PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Jumat, 20 Maret 2020

Sinopsis Hospital Playlist Episode 2 Part 2

PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 
Didepan INSTALASI GAWAT DARURAT, Petugas datang memberitahu  Anak laki-laki, tujuh tahun, kecelakaan lalu-lintas, pasien pergi bersama ibunya lalu  berusaha mengambil mainan di jalan saat tertabrak truk yang mengebut. Ia memberitahu  Tekanan darah 60/40.
Seorang anak yang tak sadarkan diri pun masuk dengan Dokter jaga yang memberikan CPR. Perawat memberitahu kalau tulang panggul dan tulang dada patah. Sang ibu hanya bisa menangis melihat anaknya yang dibawa masuk ke ruang IGD.
“Ada pendarahan di rongga abdominal dan cedera toraks. Dari hasil sinar-X, dia cedera tulang leher, dan sepertinya tulang panggulnya patah.” Ucap Dokter wanita kebingungan melihatnya.
“Apa maksudmu? Kita harus selamatkan dia.. Cepat lakukan pindai CT! Panggil Dokter Chae karena mungkin ada cedera otak.” Ucap Dokter pria. Dokter wanita menganguk mengerti. 
“Di mana Dokter Ahn Jeong-won?” tanya dokter pada meja perawat. Perawat memberitahu  Dokter Ahn sedang dinas di luar dan sebentar lagi sampai.
“Ini sulit meski ada Jeong-won. Ya, Tuhan... Kesadarannya lemah. Denyut nadi dan napasnya pun lemah. Kami baru melihat hasil tes sonografi dan sinar-X. Terjadi pendarahan di rongga abdominal, cedera tulang leher, serta tulang panggul patah.” Ucap Dokter Pria. Dokter Jang hanya diam saja.
“Tampaknya kita harus melakukan pindai CT kepala. Kemungkinan besar terjadi pembengkakan otak. Meski bisa dioperasi, pemulihan kesadarannya sulit.”kata Dokter pria. Dokter Jang hanya diam saja terlihat bingung.
“Kau lihat apa? Cepat pergi! Walinya pasti menunggu. Bicara padanya.” Perintah Dokter Pria. Dokter Jang menganguk mengerti. 



Dokter Heo mengajak keruang konferensi dengan menjelaskan Saat ada pasien operasi, ahli bedah tak memutuskan sendiri, tapi dokter spesialis akan berkumpul, berdiskusi, dan saling berpendapat tentang prosedur terbaik.
“Apa ruangan ini terbuka?” ucap Dokter Heo melihat pintu terbuka, Ketika akhirnya berkumpul dalam ruangan.
Song Hwa memijat kakinya seperti kelelahan, dan berkomentar mereka itu masih terlihat imut karena dulu juga seperti itu. Dokter Ahn memberikan lirikan peringatan. Song Hwa pun meminta maaf
“Karena kita kedatangan tamu berharga, mari dengar alasan mereka masuk kedokteran.” Ucap Dokter. Song Hw mengeluh menyuruh mereka pergi saja.
“Benar, 'kan? Kau juga benci hal semacam itu, 'kan?” ejek Dokter seniornya. Song Hwa akhirnya hanya bisa meminta maaf pada seniornya. Dan akan berhenti bicara.
“Kedua orang tuaku dokter. Jadi, aku terpaksa...” ucap Dokter Heo dan langsung disela Dokter Senior.
“Heo Seon-bin, kami tak bertanya padamu. Kita mulai dari mahasiswa pertama. Apa alasanmu memilih kedokteran?” ucap Dokter senior.
“Ibuku dioperasi sepuluh tahun lalu. Aku terkesan oleh dokter berdedikasi yang merawat ibuku.Jadi Kuputuskan belajar kedokteran.” Ucap Hong Do. Dokter senior pun memujinya.
 “Ibuku dioperasi sepuluh tahun lalu... Aku terkesan oleh dokter berdedikasi...” kata Yun Dong. Dokter mengeluh kalau itu tadi alasan Hong Do.
“Temanmu sudah pakai alasan itu.” Kata Dokter. Dokter Heo akhirnya meminta maaf dan akan bergegas pergi. 
Dokter Yong gugup mengirimkan pesan yang belum dibalas [KAU SAJA YANG MENGOPERASI, DOKTER] Song Hwa keluar ruangan rapat karena harus menerima telp. Ternyata Song Hwa ditelp oleh Jun Hwa merasa kalau waktunya tepat saat menelp. Song Hwa membenarkan.
“Tolong bilang kau akan melakukannya.” Ucap Dokter Yong masuk ruangan. Song Hwa mengeluh dengan sikap juniornya.

“Apa Kau pikir operasi seperti reservasi hotel? Kita tak boleh seenaknya mengganti dokter.” Ucap Song Hwa
“Kau hanya akan diam melihat pasien mati?” komentar Dokter Yong. Song Hwa berteriak kesal mendengarnya.
“Dokter Min Gi-jun bilang tak akan melakukan kraniotomi, tetapi TSA. Apa masalahnya?”ucap Song Hwa heran
“Katanya Dokter Min baru melakukan operasi TSA hanya sekali. Dan rekan dokternya yang mengoperasi, sementara dia hanya berdiri. Gong Hyeong-u alami ekstensi supraselar. Itu operasi TSA yang sulit.” Kata Dokter Yong
“Dokter Min pasti bisa melakukannya dengan baik.” Kata Song Hwa yakin
“ Di rumah sakit sebelumnya, rekan dokternya melakukan TSA untuknya. Sedangkan kita?” keluh Dokter Yong
“Ada kau, 'kan? Kau bisa membantunya dengan baik.” Kata Song Hwa. Dokter Yong mengeluh kalau tak bisa melakukan apapun dengan nada tinggi dan menyuruh agar mengecilkan suaranya. 
“Dokter Chae... Apa Kau akan membiarkan Gong Hyeong-u dioperasi oleh Dokter Min? Tidak, 'kan? Kita tak boleh begitu kepada pasien. Bicaralah kepada Kepala Rumah Sakit. Bilang kau akan melakukannya.” Ucap Dokter Yong memohon.
“Operasinya lusa, 'kan? Besok sore aku ada operasi tumor dasar tengkorak. Jadi Tidak akan sempat... Aku tak bisa.” Tegas Song Hwa
“Kita bisa minta dokter anestesi untuk mengulur waktu. Aku akan mempersiapkan semuanya.” Ucap Dokter Yong terus memaksa.
“Entahlah! Kepalaku sakit... Jun-wan, kau punya obat sakit kepala?” keluh Song Hwa
“Dokter bedah saraf tak punya obat sakit kepala? Kita ke ruanganku.” Ucap Jun Wan. Dokter Yong terus memohon agar Song Hwa mau mengoperasi. 


Di ruangan, Jun Wan terlihat bingung lalu bertanya apa yang dikatakan tadi. Song Hwa mengatakan Jun Wan lihat Dokter Jang dengan juniornya jadi pasti tahu tentang hal itu. Jun Wan mengaku tidak sengaja. Song Hwa langsung berteriak marah
“Itu satu, dua hari sebelum dia bilang. Aku berniat memberitahumu.” Ucap Jun Wan
“Harusnya kau segera bilang.” Keluh Song Hwa. Jun Wan mengaku tak tahu situasi mereka
“Kau tinggal bilang sesuai fakta! Apa pentingnya situasi kami?” kelh Song Hwa.
“Tidak semudah itu. Memang kau bisa langsung bilang?” tanya Jun Wan. Song Hwa menegaskan kalau  akan segera bilang.
“Begitu lihat aku akan bilang, "Pacarmu selingkuh dengan pria lain." Kata Song Hwa.
Saat itu dokter lain datang, Jun Wan pun bertanya ada apa. Dokter memberitahu Waktunya pengobatan pasien rawat jalan. Jun Wan mengeluh Pasien rawat jalan apa. Dokter mengatakan kalau yang dimaksud itu Dokter Chae Song-hwa. Song Hwa teringat dan memperingatkan kalau mereka belum selsai bicara.
“Dokter Ahn Chi-hong berdiri di depan sedari tadi.” Ucap Dokter Do. Jun Wan mengerti
“Bagus! Ini hal terbaik yang pernah kau lakukan.” Kata Jun Wan memuji Dokter Do 


INSTALASI GAWAT DARURAT
Dokter Jang memberitahu ibu pasien kalau  Kemungkinan besar dia mengalami trauma karena pendarahan. Sang ibu pun panik apa yang harus dilakukanya.  Dokter Jang membertahu Denyut nadinya lemah jadi sedang menjalani pindai CT karena curiga adanya cedera dada, bahkan otak.
“Aku tak tahu apakah pasien bisa bertahan. Kemungkinan pasien selamat kecil. Ini Tidak ada harapan.” Ucap Dokter Jang. Jung Won menatap dari kejauhan.
“Dokter, aku mohon selamatkan Ju-hwan. Aku tak bisa hidup tanpa Ju-hwan.” Ucap Sang ibu menangis.
“Apa kau melakukan CPR? Kompresi dada?” tanya Dokter Jang. Sang ibu mengaku tidak.
“Dia bisa selamat bila diberi CPR.”kata Dokter Jang dingin. Sang ibu binggung saat itu Jung Won langsung memanggil Dokter Jang
“Aku dokter bedah anak, Ahn Jung-won. Kondisinya memang tak baik, tetapi kami akan berusaha sebaik mungkin. Kami akan mengabarimu setelah hasil pindai CT keluar.” Ucap Jung Won menyakinkan. Sang ibu terlihat sedikit tenang.
“Bu, masih dini untuk meyakini apa pun.” Tegas Jung Won, Dokter Jang melihat dari kejauhan hanya diam saja. 


Jung Won akhirnya menarik Dokter Jang ke kamar yang kosong, bertanya  Sudah berapa lama jadi residen. Dokter Jang menjawab tiga tahu. Jung Won tak percaya kalau cara bicara pada pasien seperti itu dengan mengatakan Pasien bisa selamat jika dia beri CPR?
“Bagaimana bisa bicara begitu? Ibu dari anak ituakan merasa bersalah seumur hidup. Dan bagaimana kau bisa yakin bahwa anaknya tak ada harapan?” ucap Jung Won marah
“Aku memantaunya sejak datang. Aku hanya ucapkan fakta setelah lihat rekam medis dan kondisi pasien. Namun, aku benar, 'kan?” ucap Dokter Jang masih dingin
“Pasien itu memang sulit diselamatkan, dan menurutku keluarga pasien harus tahu kondisi sebenarnya. Namun, aku bersalah telah mengatakan... dia seharusnya memberi CPR. Maafkan aku.” Ucap Dokter Jang. Tiba-tiba tirai dibuka.
“Hei Kalian sedang apa di sini? Cepat Pergilah. Kami butuh kasur ini.” Ucap Dokter IGD Pria.
“Bagaimana anak itu? Apa Song-hwa sudah dipanggil?” tanya Jung Won. Dokter mengatakan Tidak perlu.
“Dari hasil pindai CT tak ada cedera otak. Kita cukup mengatasi pendarahannya.”ucap Dokter. Jung Won pun bisa bernafas lega.
“Astaga, nyaris saja.. Aku harus memeriksa pasien sakit perut bersama Dokter Bae Jun-hui. Jadi, Dokter Jang, tolong beri tahu walinya.”tegas Dokter IGD lalu pergi.
“Dokter Jang Gyeo-ul, tahu alasan dokter katakan hal seperti, "Belum bisa dipastikan, Kami belum tahu," dan "Kami harus amati kembali"? Dokter harus bertanggung jawab atas ucapannya. Jadi Harus hati-hati dalam berbicara.” Tegas Jung Won
“Hanya satu hal pasti yang bisa dikatakan seorang dokter. "Kami akan berusaha sebaik mungkin." Hanya itu. Jadi Cepat pergi. Ibu anak itu pasti senang sekali.” kata Jung Won. Dokter Jang pun mengerti dan pamit pergi. 



Perawat Hwang memeriksa komputer Song Hwa, Song Hwa kembali dan melihat komputernya kalau Tadi pagi  lihat rekam medis pasien , Ternyata dia operasi kanker payudara di sini tahun lalu lalu Terlihat metastasis tiga sentimeter di lobus parietal.
“Dari rekam medis, setelah operasi kanker payudara, dia juga mendapat pengobatan depresi. Apa itu alasan dia tak menjalani kemoterapi? Ayo Persilakan dia masuk. Siapa namanya?” ucap Song Hwa.
“Ba-ram... Namanya Ba-ram.” Ucap Perawat Hwang. Son Hwa mengaku Teman SMAnya juga ada yang bernama Ba-ram.
“Kami cukup dekat... Aku masih ingat nomornya.” Kata Song Hwa tersenyum. Perawat Hwang memberitahu Usianya juga sama dengan Song Hwa.
“Dia memiliki marga langka... Marganya Gal.” Ucap Perawat. Song Hwa melonggo mendengarnya. 

Song Hwa tak percaya melihat ternyata memang temanya yang datang. Bo Ram mengaku sudah tahu Song Hwa yang terkenal karena profilenya ada di internet. Song Hwa meminta agar Berhenti basa-basi dan ingin tahu alasan tak menjalani kemoterapi
“Ini Bisa kau hentikan dari penyebarannya.”ucap Song Hwa. Ba Ram pikir akan tetap menyebar meski dilakukan.
“Aku tetap akan mati. Jadi Untuk apa bersusah payah?”  Operasinya sangat sulit?” ucap Ba Ram
“Tidak. Posisinya ada di selaput yang melindungi kepala. Itu tak sulit. Kau tak perlu khawatir.”kata Song Hwa
“Aku tak khawatir... Temanku seorang dokter. Apa aku harus segera rawat inap?” ucap Ba Ram
“Operasinya tak harus segera, tetapi makin cepat makin baik. Akhir pekan ini jadwalku kosong. Kita lakukan pekan ini. Kau mendaftar masuk hari ini dan lakukan semua tes.” Kata Song Hwa. Ba Ram pun langsung mengucapkan terimakasih.
“Berterima kasihlah di acara reuni setelah kau pulang.” Kata Song Hwa. Bo Ram bertanya Apa ia masih bisa hidup sampai saat itu. Song Hwa mengeluh mendengar ucapan temanya seperti sudah tak punya harapan hidup. 


Song Hwa akhirnya keluar dari rumah sakit sambil mengeluh Hari ini amat melelahkan. Petugas bertanya apakah tak membawa mobil, Song Hwa mengaku membawanya tapi hari ini tak sanggup menyetir lalu mengaku lapar sampai suara perutnya berbunyi.
“Dokter Chae! Aku lapar. Mau makan kalguksu?” teriak Ik Jun membawa mobilnya. Song Hwa langsung menyetujuinya.
“Apa kupanggil yang lain?”tanya Song Hwa. Saat itu tiga temanya sudah ada didalam mobil. Ik Jun mengeluh tiga teman prianya sangat berisik.
“Kami di sini. Cepat naik!” panggil Sun Hyung. Jun Wan mengeluh agar memajukan kursinya supaya bisa duduk

Di kedai  KALGUKSU BUATAN MAMA 24 JAM, Song Hwa terlihat sangat lelah. Jung Won pikir Song Hwa perlu koyok. Jun Wan mengejek kalau  Isi tas Jung Won itu macam-macam lalu memanggil bibi. Suk Hyung mengingat ibunya juga suka kalguksu jadi berpikir akan membungkusnya.
“Jung-won, tolong gelasnya.” Pinta Ik Jun. Jung Won pun menganguk yang sibuk menyusun sumpit
“Kau tahu julukanmu apa?”tanya Ik Jun. Jung Won pikir Malaikat atau semacamnya?
"Buddha" Kata Ik Jun. Jung Won tertawa. Ik Jun pikir Sangat tak masuk akal. Ada dua pastor dan dua biarawati di keluarganya.
“Aku juga mencintai Buddha.” Kata Jung Won.  Ik Jun pun memmuji Jung Won memang tipe idamannya.
“Kalau punya adik perempuan, aku pasti akan menjodohkan kalian.” Ucap Ik Jun. Jun Wan pikir Ik Jun memang punya adik wanita. Ik Jun seperti baru mengingatnya. 
Saat itu Suk Hyung sibuk menelp ibunya ingin tahu apakah ingin membungkus mie kalguksu.  Ik Jung mengeluh kalau temanya bertanya karena bisa membelikan saja. Suk Hyung yang penurut mengaku akan segera pulang setelah makan.
“Kau sedang ada masalah?”tanya Jung Won melihat Song Hwa terdiam. Song hwa mengaku tak ada.
“Pasti masalah Gong Hyeong-u.” Kata Jun Wan . Jung Won tahu kalau  Pahlawan metro itu.
“Dia kenapa? Aku dengar operasinya ditangani oleh Kepala Bagian Saraf baru. Ada hubungannya dengan dia?” kata Jung Won
“Tampaknya Dokter Min jarang melakukan operasi TSA. Dan bila pertimbangkan posisi tumor dan efek samping pasien, TSA jauh lebih baik ketimbang kraniotomi. Aku sedang mempertimbangkan apa aku saja yang mengoperasi karena awalnya dia pasienku.” Jelas Song Hwa.
“Namun, itu tak baik juga. Kini sudah menjadi pasien Dokter Min.” Ucap Jung Won 



Saat itu Suk Hyung memberikan ponselny pada Ik Jun karena ibunya ingin bicara. Ik Jun pun dengan bangga mengaku sebagai anak angkatnya yang ceria dan periang, beda dengan anak kandungnya, lalu terlihat kaget. Song Hwa pun membahas tentang Jung Won yang berpikir seperti itu.
“Jadi Harus bilang apa padanya?” ucap Song Hwa bingung. Jun Wan pikir akan bilang saja. Jung Won tahu kalau Jun Wan pasti seperti itu.
“Jika itu lebih baik bagi pasien, aku akan bilang. "Aku bisa mengoperasi lebih baik daripadamu, itu yang terbaik bagi pasien." Aku akan bicara begitu.” Kata Jun Wan
“Aku tak bisa begitu. Tiap dokter pasti punya cara dan situasi sendiri.Itu melanggar otoritas.” Kata Jung Won
“Otoritas apanya? Kita harus bicara fakta.” Tegas Jun Wan. Song Hwa mengejek  Kenapa orang yang mementingkan fakta tak bilang kalau mantan pacarku selingkuh. 

Pesanan akhirnya datang, Ik Jun berbicara dengan ibu Suk Hyung mengucapkan Terima kasih karen akan ke rumah sakit besok dan punya kenalan dokter. Setelah menutup telp langsung mengeluh pada Suk Hyung. Kalau tak ingin berbagi masalah prostatnya dengan ibu Suk Hyung.
“Aku bilang pada ibu kalau kau sering ke kamar kecil belakangan ini karena sering berkemih dan retensi urin.” Ucap Suk Hyung. Ik Jun akan bicara tapi suara Jun Wan lebih lantang.
“Hei! Memang kasus Dokter Min dan pacarmu sama? Dia tak ada hubungannya denganku. Ini urusan pekerjaan. Pacarmu urusan hubunganmu. Aku tak punya hak memerintahmu.” Tegas Jun Wan.
“Siapa yang menyuruhmu begitu? Kau hanya perlu katakan fakta yang terlihat.” Ucap Song Hwa. Jun Wan ingin tahu apakah Song Hwa bisa melakukan itu.
“Bisa.”ucap SongHwa. Jun Wan yakin itu bohong. Jung Won menyuruh mereka berhenti karena minya sudah siap.
“Kalian Bertengkarnya nanti. Makan dahulu.” Ucap Jung Won.
“Jika kulihat pacarmu dengan pria lain, aku akan menghubungimu dalam satu detik.” Ucap Song Hwa.
“Astaga. Bicara memang mudah. Sejak awal aku tak suka Dokter Jang.” Kata Jun Wan lalu meminta Song Hwa mengambilkan bubuk cabe. Song Hwa pun mengambilkanya dan saat itu sendoknya jatuh.
Jung Won langsung meminta bibi agar membawakan sendok yang baru. Saat itu Jun Won dan Song Hwa makan dengan kecepatan tinggi. Ik Jun menerima telp dar anaknya, dengan gaya imut mengaku sebentar lagi pulang dan bertanya apa belum tidur sedang ap.
Jung Won berkomentar U Ju yang belum tidur dan mengejek kalau Ik JU kalau membeli TV yang sangat besar. Ik Jun menutup telp berkomentar Suk-hyung pacaran dengan TV. Suk Hyung mengatakan  Itu cukup mahal. Ik Jun pikir ingin lihat saat berlatih band nanti.
“Ahh.. Benar juga... Kapan pelatihan band berikutnya? Akhir pekan ini?” ucap Suk Hyung.
“Aku ada operasi akhir pekan ini. Lalu  Nasi gorengnya mau berapa porsi? Apa Dua?”kata Son Hwa. Jun Won mengatakan Satu.



“Dua terlalu banyak, 'kan?”ucap Song Hwa. Jun Won mengaku kenyang dan akhirnay Song Hwa meminta satu.
“Lima! Buatkan lima porsi!”teriak Jung Won marah. Ik Jun sudah tahu kalau Jung Won akan marah. Song Hwa tak percaya Jung Won itu tak kenyang.
“Dia tak makan banyak. Kami juga baru mulai makan. Kenapa kalian makan cepat sekali? Di medan perang juga tak secepat itu.” Keluh Ik Jun melihat keduanya makan secepatnya.
“Baiklah. Kenapa harus marah? Silakan pesan lima porsi.” Ucap Jun Wan.  Jung Won mengeluh temanya  memang sangat egois!
“Baru kali ini aku disebut egois karena makan kalguksu. Kau harusnya makan lebih cepat.” Kata Jun Wan.
“Kenapa bukan kau yang melambat dan menyesuaikan dengan kami?” keluh Jung Won. Suk Hyung tak peduli karena ibunya menelp ingin memesan  Geotjeori.
“Aku makan dengan uangku. Kenapa harus mengatur kecepatan?” kata Jun Wan
“Uangmu? Kita makan dengan kartu perusahaan! Bila diperhitungkan, itu rumah sakit ayahku. Jadi, itu uangku!” teriak Jung Won
“Kau perhitungan sekali! Baiklah. Aku tinggal bayar! Berapa?” teriak Jun Wan. Jung Won pun menyuruh membayarnya saja.
“Hei, tolonglah... Hentikan! Kalian benar-benar selevel dengan U-ju. Umur kalian 40 tahun. Harus bertengkar karena nasi goreng?”keluh Ik Jun.
“Kau tak tahu apa-apa. Saat kita makan cheonggukjang, aku hanya makan tahu. Mereka berdua habiskan dagingnya!” ucap Jung Won
“Baiklah! Astaga, hal semacam itu kau ingat juga?” ucap Ik Jun. Bibi pun bertanya berapa porsi nasi gorengnya. Jun Wan berteriak dua Jung Won menjawab lima. Suk Hyung akhirnya memesan Tiga setengah.


Didalam mobil, Song Hwa pulang dengan taksi. Jung Won mengirimkan pesan [ APA AKU MENYAKITI PERASAANMU?] Sung Hwa membalas [TIDAK. AKU PAHAM. AKU HANYA INGIN MARAH-MARAH.] Song Hwa akhirnya menelp Dokter Yong.
“Apa Kau masih belum menyerah?” tanya Song Hwa. Dokter Yong mengaku Ini penting bagi pasien jadi Mana mungkin  menyerah.
“Dokter, kumohon untuk terakhir kalinya. Tolong lakukan operasi itu.” Kata Dokter Yong
“Aku tak bisa. Itu melanggar otoritas. Kecuali jika pasien yang bilang sendiri.” Kata Song Hwa. Dokter Yong pikr itu pasti.
“Ini sudah larut. Berlebihan kalau bicara sekarang. Coba bicara kepada pasien besok pagi. Jelaskan dengan baik.” Jelas Song Hwa.  

Song Hwa menanyakan keadan Ba Ram, Ba Ram mengaku begitu saja. Song Hwa  bertanya Suaminya mana. Ba Ram pikir Perawat saja cukup Lagi pula,  malah lebih stres kalau ada suami jadi Lebih baik tak ada.
“Aku paham, tetapi kami tetap butuh persetujuannya untuk operasimu.Apa Kau sudah kirim surel?” ucap Song Hwa.
“Sudah... Dia sudah baca, tetapi belum ada balasan.” Ucap Ba Ram. Song Hwa pikir Dia harus segera datang, bukan membalas.
“Butuh dua hari untuk keluar dari tempat itu. Dia di Indonesia. Apa nama tempatnya, ya? Aku sering dengar tetapi lupa. Dia pasti sibuk menebang pohon.” Ucap Ba Ram
“Apa Dia ada saat kau operasi kanker payudara?” tanya Song Hwa. Ba Ra mengaku tak bilang jadi suaminya tak tahu. Song Hwa terliat tak percaya.
“Kalau dia tahu apa semua akan berubah? Aku tak mau memikirkan suamiku dan segalanya. Aku sakit sendiri, dan akan mati sendiri.” Ucap Ba Ram
“Jangan bicara aneh-aneh!! Lalu Kenapa kau menutup tirai? Apa Kau tak merasa sesak?” ucap Song Hwa
“Semua pasien di sini nenek-nenek. Mereka tertarik sekali padaku. Mereka takjub lihat pasien kanker payudara dan penasaran satu payudara palsu atau tidak. Mereka terus melirik ke arahku. Makanya aku tutup saja.” Ucap Ba Ram. 


Saat itu Nenek tetangga sambil datang menawarkan kue beras  Ba Ram menolaknya. Sang nenek pikir Ba Ram tak boleh makan karena sedang puasa. Ba Ram tetap menolaknya. Sang nenek melihat Song Hwa lalu menawarkan kue beras juga.
“Baik. Aku coba satu saja... Nek, buang air kecilmu lancar, 'kan?” ucap Song Hwa mengajak keluar dari tirai.
“Tentu. Lancar sekali... Itu karena kau sudah mengobatiku, kini aku merasa sehat sekali... Sebelumnya kepalaku sering menengok sendiri, dan bibirku sering naik bagaikan ikan yang tersangkut benang pancing.” Cerita sang nenek. Song Hwa mengerti.
“Namun, jangan memaksakan diri dahulu, dan makan teratur.. Aku permisi dahulu.” Ucap Song Hwa pamit pergi. 

“Chi-hong... Bersiaplah untuk operasi... Siapkan rangka Wilson saja, biar aku yang atur posisi.. Hubungi aku kalau sudah siap.” Ucap Song Hwa melihat Dokter Yong yang berjalan dengan pasienya.
Song Hwa ingin mengejak Dokter Yong tapi sudah lebih dulu masuk ruangan. Dokter Yong mengeluh pasien yang tak paham juga lalu menjelaskan Tumornya ada di belakang hidung, di tengah otak bahkan Posisinya sangat tak bagus.
“Membuka tengkorak untuk mencapai dasar kranial sangat berbahaya. Jadi, ada operasi bernama TSA, prosedur menghilangkan tumor dengan memasukkan endoskop lewat hidung Dokter Min Gi-jun bukan spesialis operasi itu.” Jelas Dokter Yong
“Dokter Min bilang bukan operasi berbahaya. Dia memintaku percaya. Aku suka Dokter Min. Aku enggan ganti dokter.” Ucap Pasien. Diam-diam Song Hwa mendengarnya.
“Ini masalah hidupmu. Apa mungkin aku menyarankan hal yang tak baik untukmu? Aku sudah menjelaskan panjang lebar, tetapi kau tak paham juga.Jad Ikuti saja saranku. Kalau tak tahu, patuh saja.” Kata Dokter Yong dengan nada tinggi
“Ibu juga tak paham, 'kan? Aku sudah menjelaskan dengan sangat mudah. Keluh Dokter Yong. Sung Hwa pun memilih pergi. 


Dokter Ahn menelp Sung Hwa memberitahu kalau sudah siap.Sung Hwa pun pergi keluar ruangan . Sung Hwa pergi ke ruangan Dokter Min, Dokter Min tahu kalau hari ini Sung Hwa ada operasi lobus oksipital. Sung hwa membenarkan kalau harus turun sekarang.
“Ya, ampun. Pasti baru selesai besok pagi... Omong-omong, ada apa?” ucap Dokter Min .
“Masalah Gong Hyeong-u, Dokter.”ucap Song Hwa. Dokter Min mengeluh pada anak buahnya yang sungguh keterlaluan
“Izinkan aku menjadi asistenmu. Aku masih kurang pengalaman operasi TSA. Bila diizinkan, aku akan melihat dan belajar.” Ucap Song Hwa lalu pami pergi karena akan turun sekarang.



“Dokter Chae Song-hwa sudah mendapat persetujuan pasien. Nanti sapa dia saat bertemu.” Kata dokter Hae pada  Yun Bok di luar loker. Yun Bok mengerti
“Hari ini operasi tumor dasar tengkorak. Jadi, akan butuh sepuluh sampai 13 jam. Nanti lihat awalnya saja, dan kau bisa pulang.” Kata Dokter Heo.  Yun Bok melonggo tak percaya Tiga belas jam
“Operasi bedah saraf biasanya memang lama, terutama operasi tumor dasar tengkorak. Mengatur posisi saja butuh satu jam.” Ucap Dokter Heo mengajak untuk pergi.
 Song Hwa berbicara di telp kalau Paling cepat selesai pukul 06.00 ajadi Minta dokter anestesi undur operasi Gong Hyeong-u satu jam. Lalu meminta Dokter Yong masuk lebih dahulu untuk sterilisasi, dan hubungi dokter THT.
“Dokter, aku mencintai...” kata Dokter Yong, tapi Song Hwa langsung menutup telpnya.
Didepan ruangan operasi, Hong Bo dan Yun Bo melihat dari jendela. Dokter Hoe memberitahu Mereka masih mengatur posisi jadi masuk nanti saja dan menyuruh ikut dengan saja.
 “Yun-bok, apa alasan sebenarnya kau masuk kedokteran? Apa Bernilai bagus sepertiku?”tanya Dokter Heo penasaran.
“Sepuluh tahun lalu ibuku menjalani operasi berat, dan dokter yang menangani ibu ketika itu sangat keren.” Kata Yun Bok. Dokter Heo tak percaya mendengarnya.
“Ya. Ibu sakit-sakitan saat aku masih kelas satu SMP. Dia dioperasi selama lebih dari 10 jam, dan dirawat di Unit Perawatan Intensif selama sepekan, tetapi dia tak bangun. Dia meninggal.” Cerita Yun Bok. Dokter Heo meminta maaf mendengarnya
“Tidak perlu... Kalau diingat sekarang, sepertinya dia dokter magang atau residen. Dulu kupikir semua yang memakai jas dokter adalah dokter. Dokter itu menangis tersedu-sedu dan meminta maaf karena tak bisa menyelamatkan ibuku. Aku paham meski baru kelas satu SMP.” Ungkap Yun Bok
“Aku paham ibu kesakitan, dan melihat sendiri para dokter berusaha keras di Unit Perawatan Intensif. Malah awalnya aku tenang. Aku baik-baik saja hingga dokter yang sedikit berumur bilang kalau ibu sudah meninggal. Namun, dokter itu menangis tersedu-sedu begitu melihat kami... dan meminta maaf.” Cerita Yun Bok dan saat itu Hong Bo ikut menangis mendengarnya.
"Ibumu akan melihat kalian dari surga. Kalian harus tumbuh dengan baik." Lalu dia berjanji akan menjadi dokter yang lebih baik. Dia mengatakan itu sambil menangis kepada anak SMP. Ketika itu aku dan Hong-do mulai menyadarinya. "Kini kami tak punya ibu yang dimiliki orang lain." Aku tersedu-sedu ketika itu.”cerita Yun Bok.
“Namun, apa maksudnya "kami"?” tanya Dokter Heo bingung. Yun Bok mengaku kalau mereka berdua itu kembar.
“Jangan menangis. Dia masih sering menangis kalau membicarakan Ibu.” Ucap Yun Bok menenangkan Hong Bo.


 “Seharusnya kau bilang. Kenapa tak bilang?” ucap Dokter Heo. Yun Bok mengaku Karena itu menyenangkan.
“Sejak kecil guru dan teman-teman sering bertanya, dan kami malas menjawab. Jadi, kami memutuskan untuk menikmatinya... Jangan bilang siapa-siapa. Maaf.” Ucap Yun Bok dan Hong Bo pun meminta Maaf.
“Aku akan merahasiakannya sementara.. Omong-omong, kau tahu nama dokter itu? Kurasa dia akan senang jika kau menyapanya. Kau bsa Bilang juga kalau kau sudah jadi dokter.” Ucap Dokter Heo.
“Aku tak tahu namanya.”kata Yun Bok. Dokter Heo pikir mereka ingat wajahnya.
“Aku juga tak terlalu ingat wajahnya. Aku dan Yun-bok hanya ingat sepatunya.” Kata Hong Bo. Dokter Heo binggung mereka mengingat sepatu.
“Waktu itu kami hanya menunduk karena terus menangis. Sepertinya saat itu dia mengenakan sepatu baru.” Ucap Hong Bo
“Entah karena sibuk, dia lupa melepas stiker ukurannya. Kami hanya ingat ukuran sepatunya 225 mm.” Kata Yun Bok.
Dokter Heo pikir mereka tak mungkin menemukannya lalu menerima telp dan memberitahu kalau Operasinya dimulai dan mereka pun pergi.
**
Bersambung ke part 3

Cek My Wattpad... Stalking 

      
Cek My You Tube Channel "ReviewDrama Korea"

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar