PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Kamis, 23 April 2020

Sinopsis When the Weather is Fine Episode 16 Part 2

PS : All images credit and content copyright : JBTC

Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 

Di depan restoran, teman pria Eun Seob mengajak untuk  babak kedua? Teman yang lainya megeluh kalau akan memberi tahu berapa utang mereka semua. Semua langsung mengejeknya mengucapkan terimakasih karena sudah ditraktir.
“Sebaiknya kalian semua mentransfer uang kepadaku!” teriak si wanita dengan kesal
“Bagaimana jika lain kali kita pergi ke tempat lain? Kumohon?” kata si tema lainya.
“Cobalah kamu memesan tempat? Kamu tahu betapa sulitnya ini?” saran Jang Woo kesal
“Hei... Berhentilah bertengkar. Ada apa dengan kalian berdua Tapi Kenapa Hae Won tidak datang? Aku sangat merindukannya.” Ucap Seorang wanita.
“Aku juga... Haruskah aku meneleponnya?” kata teman lainya. Jang Woo pun merasa tak enak hati dengan Eun Seob
“Tidak, jangan telepon dia. Dia kembali ke Seoul... Lupakan saja. Jangan telepon dia.” Kata Jang Woo dan mengajak pergi.
“Mari kita mulai babak kedua.” Ucap seorang pria. Sang istri menarik suaminya kalau Ronde kedua dimulai di rumah.
Mereka semua pun berpisah, Jang Woo berjalan dengan Eun Sil serta Eun Seob pulang ke rumah. 


Eun Seob berjalan sendirian pulang ke rumah terlihat sedikit sedih karena tak bisa bertemu dengan Hye Won. Saat masuk rumah pun, Eun Seob terlihat tak punya gairah hidup ketika kembali.
Bibi Sim sibuk mencari gunting kukunya dan bertanya pada kakaknya karena tidak bisa menemukannya. Saat itu Hye Won datang, Bibi Sim kaget melihat keponakanya yang datang. Hye Won heran bibinya belum pergi.
“Aku datang karena kupikir Bibi sudah pergi.” ucap Hye Won acuh lalu berjalan menaiki tangga. Bibi Sim bingung melihat keponakanya. 

Di sebuah restoran, Salah satu pria mengeluh kalau tidak bisa memberikanya telur goreng gratis lagi. Sementara Nyonya Sim terlihat asik akan jajangmyun dengan telur setengah matang lalu bertanya Kapan Hye Won berencana kembali kali ini
“Entahlah, sekitar sepekan lagi?” kata Hye Won. Nyonya Sim pun ingin tahu  Bagaimana dengan wawancara akademinya.
“Aku gagal semuanya. Jadi, aku berniat menyewa studio dengan teman sekelasku untuk membuka institusi. Tidak ada hal lain yang aku kuasai selain mengajar anak-anak.” Ucap Hye Won yakin
“Kau bilang kau tidak berhak mengajari seseorang.” Komentar Bibi Sim. Hye Won membenarkan. Bibi Sim pun ingin tahu alasanya.
“Begini, aku masih tidak tahu apakah aku berhak, tapi saat kucoba lagi, aku merasa perbuatanku tidak seburuk itu.” Jelas Hye Won. Bibi Sim mengeluh kalau tidak mengerti maksud keponakanya.
“Maksudku, hidupku di Seoul sangat sepi dan penuh tekanan, jadi, kurasa aku mulai membenci pekerjaanku. Tapi setelah pemanasan dan mencobanya lagi, aku mulai melihat jelas bagaimana jalan hidupku.” Jelas Hye Won. Bibi Sim ingin tahu seperti apa.
“Begini... Aku menyadari ternyata tidak seburuk itu. Terkadang aku bahagia. Semacam itu.” Kata Hye Won.
“Itu bagus... Kapan kau akan membuka institusi?” tanya Nyonya Sim. Hye Won menjawab Itu belum pasti.
“Lalu apa Ibu akan tinggal di sini secara permanen?” tanya Hye Won. Bibi Sim membenarkan kalau sudah menjual rumah di Paju. Hye Won pun memujinya.
“Lalu apa Ibu tinggal di sana?” tanya Hye Won. Nyonya Sim membenarka kalau sudahmemperbaiki rumah itu dan menjualnya dengan harga bagus.


Saat itu Jang Woo masuk berpikir mungkin tidak ada kursi di tempat ini lalu kaget melihat Hye Won dan bertanya Kapan datang. Hye Won mengaku Baru saja dan datang untuk makan. Jang Woo gugup berpikir tidak melihat kursi kosong.
“Kami punya banyak kursi kosong.” Kata si paman. Jang Woo menolak karena ingin makan di bawah sinar matahari.
“Cuacanya indah hari ini... Hye Won, sampai nanti... Telepon aku nanti... Halo. Selamat menikmati. Aku suka kacamata hitam kalian.” Ucap Jang Woo menyapa dua bibi dan bergegas pergi.
“Tidak ada kursi tersisa di tempat ini.” Kata Jang Woo berjalan pergi, temanya bingung berpikir masih ada kursi kosong.
“Tidak, aku sudah melihat ke dalam... Ayo pergi. Tidak ada tempat duduk.”kata Jang Woo
Saat itu Hye Won melihat Eun Seob yang menunggu diluar dengan seorang wanita. Ia ingin mendekat tapi Jang Woo sudah mengajak Eun Seob pergi. 

Bibi Sim membawa keluar barang-barangnya, saat itu Tuan Cha sudah menunggunya. Hye Won pun mengucapkan selamat tinggal pada bibinya. Bbi Sim pun menyuruh Tuan Cha agar membawakan barang-barangnya. Tuan Cha bingung kalau Bibi Sim yang hanya membawa satu koper.
Bibi Sim menganguk lalu berjalan pergi ke mobil. Tuan Cha bingung dengan keluarga Sim terlihat santai tanpa ada pelukan lalu pamit pergi pada keduanya. Tuan Cha memasukan koper kedalam mobil sambil berkomentar tentang keluarga Bibi Sim.
“Kurasa kalian bukan tipe keluarga yang akur.” Kata Tuan Cha. Bibi Sim hanya hanya diam saja lalu masuk ke dalam mobil.
Hye Won sempat melambaikan tangan pada bibinya,Tuan Cha pergi mengantar Bibi Sim pergi meninggalkan desa lalu mengeluh kalau berpamitan seperti itu. Bibi Sim pikir kalau Itu sudah cukup. Tuan Cha pun  bertanya apakah Bibi Sim akan kembali?
“Tidak.. Aku tidak akan kembali seumur hidupku.” Kata Bibi Sim yakin. 


Jang Woo berjalan keluar dari gedung sedang membahas makan siang hidangan kukus yaitu Semur. Tiba-tiba matanya tertuju pada sosok wanita yang ada diseberang jalan.  Jang Wo pun memutuskan akan akan menyusul mereka nanti.
“Heii... Ji Eun Sil.” Teriak Jang Woo tapi Eun Sil tak mendengar sampai akhirnya datang mendekatinya. Eun Sil kaget melihat Jang Woo sambil melepaskan earphonenya.
“Dari mana kau muncul?” kata Eun Sil kaget. Jang Woo menjawab dari gedung dan bertanya Apa yang dilakukannya.
“Aku pengangguran. Aku keluar karena merasa bersalah di rumah. Bagaimana denganmu?” tanya Eun Sil
“Aku? Aku tidak melakukan apa pun.”kata Jang Woo. Eun Sel bingung karena tadi keluar dari gedung.
“Aku akan mengambil cuti.” Kata Jang Woo cepat. Eun Sil menganguk mengerti.
“Aku akan melakukannya sekarang.” Ucap Jang Woo akan kembali ke kantor. Eun Sil pun mempersilahkan.
“Apa rencanamu setelah berjalan?” tanya Jang Woo. Eun Sil mengaku  tidak punya rencana dan punya banyak waktu luang.
“Kenapa kau bertanya? Kau ingin melakukan sesuatu?” tanya Eun Sil . Jang Woo pikir mereka bisa pikirkan.
“Apa Mau ke bioskop? Kalau begitu, kamu mau mendaki? Bagaimana kalau kita ke pasar dan makan bersama?”tanya Jang Woo
“Bagaimana dengan toserba? Aku sudah makan, jadi, aku kenyang sekarang.” Kata Eun Sil. Jang Woo mengaku sudah kenyang juga
“Tapi aku menginginkan sesuatu sekarang. Aku mau milkshake. Tapi kau tidak bisa minum itu di area ini. Ini Sungguh, sudah hilang. Jadi, bagaimana jika kita mencoba mencari es krim yang terasa seperti millk shake?” kata Eun Sil.
Jang Woo pun langsung setuju, Eun Sil berteriak gembira dan langsung memuji Jang Woo memang luar biasa. Jang Woo bingung apa yang dilakukan sampai Eun Sil bahagia. Eun Sil tak mau membahasnya dan meminta Jang Woo Berhenti tersipu.
“Serahkan benda itu... Aku akan menunggu di sini.” Ucap Eun Sil. Jang Woo mengerti akan mengambil cuti.


Bibi Sim duduk disamping Tuan Cha mengucapkan Terima kasih, Karena telah mengantarnya, lalu mengejek kalau memastika kalau Tuan Cha itu tidak akan menangis.Tuan Cha menegaskan tidak akan menangis lagi.
“Hei, Shim Myeong Yeo... Apa Kau sungguh tidak akan kembali?”kata Tuan Cha seperti masih berharap.
“Ya, aku tidak akan pernah kembali.” ucap Bibi Sim yang sudah brani membuka kacamatanya.
“Kamu bahkan tidak bisa berkunjung? Kapan saja. Kamu bisa berkunjung jika sangat merindukan tempat ini.” Ucap Tuan Cha.
“Begini... Aku tidak mau melakukan itu... Tidak akan.” Tegas Bibi Sim. Tuan Cha pun tak bisa berkata-kata lagi. 


Jang Woo akhirnya datang, Eun Sil dengan senyuman bahagia melambaikan tangan menyuruh agar berlari. JangWoo tak mendengarnya, Eun Sil bertriak agar Jang Woo berlari dan mengeluh karena hanya berdiri di sana.
“Kenapa kau terburu-buru, Eun Sil? Baiklah, aku datang.” Ucap Jang Woo
“Sebaiknya kau lari kecuali kamu ingin kuberi pelajaran.” Kata Eun Sil mengancam. Jang Woo pun segera menyeberang jalan.
“Apa Kau tidak mendengarku?” keluh Eun Sil. Jang Woo berpura-pura kalau tidak bisa mendengar apa pun.
“Dasar kau..... Astaga, kamu bilang akan segera kembali.” ucap Eun Sil marah memukul Jang Woo. Jang Woo bingung.
“Kau bilang akan segera kembali. Kau membuatku menunggu begitu lama.” Kata Eun Sil kesal
“Manajerku agak pemarah. Ayo... Aku akan membelikanmu es krim.” Kata Jang Woo berjanji. Eun Sil terlihat bahagia mendengarnya lalu berjalan pergi. 

Jang Woo keluar dari minimarket membawa es krim. Eun Sil pun mengucapkan Terima kasih sambil memakanya dan membahas Jang Woo yang lulusan Universitas Nasional Seoul dan ingin tahu alasanya kembali ke desa. Jang Woo pikir itu Pertanyaan yang tidak terduga.
“Aku tidak pernah bisa memahaminya. Tinggal di tempatku lahir dan dibesarkan itu menyenangkan. Aku juga suka di sini. Tapi bukankah kebanyakan lulusan UNS mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar di Seoul?” kata Eun Sil
“Orang tuaku yang menyarankannya. Mereka menyuruhku kembali dan bekerja di Balai Kota.” Ucap Jang Woo
“Kukira kau lebih ambisius” komentar Eun Sil. Jang Woo pikir itu  Impiannya yang kecil. Eun Sil membenarkan.  
“Tapi bagiku, itu menjamin kebahagiaan.” Ucap Jang Woo. Eun Sil bingung Jang Woo yakin dengan itu menjamin kebahagiaan
“Jadi, maksudmu, kamu dengan senang hati mengikuti jalan yang ditentukan orang tuamu dengan mengabaikan keinginanmu?” ucap Eun Sil tak percaya.
“Kau belajar sangat keras, dam selalu menjadi murid terbaik di seluruh sekolah selama masa sekolah. Kau bahkan masuk ke Universitas Nasional Seoul.” Ucap Eun Sil heran.
“Tapi alih-alih melanjutkan melihat dunia yang lebih besar di luar sana, kau kembali ke kampung halaman, mengikuti ujian PNS karena orang tuamu dan lulus. Sekarang, kamu duduk saja di kantor pengap di Balai Kota dari pukul 9.00 hingga 18.00, lalu pulang untuk tidur. Kehidupan seperti itu...” ucap Eun Sil yang langsung disela oleh Jang Woo
“Eun Sil... Begini... Kau mungkin berpikir aku di roda hamster yang membosankan. Kau mungkin juga berpikir bahwa pekerjaanku tidak istimewa. Tapi begini, aku menyebut kehidupan biasa itu "kebahagiaan".” Ucap Jang Woo. Eun Sil tak mengerti maksudnya.
“Mungkin beberapa lulusan UNS bermimpi untuk menjelajahi alam semesta. Tapi ini pendapatku... Tentu, aku lulusan UNS. Tapi aku ingin membangun dan menjalani hidupku melakukan hal yang biasa tiap hari. Itu impianku.” Ucap Jang Woo
“Bekerja keras dan menjalani hidup biasa membuatku bahagia. Aku tahu itu cocok untukku.” Jelas Jang Woo yakin
“Kenapa kau tidak menulis itu di suratmu?” keluh Eun Sil. Jang Woo terlihat bingung
“Alih-alih bercerita tentang kau yang dipukuli. "Aku tahu apa yang membuatku bahagia." Jika kau menulisnya di suratmu, maka aku akan lebih menyukaimu.” Ucap Eun Sil
“Apa menurutmu... Apa itu keren?” tanya Jang Woo bingung. Eun Sil menganguk.
“Tidak banyak orang yang tahu apa yang membuat mereka bahagia.” Kata Eun Sil 

 “Kalau begitu, mungkin kau sedikit terpesona dengan perkataanku tadi.” Kata Jang Woo bahagia. Eun Sil tiba-tiba merasa lapar.
“Aku membelikanmu es krim karena kau bilang kau baru makan. Apa Kau sudah lapar? Berapa besar perutmu, Eun Sil? Kali terakhir kita makan bersama, kita pergi ke lima restoran berbeda. Aku tidak tahu kau suka makan.” Ucap Jang Woo heran.
“Kau benar-benar tipeku... Aku jatuh cinta kepada Lee Jang Woo.” Kata Eun Sil. Jang Woo kaget mendengarnya.
“Aku sudah jatuh cinta kepadamu, Lee Jang Woo.” Kata Eun Sil akhirnya berdiri depan Jang Woo. Jang Woo terdiam.
“Astaga, kamu tersipu lagi... Dasar kamu.” Ucap Eun Sil mengoda lalu berjalan pergi. Jang Woo menahanya dan langsung menciumnya, lalu berjalan pergi.
“Kau bilang kamu lapar. Ayo pergi” ucap Jang Woo berjalan pergi dengan wajah gugup.
“Kalau begitu, kita akan bermesraan mulai hari ini?” ucap Eun Sil bahagia. Jang Woo mengeluh dengan  kata "Bermesraan"
“Maksudku... Jadi, sekarang kita pasangan?” ucap Eun Sil. Jang Woo setuju kalau mereka bisa bermesraan.
“Tapi seperti yang kamu tahu, ibuku mau aku segera menikah. Kau mungkin belum tertarik untuk menikah.” Ucap Jang Woo. Eun Sil pikir Itu yang harus dipikirkan...




Eun Seob keluar dari toko buku membawa buket bunga, saat itu terdengar suara “Apa Kau mau pergi?” Eun Seob melihat Hye Won yang kaget dan mencoba untuk datar menjawab kalau akan pergi ke suatu tempat.
“Ini hari peringatan kematian ibuku.” Kata Eun Seob. Hye Won mengerti dan hanya diam saja. Eun Seob akhirnya pergi dengan mobilnya.
Tapi saat dijembatan, Eun Seob melihat dari kaca spion Hye Won berlari mengejarnya. Ia pun langsung menginjak rem dan turun dari mobil lalu bertanya Ada apa. Hye Won mengaku Tidak apa-apa lalu menatap Eun Seob.
“Aku ingin... Aku ingin memelukmu sekali saja... Bolehkah?” kata Hye Won. Eun Seob terdiam dan Hye Won langsung berlari memeluk Eun Seob. 

Hye Won mengingat saat Eun Seob mengantarnya pulang dengan alasan kalau jalan gelap. Eun Seob pun mabuk mengatakan “Aku senang kamu di sini, Irene.” Saat reuni sekolah, orang yang dilihat Hye Won sebelum lampu padam adalah Eun Seob.
Eun Seob mengingat saat didepan toko buku, Hye Won menciumanya dan mereka berpelukan. Akhirnya Hye Won melepaskan pelukanya dan langsung meminta maaf pada Eun Seob.
“Aku akan berpura-pura tidak melihatmu, tapi saat melihat wajahmu, aku tidak bisa menahannya. Maafkan aku. Aku akan pergi sekarang.” Ucap Hye Won lalu melangkah pergi.
“Berapa lama kau tetap di sini kali ini? Kapan kau akan pergi kali ini?” ucap Eun Seob. Hye Won hanya bisa terdiam karean Eun Seob seperti terbiasa dengan ia yang pergi dan datang dimusim yang berbeda. 


Hye Won masuk ke toko buku sendirian menatap semua sudut tempatnya pernah dihabiskan dengan Eun Seob.
“Kukira aku akan melupakanmu... Tentu saja... Lagi pula, kita hanya menghabiskan satu musim dingin bersama... Tentu saja... Aku akan benar-benar melupakanmu... Tapi aku sangat bodoh... Kau berbeda.”
Hye Won seperti baru tahu kalau Eun Seob yang memperbaiki lampu jalan agar tak gelap. Hye Won pun tersenyum melihat lampu yang terang didepanya.
“Kau akan melekat di hatiku seperti salju musim dingin dan tidak pernah meninggalkanku. Aku sempat lupa.”

Tertulis didepan sebuah toko "Perjalanan Bunga Musim Semi Danau Hyecheon" Tuan Park sedang mengocok rokok melihat Nyonya Sim keluar toko langsung memberikan rokoknya. Nyonya Sim seperti sudah berhenti merokok mengeluarkan permen lolipop.
“Apa kau pria yang menulis surat itu?” ucap Nyonya Sim. Tuan Park membenarkan.
“Aku yang mengirimkan surat-surat itu kepadamu.” Kata Tuan Park.  Nyonya Sim pikir Akhirnya bisa bertanya kepadanya.
“Kenapa kau mengirimiku surat itu selama tujuh tahun?” tanya Nyonya Sim penasaran.
“Begini... Membaca sesuatu yang bagus bisa menghiburmu.” Ucap Tuan Park. Nyonya Sim seperti tak percaya mendengarnya. 


Di sebuah tempat, sudah banyak ibu-ibu yang memilih baju. Si kakek pemilik rumah menatap ke arah langit kalau menurutnya musim semi telah tiba dan Cuacanya menjadi sangat indah.
“Tentu saja, ini musim semi.” Ucap seorang bibi. Bibi lainya pun senang karena Musim semi jelas sudah tiba.
“Bunga forsythias sudah mekar.” Kata bibi lainya dan mereka sibuk mengambil baju untuk musim semi dengan model bunga karena  akan melihat bunga musim semi.
Di pasar juga terlihat keriuhan dengan menu makana yang berbeda yang cocok dimakan saat musim semi datang. 

Di pasar, Ibu Hwi pergi ke toko ibu Bo Yeong memilih satu kue beras. Ibu Bo Yeong melihatny dan menyuruh Ambil yang hangat lalu bertanya apakah ini untuk putranya sambil mengejek kalau ibu Hwi itu yang sangat menyayanginya
“Aku bisa melihatnya di matamu. Putri kandungmu akan merasa iri.” Kata Ibu Bo Yeong
“Aku menampungnya.” Ucap Ibu Hwi. Ibu Bo Yeong seperti tak masalah dengan hal itu.
“Aku menampungnya, dan aku tidak ingin lebih mengutamakan anak kandung. Jadi, aku berusaha menyayanginya lebih dari menyayangi putriku.: jelas Ibu Hwi. Ibu Bo Yeong pun ingin tahu apa yang akan dilakukan tetangganya itu.
“Akhirnya aku lebih menyayanginya... Apa yang bisa kulakukan?” akui Ibu Hwi. Ibu Bo Yeong tak percaya mendengarnya.
“Coba lihat ini..  Putraku membuatkan ini untukku.” Ucap Ibu Hwi menunjukan tulisan "Untuk ibuku tersayang, Yun Yeo Jeong"
“Apa tulisannya?” tanya Ibu Bo Yeong yang tak bisa menjawabanya. Ibu Hwi memberitahu kalau tertulis "Ibuku tersayang." dengan wajah bangga. Keduanya hanya bisa tertawa bahagia. 
Di ladang, beberapa petani sedang menanam kentang, salah nenek  mengeluh pada pekerja lainya karean mau bekerja semalaman jadi meminta agar Bantu menanam kentangnya. Si pria mengeluh punggungnya mulai sakit , Tuan Im mengeluh bertanya kapan akan selesai.
“Masih banyak yang tersisa.” Ucap temanya. Tuan Im memberitahu kalau Teman-teman mereka bermain biliar malam ini.
“Apa Menurutmu, kita bisa pergi?” tanya Tuan Im. Temanya yakin bisa pergi.
 “Aku akan menyelesaikan ini meski harus bekerja semalaman.” Kata temanya.
“Jika kamu bekerja semalaman, tidak ada gunanya. Cepatlah.”ucap Tuan Im. Temanya menganguk mengerti. 


Hye Won duduk di toko buku sambil menulis sesuatu dibukunya "Sepotong Hatimu Bertahan Sampai Akhir - Tiap musim semi, tawa, napas, dan kata-kata"
“Hye Won pernah membicarakan kebahagiaan. Dia bilang kebahagiaan sulit diketahui. Meskipun kamu mengetahuinya, butuh usaha keras untuk menjadikannya milikmu. Dia benar.”
Hye won mulai menuliskan dibuku "Kami mengobrol dan tertawa, duduk di bawah pohon.Pohon itu penuh dengan napas, tawa, dan kata-kata"
“Kita semua berusaha untuk bahagia. Kebahagiaan sulit untuk didapatkan jika tidak bersamamu dalam waktu yang lama... Meskipun bekerja keras untuk waktu yang lama, kamu mungkin tidak akan bahagia.” 

Saat itu Eun Seob datang dengan senyuman, Hye Won langsung berlari dan melompat di pelukan Eun Seob. Ia lalu memeluknya dari belakang dan meminta agar membuatkan kopi.  Eun Seob menganguk mengerti dan memberitahu kalau akan melepas jaketnya dahulu.
Hye Won pun melepaskan pelukan dan menghitung selama tiga detik dan kembali memeluk Eun Seob. Eun Seob pikir harus mengambil cangkir. Hye Won terus mengikutinya dibelakang tak mau melepaskan Eun Seob.  Keduanya pun bertatapan sambil meminum kopi, lau keduanya berciuman tanpa henti
“Tapi tidak ada yang bisa meramalkan masa depan kami.”
Dibagian rak sudah ada buku dengan judul "'Selamat Malam, Irene' oleh Lim Eun Seop"

Hwi tersenyum bahagia mengayuh sepedanya seperti biasa menyuruh semua orang minggir, disampingnya ada Lim Hwi yang mencoba menghindar tapi Hwi bisa mengejar dengan sepedanya dan mengajak untuk berteman.
“Jika kita terus melangkah maju... Jika kita terus berusaha...”
Bo Yeong berjalan keluar dari tempat kerjanya lalu tersenyum melihat pesan dari seseorang "Cuacanya hari ini indah, Bo Yeong"
“Jika kita terus menjalani hidup, aku yakin hari itu akan datang... Ya. Aku juga percaya.”
Hye Won menatap langit dengan melihat sinar matahari didepanya, seperti tak percaya menghabiskan musim semi di rumah neneknya. Eun Seob keluar memanggilnya, keduanya saling menatap dengan senyuman. Keduanya seperti sangat bahagia hidup di desa.
“Aku yakin hari itu benar-benar akan datang... Seperti ini” 


"Unggahan Blog Pribadi Toko Buku Good Night"
"Aku bertemu Irene lagi setelah sekian lama. Aku menunggu dan sangat ingin bertemu dengannya lagi. Tapi aku berusaha menyembunyikan perasaanku dan berpaling darinya. Saat dia berlari ke arahku dan datang ke pelukanku"
"Dia meluluhkan lagi hatiku yang beku.  Aku menghabiskan siang dan malam tanpa bisa tidur. Tapi aku tidak percaya aku kembali ke masa lalu sekarang"
"Ini sudah larut malam, dan dia tertidur di pelukanku. Dia ringan dan beraroma seperti rumput dari angin musim sem. Kawan-kawan, aroma akasia memenuhi tempat ini lagi. Sekian"
"NB. Dia terbangun dari tidurnya dan mencium hidungku. Lalu tertidur lagi dengan kepala terbenam di dadaku. Aku tidak tahu berciuman itu menyenangkan"
THE END
"When the Weather is Fine"
"Seperti itulah kebahagiaan. Itu hal yang sulit, Tapi bahkan saat kau. Membuka mata di pagi hari untuk memulai harimu. Dan menjalani hidupmu dengan tenang hari ini. Kamu bisa mencapai hal sulit itu. Dan membuat seseorang, Bahagia saat ini”
Bagi sebagian orang, kamu patut disyukuri, Kamu mungkin tidak menyadarinya. Tapi hanya dengan hidup seperti ini. Kamu harus tahu kamu telah bekerja dengan baik. Kami berterima kasih kepadamu.. "Dan selamat malam...Dan selamat malam"

Cek My Wattpad...  ExGirlFriend

      
Cek My You Tube Channel "ReviewDrama Korea"

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar