PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Jumat, 19 Mei 2017

Sinopsis Suspicious Partner Episode 5

PS : All images credit and content copyright : SBS

“Beberapa cinta dimulai tanpa pemilik hati itu menyadari bahwa cintanya sudah dimulai.”
Bong Hee mengingat saat Ji Wook yang memegang kepalanya dengan memujinya cantik. Lalu duduk menatap Ji Wook yang memejamkan matanya. Ji Wook juga duduk tepat didepanya saat berada di penjara dan menemani makan jajangmyun.
“Sama seperti angin musim semi dan tetesan hujan yang lembab, Kitapun tidak menyadari..hati kita perlahan-lahan basah kuyup. Cinta masuk ke hati. Ketika aku menyadari itu, dia tiba tiba mengambil hatiku”
Bong Hee melihatt Ji Wook seperti tersenyum menemaninya makan jajangmyun. Saat Bong Hee keluar dari kantor jaksabanyak wartawan yang mengerubunginya dengan tangan terborgol dan terikat, Ji Wook keluar tak tega melihat Bong Hee akhirnya memberikan jasnya agar bisa menutupi tangan Bong Hee yang terikat.
“Orang mengatakan untuk jatuh cinta, cuma membutuhkan 0,2 detik  Waktu yang ku butuhkan untuk jatuh cinta, hanya 0,2 detik. Inilah cinta pada pandangan pertama.”

[Kantor Kejaksaan Sunho]
“Itu sebabnya aku akan mengakui perasaanku. Aku akan mengakui bahwa aku mencintainya. Kau satu-satunya yang dapat membuatku bergerak maju Cintaku, dan takdirku” gumam Bong Hee saat melihat Ji Wook yang keluar dari kantor jaksa. Keduanya pun saling bertatapan.
“Aku rasa kita ... sudah ditakdirkan” ucap Ji Wook. Bong Hee tersenyum mendengarnya lalu merasa Ji Wook juga sebagai takdir untuknya.
“Takdir yang naas. Jadi... Jangan pernah muncul lagi dihadapanku” tegas Ji Wook dan berjalan pergi. Bong Hee kaget mendengar Ji Wook malah meminta agar menjauh darinya. 

Bong Hee mengejar Ji Wook dan memberikan tas yang dibawanya, Ji Wook dengan sinis bertanya apa yang dibawanya. Bong Hee memberitahu kalau Teh yang dibawanya baik untuk insomnia. Ji Wook heran karena Bong Hee itu tahu kalau ia menderita insomnia.
“Selama dua bulan terakhir, Aku bekerja untukmu ... maksudku Aku Jaksa magang jadi  mana mungkin aku tidak tahu. Kau Percaya atau tidak, aku mengenalmu dengan baik.”ucap Bong Hee. Ji Wook hanya menatapnya.

“Tapi Aku tidak menyelidiki kehidupan pribadi atau membongkarnya. Jangan khawatir. Jadi, karena kau tidak bisa tidur, Kau tidak terlihat lelah ... dan ada lingkaran hitam. Apa kau tahu itu? Sepintas, orang mungkin berpikir kau tidur seperti bayi di malam hari. Itu membuatku menyadari pentingnya merawat tubuhku” kata Bong Hee lalu merasa kalau terlalu banyak mengoceh.
Ji Wook membenarkan, Bong Hee pun langsung meminta maaf. Ji Wook pun menanyakan apa yang ingin dikatakan Bong Hee karena ini  akan jadi yang terakhir kalinya. Bong He terlihat sedih mendengar terakhir kali tapi akhirnya mulai bicara.
“Ada banyak hal yang kusesali. Sebelumnya, aku mengira kau seorang cabul dan Karena aku, Kau juga dipecat . Aku minta maaf untuk semuanya.” Kata Bong Hee. Ji Wook pun menerimanya.
“Dan aku juga mengucapkan terima kasih. Bagiku, Kau adalah pahlawanku. Aku tidak akan menukarmu dengan Iron Man.” Ungkap Bong Hee. Ji Wook seperti tak percaya Bong Hee menganggapnya sebagai pahlawan.

“Dan... Aku menyukaimu”gumam Bong Hee.  Ji Wook ingin tahu apa lagi.
Bong Hee mengalihkanya dengan memberitahu tentang  Pelaku sesungguhnya karena merasa tahu pelaku sesungguhnya. Ji Wook kaget, Bong Hee pikir Ji Wook tidak perlu khawati karena Mulai sekarang, tidak akan merepotkan atau merugikan Ji Wook lagi serta akan mengurusnya sendiri.
Ia melihat Ji Wook yang harus kehilangan pekerjaanya. Ji Wook pikir  Tidak masalah jika kehilangan atau tidak dengan nada kesal kalau memang jika Bong Hee melihatnya, seharusnya mengatakannya padanya. Bong Hee mengaku kalau sedikit tidak yakin. Ji Wook tak mengerti maksudnya.
Bong Hee menceritakan kalau bisa mendengar Semacam lagu yaitu Suara siulan yang didengar pada malam pembunuhan Hee Jun lalu mendengarnya di pengadilan. Ji Wook seperti tak percaya mendengarnya. Bong Hee merasa percaya bahwa pelaku sesungguhnya datang ke pengadilannya. 
Ji Wook ingin tahu siulan itu Seperti apa lagunya. Bong Hee mencoba untuk mengikutinya siulan dengan nada yang aneh. Ji Wook pikir kalau suaranya itu seperti dari dunia lain.Tapi Bong Hee pikir siulan laginya itu cukup baik. Ji Wook meminta mengulangi lagi. Bong Hee mencoba lagi walaupun terdengar aneh. 


Ji Wook duduk sambil menyeruput kopinya lalu mengeluh sendiri kalau rasanya pahit dan tidak enak. Lalu mengingat kembali saat Bong Hee yang memulai mengikuti suara siulan yang didengar.
Flash Back
Ji Wook mengeluh dengan suara siulan yang dibuat Bong Hee meminta agar mengakhiri tentang melodi yang aneh ini, lalu ingin tahu wajah dan umurnya, apakah Bong Hee melihatnya.
“Aku tidak akan menerima bantuan lagi. Kau selama ini sudah kesulitan menghadapiku  Aku akan mengurusnya sendiri. Jadi Kau tidak perlu khawatir” kata Bong Hee
“Aku bukannya khawatir tapi Aku hanya penasaran saja” kata Ji Wook menyangkalnya.
Ji Wook yang mengingat mengumpat Bong Hee itu yang  tidak tahu apa-apa, lalu kembali mengeluh dengan kopi yang diminumnya sangat pahit. 

Bong Hee berjalan pulang, tiba-tiba merasakan siulan kembali dari si pembunuh dengan earphone di telinganya. Bong Hee bisa melihat si pelaku yang mengemudikan sepeda dan langsung berlari masuk ketakutan naik ke apartementnya.
Saat itu ia pun terbangun dari tidurnya dan sadar kalau hanya mimpi buruk lalu dikagetkan dengan bunyi bel kamarnya. Dengan gemetar mencoba membuka pintu dan dikagetkan dengan melihat Jaksa Jang kerumahnya. 

Jaksa Jang masuk menatap lantai seperti bisa membayangkan anaknya yang meningggal ditempat itu dan langsung menyindir Bong Hee yang  makan, tidur, dan bernapashidup dan sehat di tempat di mana anaknya dibunuh.
“Beraninya kau masih hidup?”sindir Jaksa Jang. Bong Hee mengatakan kalau juga turut prihatin tentang apa yang terjadi dengan anak dari Jaksa Jang. Jaksa Jang menatap sinis mendengarnya.
“Namun, Bukan aku yang melakukannya. Aku tahu kalau kau tidak percaya, tapi, bukan berarti ... Aku bisa mengakui sesuatu yang tidak kulakukan.” Kata Bong Hee menyakinkan.
“Aku belum menemukan bukti yang membuktikan kau tidak membunuh anakku” tegas Jaksa Jang marah

“Dengan segala hormat, tidak ada bukti kalau aku yang membunuhnya.” Kata Bong Hee. Jaksa Jang menanyakan alasan buktinya tidak ada.
“Jika saja Ji Wook tidak mengacaukan sidang, maka Kau akan berada di penjara dan  menjalani hukuman karena kejahatanmu” kata Jaksa Jang murka
“buktinya... Sudah direkayasa. Aku minta maaf karena mengatakan ini. Namun, Jaksa Penuntut harus membuktikan kesalahanku. Menurut "praduga tidak bersalah", aku tidak bersalah. Jika kau yakin aku yang bersalah maka Jaksa penuntutlah yang harus membuktikannya dulu.Tidak ada tanggung jawabku ... untuk membuktikan bahwa aku tidak bersalah, “ kata Bong Hee
“Tapi... Aku akan membuktikan ketidakbersalahan ku. Aku akan melakukannya untukku, Jaksa Noh dan ibuku. Serta  Aku akan menangkap pelaku sesungguhnya untukmu dan Hee Jun,  Aku akan memastikannya ...” kata Bong Hee.

Jaksa Jang tak bisa menahan amarah ingin memukul Bong Hee. Bong Hee pun terlihat ketakutan. Jaksa Jang akhirnya bisa  menurunkan tangan tak memukul Bong Hee.
“Aku tidak tahu bagaimana kau memenangkan hati anakku dengan sarana atau kemampuan apa. Aku bertanya-tanya bagaimana caramu membuatnya ada di bawah mantramu, membuatmu keluar dan mendapatkan kembali kebebasanmu. Tapi Aku mengerti sekarang. Sekarang aku tahu bahwa kau bukan gadis biasa.” Kata Jaksa Jang
“Namun, Kau akan menyesal mendapatkan kebebasanmu lagi. Aku akan menangkapmu dengan cara apapun. Ku pasti kan akan menghukummu, Selama kau dan Aku masih hidup, Aku akan membuatmu menderita, dan aku tidak akan lupa untuk menghukum mu” tegas Jaksa Jang penuh amarah lalu keluar dari ruangan. 


Ji Wook pergi ke tempat ayahnya “Noh Young Suk” foto dan tempat abu tersimpan dengan baik. Lalu mengajak bicara ayahnya, memberitahu kalau baru saja mengundurkan diri.
“Sebelum aku bahkan bisa memecahkan kasus terakhirku sebagai jaksa, Aku keluar.” Ucap Ji Wook mengingat kembali dengan kenangan ayahnya.
Saat masih kecil Ji Wook ingin seperti ayahnya sebagai jaksa. Tuan No mengaku Ini suatu kehormatan untuk ayah dan Tidak ada kehormatan yang lebih besar dari seorang anak yang ingin menjadi seperti ayahnya.
“Maafkan aku ..Aku gagal menjadi seperti Ayah.. Maafkan aku karena ... tidak menepati janjiku” ucap Ji Wook seperti merasa sangat menyesal. 

Ji Wook masuk ke sebuah ruangan bertuliskan  (Pengacara Noh Ji Wook dan Ji Eun Hyuk. Saat masuk Eun Hyuk langsung menyambutnya seperti sebuah pesta sambutan angota baru. Ji Wook mengeluh dengan tingkah Eun Hyuk dengan sinis 
“Aku dengan tulus menyambutmu karena benar-benar menyukaimu” kata Eun Hyuk. Ji Wook menyuruh Eun Hyuk agar enyah saja.
“Hei.. Tunggu sebentar” kata Ji Wook sebelum Eun Hyuk pergi. Eun Hyuk pun dengan senang hati meminta Ji Wook mengatakan yang dibutuhkan.
“Aku mengatakan kepada seseorang kalau kami punya takdir yang naas.” Kata Ji Wook. Eun Hyuk langsung bertanya dengan siapa mengatakanya.
“Sudahlah Dengarkan saja.” Keluh Ji Wook. Eun Hyuk mengangguk mengerti merasa Tak masalah selama itu bukan dirinya itu.

“Kaulah yang terburuk . Aku sangat membencimu. Setelah aku mengatakan kami punya takdir yang naas, Aku mengatakan kepadanya jangan pernah muncul dihadapanku. Tapi masalahnya adalah,Aku harus bertanya dengan seseorang. Jadi jika aku menghubunginya pertama kali ...” ucap Ji Wook dan langsung disela oleh Eun Hyuk.
“Ayolah. Itu akan memalukan.” Kata Eun Hyuk. Ji Wook seperti tak yakin Eun Hyuk yang mengatakan hal itu.
“Itu akan membuatmu terlihat konyol Tapi itu bagus Jika itu aku, maka aku akan menyukainya. Aku akan lebih tersentuh dan bersemangat jika dia meneleponku setelah apa yang dikatakannya. Begitulah yang kurasa ketika kau menelponku pertama kali Semakin kau berharap, maka semakin besar pula kejutannya” ungkap Eun Hyuk kembali memainkan terompetnya.

Ji Wook kembali mengeluh dengn yang dilakukan temanya. Eun Hyuk tahuk kalau Ji Woo menyuruhnya pergi tapi kemudian memanggilnya lagi dan itu yang membuatnya merasa benar-benar gila.
“Hanya karena aku bertindak seperti tidak ada yang terjadi, Jangan menganggap semuanya baik baik saja, Eun Hyuk. Tolong, Enyahlah” tegas Ji Wook yang masih dendam dengan temanya.
“Tapi, Wook... Ini juga kantor ku, Ini mejamu dan diujung sana Itu mejaku. Jadi Kemana aku harus pergi?” kata Eun Hyuk mengodanya. Ji Wook seperti tak bisa berbuat apa-apa. 


Ji Hae dkk membahas tentang kuliah mereka dan melihat Bong Hee duduk sendirian sambil mendengarkan musik. Salah satu teman mengajak Bong Hee untuk makan siang bersama. Teman Pria Bong Hee langsung menghentikanya. Ji Hae pun seperti tak suka melihat Bong Hee yang masih ikut kuliah padahal seharusnya dalam penjara.
“Kau tidak boleh mengajaknya.” Ucap Ji Nae dan teman yang lain pun mengajaknya pergi, sementara Bong Hee menatap sinis pada Ji Nae yang selalu menganggunya. 

“Aku memutuskan untuk mendengarkan semua musik yang ada  sampai menemukan melodi itu” gumam Bong Hee terus mencari musik yang sama dengan milik si pelaku.
“Aku bahkan mengirim pesan pada pelakunya dan membiarkannya tahu, jadi dia pasti akan datang mencariku” gumam Bong Hee melihat spanduk yang sengaja dipasang untuk pelaku pembunuh Hee Joon.
“Hei, pelaku! Ayo kita bertempur 1 lawan 1” ungkap Bong Hee benar-benar sudah siap bertemu dengan si pelaku. 
Bong Hee berjalan di padang ilalang bisa membayangkan kalau itu  satu-satunya tempat dimana si pelakunya meninggalkan jejak dengan membuang pisau untuk membunuh Hee Joon.
“Kemana perginya si pelakunya setelah itu?” ucap Bong Hee bertanya-tanya. 

Tiba-tiba Bong Hee merasakan ada seseorang yang mendekat, dengan wjah ketakutan berpikir kalau si  Pelaku kembali ke TKP. Sosok pria semakin mendekat, Bong Hee makin ketakutan. Sampai akhirnya Ji Wook yang datang memanggilnya.
“Jaksa Noh... Kau menakutiku. Kenapa kau tidak mengatakan siapa kau?” ucap Bong Hee jatuh lemas.
“Kau tidak memintaku. “ kata Ji Wook membela diri.
“Bagaimana bisa kau tidak memberi tahu siapa dirimu di tempat yang sepi seperti ini?” keluh Bong Hee.
“Lalu apa aku harus mengatakan namaku saat aku berjalan ...bahkan ketika tidak ada orang? “ucap Ji Wook mengomel.
“Ini kan tempat yang sepi, Aku mengira kau sebagai pelakunya.” Kata Bong Hee.
Ji Wook pikir Bong Hee yang aneh kalau datang sendirian pada jam segini. Bong Hee mengatakan kalau sedang mencari bukti kriminal lalu dengan senyuman bahagia berpikir kalau Ji Wook khawatir dengannya. Ji Wook langsung mengelak.
“Tentu saja, tidak mungkin” kata Bong Hee sudah tahu dan akan berdiri tapi badanya limbung karena terlalu lama berjongkok.
Ji Wook langsung menangkap tangan Bong Hee agar tak terjatuh. Bong Hee tak percaya melihat Ji Wook yang memegang tanganya. Ji Wook langsung buru-buru melepaskan dan pergi. Bong Hee tersenyum bahagia, seperti jantungnya mulai berdegup kenceng. 


Keduanya berjalan bersama, Bong Hee pun menanyakan alasan Ji Wook datang ke tempat Pisau ditemukan. Ji Wook merasa sebagai  seorang jaksa yang kompeten seperti dirinya itu gagal memecahkan kasus terakhirnya.
“Ini melukai harga diriku dan membuat ku merasa tidak nyaman.” Kata Ji Wook. Bong Hee mengangguk mengerti.
“Aku akan membantu mengembalikan kebanggaanmu dengan mencari melodi  yang.... “ kata Bong Hee. Ji Wook menolak karena akan memberikan rekaman CCTV dari pengadilan.
“Jadi pikirkan wajah pelakunya dan ...” kata Ji Wook danlangsung disela oleh Bong Hee kalau tidak pernah melihat wajahnya.

“Kau bilang melihatnya.” Kata Ji Wook kesal. Bong Hee membenarkan tapi yang dikatakan kalau bertemu dengan pelaku melalui sebuah lagu.
“Dia melewatiku dengan sepedanya, dan di pengadilan, aku hanya mendengar melodi itu” kata Bong Hee.
“Jangan pernah mengucapkan kata "melodi" lagi.” Kata Ji Wook kesal 
Bong Hee heran melihat Ji Wook yang marah. Ji Wook berusaha untuk tetap tenang lalu ingin tahu jenis dan bentuk sepedanya.
“Semua sepeda terlihat sama, ada dua roda. Aku tidak tahu bahwa ada perbedaan” ungkap Bong Hee.

“Aku pikir kau punya petunjuk atau sesuatu. Aku sangat ingin tahu apa itu. Karena itu, insomniaku memburuk, dan aku tidak bisa bekerja. Aku bahkan mengorbankan diri dan datang ke sini.” Ucap Ji Wook benar-benar kesal.
“Itu sebabnya aku bilang biar aku yang akan menyelesaikan ini sendiri.” Kata Bong Hee.
“Bagaimana cara kau akan mengatasinya? Beritahu aku bagaimana! Apa Datang ke sini pada jam segini?” ucap Ji Wook geram
“Kau membuatku berpikir kalau kau  khawatir denganku” komentar Bong Hee.
Ji Wook membenarka dan mengakuinya. Bong Hee pun mengartikan kalau Ji Wook itu tidak marah padanya lagi, karena Terakhir kali, bilang mereka punya takdir yang naas Jadi berpikir tidak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi. Ji Wook pikir Itu benar juga. Bong Hee binggung.
“Sebagai mentormu dan walimu selama dua bulan, Aku memang benar sangat khawatir denganmu , tapi sampai disini saja dan sekarang tidak lagi. Jadi jangan menimbulkan masalah dan hidup dengan aman.” Kata Ji Wook berjalan pergi.
“Aku akan menemukan petunjuknya. Aku akan menemukan pelakunya. Aku boleh aku bertemu denganmu setelah itu. Kau tak masalah kan? Aku akan jadi sukses, dan akan membalas kebaikanmu kembali, Aku akan mengubah takdir naas ini menjadi hubungan yang lebih baik.” Teriak Bong Hee. Ji Wook seperti tak peduli dan berjalan pergi. 

Bong Hee masuk kelas dengan mempelajari undang-undang, lalu saat pulang magang berjalan di seberang jalan melihat Ji Wook yang berjalan dengan wajah lesu, di saat musim gugur. Saat turun salju dan masuk musim dingin, Bong Hee melihat Ji Wook yang berjalan di tempat yang sama.
“Aku menjalani kehidupanku dengan rajin Dan kadang-kadang, ketika aku memiliki waktu waktu sulit ku...” gumam Bong Hee yang masih bisa melihat Ji Wook.
Teman-teman Ji Wook terlihat bahagai dan mengaku iri dengan  Ji Nae. Ji Nae merendah kalau kalau bukan sendiri yang ditunjuk, lalu memberikan semngat kalau seniornya juga sudah dibina untuk bekerja di firma hukum
“Semuanya berjalan dengan baik, Kecuali seseorang.” Ejek Ji Nae pada Bong Hee yang sedang duduk bersebrangan sambil mendengarkan musik. Bong Hee memilih tak mengubris dan duduk membelakanginya.


“Dari waktu ke waktu ketika aku merasa seperti hidup ini mencekik ku.” gumam Bong Hee
Musim pun terus berganti dari panas, semi, lalu dingin. Ji Wook pun tetap memperlihatkan wajah lesu. Bong Hee berada diseberang jalan merasa sedikit istirahat dan melihat Ji Wook dari kejauhan.
Musim berlalu, Ji Wook dan Bong Hee saling berpapasan tapi tak saling menyapa seperti tak saling mengenal. Ji Wook pun seperti tak peduli degan Bong Hee. 

Spanduk berubah di bagian atas terowongan, seorang bapak dibantu seseorang agar bisa ditarik lebih agar bisa dipasang dengan benar. Spanduk yang terlepas adalah Spanduk yang dipasang oleh Bong Hee, samai akhirnya si paman pun selesai memasang penganti spanduk.
“Terima kasih atas bantuannya. Aku mudah mengerjakannya berkatmu Apa mungkin kau seorang saksi ? Apa kau mau menelepon polisi?” ucap Si paman yang berbicara dengan pria. Si pria mengeluarkan ponselnya seperti menyimpan nomor dari spanduk Bong Hee. Sementara spanduk baru bertuliskan “Perintah penahanan” 


Ji Wook menerima klien baru sebagai pengara dengan membahas kalau  pihak yang dirugikan tidak bergeming  tetapi menurutnya klienya tidak bisa mengancamnya seperti itu dan menyarankan Permintaan maaf yang tulus dan refleksi diri harus didahulukan.
“Tentu saja, dia tidak akan menerima permintaan maafmu, tapi itu bukan berarti ...” kata Ji Wook.
“Dalam hal ini, Kami ini korban , Jaksa Noh. Kenapa mereka mengubah ini menjadi masalah besar? Dia hanya memukulnya beberapa kali. Kenapa mereka memperlakukan dia seperti penjahat brutal?” ucap si ibu membela anaknya.
“Jangan membuatnya terdengar seperti mereka hanya kelahi. Coba kau lihat catatan ini.. Dia sudah sering membully, selain itu dia sering di tahan dan penyerangan bergeng juga. Sementara Korban dibebaskan dari ICU baru-baru ini” jelas Ji Wook
“Ia pantas untuk dipukuli.” Kata si anak. Ibunya menyuruh anaknya agar diam tak membuat keadaan makin kacau.

“Dia mengatakan pria itu yang layak mendapatkannya dan anakku seharusnya tidak menganggunya. Semua orang kehilangan kendali ketika mereka emosi. Bukankah begitu? Kami tidak memintanya untuk menginap secara gratis.” Ucap Ibu. Ji Wook menghela nafas
“Aku menawarkan untuk membayar tagihannya. dia bilang, "Ini masih belum cukup." Mereka jelas ingin lebih banyak uang. Aku pasti mereka miskin tapi bagaimana bisa mereka mencoba membuat uang dari luka anaknya itu? Pokoknya, masa depan anakku ada di tanganmu Pastikan dia mendapat penangguhan penuntutan ataupun itu ” tegas si ibu yang meminta pembelaan Ji Wook pada anaknya.
“Oke, katakanlah kita bisa keluar dari ini. Tapi bagaimana dengan berikutnya? Setelah ulang tahunnya, tahun depan, dia akan tidak lagi dianggap anak dibawah umur” kata Ji Wook berusaha menahan amarah. Si ibu terlihat kesal dengan ucapan Ji Wook.
“Aku sangat berpengalaman dan lulus ujian diusia yang sangat muda. Maksudku, aku lulus ujian sebelum seharusnya lulus.” Tegas Ji Wook. Si anak mengejek Ji Wook yang pamer. 
Ji Wook membenarkan Karena ia memiliki banyak pengalaman sebagai jaksa, sudah melihat banyak berengsek lalu berusaha menjelaskan  telah melihat banyak anak laki-laki seperti anak itu yang membuat masalah. Ia mengetahui kalau itu kasus ketiga dari anak itu. Si anak dan ibu pun hanya bisa diam.
“Dari yang kulihat disini, kau hampir memperkosa seorang gadis dan mengancamnya dengan uang” kata si Ji Wook. Si ibu membela diri kalau  Gadis itu hanya penggali emas.
“Benar, tentu saja. aku yakin dia tidak pernah melakukan sesuatu yang salah dan Ini pasti kesalahan orang lain.” Ejek Ji Wook. Si Ibu makin marah mendengar ucapan Ji Wook.

“Kau telah mendukung dia dengan uangmu dan koneksimu selama ini, dan kau akan terus melakukannya. Lalu Dia tidak pernah merenungkan atau berpikir tentang apa yang dia lakukan itu salah/tidak dan itu akan menjadi sama di masa depan. Maka  anakmu akan terus melakukan perbuatan buruk tanpa menyadari bahwa itu sebuah kejahatan. Jika dia mendapat kesulitan besar yang tidak dapat diselesaikan, Kau akan mengirim dia ke sekolah di luar negeri." kata Ji Wook dengan nada tinggi. 
"Kemudian dia akan terjerat ke dalam obat-obatan .dan bahkan tidak akan bisa lulus. Setelah itu, dia akan kembali ke Korea lalu melakukan kekerasan terhadap mereka yang miskin dan lemah darinya. Kemudian dia akan menyelesaikannya dengan uang” ucap Ji Wook terus mengomel seperti seorang jaksa.
Ibu dan anak hanya bisa melonggo melihat Ji Wook, Lalu Ji Wook berteriak kesal menyindir si anak kalau  semuanya akan baik-baik saja. Ibunya akan mengurus semuanya. Ia pun memberikan si ibu kalau ia harus memastikan hidup lebih lama dari anaknya  karena harus membersihkan kekacauan yang buat anaknya sepanjang hidupnya.

“Uang mengambil alih segala sesuatu. sangat menakjubkan kita hidup di dunia seperti ini” teriak Ji Wook kesal. Keduanya tak bisa berkata-kata melihat Ji Wook yang marah-marah.
“Aku hanya mengatakannya, Begitulah cara dunia ini” kata Ji Wook akhirnya menyadarinya lalu mengajak mereka agar memulai dari awal dengan berpikiran jernih lagi.

“Mari kita mulai dari "permintaan maaf yang tulus dan refleksi diri".” Kata Ji Wook. 


Tuan Byun memarahi Ji Wook mengingatkan kalau sekarang bukan lagi seorang jaksa tapi seorang pengacara. Ia pun mengungkapkan kalau ini sudah dua tahun sejak menyerah lencana jaksanya, tapi malah masih bertindak seperti seorang jaksa.
“Siapa kau untuk menuntut refleksi diri dari klienmu? Coba Lihat dirimu. "Aku tidak akan mendengarkannya. Kau bisa berbicara semua yang kau inginkan."itu yang kau pikirkan bukan?” kata tuan Byun marah
“Tidak, bukan itu yang ku pikirkan.” Kata Ji Wook hanya tertunduk malu.
“Kau harus merenungkan diri sendiri. Jangan hanya menuntut dari klienmu Sepertinya kau lah yang harus melakukannya. Moto hidupku adalah, "Jangan pernah menyesal." Tapi aku mulai menyesal membawamu ke sini.” Keluh Tuan Byun. 


Ji Wook dengan wajah lesu akhirnya pergi ke Kantor Kejaksaan Sunho lalu berjalan ke papan nama “Jaksa Noh Ji Wook” Wajahnya pun tersenyum tapi tersadar kalau nama di papan sudah berubah “Jaksa Woo Myung Sik”. Akhirnya ia membuka pintu dan melihat Tuan Bang sedang berbicara dengan rekan kerja lainya.
Ji Wook memberikan kode agar mengajaknya pergi untuk makanan. Tuan Bang menolak karena sibuk. Ji Wook tetap mengajak Tuan Bang untuk makan bersama. Tuan Bang tetap menolak kalau sedang sibuk. 

Tapi akhirnya keduanya makan di kantin. Ji Wook makan sambil berkomentar kalau makanan Pengadilan Negeri Cabang di Goyang yang terbaik. Tuan Bang dengan sinis menyuruh Ji Wook saja yang harus makan disana tapi malah datang ke kantor lama setiap hari.
“Aku tidak bisa pergi setiap jalan di Ilsan hanya untuk makan” jelas Ji Wook.
“Kau sepertinya punya banyak waktu sekarang karena kau tidak punya banyak pekerjaan, benarkan Jaksa Noh? Ahh... Maksudku, Pengacara Noh” kata Tuan Bang sengaja mengejek. Ji Wook pun tak banyak komentar. Tuan Bang lalu mendengar Ji Wook yang makan malam tim dua hari yang lalu. 

Ji Wook seperti mabuk menopang wajahnya lalu membahas kalau telah menyaksikan langkah, "Iblis Advocate". Dalam film itu, seorang pengacara menjual jiwanya kepada iblis. Menurutany ltu menunjukkan bahwa beberapa dari pengacara seperti dirinya bahkan bersedia  untuk membela Iblis untuk kekayaan dan ketenaran.
“Bagaimana aku harus meletakkan ini? Aku pikir film itu Memaparkan sifat pengacaranya dengan sangat tepat. Pokoknya, aku sangat benci pengacara “ keluh Ji Wook dan saat itu Eun Hyuk langsung tertawa mencoba mencairkan suasana karena sedang makan malam dengan tim pengacara.
“Bahkan Iblis pun punya hak untuk membela dirinya. Semua dari kita di sini, termasuk aku, adalah seorang pengacara. Pengacara Noh, Kami jarang berkumpul seperti ini untuk makan malam perusahaan.” Ungkap Tuan Byun menenangkan anak-anak buahnya.
“Ji Wook membuat makan malam perusahaan langka ini jadi lebih istimewa.” Ungkap Eun Hyuk bangga dengan memeluk temanya. Ji Wook melihat tangan Eun Hyuk menyentuhnya, langsung mengumpat jangan konyol dan tak ingin disentuh.
“Mengapa ada begitu banyak pengacara di dunia ini?” keluh Ji Wook kesal. 

Tuan Bang tak percaya Ji Wook mengkritik para pengacara bahkan ketika sudah menjadi pengacara. Ia mengingatkan Ji Wook Sekarang kseorang pengacara dan berbicara terus tentang sakitnya menjadi pengacara. Ia yakin ada cerita konyol yang tak terhitung jumlahnya yang bisa diberikan dengannya.
“Bukankah ini agak asin? Aku lebih suka makanan yang rendah sodium.” Keluh Ji Wook seperti tak ingin mendengar ucapan temanya.
“Bunglon, kadal, dan gurita. Bahkan mereka makhluk mengubah warna untuk berbaur dengan lingkungan mereka. Kau setidaknya harus setara dengan mereka jika kau tidak bisa melampaui mereka.” Jelas Tuan Bang
“Aku benar-benar tidak cocok untuk itu! Aku suka menghukum penjahat dan benci harus membela banyak orang”teriak Ji Wook sampai membuat semuar orang menatapnya.
“Ketika aku berusia sekitar 5 atau 6 tahun, Aku menyadari, "aku harus melakukan hal yang tidak ingin ku lakukan dalam hidup." Saat itulah aku belajar itu.” Ucap Tuan Bang yang langsung di suapi selada oleh Ji Wook agar diam.  


Saat itu Eun Hyuk datang membawa makanan meminta Tuan Bang tak perlu khawatir  karena akan dipalu ketika sudah tajam. Tuan Bang mengaku sedang mencoba untuk menguatkan Ji Wook. Eun Hyuk pikir Ji Wook  tidak akan pernah menjadi bulat tidak peduli berapa banyak yang akan dipalu menurutnya temanya itu sama sekali tidak konsistensi
“Aku sangat konsisten dan sudah membencimu dengan konsisten.” Kata Ji Wook lalu berjalan pergi. Eun Hyuk hanya bisa berteriak memanggil Ji Wook akan kemana. Ji Wook tak peduli menaruh nampan dan pergi.

“Bukankah dia sangat konsisten?” komenatr Eun Hyuk tentang Ji Wook.
“ Kau salah satunya” kata Tuan Bang. Eun Hyuk mengeluh dengan Tuan Bang  yang menyakiti perasaannya. Tuan Bang merasa kasihan melihat Ji Wook yang  melakukan banyak hal hari ini.
“Dia hanya kesepian karena menjadi orang buangan. Dia berbicara pada dinding karena dia tidak punya satupun teman untuk diajak bicara.” Komentar Eun Hyuk. 


Ji Wook berjalan pergi tanpa sadar dibelakangnya Bong Hee seperti sedang menunggu. Bong Hee akan pergi dan saat itu berpapasan dengan Ji Nae yang mengunakan pakaian Jaksa. Keduanya saling menatap sinis seperti saat masih kuliah.
“Aku bahkan tidak pernah bertemu orang yang sangat ku rindukan tapi kenapa aku terus berjumpa musuhku” keluh Bong Hee. Ji Nae berpura-pura tak mengerti yang dikatakan Bong Hee.
“Kau bahkan tidak bisa sering datang ke sini karena kau tidak memiliki pekerjaan.” Balas Ji Nae
“ Yang kukatakan adalah aku melihatmu setiap kali datang ke sini. Kau punya pemahaman yang buruk. Kau terlihat sangat buruk.” Komentar Bong Hee kesal

“Aku dengar kalau kau bangkrut, tapi kau masih harus mencoba untuk telihat rapi. Kau memiliki selera Fashion yang mengerikan” ejek Ji Nae
“ Yah.. Tidak masalah. Pakaian saja yang murah,  jiwaku dan tubuh yang sangat berkelas dan Itulah segala yang ku punya” balas Bong Hee.
Ji Na tahu kalau Hak tinggi Bong Hee saja sudah copot karena melihatnya menjuntai setiap kali berjalan. Bong Hee bisa melihatnya lalu dengan sengaja menginjak lantai dan memperlihatkan kalau hak sepatunya kembali menempel lalu berjalan pergi. Ji Nae mengejek Bong Hee yang menyedihkan


Bong Hee duduk sebagai pengacara klienya sementara Ji Nae menjadi jaksa penuntut umum. Bong Hee memberikan pembelaan pada klienya kalau CCTV cuplikan dari adegan sebagai bukti tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi identitas terdakwa dan Juga, melihat bahwa tidak ada bukti penting seperti sidik jari atau jejak kaki yang ditemukan di TKP. Saat itu tiba-tiba Bong Hee terdiam saat melihat Ji Wook yang selama ini dirindukan masuk ke ruang sidang.

Bersambung ke episode 6 

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 
INSTRAGRAM dyahdeedee09  FANPAGE Korean drama addicted

1 komentar: