PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Jumat, 03 November 2017

Sinopsis While You Were Sleeping Episode 22

PS : All images credit and content copyright : SBS
Keduanya berjalan pulang, Hong Joo memastikan kalau mereka  sungguh akan pergi ke pantai besok, Jae Chan sangat yakin jadi Hong Joo tidak perlu bertanya dua kali lalu meminta agar Hong Joo  mengambil libur juga besok, Hong Joo pikir bisa karena ia sudah bekerja keras.
“Jangan cemaskan aku. Periksa saja tempat-tempat tujuannya di internet.” Kata Hong Joo. Jae Chan menganguk mengerti dan mengajak masuk ke rumah Hong Joo. 

“Hei.. Masuklah. Kau harus pulang.” Kata Seung Won menarik kakaknya untuk pulang. Hong Joo terlihat binggung begitu juga Jae Chan.
“Kudengar, kau hanya akan tinggal di rumah Hong-Joo selama dua hari. Ini sudah lebih dari dua hari. Jadi Ayo pulang sekarang.” Kata Seung Won
“Ya, tapi barang-barangku masih di dalam rumahnya.” Kata Jae Chan.
“Tenang saja. Bibi Yoon sudah mengantarnya tadi pagi. Jadi Berhentilah menyusahkan dan pulanglah.” Kata Seung Won terlihat malu.
Jae Chan pun setuju dan melambaikan tangan pada Hong Joo untuk bertemu besok. Hong Joo heran dengan sikap ibunya yang berbeda pada Jae Chan bahkan seperti menyuruh untuk segera pulang. 

Nyonya Yoon baru saja mengangkat jemuran melihat Hong Joo baru pulang, menyuruhnya untuk bantu melipat. Hong Joo menatap ibunya, lalu membahas kalau ibunya sdah mengantarkan barang-barang Jae-Chan ke rumahnya.
“Katanya, dia hanya tinggal disini dua hari, 'kan?” kata Nyonya Yoon tak mau membahas wajah anaknya.
“Tapi terlalu kejam mengusirnya seperti itu. Apa dia membuat Ibu kesal atau menyakiti perasaan Ibu?” kata Hong Joo. Ibunya mengaku tidak lalu masuk ke dalam kamar 

Ibu Hong Joo masuk kamar menatap foto Hong Joo dengan ayah dan ibunya secara terpisah, lalu teringat saat Hong Joo menangis di rumah sakit.
“Tidak, aku telah mengubahnya. Aku mengubah mimpiku, tapi situasinya malah semakin buruk. Jika aku kehilangan dia seperti kehilangan Ayah, aku akan...” ucap Hong Joo dan ibunya langsung memeluknya.
Saat masih remaja, Hong Joo juga menangis seperti saat akan kehilangan Jae Chan. Ia menangisi kepergian ayahnya
“Aku tak bisa mencegahnya meski tahu Ayah akan meninggal... Ibu, aku tak bisa mencegahnya... Aku tak bisa menyelamatkan Ayah. Ibu, ini salahku karena aku tak bisa menghentikannya.” Ucap Hong Joo menangis.
Ibu Hong Joo membuka laci dan mengeluarkan kotak cincin milik anaknya, lalu meminta maaf pada Jae Chan karena  tidak tega melihat Hong-Joo, tersakiti lagi jadi tak ingin merestui hubungan keduanya. 

Jae Chan mencari tahu informasi pantai yang mana akan dikunjungi besok,  menurutnya Laut Na, mungkin terlalu jauh untuk liburan satu hari. Lalu ada pesan yang masuk ke dalam ponselnya dan belum terbaca.
Jaksa Park mengirimkan pesan “Aku mengirim ekstrak bawang ke alamatmu. Apa Sudah diterima? Aku mendoakanmu setiap hari.”
Lalu Jaksa Son “Jangan cemaskan kami. Jaga saja dirimu, mengerti?” Setelah itu Jaksa Lee “Jangan paksakan dirimu. Beristirahatlah jika masih sakit. Aku pria yang paling tampan di divisi kita tanpa kehadiranmu.”
Hee Mi juga mengirimkan pesan seperti tanda sindirian “Ketidakhadiranmu bahkan tidak disadari. Beristirahatlah sebanyak mungkin.”  Jae Chan melihat semua pesan rekan kerjanya merasa heran karena semua tiba-tiba bersikap baik kepadany.
“Ahhh.. Aku tak peduli . Aku akan tetap pergi ke pantai.” Kata Jae Chan ingin lebih lama cuti dan menghabiskan waktu dengan Hong Joo. 


Halte bus
Hong Soo dengan topi dan pakaian santai untuk ke pantai, dan melonggo melihat Jae Chan dengan setelan jas dan kacamata hitam lalu bertanya apakah Jae Chan yakin pakaiannya itu cocok untuk ke pantai. Jae Chan mengaku kalau  ini setelan pantai yang biasanya, yaitu Setelan jas, kacamata hitam, dan matras pantai di punggung.
“Ah, kenapa busnya belum tiba?...” uap Jae Chan melihat ke arah datanya bus
“Kau terlihat gelisah... Kau pasti mencemaskan orang yang menderita di kantormu.” Kata Hong Joo
“Tidak, aku tidak peduli... Lagipula, mereka bisa sedikit menderita di kantorku. Maksudku, hanya aku yang dipukuli oleh para tersangka, dan ditembak. Aku sudah sangat menderita. Ini terlalu tidak adil bagiku jika harus mengundurkan diri, Hanya aku yang menderita jadi Ini sungguh tidak adil. Kesulitan semacam itu harus didistribusikan dengan adil.” Kata Jae Chan yakin
“Sudahlah. Kita bisa pergi ke pantai di lain kali saja. Kita harus bekerja.”kata Hong Joo melepaskan kacamatanya dan juga Jae Chan.
“Kenapa? Ayo kita ke pantai... Kau bilang ingin ke pantai.” Kata Jae Chan.
“Tidak usah. Firasatku juga buruk jika kita pergi.” Ucap Hong Joo
“ Apa Kau lihat? Aku membawa laptopku, untuk berjaga-Jaga jika harus bekerja. Mungkin kita bisa menciptakan jalan baru jika mengerjakannya.” Kata Jae Chan penuh semangat.
Hong Joo menyuruh Jae Chan untuk berkerja saja. Jae Chan setuju akan kembali bekerja, tapi akan langsung kabur ke pantai jika menyesal. Hong Joo pun meminta agar memberi kabar karena akan kabur bersamanya kalau akan pergi ke pantai. Hong Joo terlihat penuh semangat menunggu bus.
“Sudah kuperingatkan, itu akan menjadi keputusan yang sulit. Kau harus menyiapkan mental.” Ucap Hong Joo dengann memeluk Jae Chan dari belakang. Jae Chan sempat terdiam, lalu menganguk mengerti. 



Di sebuah sekolah
Semua anak bermain ditaman dengan topi warna kuning, salah satu anak tak memakai topi sedang bermain bola. Tuan Moon menangkap bola yang bergulir melihat seorang anak yang tak mengunakan topi si anak terlihat ketakutan.
Si anak mengingat saat Tuan Moon mencekik Hwan dan menjatuhkan dari pintu lift, lalu berlari meninggalkan tangga darurat. Tuan Moon tahu kalau anak itu yang melihatnya dengan memakaikan topi yang ditemkanya pas dengan kepalanya.
“Itu sangat cocok untukmu. Kau pernah melihat Paman, 'kan? Di depan lift.” Kata Tuan Moon. Si anak mengaku Tidak pernah dan saking ketakutannya sampai kencing di celana dan akhirnya berlari keluar dari sekolah. 
Si anak berada ditepi jalan dan terjatuh, saat Tuan Moon ingin menangkapnya. Petugas Oh lebih dulu menangkap Tuan Moon dengan memborgol bersama dengan Woo Tak danditahan atas tindakan penyerangan.Tuan Moon binggung,
“Dengar. Aku hanya ingin bicara kepada anak itu.” Ucap Tuan Moon. Woo Tak langsung memeluk si anak yang ketakutan dan mengendongnya.
“Kau bilang apa kepadanya? Kenapa membuat celananya basah. Aku harus membawamu ke kantor polisi dulu. Kau boleh menjelaskannya setelah kita tiba disana.” Kata Petugas Oh mendorong Tuan Moon masuk ke dalam

Woo Tak sudah mengendong si anak yang ketakutan, Petugas Oh memastikan keadaan anak lebih dulu, lalu bertanya pada Woo Tak kaena bisa tahu kalau pria itu akan membuat masalah dan mereka harus mengikutinya. Woo Tak mengaku akalu ia cukup ahli membaca wajah.
“Apa aku akan naik menjadi kapten?” tanya Tuan Oh penuh semangat. Woo Tak tersenyum mengaku tak tahu. 

Hong Joo masuk ruangan dengan semua tatapan mengarah padanya, karena bajunya yang terlalu mencolok. Doo Hyun senang mendengar Hong Joo yang datang ingin membahas tentang asisten dosen itu, lalu baru tersadar melihat pakaian Hong Joo yang full colour.
“Tentu saja. Asisten dosen, yang memberontak terhadap Penulis Moon?” ucap Hong Joo
“Apa Kau baru kembali dari melihat real estate atau apapun itu? Kurasa ini cara barumu untuk memberontak kepadaku.” Keluh Doo Hyun
“Bukan itu alasanku memakai pakaian semacam ini hari ini. Ayolah.. Ada apa dengan asisten dosen itu?” kata Hong Joo sudah tak sabar mendengar perkembangan berita.
“Begini, aku menelepon rumah sakit untuk memastikan apakah aku bisa, mewawancarai dia dengan mewakilimu,. tapi mereka bilang kini dia  mengalami mati otak. Ternyata, hari ini organ-organnya akan didonorkan kepada tujuh orang.” Jelas Doo Hyun
Hong Joo teringat dengan mimpinya kalau  Tujuh orang dan yakin kalau itu pasti itu orangnya. Doo Hyun binggung tiba-tiba Hong Joo yang berbicara sendiri.  Hong Joo pun langsung pamit pergi. Doo Hyun pun tak bisa menghentikanya dan merasa kalau jabatan Hong Joo itu lebih tinggi darinya. 


“Segera hubungi aku jika tersangkanya tertangkap. Aku akan terus memeriksa ponselku. Selain itu, tolong lihat apakah yang kuserahkan pagi ini telah disetujui.” Ucap Jaksa Son bergegas membereskan barang-barang, Sekertaris pun mengangguk mengerti.
Jaksa Lee masuk ruangan bertanya apakah Jaksa Son ingin pergi. Jaksa Son mengatakan harus ke rumah sakit untuk menjenguk Chan-Ho. Jaksa Lee terlihat binggung dan kasihan pada Jaksa Son yang harus seorang diri mengurus anaknya.
“Sepertinya, putranya sedang sakit.” Pikir anak buahnya. Sek Tuan Park pikir seperti itu karena Pasti itu dua kali lebih sulit karena  janda.

Jae Chan keluar dari lift melihat Jaksa Son dan Jaksa Lee berjalan dilorong, sambil membentangkan tangan berharap mendapatkan sambutan,  dengan berkata sekarang jauh lebih baik berkat perhatian merek dan tahu kalau mereka sangat mencemaskan...
“Hei, selamat datang kembali.” Ucap Jaksa Son lalu bergegas pergi, Jaksa Lee pun juga hanya melihat Jae Chan kembali tanpa rasa peduli.
“Mereka tidak terlalu mencemaskanku.” Kata Jae Chan melihat keduanya. 

Jaksa Lee masuk lift bersama dengan Jaksa Son, bertanya apakah Sesuatu terjadi kepada Chan-Ho. Jaksa Son menceritakan anaknya mungkin akan menjalani transplantasi ginjal hari ini. Jaksa Lee tak percaya aklau mereka sudah menemukan donor.
“Ya, dia pasien mati otak... Kurasa dia akan segera divonis mengidap mati otak. Dokter bilang, Chan-Ho dapat menjalani operasi saat itu terjadi. Ini Rasanya bagaikan mimpi. Aku bahkan tidak percaya ini. Prosesnya akan lancar, 'kan?” ungkap Jaksa Son tegang
“Tentu! Segalanya akan lancar!” teriak Jaksa Lee penuh semangat dengan suara lantang.
“Aku tidak mau membuat orang cemas. Kau paham, 'kan?” tegas Jaksa Soon yang sempat kaget dengan teriakan Jaksa Lee.
“Aku orang yang sangat berhati-Hati. Jika aku bermulut besar, semua orang di kantor kita mungkin sudah tahu bahwa Kepala Park,. menjalani operasi plastik dan Jaksa Shin menjadi Buddhis.” Kata Jaksa Lee.
Jaksa Son kaget kalau Kepala Park menjalani operasi plastik. Jaksa Lee menceritakan Jaksa Park yang kecanduan operasi plastik ringan menruutnya Jika melihatnya dari dekat, akan melihat wajahnya yang sudah di permak. Jaksa Son juga tak percya kalau Jaksa Shin penganut Buddha
“Dia sangat menaati ajaran Buddha. Dia rutin pergi ke kuil,. untuk bersujud 108 kali. “ kata Jaksa Lee seperti berusaha untuk menghibur.
“Luar biasa. Tak kusangka aku ketinggalan gosip.” Kata Jaksa Son dengan tertawa lebar.
“Apa Itu membuatmu agak tenang?” ucap Jaksa Lee bahagia melihat Jaksa Son yang bisa tertawa. Jaksan Son tak percaya kalau Jaksa Lee berusaha membuatnya tertawa.
“Saat tiba di rumah sakit nanti,tetaplah tenang dan santai seperti sekarang. Oke?” kata Jaksa Lee. Jaksa Son pun mengucapkan  Terima kasih. Jaksa Son pun memberikan Semangat saat Jaksa Son keluar dari lift. 


Jae Chan masuk ruangan heran karena kosong dan tak ada orang, Hyang Mi masuk ruangan melihat Jae Chan langsung membalikan badanya. Jae Chan melambaikan tangan dengan wajah bahagia menyapa sekertarisnya karena sudah kembali ke kantor.
“Selamat datang kembali, Jaksa Jung.” Ucap Hyang Mi dengan berjalan mundur. Jae Chan heran mlihat Hyang Mi seperti tak mau menatapnya.
“Kau lebih suka melihatku dari belakang. Aku akan terus berjalan seperti ini di depanmu mulai sekarang.” Ucap Hyang Mi. Jae Chan pun bisa mengerti.
Tuan Choi masuk ruangan menyapa Hyang Mi, lalu kaget dan berkaca-kaca melihat Jae Chan akhirnya kembali bekerja setelah cuci hampir 1 bulan. Jae Chan langsung membentangkan tanganya, Tuan Choi berharap Jae Chan yang  tidak memaksaka diri, bahkan melihat wajahnya sangat kurusan.Jae Chan memeluk Tuan Choi dengan penuh rasa bahagia.
“Penyidik Choi, hanya kau yang menyambutku.” Ungkap Jae Chan. Tuan Choi pikir Semua orang sangat merindukan Jae Chan.
“Tidak, sepertinya hanya kau yang merindukanku.”kata Jae Chan karena tak ada yang memeluknya seperti Tuan Choi.
“Kalian bisa meneruskannya nanti... jadi Tolong tangani ini dulu.” Kata Hyang Mi berjalan mundur memberikan berkas. Jae Chan bertanya berkas apa.
“Dokumen untuk inspeksi. Proses transplantasi organnya akan dimulai seusai inspeksi, jadi, kau harus langsung menanganinya.” Ucap Hyang Mi. 

Jae Chan melihat berkas tertulis "Permintaan Izin Pengangkatan dan Transplantasi Organ" lalu teringat dengan ucapan Jae Chan “Jika yang kulihat di mimpiku benar terjadi, maka kau akan langsung melakukan inspeksi saat kembali bekerja besok.”  Tuan Choi heran melihat Jae Chan hanya diam saja.
“Kau harus segera meneken dan mengirimnya. Mereka tak bisa memulai operasi transplantasinya tanpa dokumen itu.” Ucap Tuan Choi
“Penyidik Choi, bagaimana jika pria ini mengalami mati otak, bukan karena kecelakaan? Bagaimana jika dia dipukuli oleh seseorang?” kata Jae Chan.
“Ya ampun, berarti jangan izinkan proses transplantasi organnya. Kita harus menjalankan autopsi.”kata Tuan Choi
“Penyidik Choi, ayo kita ke RS Universitas Seogu sekarang.” Kata Jae Chan. Tuan Choi bingung untuk apa mereka melakukanya.
“Kurasa aku harus menyelidiki kasus ini sebelum mengizinkan ini.” Kata Jae Chan keluar dari ruangan. Tuan Choi pun tak bisa menolaknya.
“Apa Dia menyelidiki lagi saat baru kembali? Yang bisa dia lakukan hanyalah menyelidiki. Mungkin dia pikir dirinya marmot tanah atau semacamnya.” Komentar Hyang Mi
“Aku sempat lupa soal hal ini. Karena itu tak ada yang menyambutnya.” Kata Tuan Choi dengan wajah cemberut mengambil jaketnya. 

Keduanya menunggu dilift terdengar bunyi ponsel. Tuan Choi melihat kalau itu bukan ponsel miliknya. Jae Chan baru sadar kalau itu ponsel miliknya, ternyata Woo Tak yang menelp. Woo Tak dengan suara berbisik bertanya keberadaan Jae Chan sekarang.  Jae Chan mengatakan sedang menuju rumah sakit untuk menjalankan inspeksi.
“Hong-Joo memberitahumu soal mimpiku, 'kan?” ucap Woo Tak. Jae Chan mengatakan sudah mendengarnya.
“Kurasa aku baru saja menangkap pelaku kasus itu,.. Profesor Moon Tae-Min.” Bisik Jae Chan melihat Tuan Moon yang sudah diborgol. Jae Chan kaget mendengarnya.
“Kurasa aku juga punya seorang saksi disini. Dia anak-Anak, jadi, pernyataannya tidak konsisten, tapi cukup jelas. Kami akan mengalihkan kasus ini ke Polsek Hangang.” Ucap Woo Tak melihat ke arah anak kecil yang dipeluk oleh Polwan agar tak ketakutan.
Sek Hee Mi keluar dari lift melihat Jaksa Jung sudah kembali dan bertanya apakah sudah sembuh total. Jae Chan mengangguk dan masuk ke dalam lift meminta agar Woo tak memberitahu secara detail kejadiannya.

Tuan Moon berbicara pada Yoo Bum dengan ponselnya kalau  akan dipindahkan ke Polsek Hangang, karena diduga menyerang anak kecil itu. Yoo Bum pikir Tuntutan penyerangan itu bukanlah masalah. Menurunta Jika datang  kesana, maka mereka juga akan menyelidiki kasus asistenya, Hwan.
“Bukankah kau bilang mereka takkan bisa, menjalankan autopsi setelah transplantasi organ dilakukan? Mereka takkan bisa mencari tahu penyebab kematiannya. Artinya, aku benar-benar bisa cuci tangan.” Kata Tuan Moon.
“Saat kau tiba disana, katakan kau harus memanggil pengacara, dan jangan katakan apapun. Setelah itu, aku akan menanganinya.” Ucap Yoo Bum lalu menutup telpnya.
Ia mengumpat marah pada Tuan Moon yang membuatnya gila, lalu meminta supir agar pergi ke Rumah Sakit Universitas Seogu lebih dulu.

Jae Chan melihat Hwan yang terbaring tak sadarkan diri lalu melihat bagian leher seperti ada luka memar. Tuan Lee seperti gugup melihat Jea Chan yang memeriksa anaknya.
Sementara Dokter memeriksa Chan Ho lalu memujinya kalau sangat berani, dan memberitahu Jika operasinya berjalan lancar, maka tidak perlu kemari lagi untuk menjalani cuci darah. Chan Ho pikir ia akan bisa membuang air kecil seperti teman-temannya. Dokter membenarkan. Jaksa Son hanya bisa tersenyum karena anaknya sangat cerdas.
Seorang perawat datang mengajak Dokter dan Jaksa Son bicara,kalau mereka tak bisa menjalankan operasinya hari ini. Dokter kaget bertanya apa yang terjadi. Perawat  memberitahu Seorang jaksa baru saja menjalankan inspeksi, lalu pergi tanpa memberi izin prosedur ekstraksi organnya.

“Katanya, mereka harus menjalankan autopsi.” Ucap Si perawat. Jaksa Soon terlihat kaget dan sedih karena anaknya tak bisa disembuhkan.
Yoo Bum masuk ke dalam rumah sakit, lalu bertanya pada perawat apakah pasien Lee Hwan sedang menjalani proses donor organ. Perawat bertanya hubungan dengan Lee Hwan. Yoo Bum mengaku sebagai temannya dan Profesor mereka ingin mengetahui bagaimana keadaannya.
“Barusan, seorang jaksa datang dan menginspeksinya, tapi dia tidak memberikan izin untuk melakukan ekstraksi organ. Katanya, mungkin cederanya bukan disebabkan oleh kecelakaan.” Jelas si perawat
“Apa Dia tidak memberikan izin? Apa Kau tahu siapa jaksa yang bertugas itu?” ucap Yoo Bum kaget.
“Dia bilang, namanya Jung Jae-Chan. Dia sangat tinggi.” Jawab si perawat.
Yoo Bum keluar dari rumah sakit terlihat kesal, berpikir untuk menyuruh Jae Chan meneruskan saja tingkahnya dan berharap kasus itu berlanjut ke pengadilan jadi mereka bisa bersaing di pengadilan.


Jaksa Lee heran melihat Jaksa Son sudah kembali dan bertanya tentang  operasinya. Jaksa Son dengan wajaha sedih memberitahu kalau tidak jadi dilakukana. Jaksa Lee kaget menanyakan alasannya. Jaksa Son pikir sudah mengatakan kalau Ini terasa sangat tidak nyata, dantak bisa mempercayainya.
“Firasatku benar... Sepertinya, donor yang akan mendonorkan ginjalnya, harus menjalani autopsi saat ini.” Ungkap Jaksa Son. Saat itu Sek Tuan Park bisa melihat keduanya ada didepan lift.
“Kepala Park memanggil kalian ke ruangannya.” Kata Sek Tuan Park. Jaksa Lee binggung kenapa ingin bertemu dengan mereka.
“Katanya, ada hal penting yang harus didiskusikan.” Kata Sek Tuan Park.

Jaksa Park, Jae Chan dan Hee Mi sudah ada diruangan, Jae Chan membawa berkas "Permintaan Izin Pengangkatan dan Transplantasi Organ" Jaksa Lee dan Jaksa Lee datang meminta maaf karena datang terlambat, lalu bertanya apa yang ingin didiskusikan.
“Jaksa Jung merumitkan keadaan, setelah kembali bekerja.” Ejek Hee Mi Jaksa Lee heran karean Hee Mi yang menyalahkannya lagi.
“Dia tidak merumitkan apapun... Ini adalah hal yang harus kita selidiki. Jelaskan kepada mereka.” Kata Jaksa Park. Jae Chan pun sudah siap.
“Aku baru saja menginspeksi pasien yang divonis mengalami mati otak, di Rumah Sakit Universitas Seogu. Para dokter menunggu izin dariku, untuk segera memulai proses donor organnya.” Kata Jae Chan.
Jaksa Lee terlihat sangat marah mendengarnya, Jaksa Son pun kaget karena yang menolak izin donor adalah rekan kerjanya sendiri.  Jaek Lee menyuruh Jaksa Lee memberikan izin karena Operasinya harus segera dilakukan. Jae Chan mengatakan tak bisa memberikan izin. Jaksa Son dengan nada tinggi ingin tahu alasanya.

“Kurasa itu bukan cedera akibat kecelakaan.” Kata Jae Chan, mereka kaget dan ingin tahu apa penyebabnya

“Barusan, Reporter Nam dari SBC mengirimkan cuplikan video ini kepadaku. Ini dari pesta peluncuran buku Penulis Moon Tae-Min. Asisten dosen ini adalah korbannya” ucap Jae Chan, menunjuk ke arah Hwan yang berdiri tak jauh dari tempat Tuan Moon diwawancara.
“Dan Seperti yang terlihat, dia diseret setelah memberontak kepada Moon Tae-Min lalu satu jam kemudian, dia ditemukan jatuh di poros lift, di bangunan yang sama.” Kata Jae chan.
“Kudengar, itu terjadi karena dia mabuk parah.” Ucap Tuan Park. Jae Chan menegaskan bukan itu.
“Seperti yang kalian bisa lihat di dalam video, dia sama sekali tidak mabuk. Dibandingkan dengan tamu lain, dia hampir tidak pernah minum.”kata Jae Chan. Hee Mi pun membenarkan.
“Jadi, maksudmu ada yang mendorongnya?” kata Tuan Park. Jae Chan membenarkan.
Jaksa Lee bertanya apakah Jae Chan  sudah mengidentifikasi tersangkanya, berharap  ini bukan berdasarkan spekulasi semata, karena akan berdampak pada banyak orang. Jae Chan mengatakan kalauTersangka utamanya adalah Moon Tae-Min. Semua kaget mendengarnya.
“Aku baru mendapatkan panggilan dari Polsek Sangku-Dong. Moon Tae-Min ditangkap atas penyerangan saat mengikuti seorang anak TK. Llau anak itu bilang, dia melihat Penulis Moon di lokasi kecelakaan.” Jelas Jae Chan.
“Begitu rupanya. Ini sungguh terdengar mencurigakan. Sepertinya, kita harus menjalankan autopsi.” Kata Kepala Park. Jaksa Lee langsung menolaknya.
“Kita tak bisa menjalankan autopsi pada pasien itu, karena dia masih dianggap mengalami mati otak.” Ucap Hee Mi
“Biasanya itu akan diikuti dengan henti jantung, dalam beberapa hari, jadi, kita bisa melakukannya nanti. “ucap Jaksa Park
“Berarti, organnya tak bisa didonorkan.” Ucap Jaksa Lee. Jaksa Son hanya diam saja.
“Apa Maksudmu, kita harus membatalkan autopsinya demi donor organ? Bagaimana jika pelakunya kabur?” kata Jaksa Park
“Bagaimana jika autopsinya membuktikan itu karena kecelakaan?Tujuh orang yang nyawanya dapat diselamatkan akan mati.” Ucap Jaksa Lee dengan nada tinggi lalu berdiri terlihat kebingungan. 
Jaksa Park heran melihat tingkah juniornya, Jaksa Lee pikir aklau Buktinya kurang cukup menurutnya Jae Chan itu tega karena  melawan, keputusan keluarga korban dan bersikeras menjalankan autopsi. Jae chan mengatakan kalau Keluarga korban juga meminta autopsi.
“Pasti kau menghasut mereka!.. Hei, prestasi lebih penting bagimu, daripada nyawa tujuh orang, 'kan?” ucap Jaksa Lee marah. Jae Chan mengaku bukan seperti itu.
“Jaksa Lee, ada apa denganmu? Kita tidak boleh mendiskusikan ini dengan emosi. Apa Kau tidak tahu kita harus mencari tahu penyebab kematiannya,. melalui autopsi jika ada dugaan percobaan pembunuhan? Agar kita bisa menyeret tersangka ke pengadilan. Kita harus memiliki bukti yang kuat.” Kata Jaksa Park heran
“Apakah bukti yang kita miliki saat ini sudah cukup penting,. untuk mengorbankan nyawa tujuh orang?” Jaksa Lee bertanya pada yang lainya.
“Menurutku, Jaksa Lee ada benarnya. Sepertinya terlalu berisiko membatalkan transplantasi organ, karena bukti tidak langsung yang kita miliki saat ini.” Ucap Hee Mi. Jaksa Park pun ingin tahu pendapat jaksa Son yang sedari tadi hanya diam saja.
“Haruskah kita memberi izin untuk prosedur pengangkatan organ?” tanya Jaksa Park.

“Kurasa... Aku... Kurasa kita tidak boleh memberikan izin Autopsi itu,......harus dijalankan. Kurasa Jaksa Jung,... membuat pilihan yang tepat.” Kata Jaksa Son. Jaksa Lee tak percaya mendengar keputusan seniornya. 

Jaksa Lee bertemu dengan Jaksa Son diruang interogasi merasa kalau seniornya sudah gila, karena mereka  tidak tahu kasus apa yang sedang diselidiki Jaksa Jung, karena Pasien mati otak itu seharusnya memberi Chan-Ho ginjalnya. Jaksa Son mengaku sudah mengetahuinya.
“Apa Menurutmu, kita harus menjalankan autopsi? Apa Kau akan mengorbankan Chan-Ho demi menangkap pelaku?” ucap Jaksa Lee marah
“Kau tahu bukan begitu maksudku.” Ucap Jaksa Son. Jaksa Lee  mengatakan kalau tidak tahu alasan Jaksa Son melakukan ini!
“Jika maksudmu, kau memilih keputusan itu, karena kau seorang jaksa...” ucap Jaska Lee disela oleh Jaksa Son
“Aku tidak membuat keputusan sebagai seorang jaksa. Tapi Ini pilihanku sebagai orang tua. Jika aku, sebagai orang tua asisten dosen itu, maka aku pasti ingin tahu penyebab kematian putraku. Itu akan lebih penting ketimbang menolong nyawa anak orang lain.” Ucap Jaksa Son. Jaksa Lee terdiam mendengarnya. 


Tuan Lee menatap anaknya yang sudah tak bisa bergerak, lalu memanggil Hwan untuk bisa mengatakan Siapa yang melakukan ini kepadanya, karena akan menangkap orang itu, dan memberi pelajaran. Hwan hanya bertahan dengan tabung oksigen pun hanya diam. Tuan Lee memohon agar ankanya bisa mengatakan padanya. 

“Baik itu 7 atau 70 nyawa, menegakkan keadilan untuk anakku yang mati seperti itu, lebih penting daripada menyelamatkan nyawa orang lain. Semua orang tua akan merasa seperti itu. Itulah kenapa kita harus menjalankan autopsi. Aku tidak mengatakan ini sebagai seorang jaksa. Itu pendapatku, sebagai orang tua.” Kata Jaksa Son sambil menangis. Jaksa Lee hanya bisa diam melihat Jaksa Son yang menangis. 

Jaksa Park memberikan tanda tangan, dengan membahas Korban mati otak itu akan divonis mati kurang dari sepekan jadi bisa jalankan autopsi saat itu dan Jae Chan bisa menolak suratnya. Jae Chan melihat berkas "Permintaan Izin Pengangkatan dan Transplantasi Organ" teringat kembali perbicarannya dengan Hong Joo.
Flash Back
“Jadi Mana yang akan kau pilih, menolong nyawa tujuh orang Atau menangkap satu tersangka itu?” ucap Hong Joo memeluk Jae Chan dari belakang.
“Jika menjadi diriku, mana yang akan kau pilih?” tanya Jae Chan menatap Hong Joo.
“Jika aku menjadi dirimu, maka aku takkan memilih keduanya.” Kata Hong Joo

Jae Chan berbicara pada Jaksa Park,  kalau mengusulkan mereka untuk menjalankan autopsi dan transplantasi organ, secara bersamaan. Jaksa Park terlihat kaget. Jae Chan mengatakan sudah bicara dengan ahli bedah transplantasi organ dan itu pernah dilakukan meski kasus semacam itu amat jarang.
“Di kasus pembunuhan di jembatan yang berlokasi di Busan tahun 2008, autopsi dan transplantasi organ dijalankan sekaligus, dan tersangkanya dihukum atas tuduhan pembunuhan. Selain itu Sama halnya dengan kasus resor ski tahun 2014. Autopsi dan transplantasi organnya dilakukan sekaligus, dan tersangkanya dihukum atas pembunuhan yang disengaja. Selain itu...” jelas Jae Chan dengan memperlihatkan berkas-berkas kasus yang dibawanya.
“Seperti yang kau bilang, itu kasus-kasus yang langka. Kita tak bisa memeriksa organ jika transplantasi sedang berjalan. Artinya, akan sangat sulit menemukan penyebab kematiannya.”kata Jaksa Park seperti tak yakin.
“Benar, tapi kasus-kasus langka itu, memiliki banyak kesamaan dengan kasus ini. Cedera pada semua korbannya, terdapat di kepala dan tidak mempengaruhi organ mereka. Serta, autopsi membuktikan adanya tanda peluru di leher mereka. Kita tidak perlu memeriksa organnya, tapi bisa memastikan penyebab kematiannya, hanya dengan memeriksa leher dan kepalanya.” Jelas Jae Chan.
“ Kau tidak boleh terdengar ragu soal hal ini. Jadi Kita harus memastikan penyebab kematiannya.” Kata Tuan Park
“Baik, Pak Kepala. Aku akan mencari tahu bagimanapun caranya.” Kata Jae Jae Chan dengan penuh semangat.
Ia teringat kembali dengan ucapan Hong Joo dengan memiliki keduanya.  
“Jika aku menjadi dirimu, aku akan menyelamatkan nyawa ketujuh orang itu, serta menangkap pelaku. Itulah pilihanku.” Kata Hong Joo. Jae Chan pun bisa tersenyum karena keputusan untuk bisa menyelamatkan nyawa dan juga menangkap pelaku.
Bersambung ke episode 23

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 


1 komentar: