PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Selasa, 15 September 2020

Sinopsis Record of Youth Episode 3 Part 1

PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 

Hye Jun dan Hae Hyo bergaya didepan kamera. Wajah Hye Jun seperti sangat tegang  dan tak nyaman. Di dalam hatinya bergumam “Hanya satu yang bisa bertahan... Bukan. Seperti "Aku harus membunuhmu untuk bertahan."
“Mari mulai. Lakukanlah dengan profesional... Tatap lebih intens.” Ucap Fotographer. Hye Jun terus memperlihatkan aura modelnya walaupun terlihat masih kaku
“Hye-jun, coba lebih rileks... Lebih alami.” Kata Fotographer. Hae Hyo merasa temanya yang tegang meminta agar memperbaiki riasan Hye-jun.
“Temanmu baik... Harusnya ini wawancara tunggal Hae-hyo.” Komentar salah satu wanita.
Hye Jun yang mendengarnya hanya bisa terdiam dan tak percaya ternyata semua karna Hae Hyo. Hae Hyo pun tak ingin membahasnya meminta agar segera memulai lagi pemotretan. 



Keduanya masuk ruang ganti, Hae Hyo memberitahu kalau Ji-hun selesai wajib militer dan Semua akan berkumpul jadi mengajak Hae Jun untuk ikut. Hye Jun bertanya Pukul berapa. Saat itu manager datang menyuruh Hye Hyo agar memakai baju pilihanya.
“Apa Tak boleh pakai ini saja?” ucap Hae Hyo mengeluh. Manager memberitahu kalau Hye Hyoakan jumpa sutradara.
“Baju itu terlihat seperti bandit.” Komentar Manager. Hye Jun membela kalau  Hae-hyo tak mungkin terlihat seperti bandit.
“Ya, 'kan? Terkadang dia berlebihan... Jadi Apa Hye-jun bisa ikut?” ucap Hae Hyo mengajak temanya pergi.
“Cepat pakai baju ini.” Ucap manager seperti tak suka dengan kehadiran Hae Jun. Hye Jun pun menyuruh Hae Hyo ganti baju dan pamit pergi.
“Nanti pukul 20.00, ya.” Kata Hae hyo. Hae Jun akhirnya membalikan badanya menegaska kalau tak bisa pergi.
“Apa Kau ada janji?” tanya Hae Hyo bingung. Hye Jun menjawab tidak tapi tak ingin pergi.
“Kenapa?” tanya Hae Hyo. Hye Jun menjawab tak mau memberi tahu. Hae Hyo pun heran dengan sikap temanya belakangan ini?
“Kenapa tak mau beri tahu? Sebelumnya kau seperti ini juga.” Ucap Hye Hyo heran.
“Aku tahu kau berusaha membantuku.” Ucap Hye Jun. Hae Hyo mengejek kalau tahu Hae Jun seharusnya bersikap baik padanya.
“Tapi… Hari ini terasa sangat… Aku tak bisa menjelaskannya. Rasanya muncul sesuatu dari dalam hatiku.” Ungkap Hye Jun dengan nada dingin.
“Benar. Sudah lama kita tak bertengkar.” Kata Hae Hyo santai. Hye Jun pikir temanya tak salah.
“Masalahnya diriku. Aku tak bisa mengendalikannya. Kepercayaan diriku runtuh.” Ucap Hye Jun
“Apa Karena aku ajak jumpa sutradara? Atau soal pemotretan?” tanya Hae Hyo. Hye Jun menjawab keduanya dan juga ayahnya 


Nyonya Han sedang menyentrika baju. Nyonya Kim pulang sambil mengeluh kalau ini Tak menyenangkan karena tak bisa kenai bolanya, tapi harus melakukan demi bisnis. Nyonya Han hanya bisa bergumam dengan tingkah majikanya.
“Dulu katanya bermain golf paling menyenangkan.”gumam Nyonya Han tak menanggapi.
“Apa aku sendirian di sini? Katakan sesuatu!” keluh Nyonya Kim kesal
“Bukankah kau bilang bermain golf paling menyenangkan?” ucap Nyonya Han terpaksa.
“Memang menyenangkan, tapi bisa jadi memuakkan jika dilakukan terus. Betapa senang bisa melakukan hal yang disukai sampai muak.” Keluh Nyonya Kim kesal
“Jika aku jadi kau, aku akan bersyukur.” Komentar Nyonya Han. Nyonya Kim makin kesal karena Nyonya Jung berpikir mereka itu sama.
“Karena Hae-hyo dan Hye-jun berteman, bukan berarti kita juga seperti itu. “ ucap Nyonya Kim
“Kita bukan teman. Aku lebih muda darimu. Ini bukan Amerika.” Kata Nyonya Kim yang tahu tentang sopan santun.
“Meski begitu, kenapa harus dipertegas? Ikuti aku.” Kata Nyonya Kim malu lalu bergegas pergi. 

Nyonya Kim pergi ke ruang pakaian dan memilih beberapa baju. Nyonya Han yang melihatnya hanya bergumam majikanya itu selalu seperti ini jadi tak bisa membencinya. Nyonya Kim memilih satu celana dan berpikir tak bisa dipakai.
“Tak apa-apa. Bisa dipendekkan.” Ucap Nyonya Han. Nyonya Kim menegaskan kalau tak membuangnya.
“Ini tak kupakai karena sudah bosan.” Ucap Nyonya Kim. Nyonya Han mengaku Baju buangan pun tak masalah.
“Aku senang kau tak pilih-pilih. Jika aku, tak akan suka.” Kata Nyonya Kim menyindir.
“Kenapa harus tak suka? Ini jauh lebih bagus daripada baju yang kubeli.” Kata Nyonya Han polos
“Karena itu, aku suka pola pikirmu. Kau pasti resah karena Hye-jun. Jika dia pergi wajib militer, kariernya akan berakhir.” Ucap Nyonya Kim menyindir.
“Kenapa tiba-tiba membahas Hye-jun?” keluh Nyonya Han keasl. Nyonya Kim pun heran Hae Jun  yang harus melawan Hae-hyo.
“Akhirnya dia gagal, dan membuat Hae-hyo merasa tak enak.” Kata Nyonya Kim merasa anaknya pasti menang.
“Aku tak mencemaskan Hye-jun. Dia bisa urus dirinya sendiri. Tentu kau harus berkata seperti itu. Aku mengerti.” Ucap Nyonya Han menahan emosinya.
“Bagaimana kau bisa mengerti? Situasi kita berbeda. Kemampuan berempatiku sangat tinggi!” tegas Nyonya Kim dengan nada sinis.
“Terima kasih atas bajunya.” Kata Nyonya Han bergegas pergi. Nyonya Kim kesal karena pembantunya itu pikir kalau ia tak begitu
“Padahal aku memperlakukanmu dengan sangat baik!” ucap Nyonya Kim kesal. 


Seorang wanita mencoba setelan baju penantin sambil mengeluh apa yang bagus. Karena katanya akan berbeda saat memakai gaun tapi tak ada yang berbeda. Jeong Ha menjawab kalau Ini bukan riasan pengantin dan mereka sudah membahas lalu  menentukannya bersama.
“Kau meminta untuk terlihat alami dan elegan.” Ucap Jeong Ha. Si wanita mengeluh Jeong Ha yang terus membantahnya.
“Hari ini aku akan menikah.” Kata wanita itu makin marah. Jeong Ha pun hanya bisa meminta maaf dan akan rias ulang daan akan memberkan riasan mata diperjelas.

Jeong Ha merapihkan peralatan make up dengan wajah sedih, Su Bin mengirimkan pesan.  Ia melihat foto-foto Hae Jun saat pemotretan.  “Meski tak lihat langsung, semoga foto ini membuatmu senang.”  Ia lalu mengingat yang dikatakan Hae Jun sebelumnya.
“Kau harus menang dari Bu Jin-ju. Apa Kau tak merasa ingin menang sesekali? Aku membantumu seperti ini. Jika kau kalah, kau sungguh bodoh.”ucap Hye Jun
“Aku memang bodoh.” Kata Jeong Ha menghela nafas. 

Nyonya Lee pergi ke PH film memberikan minuman memberitahu sebagai  manajer Sa Hye-jun, Lee Min-jae. Ia pun menemui sutradara meminta agar bisa menghubunginya saat menggarap film baru dan Hae Jun akan berakting lebih baik.
“Dia cukup bagus, tapi kurang populer.” Komentar sutrdara. 

Hye Jun datang menemui Nyonya Lee bertanya Ada apa dan heran Kenapa senang sekali mendatangi rumahnya. Nyonya Lee mengaku  banyak berpikir setelah pulang dari Milan. Hae Jun bertanya  Berpikir apa. Nyonya Lee menegaskan akan jadi manajernya. Hye Jun tak percaya mendengarnya.
“Kau bisa Undur sekali lagi. Vakum dua tahun akan berakibat fatal bagimu.” Ucap Nyonya Lee
“Keputusanku bulat. “ tegas Hye Jun. Nyonya Lee bertanya Apa Hye Jun tahu alasan tak lulus audisi
“Awalnya sutradara memilihmu. Tapi pengikut Hae-hyo lebih banyak. Jadi, Hae-hyo terpilih. Kau kalah karena popularitas, bukan karena kemampuan.” Tegas Nyonya Lee
“Popularitas juga kemampuan.” Komentar Hye Jun. Nyonya Lee meminta agar bisa mempercayai sekali ini saja.
“Setelah berusia 40 tahun, akhirnya aku menemukan hal yang aku sukai.” Ucap Nyonya Lee mencoba menyakinakn. Hye Jun meminta maaf dan akan beranjak pergi. Nyonya Lee menahanya.
“Hei! Tidakkah seharusnya kau coba sampai akhir?” ucap Nyonya Lee. Hye Jun tak peduli pamit pergi  berpsan Hati-hati di jalan.
“Hye-jun. Aku bahkan sudah membuat kartu nama.” Kata Nyonya Lee mencoba terus menyakinkan.
“Apa "JJamppong Entertainment"? Sungguh?” kata Hye Jun tak percaya mendengarnya.
“Hidupku sungguh seperti jjamppong. Tak ada nama lain yang bisa menjelaskanku dengan baik.” Ucap  Nyonya Lee
“Selain aku, ada siapa lagi?” tanya Hye Jun. Nyonya Lee menjawab  Tak ada lagi selain Hye Jun.
“Kau juga harus menyerah. Pikiranmu hanya terpeleset sesaat.” Ucap Nyonya Lee. Hye Jun tetap menolaknya. Nyonya Lee meminta Hae Jun agar jangan menyerah.
“Ini hidupmu. Hiduplah sesuai keputusanmu. Jangan melibatkan aku.” Ucap Hye Jun akhirnya beranjak pergi.
“Hye-jun... Kau sedang membuat kesalahan pada hidupmu! Dasar bodoh! Astaga!” teriak Nyonya Kim kesal 


Hye Jun berjalan ke arah halte bus, saat itu pesan dari Jeong Ha masuk “Kubilang akan menang, tapi aku kalah. Siapa tahu kau penasaran. Aku sempat ragu, tapi aku ingin cerita.”
Hye Jun membalas “Kakekku bilang, terkadang kalah berarti menang. Jadi, kau menang.”  Jeong Ha pun bertanya “Kau sedang apa?” 

Hye Jun sedang berada di perpustakaan besar sambil melihat buku dalam rak. Jeong Ha datang menatap Hye Jun yang terlihat sangat tampan dan ada didepanya. Hye Jun akhirnya melihat kedatangan Jeong Ha langsung menghampirinya. Jeong Ha gugup karean jarak mereka sangat dekat
“Jangan terlalu dekat. Bagaimana jika orang lain lihat?” ucap Jeong Ha melangkah mundur.
“Memangnya kenapa? Apa Kau memikirkan hal aneh?” ucap Hye Jun. Jeong Ha langsung menyangkal kalau tak memikirkan hal aneh!
“Itu bukan kebiasaan bagus. Kenapa jarimu seperti itu? Apa Kau mengecamku?” ucap Jeong Ha melihat jari telunjuk Hae Jun mengarah padanya.
“Bukan, tapi menunjuk ke arahmu karena bicara denganmu. Apa Tidak boleh?” ucap Hye Jun. Jeong Ha menganguk mengaku boleh.
“Apa Kau sering datang ke sini?” tanya Jeong Ha berjalan bersama. Hae Jun mengaku sering ke sini saat sedih.
“Apa Kau sedang sedih?” tanya Jeong Ha. Hye Jun menjawab kalau memang sedang sedih. Jeong Ha mengaku juga seperti itu.
“Terima kasih, tak bertanya kenapa aku sedih.” Kata Hye Jun. Jeong Ha malah sengaja bertanya alasan sedih. Hae Jun hanya tersenyum lalu mengajaknya minum sesuatu. 

Jeong Ha duduk sendirian melihat kedai kopi yang ramai dengan pengunjung. Hye Jun datang dengan minuman kaleng, Jeong Ha berkomentar Jika dilihat dari luar, semua orang terlihat bahagia. Hae Jung mengeluh kalau sudah bilang bilang minum di dalam saja.
“Kubilang "terlihat bahagia", bukan "benar-benar bahagia". Beli kopi itu pemborosan. Terlalu mahal.” Ucap Jeong Ha menuangkan kopi yang dibawanya sendiri.
“Aku yang traktir. Itu uangku, bukan uangmu.” Ucap Hye Jun. Jeong Ha menegaskan benci buang uang.
“Kau nyaman sekali membicarakan masalah uang. Biasanya orang enggan.” Komentar Hye Jun.
“Uang itu seperti kotoran. Tak mudah untuk dikatakan, tapi fatal jika bermasalah.” Ucap Jeong Ha kesal
“Kurasa perkataanmu barusan berasal dari pengalaman.”komentar Hye Jun. 

Flash Back
Jeong Ha yang berkerja di kantor memeriksa bon lalu mengeluh karena Tuan Kim yag melakukan ini lagi. Ia pun menelp Tuan Kim mengaku dari bagian administras dan memberitahu kalau Bon pembayaran sebesar 97.000 won di Jangmo BBQ pada 8 Oktober tak ada.
“Pemakaian kartu perusahaan di atas 30.000 won harus ada bon. Tak boleh lewat tenggat. Tolong segera temukan bonnya.” Ucap Jeong Ha lalu menutup telpnya.
“Kenapa dia begitu ceroboh dengan uang orang lain?” keluh Jeong Ha heran. Saat itu pria lain datang.
“Bu An... Tentang bon Pak Kim, proses saja biayanya. Kenapa kau seperti ini? Lakukan saja yang diminta. Pada masaku, aku selalu menuruti perintah atasanku. Beraninya kau…” ucap si pria marah. 

“ Jika "pada masaku" diucapkan, artinya aku harus diam mendengarkannya.” Gumam Jeong Ha.
 “Pada masaku, aku bekerja dan sering kali tak dibayar. Kenapa terobsesi dengan uang?” kata Hye Jun.
“Pada masaku, aku bahkan tak berharap bisa pulang tepat waktu. Kenapa mereka bisa pulang tepat waktu? Tak loyal sekali.” keluh Jeong Ha
“ Itu memang sering terjadi.” Ucap Hye Jun. Jeong Ha pikir mereka  tak boleh perlakukan junior seperti itu.
“Aku setuju! Tidakkah kau ingin minum latte?” ucap Hae Jun. Jeong Ha mengaku ingin minum.
“Apa Kau mau minum di dalam? Apa Tak mau karena pemborosan?” ucap Hye Jun mengajak masuk.  Jeong Ha akhirnya tak peduli dan masuk ke kedai kopi. 

Hye Jun meminum kopinya, Jeong Ha berkomentar kalau bibir Hae Jun  berlepotan dengan busa. Hye Jun mengejek kalau Jeong Ha juga berlepotan. Jeong Ha pun buru-buru mengambil tissue begitu juga Hae Jun.
Ponsel Hye Jun bergetar, kakeknya ingin video call. Kakek Sa bingung karena malah terlhihat wajah cucunya dan langsung menutupnya. Hae Jun akhirnya menelp kakeknya. Kakak Sa mengeluh kalau tadi sengaja ditutup karena takut biaya teleponnya mahal.
“Aku dapat 30 menit panggilan video gratis. Apa kau Tak ingin melihatku?” ucap Hae Jun.
“Tentu ingin. Kenapa belum pulang?” tanya Kakek sa. Hye Jun menjawab akan pulang sekarang.
“Apa kau sudah mencari tahu?” tanya Kakek Sa. Hye Jun mengaku sedang mencari tahu.
“Kau tak sabar sekali.” ejek Hae Jun. Kakek Sa menegaskan kalau  Harinya lebih pendek dari hari cucunya.
“Jangan terburu-buru... Ini temanku, Jeong-ha.”kata Hye Jun memperkenalkanya. Jeong Ha pun menyapa kakek Sa.
“Kau cantik sekali.” puji Kakek Sa. Hye Jun berbisik kalo kakek Sa tak boleh mengatakan itu.
“Tidak, tak apa-apa. Aku suka dibilang cantik.” Ucap Jeong Ha.
“Selama hidupku, aku tak pernah melihat wanita yang benci dibilang cantik. Nenekmu juga…” kata Kakek Sa
“Jika membicarakan Nenek, bisa sampai 30 menit.” Keluh Hye Jun. Kakek Sa pun menyudahi telpnya. Jeong Ha ingin memberikan salam. Tapi kakek Sa sudah menutup telpnya.
“Langsung ditutup. Sepertinya kau mirip dengan kakekmu. Dia tampan.” Ucap Jeong Ha
“Dia termasuk tinggi di masanya. Apa Kau mau lihat?” ucap Hye Jun. Jeong Ha pun ingin melihatnya. 


Keduanya saling mendekat dan kepala mereka terbentur, Jeong Ha dan Hye Jun kaget langsung saling menatap. Hye Jun lalu berkomentar kalau terlalu dekat. Jeong Ha akhirnya sedikit mundur dan meminta maaf.
“Dia bisa jadi aktor. Kenapa tak coba berakting?” ucap Jeong Ha melihat foto kakek Sa.
“Dia tak bisa. Dia sering kena tipu karena terlalu percaya.” Ucap Hye Jun
“Memercayai orang adalah hal baik. Itu salah orang yang menipu.” Kata Jeong Ha.  Hye Jun mengejak Jeong Ha pintar mengajari orang.
“Maaf. Apa yang dia minta untuk kau carikan?”tanya Jeong Ha. Hye Jun menjawab Pekerjaan untuknya.
“Apa itu memungkinkan?” ucap Hye Jun. Jeong Ha yakin takkan bisa menemukannya jika pikir itu mustahil. Hae Jun pikir itu benar. 

Hae Hyo datang ke sebuah club, temanya menyapanya dan bertanya apa Hye-jun tak mengikutinya dengan nada mengejek. Hae Hyo mengeluh dengan temanya. Temanya tahu kalau Hae Jun selalu membawanya saat mereka berkumpul.
“Tampaknya hari ini kita bisa bicara.” Kata temanya. Hae Hyo ingin tahu  Mengenai apa.
“Aku merekomendasikanmu sebagai model kosmetik perusahaan kami. Ayahku sudah setuju.” Kata temanya.
“Hai, penghindar wajib militer.” Sapan teman lainya. Hae Hyo mengeluh mendengarnya menegaskan kalau akan melakukannya.
“Lebih tua dipanggil kakak. Lebih dulu selesai itu yang berkuasa. Ayo Tuangkan aku miras.” Ejek Jin Ho. Hae Hyo pun mengambilkan minum untuknya

Jin U melihat Hae Na makan ramyun lahap sekali. Hae Na merasa ingin terus makan. Ji Un pikir Itu karena Hae Na terlalu menahan diri. Ha Na membenarkan dan merasa bahagia. Jin U pun merasakan hal yang sama. “Jangan ikuti!” keluh Hae Na. Jin Un mengeluh kalau  Dulu Hae Na suruh untuk mengikutinya.
“Seharusnya kita berpacaran lebih awal.” Kata Hae Na. Jin U menegaskan kalau Ha Na masih terlalu muda.
“Kau terlalu sibuk berpacaran dengan wanita lain!” kata Hae Na dengan nada tinggi. Ji Un mengeluh kalau Lagi-lagi bahas itu dan menegaskan Hae Na yang pertama.
“Akui Ini juga kali pertama bagiku, berpacaran meski tahu akan putus.” Ucap Hae Na. Jin U menganguk setuju.
“Segalanya terasa menyenangkan saat pertama. Dan juga lebih penuh kasih sayang. Bukan begitu?” ucap Hae Na
“Tidak... Ini keinginanmu. Aku tak akan menghiraukanmu jika nanti meraung-raung tak mau putus.” Ucap Jin U.
“Won Hae-na tak akan pernah meraung-raung.”tegas Hae Na.

Nyonya Han pamit pulang. Nyonya Kim bergegas mendekatinya dengan bangga memberitahu kalau ditangnya ada naskah film yang akan dimainkan Hae-hyo.  Ia pun yakin kalau  yakin akan sukses dan ini seru sekali. Nyonya Han menganguk mengerti.
“Tak ada yang tanya.” Gumam Nyonya Han kesal.  Nyonya Kim pikir harus menemani dia memilih pakaian.
“Dan Juga aku harus bantu dia berlatih dialog. Ada banyak yang harus aku lakukan.” Ucap Nyonya Kim
“Anak-anak zaman sekarang bisa melakukan semua sendiri.” Ucap Nyonya Han.
“Apa Menurutmu Hae-hyo bisa bermain di film ini karena kemampuannya sendiri? Zaman sekarang, orang tua adalah segalanya bagi anak-anak mereka.” Kata Nyonya Kim
“ Itu adalah dunia yang semu. Bagaimana mungkin orang tua bisa membantu sepenuhnya?” komentar Nyonya Han.
“Jadi, maksudmu aku salah?” kata Nyonya Kim marah. Nyonya Han hanya bisa bergumam
“Untuk apa aku hidup jika tak bisa menentang perkataan bahwa anakku akan hidup sepertiku?” gumam Nyonya Han.
“Aku hanya beri tahu bahwa ada pendapat lain. “ kata Nyonya Han. Nyonya Kim pikir Pendapat yang salah harus diganti.
“Kujelaskan secara sederhana. Jika Hye-jun putraku, maka dia pasti akan lulus audisi.” Kata Nyonya Kim menyindir
“Sampai mati, tak ada yang tahu jalan hidup kita. Peran ini akan buruk atau baik baginya, waktu akan menjawabnya.” Ucap Nyonya Han.
“Apa Kau mengutukku? Apa Maksudmu ini bisa buruk untuknya?” kata Nyonya Kim kesal
“Tadi kau bilang pendapatku salah.” Ucap Nyonya Han. Nyonya Kim mengaku hanya bilang bahwa itu tak salah.
“Kenapa kau tiba-tiba pintar?” keluh Nyonya Kim. Nyonya Han hanya membalas dengan bergumam “Aku hanya tak mengatakannya. Percuma mengatakannya, kau tak akan mengerti.” 


Flash Back
Ponsel diatas meja berdering, Nyonya Han berteriak kalau ada telp masuk. Nyonya Kim pun bergegas mengambilnya, tapi malah menyiram gelas kopi pada tasnya. Ia pun panik melihat tas mahal karena Iterbuat dari kulit buaya jadi tak boleh terkena air.
“Bukannya buaya hidup di air? Kenapa tak boleh kena air?” ucap Nyonya Han heran. Nyonya Kim tak bisa berkata-kata akhirnya meminta agar mengambil tisseu. 
Nyonya Han bergegas tapi akhirnya Nyonya Kim berteriak kalau sudah tak perlu karena mengelap dngan bajunya.
Saat itu Hye Hyo yang baru pulang menyapa Nyonya Han dengan panggilan “ibu” Nyonya Kim bingung mendengarnya. Nyonya Han membalas kalau Sudah lama tak berjumpa. Nyonya Kim pun bertanya apakah anaknya mengenal Nyonya Han.
“Dia Ibunya Hye-jun. Ibu tahu Hye-jun, 'kan?” ucap Hye Hyo. Nyonya Han hanya diam saja sementara Nyonya Kim seperti baru mengetahuinya. 

Nyonya Kim memberikan sebuah jaket, dan meminta agar membuang baju ini saat buang sampah. Nyonya Han melihat Ini masih bagus. Nyonya Kim pikir Tak ada yang pakai baju sampai rusak. Nyonya Han pun meminta izin agar bisa mengambilnya.
“Untuk apa? Aku tak perlu tahu. Lakukan sesukamu.” Ucap Nyonya Kim lalu beranjak pergi. 

Hye Jun baru saja pulang melihat ibunya dan bertanya Kenapa Ibunya ada disana. Nyonya Han menjawab kalau akan belikan sepatu basket keinginannya. Hye Jun terlihat bahagia lalu berkomentar kalau ibunya jadi lebih murah hati sejak bekerja.
“Apa Kau senang?” tanya Nyonya Han. Hye Jun membenarkan. Nyonya Han lalu memberitahu kalau kerja di rumah Hae-hyo. Bola yang dipegang Hae Jun langsung terjatuh.
“Apa kau kaget?” tanya Nyonya Han mengambil bola. Hye Jun menyangkal mengaku hanya  tergelincir.
“Ibu akan terus bekerja di sana. Ibu senang bisa mendapat bayaran.” Ucap Nyonya Han.
“Kenapa baru beri tahu sekarang?” tanya Hye Jun. Nyonya Han pikir Setelah mencoba tiga bulan, jadi merasa bisa terus melakukannya.
“Ibu tak bilang sebelumnya karena belum pasti. Ibu menemukan pekerjaan yang cocok denganku. Ibu suka bersih-bersih. Namun, ibu tak bisa terlalu senang jika memikirkanmu.” Ucap Nyonya Han.
“Ibu akan berhenti jika bekerja untuk keluarga temanmu sebagai pembantu membuatmu malu. Ibu tak ingin bekerja jika harus menyakiti anak ibu.” Kata Nyonya Han.
“Apa Itu artinya, bagi Ibu… aku lebih penting dari pekerjaan?” kata Hye Jun. Nyonya Han membenarkan.
“Namun, hidup ibu dan hidupmu berbeda. Kau tak perlu malu karena pekerjaan ibu. Jadi, bagaimana?” kata Nyonya Han.
“Aku coba pikirkan dulu.” Ucap Hye Jun. Akhirnya mereka pun berjalan pulang bersama 


Nyonya Han datang melihat anaknya bertanya apakah Hye Jun sudah menunggu lama dan mengaku sedikit telat karena pekerjaan. Mereka pun duduk bersama. Nyonya Han bertanya apakah anaknya sudah selesai berpikir dan Apa yang harus dilakukan
“Setelah dipikir-pikir, hidup Ibu dan hidupku berbeda. Kenapa aku harus menentukan hidup Ibu? Hidupku saja sudah cukup rumit.” Ucap Hye Jun
“Hei! Kenapa hidupmu sudah begitu rumit?” ucap Nyonya Han heran. Hae Jun  menegakan sudah berusia 16 tahun.
“Ada banyak yang harus dipikirkan. Tahun depan aku harus masuk SMA, tapi keluarga kita miskin. Bagaimanapun, ini hidup Ibu. Lakukanlah sesuai keinginan Ibu.” Kata Hye Jun.
“Sa Hye-jun terbaik! Ibu suka kau begitu perhatian. Hidup harus dipikirkan lebih dulu. Putra ibu hebat sekali.” ucap Nyonya Han
“Setelah dewasa dan punya banyak uang, aku akan membuat Ibu hidup dengan nyaman.” Kata Hye Jun
“Ibu juga. Ibu akan membantu agar kau bisa mewujudkan keinginanmu.” Kata Nyonya Han bahagia. 

Nyonya Han berjalan pulang sambil mengeluh kalau itu  Bohong. Ia pun tak percaya kalau bisa orang tua menipu anaknya sendiri. Ia mrasa tak percaya keadaan hidupnya tak lebih baik dibandingkan sepuluh tahun lalu. Ia kesal kalau  ayahnya kaya rayaatak akan jadi seperti ini.
“Dasar wanita kejam. Beraninya kau menyalahkan orang tuamu? Aku rindu mereka... Aku rindu ibuku.” Ucap Nyonya Han menangis.
“Jika dia masih hidup, aku akan memperlakukannya dengan baik... Benar-benar konyol... Kenapa aku bicara sendiri? Kenapa aku makin mirip dengan ibuku?” ucap Nyonya Han akhirnya berjalan pulang. 


Di rumah, Tuan Sa sibuk memasang pintu baru di kamar Hye Jun. Kakek Sa melihat anaknya berkomentar Tangan Tuan Sa itu terampil sekali karena bisa selesai secepat ini. Ia pikir Tuan Sa bisa memiliki reputasi baiktanpa bantuan orang tua.
“Ayah terlalu berlebihan.” Ucap Tuan Sa. Kakek Sa pikir Jika kau memang ikhlas,meminta agar bisa lebih cepat.
“Memangnya aku sedang bermain? Aku tak seperti Ayah.” Keluh Tuan Sa
“Maksud ayah… Intinya, ayah ingin berterima kasih.. Hei.. Istrimu pulang.” Ucap Kakek Sa melihat Nyonya Han dari jendela. 

“Pulanglah lebih awal!! Sudah pukul berapa ini?” teriak Tuan Sa pada Nyonya Han yang baru saja pulang.
“Memangnya aku bermain? Jangan bicara padaku!” kata Nyonya Han marah. Tuan Sa pun hanya terdiam melihat sikap istrinya.
“Hei. Ada apa denganmu? Tak seharusnya kau mengatakan itu. Dia pasti kelelahan karena bekerja lembur.” Ucap Kakek Sa memarahi anaknya.
“Ayah pengertian sekali. Kenapa Ayah tak begitu padaku?”keluh Tuan Sa.
“Ayah melakukan hal yang sama padamu, tapi kau salah menafsirkan.” Ucap Kakek Sa
“Apa Ayah menyalahkanku?”keluh Tuan Sa. Kakek Sa tak mau memperpanjang lagi mengucapkan Terima kasih sudah perbaiki pintunya dan langsung masuk kamar. 


Nyonya Han duduk dengan wajah kesal didepan cermin. Tuan Sa masuk kamar bertanya Apa terjadi masalah. Nyonya Han hanya diam saja. Tuan Sa bingung karena tak mungkin bisa tahu kalau Nyonya Han tak bicara. Nyonya Han hanya diam saja.
“Apa masalahnya?” tanya Tuan Sa. Nyonya Han memberikan tatapan sinis.
“Jika aku mulai berbicara, kau akan berakhir tragis.” Ucap Nyonya Han sinis. Tuan Sa pun menganguk mengerti.
“Apa Aku harus keluar? Atau di sini saja?” tanya Tuan Sa. Nyonya Han tetap diam saja. Tuan Sa pun mengerti akan memutuskan sendiri.
“Kau mau ke mana?” tanya Tuan Sa melihat Nyonya Han yang pergi. Nyonya Han hanya menatap sinis.
Tuan Sa akhirnya menganguk mengerti. Nyonya Han pun keluar dari keluar dari kamar. Tuan Sa pun menyakinkan diri kalau  harus sabar.

Jeong Ha dan Hye Jun pun berjalan pulang. Jeong Ha merasakan Hujan turun. Hye Jun pun bisa merasakanya juga. Jeong Ha mengaku benci hujan. Hae Jun tiba-tiba berlari dan meminta Jeong Ha agar Tunggu sebentar. Jeong Ha menatap Hye Jun terlihat bingung.
“Kata ramalan cuaca tak akan hujan.” Ucap Jeong Ha memperlihatkan ponselnya saat Hye Jun datang membeli payung.
“Hujan turun dan kau punya payung.” Kata Hye Jun. Jeong Ha bertanya bagaimana dengan Hae Jun.
“Aku bisa langsung naik bus dari sini. Di rumahku tak hujan.” Kata Hye Jun.
“Menarik. Sama-sama di Seoul, tapi ada bagian yang hujan dan tidak.” Ejek Jeong Ha. Saat itu Hye Jun berjalan lebih dulu dengan payung. Jeong Ha bingung diajak memakai payung bersama.
“Sampai kapan kau akan diam saja?” ucap Hye Jun. Jeong Ha pun berjalan mendekat. 


Keduanya berjalan terlihat gugup, Hye Jun menarik Jeong Han karena kena hujan. Jeong Ha pikir Jika ia tak kena  hujan, maka Hae Jun yang kena dan menariknya agar berjalan lebih dekat. Jeong Ha terlihat gugup berada didekat Hae Jun.  
“Itu alasan aku beli payung ini.” Ucap Hye Jun. Jeong Ha pikir Hae Jun  mahir bicara.
“Kau pasti sering berpacaran.” Kata Jeong Ha. Hye Jun mengaku  Tak begitu sering.
“Hubunganku cenderung lama dan serius. Aku hanya pernah berpacaran dua kali dengan satu orang.” Ungkap Hye Jun
“Ceritamu terlalu detail. Padahal Tak ada yang tanya” komentar Jeong Ha. Hae Jun bertanya apakah Jeong Ha pernah berpacaran. Jeong Ha menjawab itu Tentu saja.
“Penolakan keras adalah penegasan keras.” Ejek Hye Jun. Jeong Ha mengaku  sering berpacaran sebentar karena cepat bosan.
“Bukan karena takut disakiti?” ucap Hye Jun. Jeong Ha mengaku tak bisa menyangkal itu.
“Astaga. Aku terlalu banyak bicara.” Keluh Jeong Ha. Hye Jun mengaku  merasa nyaman dengannya. Jeong Ha bingung apa denganya.
“Kewaspadaanku menurun karena kau membicarakan isi hatimu. Kita juga membicarakan uang. Tak mudah membahas tentang uang. Lalu Kenapa kau membenci hujan?” ucap Hye Jun.
“Membuatku merasa sendirian.” Ucap Jeong Ha. Hye Jun menegaksan Saat hujan maka akan menghubungi Jeong Ha.
“Kau tak sendirian.” Ucap Hae Jun. Jeong Ha terdiam mengeluh kalau Hye Jun membuatnya merinding.
“Menggelikan sekali... Aku tak tahan lagi.” Kata Jeong Ha dan langsung berlari ke halte bus. Hae Jun pun mengejarnya. 


Keduanya pun menunggu di halte, Jeong Ha pikir Hye Jun tak tutup payungnya. Hye Jun mengaku selalu berpikir rasional menurutnya hanya Dingin jika kena hujan. Jeong Ha pikir Bukankah harus lebih emosional untuk bisa berakting dengan baik.
“Makanya, kemampuan aktingmu…” ucap Jeong Ha dan Hye Jun menatapnya dengan dingin.
“Kau tak bisa dibiarkan.” Ucap Hye Jun marah. Jeong Ha meminta maaf mengaku tak tahu apa-apa mengenai akting. Hye Jun terus menatap  Jeong Ha. Jeong Ha terlihat bingung. Hye Jun tiba-tiba melepaskan syal dan langsung memakaikanya.


“Meski tak seberapa, ini akan membantu... Apa Aku pakaikan di wajahmu?”ucap Hye Jun
“Biar aku saja. Aku bisa  Lakukan sendiri.” Kata Jeong Ha gugup. Hye Jun pun membiarkan Jeong Han memasangkan sendiri.
“Itu busku... Hati-hati di jalan.” Ucap Hye Jun. Jeong Ha pun menyuruh Hae Jun pulang lebih dulu karena setelah itu busnya akan datang. Hye Jun pun naik bus lebih dulu. 


Flash Back
Saat hujan turun dengan deras, beberapa orang berlari menemui orang-orang yang menjemputnya di halte bus. Hanya Jeong Ha yang menunggu sendirian saat masih remaja tak ada yang menjemput. Saat itu ibunya menelp. Hae Jun pun terlihat senang.
“Ya, Ibu.. Aku belum menerima uang... Akan kukirim begitu bisa. Aku berteduh di halte karena hujan.. Aku tahu harus membeli payung!” ucap Jeong Ha kesal karena ibunya yang tak perhatian.
“Aku sendirian, tapi terasa seperti ada yang menemani. Aku sangat senang.”gumam Jeong Han bahagia saat naik ke bus karena ada Hae Jun yang menemaninya tadi.

Bersambung ke part 2
 Cek My Wattpad... First Love


      
Cek My You Tube Channel "ReviewDrama Korea"

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar