Hae Ra
berjalan sendirian di taman mendengar seseorang yang berteriak memanggilnya. Ia
mengeluh dengan orang yang masih peduli
padanya. Ia berjalan mengingat kalau sudah menghabiskan usia 20-an dengan
bekerja sambilan dan mencemaskan tentang nafkah serta uang kuliahnya.
“Aku
hidup sangat keras seperti orang gila, tapi aku tetap direndahkan orang. Tidak
ada yang menyayangiku. Orang seperti aku bahkan tidak bisa menikah.” Ucap Hae
Ra dan menangis tersedu-sedul lalu berbaring diatas kursi taman
“Pasti
aku sedang sekarat. Aku melihat memori-memori hidupku.” Gumam Hae Ra seperti
melihat kehidupanya di masa lalu
Ia baru
saja pindah rumah membersihkan lantai, lalu belajar sepeda dengan orang tuanya
disebuah rumah. Wajahnya terlihat sangat bahagia, terdengar suara seseorang
memanggilnya Hae Ra.
“Aku juga
bisa melihat Soo Ho.”ucap Hae Ra seperti melihat Soo Ho yang masih remaja ada
didepannya lalu menutup matanya.
Flash Back
Soo Ho
memanggil Hae Ra kalau tak boleh tidur,
tapi Hae Ra masih tertidur. Soo Ho meminta agar Hae Ra bangun dengan
menarik bajunya dan dan mengajaknya keluar dari rumah. Hae Ra mengeluh, Soo Ho
mengajak agar pergi jalan-jalan sebelum melanjutkan.
Hae Ra
berjalan keluar dari rumah mengejek Soo Ho dengan menjulurkan lidahnya, lalu
berlari meninggalkanya. Soo Ho mengejarnya tak sengaja bertabrakan dengan
seseorang, Baek Hee dengan pakaian hijau menatap Soo Ho.
Saat itu
Soo Ho seperti sangat marah menginjak-nginjak sebuket bunga. Baek Hee datang
memeluk Soo Ho di tengah padang ilalang menenangkan agar Jangan menangis dan akan
baik-baik saja.
“Tidak
ada yang bisa menghentikanmu. Semua harapanmu akan terwujud.” Ucap Baek Hee.
Baek Hee
terdiam dalam rumahnya, seperti mengingat kenangannya lalu menatap bulan
purnama dijendela kamarnya.
Angin
berhembus sangat kencang, lembaran koran berterbangan dan melayang ditubuh Hae
Ra lalu seperti berubah menjadi sebuah jaket yang menutupi tubuhnya. Hae Ra
terbangun seperti melihat dirinya yang masih kecil mengunakan jaket merah yang
sama.
Flash Back
Di sebuah
ruangan dengan lorong yang panjang. Ibu Hae Ra meminta Untuk hadiah Natal
meminta agar menyiapkan sebuah mantel kasmir. Si penjahit mengungkapkan kalau
Hae Ra cukup beruntung dengan Penjahit Sharon yang membuatkanya.
“Aku
pernah kaya, Lalu Orang tuaku tiba-tiba meninggal. Keluargaku bangkrut. Aku
tidak pernah mendapatkan mantel kasmir itu.” Ucap Hae Ra dengan gambaran sebuah
tempat bernama "Penjahit Sharon" lalu melihat kalau ditubuhnya hanya
selembar koran
“Hidupku
jauh memburuk setelah menjahit mantel itu. Jika aku mendapatkan mantel itu
lagi, bisakah aku mengubah hidupku?” ucap Hae Ra.
Akhirnya
Hae Ra berjalan sendirian, seperti mendengar suara orang-orang yang ada
disekitarnya. Ji Hoon yang mengatakanmengasihani semua tentang Hae Ra. Young Mi
yang memastikan kalau Hae Ra tidak menjual dan sudah memakainya. Lalu Tuan Cho
yang memarahinya bahkan memukulnya.
Bibi Lee
yang mengambil semua uang deposit dan harus pindah rumah. Lalu mencoba untuk
bunuh diri, Bibinya pun meminta agar Hae Ra tak melakukanya karena bisa mati.
Hae Ra terus berjalan mengingat kalau Lokasinya setelah gereja katedral dan Ada
di sudut kanan.
“Untuk
hadiah Natal, tolong siapkan sebuah mantel kasmir.” Ucap ibunya. Si penjahit
pun melihat Hae Ra yang cukup beruntung.
Seorang
wanita di jaman joseon menjahit sebuah pakaian dengan sangat lihai lalu seorang
wanita juga terlihat menjahit dengan tangan bangian yang kecil. Tiba-tiba
keduanya sama-sama terkena tusukan jarum dan akhirnya berdarah.
Hae Ra
terus berjalan seperti ada orang yang menuntunya, lalu melihat papan nama
Sharon. Ia tak menyangka kalau Tempatnya masih di sini. Sharon si penjahit
wanita seperti bisa merasakaan kedatangan Hae Ra. Hae Ra berjalan masuk ke
pintu rumah.
Flash back
Jaman
Joseon, terdengar suara ketukan pintu. Seorang pria membuka pintu kaget melihat
Boon Yi (Hae Ra dimasa sekarang) datang lagi.
Mereka tak percaya kalau Boon Yi hidup kembali. Boon Yi pun berjalan
masuk dengan wajah menatap Sharon yang keluar dengan tatapan sinis.
Hae Ra
masuk ke ruangan, dan berjalan di lorong. Sharon keluar dari pintu. Keduanya
saling menatap.
Flash Back
Sharon jaman
Joseon tahu kalau ini yang ingin dipakai oleh Boon Yi, jadi menyuruh agar
memakainya setelah itu mati untuknya. Boon Yi hanya terdiam.
Hae Ra
dan Sharon bertatapan dan pintu rumah ditutup. Sharon pun bertanya siapa yang
datang. Hae Ran mengatakan baru ingat tidak bisa mengambil mantel yang orang
tuanya pesan waktu ia masih kecil lalu meminta maaf karena pasti kaget
melihatnya datang di malam hari.
“Tapi
hari ini, aku menelan beberapa pil untuk bunuh diri, dan mendadak teringat
mantel yang dijahit di sini.” Ucap Hae Ra
“Apa Kau
Jung Hae Ra? Wajahmu masih sama. Aku tidak akan mengenalimu jika kau tidak
bilang. Lalu Apa yang terjadi pada gadis kaya itu? Kenapa kau begitu lusuh
sekarang?” ucap Sharon. Hae Ra berkaca-kaca mendengarnya.
“Kurasa
ini karena mantel itu. Jika aku mengambil mantel itu, maka hidupku tidak akan
seburuk ini.” Kata Hae Ra
“Hadiah
Natal sebuah mantel kasmir dengan sulaman bunga.”kata Sharon. Hae Ra kaget
kalau Sharon masih mengingatnya. Sharon
pun meminta agar Hae Ra ikut denganya.
Keduanya
duduk di sebuah ruangan, Sharon mengingat Hae Ra yang memegang secangkir susu
pada saat masih kecil jadi ia menambahkan rum di teh hitam dan meminta agar
mencobanya. Setelah itu meminta assitanya agar membawakan mantel kalau sudah
siap. Yang Seung Goo membawakan mantel merah dengan manekin.
“Ini
desainnya, kan? Kau Cobalah.” Ucap Sharon. Hae Ra mencobanya seperti agak
binggung.
“Ini
tidak masuk akal. Aku memesannya waktu usiaku 14 tahun, jadi, bagaimana bisa...”
ucap Hae Ra binggung karena pas dengan ukuranya sekarang
“Yang kau
lihat bukan segalanya dan Yang kau ketahui bukan segalanya” kata Sharon lalu
merapihkan riasan mata Hae Ra.
Hae Ra
menatap ke cermin terlihat berbeda dengan wajah sebelumnya yang senduh dan
sangat tertekan. Hae Ra seperti masih tak bisa percaya kalau mantel merah itu
bisa pas denganya dan Cantik sekali.
“Ini Luar
biasa. Aku orang baik hati.” Ucap Sharon lalu keluar dari rumah menyuruh agar
masuk mobil.
“Tidak,
aku bisa naik bus malam.” Kata Hae Ra menolak. Tapi Sharon mendorongnya untuk
masuk ke dalam mobik.
Hae Ra
duduk dibelakang semantara Sharon yang menyupir. Sharon ingin tahu alasan Hae
Ra datang mencari mantelnya. Hae Ra menceritakan Tadi ingin mati dan berpikir
bisa memulihkan hidupnya jika menemukan mantel ini. Sharon ingin tahu kenapa
Hae Raingin mati.
“Aku
tidak punya alasan untuk hidup.” Ucap Hae Ra
“Jika aku
memberimu alasan untuk hidup, maukah kau memberiku sesuatu yang kuinginkan?”
ucap Sharon. Hae Ra ingin tahu apa itu.
“Izinkan
aku menjadi dirimu.” Kata Sharon.
“Tadi kau
mencelaku, mengatakan aku terlihat lusuh dan kasihan.” Kata Hae Ra heran
“Mari
kita bertukar hidup. Aku akan menjadi kamu.” Kata Sharon. Hae Ran pun setuju. Dan
Sharon memegang janjinya.
“Lalu Bagaimana
sekarang? Apa aku akan bahagia dari sekarang? Akankah aku ingin hidup?” tanya
Hae Ra
“Hidupmu
akan lebih baik daripada sekarang. Aku akan membuatkanmu baju-baju bagus juga. Kenakanlah
pakaian-pakaian yang kubuat untukmu, dan tenangkan dirimu” kata Sharon. Hae Ra
tiba-tiba merasa mengantuk dan langsung tertidur.
Joo Hee
berteriak memanggil Hae Ra agar bangun, sambil mengeluh karena membuatnya kaget
bahkan Ponselnya juga mati. Hae Ra seperti sangat lelah terus tertidur, seperti
ingin kembali melanjutkan mimpinya. Joo
Hee mengeluh rumah Hae Ra yang dingin dan melihat kalau tidur tanpa menyalakan
pemanas.
“Astaga.
Apa-apaan ini? Apa Kau berniat bunuh diri? Kau menemui pacarmu semalam. Apa Ada
yang terjadi?” tanya Joo Hee melihat banyak pil yang berserakan.
“ Maksudku,
apa Bibi ke sauna lagi? Dia meninggalkan kita di rumah dingin ini dan tidur di
sauna yang hangat sendirian.” Ucap Joo Hee mengocek kesal dan melihat sebuah
mantel
“Mantel
apa ini? Apa ini pemberian pacarmu? Wahhh Cantiknya.” Ucap Joo Hee melihat
mantel warna merah
Hae Ra
langsung membuka mata dan mengambil dari tangan Joo Hee seperti tak percaya
kalau mantel itu memang benar bukan mimpi.
Joo Hee ingin tahu dimana Hae Ra membeli mantel itu. Hae Ra benar-benar tek
percaya kalau mantel itu memang benar-benar ada untuknya.
Hae Ra
dan Joo Hee datang ke kantor bersama.
Ketua Tim memberitahu Hae Ra kalau Pelanggan yang kasar itu kecelakaan.
Hae Ra bertanya apakah maksdunya itu Tuan Cho. Ketua Tim membenarkan kalau Tuan
Cho mengemudi saat mabuk semalam lalu menabrak sebuah pohon dan dirawat inap.
“Kurasa
dia dihukum... Dia membuat kehebohan di sini kemarin. Aku agak kasihan dia
terluka.” Ucap ketua Tim ingin melihat luka di bibi Hae Ra juga. Hae Ra terdiam
seperti tak percaya kalau ada kejadian seperti itu.
Hae Ra
makan bersama dengan Joo Hee, Ketua Tim lewat memberitahu Bulgoginya enak jadi
ambil yang banyak. Hae Ra menganguk mengerti, ternyata Bulgoginya sudah habis.
Joo Hee menyuruh Hae Ra agar membuatnya lagi dan akan duduk lebih dulu. Hae Ra
pun meminta pada koki kantin untuk minta bulgogi lagi. Si koki emengatakan sudah
habis dan Hae Ra itu tidak beruntung.
Rapat di
mulai, Ketua Tim memberitahu Foto yang diambil fotografer profesional. Projek
mereka pasar baru jadi akan menyewa fotografer profesional dan membiarkan
pelanggan memesan hanya melalui perusahaan. Tiba-tiba semua merasakan sakit
perut.
“Ada cukup
banyak fotografer terkenal. Kim Ba Da di Paris. Hyun Sung Woo di London. Ada
juga seorang fotografer yang piawai di Slovenia. Dia agak sulit dihadapi, tapi
keterampilannya...” ucap Ketua Tim merasakan perutnya sakit begitu juga Joo
Hee.
“Kurasa
karena bulgogi tadi dan Toilet penuh” kata teman yang lain juga merasa sakit.
Hae Ra binggung karena hanya dia saja yang tak sakit perut. “Rekan-rekan, ini
penting. Kita perlu seseorang untuk ke lapangan sekarang.” Kata seorang pria
dengan menahan sakit perut berdiri didepan pintu.
Semua
orang binggung siapa yang akan pergi karena Tidak ada orang.
Hae Ra
sudah duduk di pesawat bagian bisnis, wajahnya terlihat gugup.
Flash
Back
Hae Ra
piki tidak yakin soal ini karena belum pernah ke luar negeri. Ketua Tim tahu
dengan hal itu tapi tak ada yang bisa dilakukan karena Cuma Hae Ra yang bisa
pergi. Ia pun memberikan izin untuk membeli kosmetik dan pakaian dalam dengan
kartu kredit perusahaan.
“Beli
semua yang kamu butuhkan di toko bebas pajak. Aku akan memberimu kartu kredit
perusahaan.” Kata Ketua Tim
Hae Ra
mengingat kalau Transit di Bandara Istanbul. Dan ketika tiba di Ljubljana, maka
ia harus pergi. Seperti masih tak percaya kalau ia bisa pergi keluar negeri.
Hae Ra
baru sampai langsung bergegas menaiki taksi dengan membawa barang. Tiga orang
menunggu dengan wajah panik karena belum datang juga. Ha Ra datang dengan
terburu-buru memberikan kotak yang dibawanya.
“Pak
Ketua. Kami punya sikhye halibut untuk Anda.” Teriak pelayan dan masuk ke dalam
ruangan.
“Kami
selamat berkat kau.” Kata dua pelayan lainya melihat Hae Ra bertanya apakah
hanya datang dengan baju yang sehelai baju yang dipakai.
“Aku
langsung datang dari kantor.” Kata Hae Ra
“Belilah
kebutuhanmu di pasar, kemudian istirahat.” Kata pelayan. Hae Ra pun menganguk
mengerti.
Soo Ho
sedang berjalan-jalan melihat bagian oleh-oleh berbicara dengan Sek Han, agar
bisa tolong aturkan jadwal pertemuan dan merasa kaalu sekertarisnya itu sudah
bekerja keras untuk menyelesaikan registrasinya.
“Pak, aku
punya sesuatu tentang Nona Jung Hae Ra. Aku menemukannya saat mencari berita
khusus korporasi. Namanya lain, tapi dia agak mirip dengan foto kecilnya.” Ucap
Sek Han. Soo Ho terlihat tegang.
Soo Ho
melihat dalam komputernya, profile perusahaan dan ada foto Jung Hae Ra. Sek Han
mengatakan kalau Ejaan namanya tidak sama dengan yang dicari oleh Soo Ho
sebelumnya. Soo Ho melihat nama"Jung Hae Ra, Bisnis Korporat". Sek
Han bertanya apakah bukan dia orangnya. Soo Ho terdiam seperti merasakan
sesuatu.
Hae Ra
pergi ke minimarket mencari barang-barang kebutuhan seperti sikat gigi dsb. Sek
Han memanggil Soo Ho yang tak terdengar suaranya. Soo Ho memuji Tuan Ha kalau
memang wanita itu, Jung Hae Ra yang selama ini dicari.
Hae Ra
berjalan pulang melewati sebuah restoran, saat menengok wajah Soo Ho tertutup
dengan koran dan ketika Hae Ra berlalu dari depan Soo Ho. Soo Ho menurunkan
koran lalu meminum wine seperti menikmati malam hari di dekat pengunungan
Alpen.
Hae Ra
binggung karena ketua tim bilang bisa tinggal bersama mereka sampai mendapatkan tiket pesawat. Salah satu
pegawai menyuruh Hae Ra pergi berjalan-jalan dengan mengAmbil foto dan
berkeliling, karena Biasanya jadwalnya penuh sampai dua bulan, tapi janjinya
dibatalkan hari ini.
“Pergilah
dan berteman dengannya dan buat dia mau berbisnis, mengerti?” ucap temanya. Hae
Ra menolak
“Aku juga
masih penat terbang.” Kata Hae Ra.
“Jika kita
mendapatkan fotografer itu, maka akan ada peningkatan penjualan sebesar 20
persen.” Ucap temanya.
“Jika dia
sepenting itu, maka kau saja yang pergi. Kau akan jauh lebih baik.” Kata Hae Ra
“Kami
harus membawa tur dalam tiga tim terpisah.” Kata temanya. Hae Ra tak peduli
karena akan menghilang saja
“Sebelum
itu, buat dia ingin berbisnis dengan kita dahulu. Mengerti?” ucap senior
prianya. Hae Ra hanya bisa menghela nafas panjang.
Hae Ra
berjalan dengan jaket merahnya, mengingat pria itu selalu memakai jaket kulit hitam saat
bekerja, berbadan tinggi dan cukup tampan, tapi dia menikah dengan wanita
Slovenia jahat dan punya tiga anak. Seorang pria rambut panjang keluar dari
rumah
“Kau
bilang akan membawa ibuku ke salon manikur. Tapi Kau selalu pergi memotret gadis-gadis
cantik.” Teriak seorang wanita dari jendela rumah.
“Istri Slovenianya adalah mantan
pemain voli, jadi, para wanita yang pernah mencoba menggodanya kehilangan
gendang telinga setelah ditampar istrinya.”
Si pria
yang berjalan tak melihat jalan tertabrak sepeda. Si wanita pun terkejut
melihat istrinya.
Hae Ra
melihat sosok pria yang dicarinya sedang mengambil gambar pemandangan sungai
dengan kamera. Ia lalu sengaja berjalan didepan kamera menyapa fotographer yang
ingin diajak berkerja sama. Soo Ho kaget melihat wajah yang selama ini dicarinya
tiba-tiba berdiri didepanya. “Aku merasa tersanjung bisa bertemu Anda.” Ucap Hae
Ra menyapa Soo Ho yang dianggap sebagai fotographer yang dicari olehnya.
Soo Ho
mengingat ucapan Hae Ra “Mari kita bertemu di sana saat Natal tiba.” Tiba-tiba
Hae Ra merasakan suasana mulai canggung dan mencoba mencairkan dengan melihat
kalau Cuacanya sangat bagus.
“Awalnya,
dia sangat senewen. Namun setelah bersemangat, maka dia akan mengambil foto
terbaik dalam hidupmu.” Pesan teman Hae Ra.
“Bisa
kita mulai di sini? Aku terlihat lebih baik di sisi kiriku. Jadi Aku akan
berdiri seperti ini, sekitar 45 derajat.” Ucap Hae Ra bersiap untuk foto.
“Siapa kau?”
tanya Soo Ho dengan tatapan sinis. Hae Ra binggung akhirnya memperkenalkan dirinya.
“Aku Jung
Hae Ra... Artinya sama dengan "lakukan itu". Itu artinya Hae Ra.” Ucap
Hae Ra
“Senang
bertemu denganmu.” Kata Soo Ho dengan senyuman bahagia karena orang yang
dicarinya datang sendiri.
Bersambung ke episode 2
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
So sweett~~~~
BalasHapus