PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Jumat, 17 April 2020

Sinopsis Hospital Playlist Episode 6 Part 1

PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 
Song Hwa baru saja turun dari mobil, Ik Jun berlari memanggil “Hei, Ratu Parkir!” Song Hwa langsung menengok. Ik Jun mendekat meminta agar memarkirkan sepedanya. Song Hwa bingung tiba-tiba di panggil "Ratu Parkir"
“Lantas kenapa kau balik badan? Tolong cepat!.. Dan Belikan aku kopi! ucap Ik Jun seperti menahan sesuatu dan bergegas pergi.
“Aku tunggu di lobi!” kata Song Hwa lalu mencium sesuatu dari jok sepeda temanya.
Song Hwa melihat dua juniornya juga duduk dikedia sambil tertidur. Dokter Heo terbangun langsung meminta maaf.  Song Hwa pikri Kenapa minta maaf, karena ia  yang minta maaf telah membuat Dokter Heo terbangun.
“Masih ada waktu sebelum mulai... Kau bisa tidur lagi.” Ucap Song Hwa. Dokter Heo pikir tak perlu dan langsung menghabiskan espressonya.
“Asyik! Halo, Semua! Apa Ini punyaku?” ucap Ik Jun datang dengan wajah bahagia.
“Kapan kau ganti baju?”tanya Song Hwa. Ik Jun mengaku   tidak mungkin masuk lobi dengan pakaian itu.
“Aku hendak menengok pasien. Jadi, sekalian buang air dan ganti baju secepat kilat.” Kata Ik Jun. Song Hwa memberikan tatapan mengejek mendengarnya.
“Tidak seperti dugaanmu... Sfingter anusku masih kuat. Jangan berpikir yang aneh!” ucap Ik Jun lalu melihat Dokter Yong yang tertidur. 



“Kenapa dia? Tidurnya nyenyak sekali. Bangun pagi memang sulit. Aku juga begitu... Astaga.” Ucap Ik Jun. Saat itu Dokter Yong terbangun dengan wajah kebingungan.
“Sekarang kau harus ikut ke akhirat. Tinggalkan semua yang kau miliki di dunia nyata dan ikutlah denganku.” Ucap ik Jun memegang tanganya seperti seorang malaikat.
“Sekarang? Tapi Masih banyak yang harus kulakukan.” Kata Dokter Yong bingung.
“Hei, bangun! Dokter, kau masih hidup... Ayo Hentikan!” ucap Song Hwa menyadarkan keduanya. Dokter Yong seperti tak percaya mendengarnya. 

“Dokter Yong tampak lelah sekali! Kau sudah ambil cuti? Pasti lebih baik setelah rehat.” Ucap Ik Jun
“Masih belum, tetapi aku akan pergi bulan depan.” Kata Dokter Yong. Ik Jun menganguk mengerti
“Dokter Chae bilang setidaknya kami harus libur musim panas selama sepekan. Jadi, para dokter residen ambil cuti bergantian.” Kata Dokter Yong
“Aku juga ingin cuti sepekan saja.” Ucap Song Hwa. Dokter Heo bertanya  apa yang akan di lakukan bila cuti setahun dan tidak bekerja
“Dia pasti ingin belajar.” Sela Ik Jun. Song Hwa mengaku bukan. Tapi mau tinggal di Gangneung, Sokcho, atau Tongyeong.
“Aku mau ke tempat seperti itu hanya untuk setahun. Aku ingin hidup setahun saja di tempat yang tak terlalu besar atau terlalu kecil, sebagai dokter di sana.” Ucap Song Hwa
“Pertanyaannya, "Mau apa jika tak bekerja?" kata Ik Jun mengejek Song Hwa pikir Main setiap hari lebih bosan.”
“Sama sekali tidak! Hal menyenangkan di dunia ini begitu banyak.” Ucap Ik Jun. Song Hwa pun menyuruh Ik Jun saja yang main.
“Aku ingin bekerja di rumah sakit kecil daripada besar. Aku ingin berdedikasi kepada tiap pasien.”ucap Song Hwa berandai-andai
“Dahulu ada program dokumenter bernama Success Tale di MBC.” Ejek Ik Jun. Song Hwa meminta agar menghentikannya.
“Kalau acara itu masih ada, aku yakin kisahnya bisa jadi tiga episode.” Ucap Ik Jun menahan tawa.
“Aku akan pergi ke gunung dan pantai di waktu luang.” Ucap Song Hwa dengan senyuman bahagia.
“Klinik di desa lebih sibuk. "Waktu luang"? Jangan mimpi!” kata Ik Jun. Dokter Heo pun ingin tahu apa yang akan dilakukan Ik Jun.
“Aku... Aku tak pernah pikirkan itu... Kuasumsikan punya anak?” ucap Ik Jun. Dokter Yong mengatakan Seratus persen lajang.
“Kelab! Aku harus pergi ke kelab. Aku akan pergi ke kelab malam dan menari sepanjang malam. Telapak kakiku tidak akan menyentuh tanah lebih dari satu detik.” Ucap Ik Jun memperagakan tariannya.
“Lalu siang harinya?” tanya Song Hwa. Ik Jun menjawab  Belanja aran sangat suka kota dan sangat suka Seoul.
“Dibanding cahaya bintang dan bulan di desa, aku lebih suka...” ucap Ik Junm menyanyi dengan wajah bahagia.
“Bukankah kau memotret bunga belakangan ini?” ucap Song Hwa mengejak. Ik Jun menegaskan Ada bunga di mal.
“Bunga yang bermekaran di area apartemen. Kufoto bunga yang tersusun rapi di toko bunga samping pujasera dan lantai satu basemen mal.” Kata Ik Jun
“Ayo! Saatnya menengok pasien.” Kata Song Hwa tak ingin membahasnya lagi.
“Aku juga harus menengok pasien. Memang kau saja?” balas Ik Jun lalu bergegas. Song Hwa mengeluh kalau itu Berisik. 



Di dalam ruangan
Jun Wan membaca pesan Ik Sun dengan senyuman bahagia “Akan kujawab dalam 72 jam.” Jun Wan membalas “Kau sedang menyusun strategi perang? Santai saja.”  Ik Sun pun membalas “Kalau begitu, aku minta waktu sepekan.”
“Baiklah. Jangan lupa makan.” Tulis Jun Wan dengan wajah bahagia. Ik Jun pun mengaku selalu makan dua piring nasi.

Jung Won berbicara di telp dengan ibunya saat masuk ruangan, meminta maaf karena Kondisi bayinya mendadak memburuk jadi harus cepat ke Unit Perawatan Intensif Pediatri.
“Bukankah pemeriksaan kesehatan boleh datang sendiri? Bu, gastroskopi pasti terakhir. Sepertinya bisa kutemani Ibu saat itu.” Ucap Jung Won 

“Tentu bisa sendiri. Memang ibu bocah? Namun, endoskopi sedasi di rumah sakit ini harus didampingi wali. Astaga, merepotkan sekali! Berarti orang tanpa suami, anak, teman, pacar, dilarang endoskopi sedasi?” kata Nyonya Jung marah
“Ibu juga tahu. Makanya ibu naik taksi agar tidak menyetir. Lagi pula...” ucap Nyonya Jung lalu melihat seorang dokter ada didepanya
“Permisi... Pusat pemeriksaan kesehatan di mana?” tanya Nyonya Jung.
“Di gedung sebelah, basemen satu. Kau bisa keluar dahulu dan ke gedung itu, atau ke basemen satu yang langsung dari sini.” Kata Dokter. Nyonya Jung pun memuji dokter itu ramah sekali.
“Lupakan! Ibu tidak membutuhkanmu. Biar ibu urus sendiri endoskopi ini. Kau bekerja saja! Sudah!” ucap Nyonya Jung marah lalu menutup telp anaknya. 

Di ruangan
Jung Won melihat Jun Wan bertanya apakah punya pacar. Jun Wan hanya bisa menatap tak percaya. Jung Won pikir itu benar dan bisa bicara nanti. Jun Wan tak percaya kalau Jung Won itu peramal karena bisa menebaknya.

Ik Jun memeriksa pasienya, Perawat memberitahu Pasien agak demam 37,8 derajat dini hari dan diberi obat demam. Tapi Sekarang sudah membaik.Ik Jun mengaku sudah lihat hasil rontgen tadi pagi jadi merasa pasienya demam karena paru-parunya belum terbuka.
“Meski sulit, kau harus rajin meniup spirometer.” Jelas Ik Jun.
“Aku tidak bertenaga karena hanya makan bubur setiap hari.” Keluh pasien  Ik Jun memberitahu kalau Mulai besok akan menyiapkan nasi.
“Mulai besok beri menu biasa untuknya.” Perintah Ik Jun pada perawat. Perawat menganguk mengerti.
“Apa Boleh makan daging? Aku sangat ingin makan bulgogi. Sekarang pun... aku seperti mencium aroma bulgogi.” Ucap si pasien.
“Bulgogi Seoul. Ya, 'kan? Yang bumbunya manis dan diberi banyak daun bawang. Ditambah dua sendok makan bawang putih cincang, sedikit sirop pati, serta banyak jamur enoki dan shitake. Ya, 'kan?” ucap Ik Jun lalu merasa kalau sangat Tercium...

“Nenek! Tidak boleh. Dia harus puasa... Tidak. Astaga... Besok kau operasi, Kek... Kau tak boleh makan ini.” Ucap Perawat saat Ik Jun membuka tirai melihat bangsal yang ada disampingnya.
“Dokter... Dia akan operasi besar. Perutnya dirobek panjang. Dia tak boleh dioperasi dalam keadaan lapar. Agar operasi lancar, setidaknya dia harus makan besar sekali saja. Bukan begitu, Dokter?” ucap sang nenek tak tega melihat suaminya.
“Tidak begitu, Nek... Kakek, kau bisa makan berat sebanyak mungkin nanti setelah operasi. Jika kini makan, kau tak bisa operasi dan harus puasa lagi. Kalau bertahan sekarang, aku akan buat kau bisa makan enak sampai umurmu 100 tahun. Ya?” ucap Ik Jun menutup kembali kotak makan. 

Si kakek mengerti, Ik Jun pun akan menyimpan di kulkas. Ketiganya pun keluar bersama. Perawat merasa beruntung karena Ik Jun bisa mengetahuinya karena kalau tidak akan berbahaya padahal operasinya besok.
“Dokter, tunggu! Dokter!.. Minum ini... Cucuku yang membelinya. Rasanya manis dan lezat. Enak sekali.” ucap sang nenek memberikan pada Ik Jun.
“Maaf, Nek. Kami tidak boleh menerima hal semacam ini. Bahaya jika kami menerimanya.” Ucap perawat.
“Astaga. Sekaleng kopi juga tidak boleh?Ini Bukan apa-apa. Aku merasa bersalah karena membuat keributan hari ini.” Kata ucap Nenek
“Kau baik sekali. Kami terima ketulusanmu.” Ucap sang perawat. Ik Jun terus menatap si nenek.
“Berikan padaku... Terima kasih. Tampaknya memang enak. Kali ini kuterima, Nek. Namun, jangan berikan lagi lain kali.” Ucap Ik Jun
“Baik. Tidak akan ada lain kali... Nikmati kopinya.” Kata Nenek. Ik Jun pun mengucapkan Terima kasih.


“Perawat Song Su-bin! Kita ke Bangsal VIP. Aku dan Pak Song akan ke kamar Pak Go Yeong-min di Bangsal VIP.” Ucap Ik Jun. Juniornya menahan Ik Jun.
Ik Jun menatapnya dan tahu apa artinya akhirnya memperbolehkan juniornya untuk ikut denganya. Perawat menceritakan tentang anaknya. Ik Jun tak percaya anak perawat Song yang ingin berhenti sekolah. Si perawat menceritakan anaknya yang bilang tak sanggup terus sekolah.
“Kita tak bisa mencegah kalau dia bilang tak sanggup. Apa boleh buat?” ucap Perawat Song
“Kelas dua SMP, ‘kan?” ucap Ik Jun. Perawat Song membenarkan. Ik Jun menceritakn saat bilang "Setidaknya kau harus lulus SMP."
“Dia mau ikut Ujian Kesetaraan. Dia akan kerja paruh waktu untuk beli kamera dan komputer, dan minta aku tak ikut campur. Dia alien, bukan anakku.” Ucap Perawat Song lalu mengetuk pintu ruangan VIP. 

Go Ah Ra langsung menyapa Dokter yang baru datang, Perawat kaget melihat Ah Ra ada di ruangan dan berpikir datang begitu selesai syuting. Ah Ra mengaku syuting semalaman dan sudah cukup lama di sini. Dan hanya belum menghapus riasan.
“Ayahmu sedang tidur?” tanya Ik Jun. Ah Ra mengaku baru saja tertidur. Si Junior sangat terkesima dengan sosok Ah Ra.
“Meski operasi sederhana, hari berikutnya selalu paling sulit. Dia pasti merasa lebih baik besok. Tolong beri tahu untuk tahan sehari ini saja.” Ucap Ik Jun
“Tadi dia menonton TV denganku sampai tertidur. Dia bilang baik-baik saja, tidak ada yang sakit. Aku harus mentraktirmu kapan-kapan.” Kata AH Ra
“Boleh... Bagaimana kalau siang ini?” ucap Ik Jun. Ah Ra pun langsung menyetujuinya. 

Jung Won memeriksa pasien yang masih bayi lalu bertanya Berapa total bilirubin dan level LFT. Perawat memberitahu Total bilirubin 26, LFT 700/400, dan cenderung naik terus. Jung Won bertanya Belum ada kabar dari KONOS. Perawat menjawab  Belum.
“Kurasa dia takkan bertahan lebih dari sepekan.” Kata perawat. Jung Won hanya bisa terdiam mendernganya.
 “Ibu Ji-a ada di luar, 'kan?” kata Jung Won. Perawat membenarkan kalau sang ibu sangat frustrasi.
“Aku sudah sering menjelaskan dengan baik. Tidak blak blakan seperti sebelumnya.” Jelas Dokter Jang
“Terima kasih. Biar aku yang jelaskan kepada ibu Ji-a. Bahwa Ji-a mungkin sulit bertahan.” Kata Jung Won
Akhirnya Jung Won keluar dari ruangan UNIT PERAWATAN INTENSIF PEDIATRI, Seorang ibu duduk sambil menangis sendirian. Jung Won menatap dari kejauhan dan terlihat ikut merasakan sedih. 


Ah Ra makan jajangmyun dengan suapan yang sangat besar. Ik Jun yang melihatnya berkomentar kalau Ah Ra banyak makan sekarang. Ah Ra tahu sebelumnya  hanya makan dua hari sekali dan menurutnya Ik Jun pasti kesal. Ik Jun membenarka dengan jujur lalu meminta maaf.
“Lantas kau minta putus karena itu?” kata Ah Ra. Ik Jun pikir tak pernah minta putus.
“Kalau begitu, aku?” kata Ah Ra.  Ik Jun membenarkan kalau Ah Rabilang, "Aku lelah, bosan, dan ingin istirahat," lalu menghilang.
“Setelah menghilang aku menghubungimu lagi, tetapi kau mengabaikanku. Sepertinya aku menelepon 30 kali.” Kata Ah Ra
“Tidak, 29 kali.” Ucap Ik Jun. Ah Ra tersenyum mengaku Senang sekali Ik Jun bisa ingat hal-hal kecil. Ik Jun tertawa mengaku  hanya asal bicara.

Saat itu dua orang junior melihat Ah Ra menyapa dan mengaku penggemarnya. Ah Ra pun tersenyum menyapa fansnya. Ik Jun pikri Ah Ra tak nyaman jadi lebih baik makan di restoran luar. Ah Ra pikir kalau mau mentraktir makan enak.
“Apa Kau tak tahu Hukum Anti Korupsi dan Penyuapan?” ucap Ik Jun.
Saat itu Dokter Yong dan Dokter Heo datang menyapa Ah Ra seperti tak menyangka. Ik Jun kesal memberitahu keduanya kalau Ah Ra sedang makan sekarang jadi memintanya Enyah. Ah Ra pun dengan senyuman mengucapkan Selamat makan.
“Mau pesan yang lain lagi? Kongguksu ini juga enak.” Ucap Ik Jun. Tiba-tiba ada orang yang datang lagi.
“Astaga! Siapa ini? Aku penggemarmu.” Kata seorang pria. Ik Jun kesal mengumpat marah.
“Bisa biarkan dia makan...” ucap Ik Jun mengangkat kepalanya ternyata Tuan Ju yang datang langsung berdiri menyapanya.
“Dia direktur rumah sakit kami.” Ucap Ik Jun. Tuan Ju pikir Ik Jun  Tidak perlu berdiri.
“Wajahmu jauh lebih cantik aslinya. Kita beruntung sekali! Apa Kau boneka?” puji Nyonya Jung. Ah ra mengaku bukan dengan tawanya.
“Ada apa kau kemari? Apa Kau sakit?” tanya Ik Jun. Ibu Jung Won menjawab hanya Periksa kesehatan.
“Dia pasienmu?” tanya Nyonya Jung. Ik Jun membenarkan kalau Kemarin mengoperasi ayahnya.
“Boleh aku minta berfoto?” ucap Tuan Ju. Ah Ra memperbolehkan Tuan Ju pikir mengajak Swafoto. Ah Ra pikir akan memotret.
Tuan Ju menolak ingin memegang handphonenya, Mereka bertiga pun bersiap. Tuan Ju tersadar kalau menekan video, Ik Jun pikir bisa membantunya. Tuan Ju menolak mengaku bisa melakukan sendiri. Tapi seperti salah mengunakan camera belakang.
Akhirnya Nyonya Jung yang kesel melempar ponsel ke arah Ik Jun agar bisa mengambil foto mereka. Ketiganya pun foto dengan bantuan Ik Jun.
** 



PUSAT MEDIS YULJE
Nyonya Jung mengeluh Tuan Ju yang keras kepala karena sudah mempermalukan diri di tempat umum. Tuan Ju mengaku sulit melihat jadi tak ada yang bisa dilakukan dan meminta Nyonya Jung memberikan kunci mobilnya karena  antar sampai rumah.
“Semakin tua, kau makin keras kepala. Pantas anak muda tak suka kau.”ucap Nyonya Jung mengeluarkan kunci mobilnya.
“Ayolah... Meski begini, hatiku masih muda. Apa pentingnya umur? Tubuh yang harus muda. Hati tidak penting sama sekali.” kata Tuan Ju menekan kunci untuk mencari mobil Nyonya Jung tapi ada yang yang menyala.
Nyonya Jung kesal akhirnya mengambil kuncinya agar bisa mencarinya. Tuan Ju pikir Jangan-jangan kuncinya habis baterai dan memastkan kalau parkir di lantai ini. Nyonya Jung mengaku selalu parkir di lantai ini... lalu tiba-tiba tertawa.
“Benar, 'kan? Hati tidak penting sama sekali.” kata Tuan Ju. Nyonya Jung masih terus tertawa sambil berjongkok.
“Jong-su, ayo kita ke panti wreda!” kata Nyonya Jung. Tuan Ju bertanya  apda Ada tempat bagus
“Sejujurnya aku tak keberatan. Sekarang kita cari mobilnya dahulu. Sini!” kata Tuan Ju
“Hari ini aku kemari naik taksi... Aku naik taksi! Sulit dipercaya.” Kata Nyonya Jung terus saja tertawa
“Apa Kau bisa tertawa di situasi ini?” kata Tuan Ju heran. Nyonya Jun pikir pasti tertawa karena semakin tua jadi pelupa.
“Serumit apa pun pikiranmu, ini tetap sulit dipercaya.. Aku naik taksi.”kata Nyonya Jung masih saja tertawa


Suk Hyung duduk di taman dengan wajah gugup, lalu mencoba menelp ibunya. Sang ibu bertanya apakah anaknya sudah makan siang. Suk Hyung mengaku belum dan baru mau makan lalu mendengar suara ibunya yang berbeda dan berpikir terkena flu.
“Konon anjing pun tidak kena flu saat musim panas, tetapi ibu malah terkena flu. Ibu baik-baik saja. Sudah minum obat. Kenapa kau menelepon?” ucap Ibu Suk Hyung
“Ya. Tidak... Aku akan ke rumah Bibi sepulang kerja. Sekarang aku akan pergi makan... Sampai jumpa nanti.” ucap Suk Hyung lalu menutup telpnya. 

Suk Hyung seperti sangat gelisah menghembuskan nafas dan dikagetkan dengan Jung Won sudah duduk disampinganya dan bertanya kapan datangnya. Jung Won hanya bisa menatap sedih dan kebingungan. Suk Hyung menebak kalau Kondisi pasiennya buruk.
“Seorang bayi enam bulan operasi Kasai tiga bulan lalu karena atresia biliari. Awalnya dia membaik, tetapi sekarang sirosis hatinya parah. Tidak ada jalan lain selain transplantasi lever, tetapi golongan darah ibunya tak cocok, dan ayahnya menderita hepatitis B.” Jelas Jung Won.
“Kau sudah mendaftarkannya? Meski sulit mencari donor karena dia bayi.” Kata Suk Hyung
“Tentu sudah. Namun, belum ada kabar. Donor mati otak harus di bawah 40 tahun karena dia masih bayi. Ukuran pun tak boleh terlalu besar. Situasinya sulit sekali. Orang tua bayi tampak amat lelah. Mereka nyaris menyerah. Namun, aku tak bisa menyerah.” Ucap Jung Won mencoba tetap tegar.
“Kita tetap harus berusaha maksimal... Ayo! Kita makan.” Ucap Suk Hyung. Jung Won mengaku tidak selera.


Jun Wan berbicara di mengeluh pada ibunya yang Bak mandi kayu hinoki dan ternyata karena ibunya tahu Seong-bom di rumah sebelah membuatkan untuk orang tuanya. Ia tak percaya kalau butuh Tiga puluh juta won
“Ibu, aku bukan orang kaya. Aku hanya karyawan biasa... Yang benar saja!” ucap Ik Jun kesal
***
Song Hwa juga berbicara di telp mengaku  sudah bicara dengan teman dokter THT-KL jadi bisa Datanglah pekan depan lalu menemaninya.  Ia mengaku  Alat bantu dengar harus yang pas dan bagusjadi sudah pilih yang murah.
“Jeong-yeon ganti apa? Ganti nama? Jadi apa?  Ibu... Kalau masih menjadi figuran selama 15 tahun di teater, berarti dia tidak berbakat. Suruh dia berhenti dan belajar keterampilan atau ikut tes. Biar kutelepon dia.” Kata Jun Wan kesal lalu menutup telp
“Jeong-yeon ganti nama?” tanya Song Hwa. Jun Wan memberitahu namanya Menjadi Yeon-jeong. Song Hwa pikir bagus.

“Bagus apanya? Konyol sekali. Seperti restoran Tiongkok... Astaga! Dasar bocah!” ucap Jung Wan kesal
“Kalian pesan telur, 'kan? Ini Telur datang. Telur segar dan besar. Sudah kuduga kalian tidak makan yang benar. Ini dari koki kantin. Makanlah.” Kata Ik Jun datang.
“Telur rebus, 'kan?” kata Jun Wan. Ik Jun membenarkan. Saat itu Dokter Ahn datang memberikan Usb.
“Adik. Halo!” sapa Ik Jun. Dokter Ahn bingung. Song Hwa memberitahu Suami adik perempuan itu adik ipar.
“Adik ipar, silakan duduk di sini... Apa Kau sibuk? Duduklah sebentar.” Ucap Ik Jun. Dokter Ahn mengaku ada pekerjaan.
“Song-hwa! Apa Dia sibuk? Kau otoriter sekali!” keluh Ik Jun. Song Hwa akhirnya menyuruh Dokter Ahn untuk  Duduk dan makanlah.
“Benar. Duduk sebentar... Ada yang ingin kubicarakan... Kau tahu kau yang pertama, 'kan?” ucap Ik Jun. Dokter Ahn tak mengerti maksudnya.
“Ik-sun... Dia sebenarnya cukup populer. Saat bertemu langsung, dia jauh lebih humoris daripada dugaan.” Kata Ik Jun
“Benar. Ik-sun sangat humoris... Aku tahu itu... Terutama burung merpati...”kata Dokter Ahn.
“Benar. Burung merpati. Kau sering lihat? Aku yang mengajarinya. Aku... Burung merpati buatanku... bisa terbang begini. Lalu kembali lagi.” Ucap  Ik Jun membuat tanganya jadi burung
“Aku lihat itu selama 20 tahun... Aku muak!” kata Song Hwa. Jun wan mengaku sudah lihat punya mereka berdua.
“Banyak pria menyatakan cinta kepada Ik-sun berkat itu. Para pria yang mengejar dan menyukai Ik-sun banyak sekali. Ada di mana-mana.” Ucap Ik Jun membanggakan dirinya
“Ya, Ik-sun juga populer di markas..” kata Dokter Ahn. Ik Jun mengaku  baru lihat dia yang biasa dikejar pria menyukai seseorang dengan terang-terangan.
“Aku? Bukan aku. Hubungan kami tidak begitu. Kami hanya sahabat dekat.” Kata Dokter Ahn.
“Awalnya memang begitu. Tak lama lagi, kalian saling memanggil "sayang" atau "manis".” Kata Ik Jun penuh semangat.
“Dokter, hubungan kami sungguh tidak begitu.” Ucap Dokter Ahn. Jun Wan yang disampingnya mencoba untuk tetap tenang
“Adikku hanya menerima cinta sepanjang hidupnya. Dia Tak pernah suka lebih dahulu. Meski suka, dia selalu memendamnya. Namun, aku rasa... adikku menyukaimu... Dokter Ahn Chi-hong. Bersediakah... kau menerima cinta adikku?” ucap Ik Jun.
Saat itu tangan Jun Wan langsung memukul kepala Ik Jun dengan telor. Song Hwa hanya bisa melonggo dan yakin kalau pasti sakit.  Ik Ju marah karena Jun Wan yang memukulnya dan langsung menarik rambutnya. Jn Wan juga tak mau kalah menarik rambut Ik Jun. keduanya pun saling menarik rambut.
Dokter Ahn bingung mencoba merelai, Song Hwa meminta keduanya agar bisa berhenti. Ik Sun tak terima karena Jun Wan yang memecahkan telur yang dibawa.

Jun Wan memecahkan telur diatas meja dan makanya rambutnya usdah sangat berantakan. Song Hwa pikir keduanya itu  bocah tujuh tahun dan ingin tahu alasan Jun Wan yang memecahkan telur di kepalanya. Jun Wan beralasan kalau Ik-jun mengomong kosong!
“Omong kosong apa?” ucap Song Hwa. Jung Wan mengaku Baru kali ini kulihat kakak yang tahu banyak tentang adiknya.
“Itu bukan cerita adiknya, melainkan dia. Seumur hidup dia begitu, 'kan? Apa Kau pernah lihat Ik-jun suka lebih dahulu? Menikah pun setelah Hye-jeong mengejarnya berbulan-bulan. Mereka berdua membuatku gila. Aku pergi saja.” Ucap Jun Wan.
“Tidak mau minum kopi?” kata Song Hwa. Jun Wan  mengakuharus menemui Tuan Insting.
“Aku akan memberi hadiah kepadanya... Aku pergi.”kata Jun Wan. Song Hwa hanya bisa tersenyum melihat tingkah keduanya. 

KANTOR MEDIS 3 - BEDAH SARAF
Jun Wan masuk ke ruangan bertanya pada Dokter Heo dan Dokter Yong apakah melihat Tuan Insting. Dokter Heo bingung, tapi Dokter Yong bisa tahu dan memberitahu kalau Dokter Do Jae-hak pergi beli kopi sebentar dan berpikir untuk memanggilnya.
“Tidak perlu... Dia selalu tak ada saat aku mau berbaik hati.” Kata Jung Wan. Dokter Yong pun ingin tahu ada apa.
“Aku hendak beri dia operasi cacat septum atrial pekan depan.” Kata Jung Wan. Dokter Yong pikir akan menelpnya
“Aku saja... Aku ingin beri kejutan dengan bicara langsung. Aku kemari sebab konon dia sering ada di sini. Apa boleh buat? Dia memang tak beruntung... Selamat bekerja.” Ucap Jun Wan.
**
Bersambung ke part 2 

Cek My Wattpad...  ExGirlFriend

      
Cek My You Tube Channel "ReviewDrama Korea"

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar