju buangan
pun tak masalah.
“Aku
senang kau tak pilih-pilih. Jika aku, tak akan suka.” Kata Nyonya Kim
menyindir.
“Kenapa
harus tak suka? Ini jauh lebih bagus daripada baju yang kubeli.” Kata Nyonya
Han polos
“Karena
itu, aku suka pola pikirmu. Kau pasti resah karena Hye-jun. Jika dia pergi
wajib militer, kariernya akan berakhir.” Ucap Nyonya Kim menyindir.
“Kenapa
tiba-tiba membahas Hye-jun?” keluh Nyonya Han keasl. Nyonya Kim pun heran Hae
Jun yang harus melawan Hae-hyo.
“Akhirnya
dia gagal, dan membuat Hae-hyo merasa tak enak.” Kata Nyonya Kim merasa anaknya
pasti menang.
“Aku tak
mencemaskan Hye-jun. Dia bisa urus dirinya sendiri. Tentu kau harus berkata
seperti itu. Aku mengerti.” Ucap Nyonya Han menahan emosinya.
“Bagaimana
kau bisa mengerti? Situasi kita berbeda. Kemampuan berempatiku sangat tinggi!”
tegas Nyonya Kim dengan nada sinis.
“Terima
kasih atas bajunya.” Kata Nyonya Han bergegas pergi. Nyonya Kim kesal karena
pembantunya itu pikir kalau ia tak begitu
“Padahal
aku memperlakukanmu dengan sangat baik!” ucap Nyonya Kim kesal.
Seorang
wanita mencoba setelan baju penantin sambil mengeluh apa yang bagus. Karena katanya
akan berbeda saat memakai gaun tapi tak ada yang berbeda. Jeong Ha menjawab
kalau Ini bukan riasan pengantin dan mereka sudah membahas lalu menentukannya bersama.
“Kau
meminta untuk terlihat alami dan elegan.” Ucap Jeong Ha. Si wanita mengeluh
Jeong Ha yang terus membantahnya.
“Hari ini
aku akan menikah.” Kata wanita itu makin marah. Jeong Ha pun hanya bisa meminta
maaf dan akan rias ulang daan akan memberkan riasan mata diperjelas.
Jeong Ha
merapihkan peralatan make up dengan wajah sedih, Su Bin mengirimkan pesan. Ia melihat foto-foto Hae Jun saat pemotretan. “Meski tak lihat langsung, semoga foto ini
membuatmu senang.” Ia lalu mengingat
yang dikatakan Hae Jun sebelumnya.
“Kau harus
menang dari Bu Jin-ju. Apa Kau tak merasa ingin menang sesekali? Aku membantumu
seperti ini. Jika kau kalah, kau sungguh bodoh.”ucap Hye Jun
“Aku
memang bodoh.” Kata Jeong Ha menghela nafas.
Nyonya
Lee pergi ke PH film memberikan minuman memberitahu sebagai manajer Sa Hye-jun, Lee Min-jae. Ia pun
menemui sutradara meminta agar bisa menghubunginya saat menggarap film baru dan
Hae Jun akan berakting lebih baik.
“Dia cukup
bagus, tapi kurang populer.” Komentar sutrdara.
Hye Jun
datang menemui Nyonya Lee bertanya Ada apa dan heran Kenapa senang sekali mendatangi
rumahnya. Nyonya Lee mengaku banyak
berpikir setelah pulang dari Milan. Hae Jun bertanya Berpikir apa. Nyonya Lee menegaskan akan jadi
manajernya. Hye Jun tak percaya mendengarnya.
“Kau bisa
Undur sekali lagi. Vakum dua tahun akan berakibat fatal bagimu.” Ucap Nyonya
Lee
“Keputusanku
bulat. “ tegas Hye Jun. Nyonya Lee bertanya Apa Hye Jun tahu alasan tak lulus
audisi
“Awalnya
sutradara memilihmu. Tapi pengikut Hae-hyo lebih banyak. Jadi, Hae-hyo
terpilih. Kau kalah karena popularitas, bukan karena kemampuan.” Tegas Nyonya
Lee
“Popularitas
juga kemampuan.” Komentar Hye Jun. Nyonya Lee meminta agar bisa mempercayai
sekali ini saja.
“Setelah
berusia 40 tahun, akhirnya aku menemukan hal yang aku sukai.” Ucap Nyonya Lee
mencoba menyakinakn. Hye Jun meminta maaf dan akan beranjak pergi. Nyonya Lee
menahanya.
“Hei!
Tidakkah seharusnya kau coba sampai akhir?” ucap Nyonya Lee. Hye Jun tak peduli
pamit pergi berpsan Hati-hati di jalan.
“Hye-jun.
Aku bahkan sudah membuat kartu nama.” Kata Nyonya Lee mencoba terus
menyakinkan.
“Apa "JJamppong
Entertainment"? Sungguh?” kata Hye Jun tak percaya mendengarnya.
“Hidupku
sungguh seperti jjamppong. Tak ada nama lain yang bisa menjelaskanku dengan
baik.” Ucap Nyonya Lee
“Selain
aku, ada siapa lagi?” tanya Hye Jun. Nyonya Lee menjawab Tak ada lagi selain Hye Jun.
“Kau juga
harus menyerah. Pikiranmu hanya terpeleset sesaat.” Ucap Nyonya Lee. Hye Jun
tetap menolaknya. Nyonya Lee meminta Hae Jun agar jangan menyerah.
“Ini
hidupmu. Hiduplah sesuai keputusanmu. Jangan melibatkan aku.” Ucap Hye Jun
akhirnya beranjak pergi.
“Hye-jun...
Kau sedang membuat kesalahan pada hidupmu! Dasar bodoh! Astaga!” teriak Nyonya
Kim kesal
Hye Jun
berjalan ke arah halte bus, saat itu pesan dari Jeong Ha masuk “Kubilang akan
menang, tapi aku kalah. Siapa tahu kau penasaran. Aku sempat ragu, tapi aku
ingin cerita.”
Hye Jun
membalas “Kakekku bilang, terkadang kalah berarti menang. Jadi, kau
menang.” Jeong Ha pun bertanya “Kau
sedang apa?”
Hye Jun
sedang berada di perpustakaan besar sambil melihat buku dalam rak. Jeong Ha
datang menatap Hye Jun yang terlihat sangat tampan dan ada didepanya. Hye Jun
akhirnya melihat kedatangan Jeong Ha langsung menghampirinya. Jeong Ha gugup
karean jarak mereka sangat dekat
“Jangan
terlalu dekat. Bagaimana jika orang lain lihat?” ucap Jeong Ha melangkah
mundur.
“Memangnya
kenapa? Apa Kau memikirkan hal aneh?” ucap Hye Jun. Jeong Ha langsung
menyangkal kalau tak memikirkan hal aneh!
“Itu
bukan kebiasaan bagus. Kenapa jarimu seperti itu? Apa Kau mengecamku?” ucap
Jeong Ha melihat jari telunjuk Hae Jun mengarah padanya.
“Bukan,
tapi menunjuk ke arahmu karena bicara denganmu. Apa Tidak boleh?” ucap Hye Jun.
Jeong Ha menganguk mengaku boleh.
“Apa Kau
sering datang ke sini?” tanya Jeong Ha berjalan bersama. Hae Jun mengaku sering
ke sini saat sedih.
“Apa Kau
sedang sedih?” tanya Jeong Ha. Hye Jun menjawab kalau memang sedang sedih.
Jeong Ha mengaku juga seperti itu.
“Terima
kasih, tak bertanya kenapa aku sedih.” Kata Hye Jun. Jeong Ha malah sengaja
bertanya alasan sedih. Hae Jun hanya tersenyum lalu mengajaknya minum sesuatu.
Jeong Ha
duduk sendirian melihat kedai kopi yang ramai dengan pengunjung. Hye Jun datang
dengan minuman kaleng, Jeong Ha berkomentar Jika dilihat dari luar, semua orang
terlihat bahagia. Hae Jung mengeluh kalau sudah bilang bilang minum di dalam
saja.
“Kubilang
"terlihat bahagia", bukan "benar-benar bahagia". Beli kopi
itu pemborosan. Terlalu mahal.” Ucap Jeong Ha menuangkan kopi yang dibawanya
sendiri.
“Aku yang
traktir. Itu uangku, bukan uangmu.” Ucap Hye Jun. Jeong Ha menegaskan benci
buang uang.
“Kau
nyaman sekali membicarakan masalah uang. Biasanya orang enggan.” Komentar Hye
Jun.
“Uang itu
seperti kotoran. Tak mudah untuk dikatakan, tapi fatal jika bermasalah.” Ucap
Jeong Ha kesal
“Kurasa
perkataanmu barusan berasal dari pengalaman.”komentar Hye Jun.
Flash Back
Jeong Ha
yang berkerja di kantor memeriksa bon lalu mengeluh karena Tuan Kim yag
melakukan ini lagi. Ia pun menelp Tuan Kim mengaku dari bagian administras dan
memberitahu kalau Bon pembayaran sebesar 97.000 won di Jangmo BBQ pada 8
Oktober tak ada.
“Pemakaian
kartu perusahaan di atas 30.000 won harus ada bon. Tak boleh lewat tenggat.
Tolong segera temukan bonnya.” Ucap Jeong Ha lalu menutup telpnya.
“Kenapa
dia begitu ceroboh dengan uang orang lain?” keluh Jeong Ha heran. Saat itu pria
lain datang.
“Bu An...
Tentang bon Pak Kim, proses saja biayanya. Kenapa kau seperti ini? Lakukan saja
yang diminta. Pada masaku, aku selalu menuruti perintah atasanku. Beraninya
kau…” ucap si pria marah.
“ Jika
"pada masaku" diucapkan, artinya aku harus diam mendengarkannya.”
Gumam Jeong Ha.
“Pada masaku, aku bekerja dan sering kali tak
dibayar. Kenapa terobsesi dengan uang?” kata Hye Jun.
“Pada masaku,
aku bahkan tak berharap bisa pulang tepat waktu. Kenapa mereka bisa pulang
tepat waktu? Tak loyal sekali.” keluh Jeong Ha
“ Itu
memang sering terjadi.” Ucap Hye Jun. Jeong Ha pikir mereka tak boleh perlakukan junior seperti itu.
“Aku
setuju! Tidakkah kau ingin minum latte?” ucap Hae Jun. Jeong Ha mengaku ingin
minum.
“Apa Kau
mau minum di dalam? Apa Tak mau karena pemborosan?” ucap Hye Jun mengajak
masuk. Jeong Ha akhirnya tak peduli dan
masuk ke kedai kopi.
Hye Jun
meminum kopinya, Jeong Ha berkomentar kalau bibir Hae Jun berlepotan dengan busa. Hye Jun mengejek
kalau Jeong Ha juga berlepotan. Jeong Ha pun buru-buru mengambil tissue begitu
juga Hae Jun.
Ponsel Hye
Jun bergetar, kakeknya ingin video call. Kakek Sa bingung karena malah
terlhihat wajah cucunya dan langsung menutupnya. Hae Jun akhirnya menelp kakeknya.
Kakak Sa mengeluh kalau tadi sengaja ditutup karena takut biaya teleponnya
mahal.
“Aku
dapat 30 menit panggilan video gratis. Apa kau Tak ingin melihatku?” ucap Hae
Jun.
“Tentu
ingin. Kenapa belum pulang?” tanya Kakek sa. Hye Jun menjawab akan pulang sekarang.
“Apa kau
sudah mencari tahu?” tanya Kakek Sa. Hye Jun mengaku sedang mencari tahu.
“Kau tak
sabar sekali.” ejek Hae Jun. Kakek Sa menegaskan kalau Harinya lebih pendek dari hari cucunya.
“Jangan
terburu-buru... Ini temanku, Jeong-ha.”kata Hye Jun memperkenalkanya. Jeong Ha
pun menyapa kakek Sa.
“Kau
cantik sekali.” puji Kakek Sa. Hye Jun berbisik kalo kakek Sa tak boleh
mengatakan itu.
“Tidak,
tak apa-apa. Aku suka dibilang cantik.” Ucap Jeong Ha.
“Selama
hidupku, aku tak pernah melihat wanita yang benci dibilang cantik. Nenekmu
juga…” kata Kakek Sa
“Jika
membicarakan Nenek, bisa sampai 30 menit.” Keluh Hye Jun. Kakek Sa pun
menyudahi telpnya. Jeong Ha ingin memberikan salam. Tapi kakek Sa sudah menutup
telpnya.
“Langsung
ditutup. Sepertinya kau mirip dengan kakekmu. Dia tampan.” Ucap Jeong Ha
“Dia
termasuk tinggi di masanya. Apa Kau mau lihat?” ucap Hye Jun. Jeong Ha pun
ingin melihatnya.
Keduanya
saling mendekat dan kepala mereka terbentur, Jeong Ha dan Hye Jun kaget
langsung saling menatap. Hye Jun lalu berkomentar kalau terlalu dekat. Jeong Ha
akhirnya sedikit mundur dan meminta maaf.
“Dia bisa
jadi aktor. Kenapa tak coba berakting?” ucap Jeong Ha melihat foto kakek Sa.
“Dia tak
bisa. Dia sering kena tipu karena terlalu percaya.” Ucap Hye Jun
“Memercayai
orang adalah hal baik. Itu salah orang yang menipu.” Kata Jeong Ha. Hye Jun mengejak Jeong Ha pintar mengajari
orang.
“Maaf.
Apa yang dia minta untuk kau carikan?”tanya Jeong Ha. Hye Jun menjawab
Pekerjaan untuknya.
“Apa itu
memungkinkan?” ucap Hye Jun. Jeong Ha yakin takkan bisa menemukannya jika pikir
itu mustahil. Hae Jun pikir itu benar.
Hae Hyo
datang ke sebuah club, temanya menyapanya dan bertanya apa Hye-jun tak mengikutinya
dengan nada mengejek. Hae Hyo mengeluh dengan temanya. Temanya tahu kalau Hae
Jun selalu membawanya saat mereka berkumpul.
“Tampaknya
hari ini kita bisa bicara.” Kata temanya. Hae Hyo ingin tahu Mengenai apa.
“Aku
merekomendasikanmu sebagai model kosmetik perusahaan kami. Ayahku sudah
setuju.” Kata temanya.
“Hai,
penghindar wajib militer.” Sapan teman lainya. Hae Hyo mengeluh mendengarnya
menegaskan kalau akan melakukannya.
“Lebih
tua dipanggil kakak. Lebih dulu selesai itu yang berkuasa. Ayo Tuangkan aku
miras.” Ejek Jin Ho. Hae Hyo pun mengambilkan minum untuknya
Jin U
melihat Hae Na makan ramyun lahap sekali. Hae Na merasa ingin terus makan. Ji
Un pikir Itu karena Hae Na terlalu menahan diri. Ha Na membenarkan dan merasa bahagia.
Jin U pun merasakan hal yang sama. “Jangan ikuti!” keluh Hae Na. Jin Un
mengeluh kalau Dulu Hae Na suruh untuk
mengikutinya.
“Seharusnya
kita berpacaran lebih awal.” Kata Hae Na. Jin U menegaskan kalau Ha Na masih terlalu
muda.
“Kau
terlalu sibuk berpacaran dengan wanita lain!” kata Hae Na dengan nada tinggi.
Ji Un mengeluh kalau Lagi-lagi bahas itu dan menegaskan Hae Na yang pertama.
“Akui Ini
juga kali pertama bagiku, berpacaran meski tahu akan putus.” Ucap Hae Na. Jin U
menganguk setuju.
“Segalanya
terasa menyenangkan saat pertama. Dan juga lebih penuh kasih sayang. Bukan
begitu?” ucap Hae Na
“Tidak...
Ini keinginanmu. Aku tak akan menghiraukanmu jika nanti meraung-raung tak mau
putus.” Ucap Jin U.
“Won
Hae-na tak akan pernah meraung-raung.”tegas Hae Na.
Nyonya
Han pamit pulang. Nyonya Kim bergegas mendekatinya dengan bangga memberitahu
kalau ditangnya ada naskah film yang akan dimainkan Hae-hyo. Ia pun yakin kalau yakin akan sukses dan ini seru sekali. Nyonya
Han menganguk mengerti.
“Tak ada
yang tanya.” Gumam Nyonya Han kesal.
Nyonya Kim pikir harus menemani dia memilih pakaian.
“Dan Juga
aku harus bantu dia berlatih dialog. Ada banyak yang harus aku lakukan.” Ucap
Nyonya Kim
“Anak-anak
zaman sekarang bisa melakukan semua sendiri.” Ucap Nyonya Han.
“Apa Menurutmu
Hae-hyo bisa bermain di film ini karena kemampuannya sendiri? Zaman sekarang,
orang tua adalah segalanya bagi anak-anak mereka.” Kata Nyonya Kim
“ Itu
adalah dunia yang semu. Bagaimana mungkin orang tua bisa membantu sepenuhnya?”
komentar Nyonya Han.
“Jadi,
maksudmu aku salah?” kata Nyonya Kim marah. Nyonya Han hanya bisa bergumam
“Untuk
apa aku hidup jika tak bisa menentang perkataan bahwa anakku akan hidup
sepertiku?” gumam Nyonya Han.
“Aku
hanya beri tahu bahwa ada pendapat lain. “ kata Nyonya Han. Nyonya Kim pikir Pendapat
yang salah harus diganti.
“Kujelaskan
secara sederhana. Jika Hye-jun putraku, maka dia pasti akan lulus audisi.” Kata
Nyonya Kim menyindir
“Sampai
mati, tak ada yang tahu jalan hidup kita. Peran ini akan buruk atau baik
baginya, waktu akan menjawabnya.” Ucap Nyonya Han.
“Apa Kau
mengutukku? Apa Maksudmu ini bisa buruk untuknya?” kata Nyonya Kim kesal
“Tadi kau
bilang pendapatku salah.” Ucap Nyonya Han. Nyonya Kim mengaku hanya bilang
bahwa itu tak salah.
“Kenapa
kau tiba-tiba pintar?” keluh Nyonya Kim. Nyonya Han hanya membalas dengan
bergumam “Aku hanya tak mengatakannya. Percuma mengatakannya, kau tak akan
mengerti.”
Flash Back
Ponsel
diatas meja berdering, Nyonya Han berteriak kalau ada telp masuk. Nyonya Kim
pun bergegas mengambilnya, tapi malah menyiram gelas kopi pada tasnya. Ia pun
panik melihat tas mahal karena Iterbuat dari kulit buaya jadi tak boleh terkena
air.
“Bukannya
buaya hidup di air? Kenapa tak boleh kena air?” ucap Nyonya Han heran. Nyonya
Kim tak bisa berkata-kata akhirnya meminta agar mengambil tisseu.
Nyonya
Han bergegas tapi akhirnya Nyonya Kim berteriak kalau sudah tak perlu karena
mengelap dngan bajunya.
Saat itu
Hye Hyo yang baru pulang menyapa Nyonya Han dengan panggilan “ibu” Nyonya Kim
bingung mendengarnya. Nyonya Han membalas kalau Sudah lama tak berjumpa. Nyonya
Kim pun bertanya apakah anaknya mengenal Nyonya Han.
“Dia
Ibunya Hye-jun. Ibu tahu Hye-jun, 'kan?” ucap Hye Hyo. Nyonya Han hanya diam
saja sementara Nyonya Kim seperti baru mengetahuinya.
Nyonya
Kim memberikan sebuah jaket, dan meminta agar membuang baju ini saat buang
sampah. Nyonya Han melihat Ini masih bagus. Nyonya Kim pikir Tak ada yang pakai
baju sampai rusak. Nyonya Han pun meminta izin agar bisa mengambilnya.
“Untuk
apa? Aku tak perlu tahu. Lakukan sesukamu.” Ucap Nyonya Kim lalu beranjak
pergi.
Hye Jun
baru saja pulang melihat ibunya dan bertanya Kenapa Ibunya ada disana. Nyonya
Han menjawab kalau akan belikan sepatu basket keinginannya. Hye Jun terlihat
bahagia lalu berkomentar kalau ibunya jadi lebih murah hati sejak bekerja.
“Apa Kau
senang?” tanya Nyonya Han. Hye Jun membenarkan. Nyonya Han lalu memberitahu
kalau kerja di rumah Hae-hyo. Bola yang dipegang Hae Jun langsung terjatuh.
“Apa kau
kaget?” tanya Nyonya Han mengambil bola. Hye Jun menyangkal mengaku hanya tergelincir.
“Ibu akan
terus bekerja di sana. Ibu senang bisa mendapat bayaran.” Ucap Nyonya Han.
“Kenapa
baru beri tahu sekarang?” tanya Hye Jun. Nyonya Han pikir Setelah mencoba tiga
bulan, jadi merasa bisa terus melakukannya.
“Ibu tak
bilang sebelumnya karena belum pasti. Ibu menemukan pekerjaan yang cocok
denganku. Ibu suka bersih-bersih. Namun, ibu tak bisa terlalu senang jika
memikirkanmu.” Ucap Nyonya Han.
“Ibu akan
berhenti jika bekerja untuk keluarga temanmu sebagai pembantu membuatmu malu. Ibu
tak ingin bekerja jika harus menyakiti anak ibu.” Kata Nyonya Han.
“Apa Itu
artinya, bagi Ibu… aku lebih penting dari pekerjaan?” kata Hye Jun. Nyonya Han
membenarkan.
“Namun,
hidup ibu dan hidupmu berbeda. Kau tak perlu malu karena pekerjaan ibu. Jadi,
bagaimana?” kata Nyonya Han.
“Aku coba
pikirkan dulu.” Ucap Hye Jun. Akhirnya mereka pun berjalan pulang bersama
Nyonya
Han datang melihat anaknya bertanya apakah Hye Jun sudah menunggu lama dan
mengaku sedikit telat karena pekerjaan. Mereka pun duduk bersama. Nyonya Han
bertanya apakah anaknya sudah selesai berpikir dan Apa yang harus dilakukan
“Setelah
dipikir-pikir, hidup Ibu dan hidupku berbeda. Kenapa aku harus menentukan hidup
Ibu? Hidupku saja sudah cukup rumit.” Ucap Hye Jun
“Hei!
Kenapa hidupmu sudah begitu rumit?” ucap Nyonya Han heran. Hae Jun menegakan sudah berusia 16 tahun.
“Ada
banyak yang harus dipikirkan. Tahun depan aku harus masuk SMA, tapi keluarga
kita miskin. Bagaimanapun, ini hidup Ibu. Lakukanlah sesuai keinginan Ibu.”
Kata Hye Jun.
“Sa
Hye-jun terbaik! Ibu suka kau begitu perhatian. Hidup harus dipikirkan lebih
dulu. Putra ibu hebat sekali.” ucap Nyonya Han
“Setelah
dewasa dan punya banyak uang, aku akan membuat Ibu hidup dengan nyaman.” Kata
Hye Jun
“Ibu juga.
Ibu akan membantu agar kau bisa mewujudkan keinginanmu.” Kata Nyonya Han
bahagia.
Nyonya
Han berjalan pulang sambil mengeluh kalau itu
Bohong. Ia pun tak percaya kalau bisa orang tua menipu anaknya sendiri.
Ia mrasa tak percaya keadaan hidupnya tak lebih baik dibandingkan sepuluh tahun
lalu. Ia kesal kalau ayahnya kaya rayaatak
akan jadi seperti ini.
“Dasar
wanita kejam. Beraninya kau menyalahkan orang tuamu? Aku rindu mereka... Aku
rindu ibuku.” Ucap Nyonya Han menangis.
“Jika dia
masih hidup, aku akan memperlakukannya dengan baik... Benar-benar konyol... Kenapa
aku bicara sendiri? Kenapa aku makin mirip dengan ibuku?” ucap Nyonya Han
akhirnya berjalan pulang.
Di rumah,
Tuan Sa sibuk memasang pintu baru di kamar Hye Jun. Kakek Sa melihat anaknya
berkomentar Tangan Tuan Sa itu terampil sekali karena bisa selesai secepat ini.
Ia pikir Tuan Sa bisa memiliki reputasi baiktanpa bantuan orang tua.
“Ayah
terlalu berlebihan.” Ucap Tuan Sa. Kakek Sa pikir Jika kau memang ikhlas,meminta
agar bisa lebih cepat.
“Memangnya
aku sedang bermain? Aku tak seperti Ayah.” Keluh Tuan Sa
“Maksud
ayah… Intinya, ayah ingin berterima kasih.. Hei.. Istrimu pulang.” Ucap Kakek
Sa melihat Nyonya Han dari jendela.
“Pulanglah
lebih awal!! Sudah pukul berapa ini?” teriak Tuan Sa pada Nyonya Han yang baru
saja pulang.
“Memangnya
aku bermain? Jangan bicara padaku!” kata Nyonya Han marah. Tuan Sa pun hanya
terdiam melihat sikap istrinya.
“Hei. Ada
apa denganmu? Tak seharusnya kau mengatakan itu. Dia pasti kelelahan karena
bekerja lembur.” Ucap Kakek Sa memarahi anaknya.
“Ayah
pengertian sekali. Kenapa Ayah tak begitu padaku?”keluh Tuan Sa.
“Ayah
melakukan hal yang sama padamu, tapi kau salah menafsirkan.” Ucap Kakek Sa
“Apa Ayah
menyalahkanku?”keluh Tuan Sa. Kakek Sa tak mau memperpanjang lagi mengucapkan Terima
kasih sudah perbaiki pintunya dan langsung masuk kamar.
Nyonya
Han duduk dengan wajah kesal didepan cermin. Tuan Sa masuk kamar bertanya Apa
terjadi masalah. Nyonya Han hanya diam saja. Tuan Sa bingung karena tak mungkin
bisa tahu kalau Nyonya Han tak bicara. Nyonya Han hanya diam saja.
“Apa
masalahnya?” tanya Tuan Sa. Nyonya Han memberikan tatapan sinis.
“Jika aku
mulai berbicara, kau akan berakhir tragis.” Ucap Nyonya Han sinis. Tuan Sa pun
menganguk mengerti.
“Apa Aku
harus keluar? Atau di sini saja?” tanya Tuan Sa. Nyonya Han tetap diam saja.
Tuan Sa pun mengerti akan memutuskan sendiri.
“Kau mau
ke mana?” tanya Tuan Sa melihat Nyonya Han yang pergi. Nyonya Han hanya menatap
sinis.
Tuan Sa akhirnya
menganguk mengerti. Nyonya Han pun keluar dari keluar dari kamar. Tuan Sa pun
menyakinkan diri kalau harus sabar.
Jeong Ha
dan Hye Jun pun berjalan pulang. Jeong Ha merasakan Hujan turun. Hye Jun pun
bisa merasakanya juga. Jeong Ha mengaku benci hujan. Hae Jun tiba-tiba berlari
dan meminta Jeong Ha agar Tunggu sebentar. Jeong Ha menatap Hye Jun terlihat
bingung.
“Kata
ramalan cuaca tak akan hujan.” Ucap Jeong Ha memperlihatkan ponselnya saat Hye
Jun datang membeli payung.
“Hujan
turun dan kau punya payung.” Kata Hye Jun. Jeong Ha bertanya bagaimana dengan
Hae Jun.
“Aku bisa
langsung naik bus dari sini. Di rumahku tak hujan.” Kata Hye Jun.
“Menarik.
Sama-sama di Seoul, tapi ada bagian yang hujan dan tidak.” Ejek Jeong Ha. Saat
itu Hye Jun berjalan lebih dulu dengan payung. Jeong Ha bingung diajak memakai
payung bersama.
“Sampai
kapan kau akan diam saja?” ucap Hye Jun. Jeong Ha pun berjalan mendekat.
Keduanya
berjalan terlihat gugup, Hye Jun menarik Jeong Han karena kena hujan. Jeong Ha pikir
Jika ia tak kena hujan, maka Hae Jun
yang kena dan menariknya agar berjalan lebih dekat. Jeong Ha terlihat gugup
berada didekat Hae Jun.
“Itu
alasan aku beli payung ini.” Ucap Hye Jun. Jeong Ha pikir Hae Jun mahir bicara.
“Kau
pasti sering berpacaran.” Kata Jeong Ha. Hye Jun mengaku Tak begitu sering.
“Hubunganku
cenderung lama dan serius. Aku hanya pernah berpacaran dua kali dengan satu
orang.” Ungkap Hye Jun
“Ceritamu
terlalu detail. Padahal Tak ada yang tanya” komentar Jeong Ha. Hae Jun bertanya
apakah Jeong Ha pernah berpacaran. Jeong Ha menjawab itu Tentu saja.
“Penolakan
keras adalah penegasan keras.” Ejek Hye Jun. Jeong Ha mengaku sering berpacaran sebentar karena cepat
bosan.
“Bukan
karena takut disakiti?” ucap Hye Jun. Jeong Ha mengaku tak bisa menyangkal itu.
“Astaga.
Aku terlalu banyak bicara.” Keluh Jeong Ha. Hye Jun mengaku merasa nyaman dengannya. Jeong Ha bingung apa
denganya.
“Kewaspadaanku
menurun karena kau membicarakan isi hatimu. Kita juga membicarakan uang. Tak
mudah membahas tentang uang. Lalu Kenapa kau membenci hujan?” ucap Hye Jun.
“Membuatku
merasa sendirian.” Ucap Jeong Ha. Hye Jun menegaksan Saat hujan maka akan
menghubungi Jeong Ha.
“Kau tak
sendirian.” Ucap Hae Jun. Jeong Ha terdiam mengeluh kalau Hye Jun membuatnya
merinding.
“Menggelikan
sekali... Aku tak tahan lagi.” Kata Jeong Ha dan langsung berlari ke halte bus.
Hae Jun pun mengejarnya.
Keduanya
pun menunggu di halte, Jeong Ha pikir Hye Jun tak tutup payungnya. Hye Jun mengaku
selalu berpikir rasional menurutnya hanya Dingin jika kena hujan. Jeong Ha
pikir Bukankah harus lebih emosional untuk bisa berakting dengan baik.
“Makanya,
kemampuan aktingmu…” ucap Jeong Ha dan Hye Jun menatapnya dengan dingin.
“Kau tak
bisa dibiarkan.” Ucap Hye Jun marah. Jeong Ha meminta maaf mengaku tak tahu
apa-apa mengenai akting. Hye Jun terus menatap
Jeong Ha. Jeong Ha terlihat bingung. Hye Jun tiba-tiba melepaskan syal
dan langsung memakaikanya.
“Meski tak
seberapa, ini akan membantu... Apa Aku pakaikan di wajahmu?”ucap Hye Jun
“Biar aku
saja. Aku bisa Lakukan sendiri.” Kata
Jeong Ha gugup. Hye Jun pun membiarkan Jeong Han memasangkan sendiri.
“Itu
busku... Hati-hati di jalan.” Ucap Hye Jun. Jeong Ha pun menyuruh Hae Jun
pulang lebih dulu karena setelah itu busnya akan datang. Hye Jun pun naik bus
lebih dulu.
Flash Back
Saat
hujan turun dengan deras, beberapa orang berlari menemui orang-orang yang
menjemputnya di halte bus. Hanya Jeong Ha yang menunggu sendirian saat masih
remaja tak ada yang menjemput. Saat itu ibunya menelp. Hae Jun pun terlihat
senang.
“Ya,
Ibu.. Aku belum menerima uang... Akan kukirim begitu bisa. Aku berteduh di
halte karena hujan.. Aku tahu harus membeli payung!” ucap Jeong Ha kesal karena
ibunya yang tak perhatian.
“Aku
sendirian, tapi terasa seperti ada yang menemani. Aku sangat senang.”gumam
Jeong Han bahagia saat naik ke bus karena ada Hae Jun yang menemaninya tadi.
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar