PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 25 Maret 2020

Sinopsis When the Weather is Fine Episode 8 Part 1

PS : All images credit and content copyright : JBTC

Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 

Pagi hari, Eun Seob masih tertidur lelap karena sakit, sampai akhirnya terbangun dan keluar dari kamar. Ia menatap ke depan rumahnya yang masih pagi lalu kembali membaringkan kepalanya di pintu, tiba-tiba matanya terbuka dan melihat sosok wanita memanggilnya
“Jin Ho...” ucap si wanita tersenyum pada Eun Seob didepan pintu. Eun Seob melihat sang wanita yang berubah juga dengan penutup kepala agar tak tingin. Ia pun akhirnya bergegas memakai sepatunya keluar dari rumah. 

Eun Seob berlari mengejar sang wanita yang terus berlari ke hutan, lalu memanggilnya “Ibu.. jangan pergi.” Wanita itu terus belari masuk kehutan, Eun Seo pun melihat sang wanita yang mengunakan penutup kepala agar tak dingin. Eun Seob mengejarnya meminta agar menunggunya.
“Ibu... Jangan pergi... Ibu.” Teriak Eun Seob yang masih lemah mengejar sang wanita, tapi ibunya malah pergi. kaki Eun Seob akhirnya tergelincir dan jatuh berguling ke sisi kiri lalu  tak sadarkan diri.
Sementara Hye Won berjalan menyusuri hutan berteriak mencari Eun Seob tapi Eun Seob masih tak sadarkan diri  setelah jatuh. Hye Won keluar rumah pun bingung karena tak menemukan Eun Seob.


Flash Back
Eun Seob duduk sendirian dalam kamar menatap salju yang turun, saat    masih sekolah guru melihat gambrnya lalu berkomenta   Sepertinya hidup Eun Seob  bahagia, Eun Seop karena melihat gambar Ayah, ibu, dan adiknya yang tersenyum lebar.
“Sepertinya kau punya keluarga yang sangat bahagia.” Ucap gurunya. Eun Seob terlihat marah dan langsung mencoret-coret gambarnya. Sang guru bingung melihat Eun Seob begitu juga anak lainya. 

Eun Seob yang pingsan akhirnya bisa tersadar dan berusaha untuk kembali pulang.  Ia duduk dibangku depan seperti mulai sadar dari halusinasinya, lalu kaget dengan Hye Won yang tiba-tiba datang ke rumahnya dihutan. Hye Won langsung bertanya  dari mana saja.
“Bagaimana pilekmu? Hei, kau masih kurang sehat. Kau harus memakai baju tebal...” ucap Hye Won. Eun Seob mengaku tidak pilek.
“Ada apa? Kau tampak kesal. Apa terjadi sesuatu?”tanya Hye Won memegang wajah Eun Seob. Eun Seob hanya diam saja mencoba melepaskan tangan Hye Won.
["Episode 8, Tempat Kecurigaan Menjadi Kenyataan"]


Eun Seob mengambil selimut lalu menyuruh Hye Won agar duduk diatasnya, lalu keluar dari kamar. Hye Won menatap dalam diam duduk di dalam kamar. Eun Seob memasak air panas. Hye Won berkomentar kalau Lampunya menyala, jadi berpikir Eun Seob ada di sini.
“Aku selalu menyalakan lampu. Jadi, siapa pun yang tersesat di malam hari bisa datang ke sini.” Ucap Eun Seob menyalakan kompor.
“Apa Kau terluka?”tanya Hye Won. Eun Seob mengaku jatuh berguling di bukit.
“Apa yang terjadi? Kamu pendaki profesional. Kau baik-baik saja, kan?”ucap Hye Won khawatir.
“Kenapa kau datang ke sini?” tanya Eun Seob sinis. Hye Won pikir  Karena Eun Seob pergi lama sekali.
“Semua orang mengkhawatirkanmu.” Ucap Hye Won. Eun Seob mengeluh Tapi ini sudah larut.
“Aku membawa senter malam ini. Mereka bilang aku hanya harus berjalan selama setengah jam, dan aku tiba di sini tepat setengah jam lagi. Aku tidak tersandung atau jatuh sama sekali.” ucap Hye Won bangga
“Aku sudah melarangmu datang.” Tegas Eun Seob. Hye Won pikir  Jalan di sini tidak terlalu buruk.
“Sepatu yang kau berikan ini sangat keren...” kata Hye Won dan Eun Seob langsung membalas dengan sinis.
“Aku tidak memberikannya agar kau bisa datang ke sini. Jangan pernah datang ke sini lagi. Meskipun aku sakit atau tidak pernah kembali. Kau tidak boleh naik ke sini.” Ucap Eun Seob. Hye Won terdiam mendengar Eun Seob yang bersikap dingin.
“Minum dan keluarlah.” Ucap Eun Seob memberikan minum lalu keluar kamar. Hye Won pun hanya diam saja. 


Akhirnya keduanya keluar dari rumah, Hye Won mengikuti Eun Seob yang berjalan dibelakangnya. Eun Seob pun seolah tak peduli dengan Hye Won yang berjalan dibelakangnya. Tapi saat jalan menurun, ia melihat dari kejauhan Hye Won yang mencoba turun memegang ranting.
Setelah Hye Won bisa turun, Eun Seob pun berjalan lebih dulu seolah-olah tak menoleh. Hye Won pun berjalan dalam diam karena sikap Eun Seob yang dingin seolah tak peduli denganya.
"Dahulu, seorang kakak dan adik melakukan perjalanan untuk menjadi bahagia. Mereka telah mendengar ada burung biru di suatu tempat yang memberikan kebahagiaan.”
“Setelah mendaki banyak gunung dan melewati banyak sungai, mereka tiba di desa tempat burung biru itu seharusnya berada. Tapi burung biru yang memberikan kebahagiaan tidak ditemukan."
Eun Seob pun berjalan dijalan desa, lalu menyuruh Hye Won agar masuk. Hye Won pun berjalan masuk tak banyak bicara berjalan sendirian. Eun Seob pun pulang duduk di dalam rumah menatap luka ditanganya.
"Pada akhirnya, kakak dan adik itu pulang tanpa menemukan burung biru.” 

Bibi Sim mengeluarkan pakaian kotor melihat Hye Won baru saja datang dan ingin marah. Hye Won hanya berlalu dengan wajah cemberut. Bibi Sim Sim bingung dengan sikap Hye Won yang uring-uringan. Pagi hari, Hye Won keluar dari rumah.
“Hei, sarapanlah sebelum pergi.” teriak Bibi Sim. Hye Won mengaku tidak terlalu berselera jadi Nanti saja. Bibi Sim makin melonggo dengan sikap Hye Won. 

Hye Won berdiri di depan toko buku terlihat sedikit gugup mengingat yang dikatakan Eun Seob semalam “Sedang apa kau di sini?” dengan nada sinis. Saat itu pintu terbuka dan Eun Seob pun menatap Hye Won memberitahu Saat kurirnya datang nanti...
“Aku tahu.” Ucap Hye Won sinis lalu masu ke dalam toko. Eun Seob bingung akhirnya keluar dari toko. 

"Pasar Hyecheon Barat"
Eun Seob mengemudikan mobilnya mengantar ibunya lalu memberitahu kalau sudah sampai. Nyonya Yun pun turun tanpa bicara wajahnya terlihat menahan amarah. Eun Seob pun hanya bisa diam melihat orang-orang yang terlihat marah padanya.
“Apa Kau datang untuk berbelanja?” sapa seorang bibi. Nyonya Yun pun menyapa bibi yang lama tidak bertemu.
“Apakah seluncur esmu lancar?” tanya bibi. Nyonya Yun mengaku Tidak terlalu.
“Ohh.. Benar juga. Aku mengeringkan ubi. Datang dan ambillah.” Kata sang Bibi. Nyonya Yun mengaku sudah lama ingin mampir. Sang bibi pun pamit pergi. 

Nyonya Yun akhirnya akan masuk ke dalam pasar. Eun Seob pun turun dari mobil lalu ke dalam pasar mengikuti ibunya. Nyonya Yun masuk ke toko  "Makanan Sehat" Sang bibi menyapanya bertanya  Apa yang dibutuhkan?
“Apa Putramu masih sakit? Apa yang terjadi? Dia tampak baik-baik saja.” Ucap sang bibi melihat Eun seob.
“Aku mau tonik otak.” Ucap Nyonya Yun. Sang bibi bingung bertanya alasan  Nyonya Yun membutuhkannya
“Ini untuk Hwi.” Kata Nyonya Yun. Sang bibi pikir Nyonya Yun  bilang dia tidak membutuhkannya.
“Kau bilang begitu, bukan? Kau bilang dia murid nakal seumur hidupnya dan tonik otak tidak bisa tiba-tiba menjadikannya murid baik. Aku bilang kau bisa mengambilnya secara gratis, tapi kau bersikeras hanya membelikan tonik untuk putramu...”ucap sang bibi yang langsung terdengar teriakan Nyonya Yun.
“Ayolah! Berikan saja kepadaku... Astaga, dasar wanita bodoh...” ucap Nyonya Yun kesal. 

Nyonya Yun berjalan lebih dulu masih terus mengeluh, Eun Seob memanggil ibunya. Nyonya Yun mengeluh kalau Eun Seob yang  hanya memanggilnya  ibu saat membutuhkan sesuatu. Eun Seob bertanya apakah Ibunya sangat marah.
“Ibu sudah melarangmu ke sana. Ibu tidak suka kau pergi ke sana meski kau merasa baik-baik saja. Tapi kau sakit. Kenapa kau pergi ke sana dengan kondisi seperti itu?” keluh Nyonya Yun.
Saat itu seorang ibu menyapa Nyonya Yun yang berbelanja dengan putranya. Nyonya Yun membenarkan lalu berjalan pergi, lalu kembali mengomel kalau sudah mengatakan sebelumnya Kali terakhir, seseorang menghilang jadi bisa mengerti.
“Itu masih meresahkan ibu, tapi apa yang bisa ibu lakukan? Tapi kali ini, kau tidak enak badan. Kau sakit. Seharusnya kau tetap di rumah. Kenapa kau terus naik ke sana? Memangnya Ada apa di sana? Dengan kondisi seperti itu...” ucap Nyonya Yun marah
“Ibu, gunung itu bukan apa-apa.”ucap Eun Seob tenang. Nyonya Yun makin kesal Eun Seob yang merasa bukan apa-apa
“Maafkan aku... Maafkan aku, Ibu.” Kata Eun Seob. Nyonya Yun kesal memilih untuk bergegas pergi dan tak ingin membahasnya lagi.
“Aku melihat wanita itu... Pagi ini saat aku duduk di lantai, aku melihat ilusi dirinya. Jadi, aku mengikutinya dan berakhir di gunung.” Akui Eun Seob. Nyonya Yun kaget lalu menatap anaknya kembali.
“Sudah ibu bilang itu berbahaya, kan?” kata Nyonya Yun sedih. Eun Seob berjanji tidak akan pernah mendaki gunung itu lagi tanpa izin Ibunya.
“Pondok itu... Bukan... Aku tidak akan pergi ke mana pun tanpa izin Ibu.” Kata Eun Seob berjanji
“Apa Kau yakin?” tanya Nyonya Yun. Eun Seob berjanji. Nyonya Yun pun percaya dengan Eun Seob. 



Hye Won duduk di dalam toko terlihat sudah mulai sakit, lalu mengingat kembali ucapan sinis Eun Seob semalam “Jangan pernah datang ke sini lagi.” Akhirnya Ia membaringkan kepalanya dimeja disamping buku yang dibacanya  "Burung Biru"
Saat itu Seung Ho datang menyapa Hye Won kalau  datang untuk makan bubur serbuk gergaji. Hye Won melonggo bingung, tapi beberapa saat kemudian sudah memasak diatas pemanas ruangan dan Seung Ho duduk didepanya.
“Saat kamu bilang bubur serbuk gergaji, kukira itu bubur yang terbuat dari serbuk gergaji.” Ucap Hye Won tersenyum
“Ini sebenarnya bubur oatmeal, tapi aku menyebutnya begitu karena seperti serbuk gergaji.” Kata Seung Ho tersenyum
“Apakah rasanya juga seperti serbuk gergaji?” tanya Hye Won. Seung Ho menjawab Tidak sama sekali.
“Rasanya sangat lezat dan gurih.” Ungkap Seung Ho. Hye Won pun mengaku  Senang mendengarnya.

Bibi Sim datang memberitahu Hye Won kalau  i harus pergi ke suatu tempat hari ini. Hye Won bingung bibinya mau kemana. Bibi Sim mengaku ada urusan di Seoul. Hye Won bertanya apakah Bibinya akan pergi sekarang.
“Ya, bibi akan kembali besok. Aku akan meninggalkan Gunbam dengan Su Jeong.” Kata Bibi Sim. Hye Won mengerti seperti tak peduli juga dengan sang bibi.
“Pastikan kau periksa pemanasnya. Tidak boleh ada kecelakaan lagi.” Pesan Bibi Sim. Hye Won mengerti.
“Sapu halaman belakang juga. Dan jangan lupa makan.” Kata Bibi Sim. Hye Won mengeluh dengan bibinya yang berlebihan lalu menyuruh Seung Ho makan saja. 

Bibi Choi bertanya bibi Sim mau kemana lalu mengendong Gunbam. Bibi Sim memberitahu kalau Seoul. Bibi Choi ingin tahu untuk apa. Bibi Sim mengaku hampir tidak menerima royalti sekarang jadi Untuk terus mencari nafkah merasa harus menulis novel lagi. Bibi Choi tak percaya mendengarnya.
“Setidaknya itu yang dikatakan perusahaan penerbitan. Maka itu tidak ada artinya. Tapi kali ini, aku berpikir untuk mendengarkan mereka. Aku menghabiskan lima tahun biaya hidup untuk perbaikan.” Keluh Bibi Sim.
“Bagus... Kurasa memang benar keinginanmu menulis berasal dari kesulitan.” Kata Bibi Choi
“Jangan langsung menyimpulkan... Entah bagaimana akhirnya. Aku bisa hidup tanpa uang. Sampai jumpa.” Kata Bibi Sim
“Baiklah, aku tidak akan langsung menyimpulkan, Bu Sim... Hati-hati di jalan, Bu... Jangan khawatirkan Gunbam!” ucap Bibi Choi melihat Bibi Sim pergi. 

Jang Woo masuk ke dalam toko memanggil Eun Seob, dan ternyata hanya ada Hey Won lalu bertanya Di mana Eun Seop. Hey Won menjawab  tidak ada dan bertanya apa yang dibawa Jang Woo. Jang Woo memberitahu Ini barang yang diminta oleh Eun Seop.
“Biar kulihat... dan Ini untukmu.” Ucap Jang Woo memberikan kartu nama. Hye Won melihat nama "Oh Yeong Woo” dan bertanya Apa ini
“Oh Yeong Woo memintaku memberikan itu kepadamu. Dia memiliki sebuah kafe di Seoul. Dia memintamu mampir pada musim semi saat kau di Seoul.” Ucap Jang Woo sambil mengambil minum di kulkas.
“Kenapa kau pucat sekali? Apa kau pilek?” tanya Jang Woo. Hye Won terbatuk mengaku merasa agak pilek.
“Saat ini, pilek bukan main-main. Kamu harus ke rumah sakit. Setidaknya kau harus minum obat.” Ucap Jang Woo. Hye Won pikir akan segera membaik.
“Kau tidak akan membaik. Kau harus ke rumah sakit untuk pilek belakangan ini...” ucap Jang Woo dan temanya memanggil untuk segera pergi.
“Aku harus pergi. Ke Rumah Sakit, ya. Sampai nanti. Minumlah obat..” kata Jang Woo bergegas pergi. Hye Won pun mengeratkan syalnya agar tak dingin. 

Bibi Sim menaiki kereta sambil membaca buku "Apa yang mereka katakan saat putus?" lalu mulai menerawang.
Flash Back
Bibi Sim datang dan duduk dibangku kereta lalu menyuruh pria yang duduk didepanya agar pergi saja. Sang pria bingung, Bibi Sim mengeluh menyuruh agar pria itu pergi saja dan siapa yang menyuruhnya mengikutinya pulang. Sang pria menatap Bibi Sim menahan rasa sedihnya.
"Apa dia membawakan tasnya saat mereka pergi?"
“Myeong Yeo...” kata Pria itu. Bibi Sim kesal meminta agar Cha Yun Taek tak menyebutkan namanya.
"Kenapa itu harus terjadi pada malam hari? "Apa mereka berdua terbiasa melihat satu sama lain menangis?"
 “Turun saja di stasiun berikutnya. Aku tidak tahan melihatmu.” Ucap Bibi Sim sinis. Tuan Cha hanya bisa menangis.
“Jangan menangis dan turun.” Kata Bibi Sim. Beberapa orang melihat keduanya berpikir pasangan yang sedang bertengkar.
“Aku... Aku sangat menyukaimu. Aku sangat mencintaimu.” Ucap Tuan Cha. Bibi Sim mengeluh dengan cinta yang maksud.
"Kita berlari dengan kecepatan penuh mencari cinta di suatu tempat di ujung dunia ini. Tapi setelah merelakan cinta itu, kita kembali ke tempat kita berada dengan semua energi yang terkuras dari tubuh kita.”
 “Aku tidak bisa hidup tanpamu.” Kata Tuan Cha. Bibi Sim mengeluh meminta agar menghentikan omong kosong itu.
" Meskipun kita menyebutnya perpisahan, saat kita menghabiskan energi untuk satu orang itu, kita bisa menyebutnya. Aku memakan wortel yang kamu pilih cinta juga. 'Angin Berembus, Aku Menyukaimu' esai perjalanan oleh Lee Byung Ryul"


"Toko Buku Good Night"
Eun Seob baru saja pulang melihat Hye Won berbaring di atas meja dengan nada sinis menyuruh menyuruh agar bisa pulang sekarang. Tapi Hye Won hanya diama saja. Eun Seob akhirnya mendekat dan melihat Hye Won sedang sakit.
Hwi sedang dirumah mengangkat telp. Eun Seob bertanya apakah ada  Ada obat pilek di rumah. Hwi mencari di dalam laci dan memberitahu kalau ada. Eun Seob pun menyuruh agar membawa itu ke toko buku. Hwi terlihat bingung.
“Bawa itu ke toko buku sekarang.” Kata Eun Seob. Hwi memberitahu  pertemuan klub buku akan dimulai satu jam lagi.
“Tidak bisakah aku membawanya nanti?”kata Hwi. Eun Seob seperti baru menyadarinya.
“Jangan lupa membawanya nanti.” kata Eun Seob. Hwi ingin menayakan sesuatu tapi Eun Seob sudah lebih dulu menutup telpnya. 

Hwi masih memegang gagang telp. Tuan Lim pulangmenyapa anaknya. Hwi menceritakan apakah Ayah tahu yang dikatakan Lim Eun Seop padanya di telepon tadi. Tuan Lim sambil menonton Tv bertanya apa yang dikatakan Eun Seob.
“Dia memintaku melakukan sesuatu. Lim Eun Seop memintaku melakukan sesuatu untuknya.” Ucap Hwi. Tuan Lim mengerti dan seolah tak peduli.
“Dengan nada yang sangat kejam dan opresif. "Anak nakal. Bawakan obat pilek itu ke toko buku sekarang!" Seperti inilah suaranya. Dia memintaku melakukan sesuatu untuknya dan membawakannya obat! Apa Ayah mendengarkanku?” cerita Hwi melihat ayahnya menonton TV.
“Tentu saja.” Kata Tuan Lim masih terus menonton. Hwi mengeluh pada ayahnya meminta agar segera mematikan TV dan mendengarnya.
**
Bersambung ke Part 2

Cek My Wattpad...  ExGirlFriend

      
Cek My You Tube Channel "ReviewDrama Korea"

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar